PART 31
Edelweiss tidak memiliki pilihan lain kecuali menerima perjodohan yang ditentukan oleh orang tuanya. Bukan karena dia yang ingin cepat-cepat menikah, tetapi hanya untuk melarikan diri dari perasaan cinta yang tidak semestinya terhadap kakak tirinya. Sungguh, ia takut terlalu jauh melewati batasan. Ia juga berharap Leandro cepat-cepat melupakannya, dan tidak lagi berusaha mengejarnya.
Cukup dua kali mereka khilaf dan melakukan hal yang terlalu jauh. Meski percintaan panas itu akan selalu memberikan kesan tersendiri bagi mereka. Jadi, biarlah itu semua hanya akan menjadi kenangan, dan mereka mulai membuka lembaran baru dengan kekasih pilihan masing-masing.
Leandro kembali mengukir kisah cintanya dengan Rebecca, dan Edelweiss bersama Alex. Ya, lelaki yang dijodohkan dengannya kini sudah berdiri di hadapannya. Seorang lelaki bertubuh tinggi tegap dengan balutan setelan kerja yang sangat pas di tubuhnya. Wajah tampan dengan sedikit kesan dingin, rahang tegas dengan bulu-bulu halus yang tercukur rapi dan memberikan kesan maskulin, serta hidung mancung yang menyempurnakan pahatan wajahnya.
Ketampanan yang tidak jauh berbeda dengan ketampanan yang dimiliki Leandro, hanya saja Alex mencerminkan lelaki dewasa. Tampan dan berkharisma.
"Terakhir kali kita bertemu, saat itu kau masih setinggi ini." Alex mengangkat telapak tangannya setinggi dada. "Dan sekarang kau sudah banyak berubah. Kau lebih cantik dari yang ada dalam bayanganku."
Edelweiss tersenyum. Alex memuji Edelweiss secara terang-terangan. Sangat berbeda dengan Leandro yang seringkali tidak pernah mau mengakui kecantikan adiknya, tetapi diam-diam mengaguminya.
"Hehem ... Aku masih ingat, terakhir kali kita bertemu, aku menyembunyikan sepatumu di dalam boks sampah." Edelweiss tertawa tanpa rasa canggung.
"Aku tidak menyangka, ternyata bocah perempuan yang dulu sering aku gendong akan menjadi seseorang yang special untukku. Ah ya, tidak apa jika aku bicara langsung tentang perjodohan ini kan?"
"Tentu saja. Kita sambil jalan-jalan di taman depan rumah? Mengenang masa kecil sepertinya menyenangkan."
"Oke."
Mereka berjalan bersisian, menuju taman. Tidak ada alasan bagi Edelweiss untuk menolak perjodohan ini. Peduli apa dengan usia yang terpaut jauh? Meski saat ini belum saling mencintai, pastinya cinta akan hadir dengan sendirinya ketika mereka nanti terbiasa bersama. Playboy? Edelweiss percaya pada Dad, jika Dad memilih Alex sebagai lelaki pendamping putrinya, maka Dad tidak akan pernah memberikan pilihan yang salah.
"Sebenarnya aku tidak ingin terlalu terburu-buru dengan perjodohan ini. Aku bersedia menunggu satu tahun lagi sampai pertunangan kita dilangsungkan. Tapi ayahmu memintaku agar pertunangan dipercepat. Aku tahu mungkin kau belum siap. Dan yang paling penting, kita bisa kembali saling mengenal. Jika ternyata kau merasa tidak cocok denganku, kau memiliki opsi untuk membatalkan pertunangan ini."
"Apa selama ini ada wanita yang menolakmu? Aku rasa tidak. Dan aku yakin dengan pilihan Dad."
"Hei, aku tahu kau gadis penurut." Alex mengacak rambut Edelweiss. "Tapi untuk urusan jodoh kau harus mengikuti kata hatimu."
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Meski saat ini aku belum mencintaimu, tapi aku menyukaimu. Kau cantik, pintar, dan berasal dari keluarga baik-baik. Tiga poin itu cukup untuk menjadikanmu sebagai calon istriku."
"Tapi ... aku tidak sebaik yang kau pikirkan."
"Aku cukup mempercayai semua kata-kata ayahmu tentang dirimu. Aku tidak butuh penilaian dari dirimu sendiri ataupun orang lain."
"Hem ...."
"Taman di sini tidak banyak berubah." Alex menunjuk deretan tanaman-tanaman bunga yang tersusun rapi. "Dan air mancur di sana masih tetap sama. Aku masih ingat dulu kau sering berenang di sana setelah merusak beberapa tanaman kesayangan Mommy-mu."
"Kita juga pernah beberapa kali hujan-hujanan di sini sampai aku sakit dan Uncle Rafael memarahimu."
"Ya, kau yang mengajakku bermain air, tapi ayahku justru menyalahkanku. Kau benar-benar kesayangan semua orang." Alex mencubit pipi Edelweiss dengan gemas.
"Hei, lihat! Sepertinya hujan mulai turun lagi. Mau coba mengenang masa kecil kita?" Edelweiss menadahkan kedua tangannya, membiarkan rintik-rintik kecil mendarat di permukaan kulitnya.
***
Leandro mengisap rokok yang terselip di jarinya. Dari balkon kamar, ia bisa melihat adiknya yang sedang berdiri di bawah hujan bersama dengan Alex. Mereka terlihat akrab, sama sekali tidak ada kecanggungan meski belasan tahun mereka tidak pernah berjumpa. Ya, lelaki seperti Alex pasti bisa dengan mudah menarik perhatian gadis manapun, termasuk Edelweiss.
Jangan bertanya apakah Leandro cemburu atau tidak. Jawabannya sudah terlihat sangat jelas dari wajah masamnya serta sorot mata serupa laser yang bersiap menembak lelaki di depan sana. Oh, astaga! Rasanya Leandro ingin sekali turun ke sana dan melayangkan pukulan ke wajah Alex. Seharusnya Leandro yang berada di sisi Edelweiss, bukan Alex.
Gadis itu terlihat sangat nyaman berada di samping tubuh tinggi tegap Alex. Beberapa kali nampak gadis itu tertawa, entah apa yang mereka bicarakan. Ah ya, kapan Leandro bisa mengobrol seakrab itu dengan Edelweiss? Selama ini Leandro selalu bersikap dingin, bahkan ketika mereka sudah saling mengetahui perasaan masing-masing, pada akhirnya tetap pertengkaran yang akan selalu ada di antara mereka.
Leandro mengembuskan asap rokok, kepulan asap tipis beterbangan di hadapannya sampai warna putihnya memudar hingga lenyap tidak berbekas, menyisakan aroma nikotin yang cukup menyengat. Amarah yang terkumpul di dadanya membuat ia merasakan sesak. Ia tidak rela melihat gadis yang dicintainya menjadi milik lelaki lain, tetapi sialnya Leandro tidak bisa berkutik. Leandro hanya mempunyai satu pilihan, yaitu melupakan.
Cukup lama Edelweiss dan Alex berhujan-hujanan di taman. Ketika mulai terlihat kilat dan petir yang menggelegar di langit, kedua orang itu berlari-larian masuk ke dalam rumah. Leandro bisa dengan jelas mendengar tawa renyah yang keluar dari mulut Edelweiss.
Shit! Bagaimana mungkin dia bisa sebahagia itu dengan Alex sedangkan di hatinya ada lelaki lain? Atau mungkin pesona Alex bisa langsung melenyapkan perasaan Edelweiss terhadap Leandro? Rayuan apa yang diucapkan Alex sehingga bisa dengan mudah menggeser posisi Leandro di hati Edelweiss? Tidak mungkin! Gadis itu memang pandai menutupi perasaannya. Leandro yakin, Edelweiss tidak akan pernah bisa melupakan momen ketika mereka menyatukan tubuh, dan cinta itu tidak akan mudah lenyap begitu saja.
Hujan turun semakin deras. Leandro menjulurkan sebelah tangannya, menyapa tampias air hujan yang terbawa oleh angin. Terasa dingin dan menyegarkan. Sekali lagi, ia menghisap rokok untuk menenangkan perasaannya yang kacau, sampai suara seorang gadis membuyarkan lamunannya.
"Sejak tadi aku mengetuk pintu kamarmu tapi kau tidak membukanya," gerutu Edelweiss yang kini sudah berdiri di belakang Leandro. "Baju Kak Alex basah, Mommy memintamu untuk meminjamkan bajumu."
"Ambil saja sendiri," sahut Leandro ketus, sama sekali tidak menoleh pada gadis itu.
Edelweiss tidak menjawab, hanya terdengar langkah kaki pertanda gadis itu sudah pergi dan mengambil pakaian milik Leandro di walk in closet.
"Kau bisa memakai kamar mandi untuk membersihkan diri, Kak Alex. Ini baju gantinya."
Gemuruh hujan membuat percakapan Edelweiss dengan Alex tidak begitu jelas terdengar. Leandro menyugar rambut frustrasi. Bahkan ketika Rebecca mengkhianatinya, rasanya Leandro tidak semarah ini. Dan sialnya, Leandro hanya bisa menyimpan kemarahannya tanpa seorang pun yang tahu.
"Hai, Lee. Long time no see."
Suara baritone di belakangnya membuat Leandro menoleh. Nampak Alex sedang melangkah ke arahnya sembari menggosok rambutnya dengan handuk kecil.
"Hujan pertama di bulan ini, rasanya menyegarkan bukan?" Alex berkata lagi. Ia berdiri di samping Leandro. Matanya tertuju pada taman tempat ia berhujan-hujanan bersama Edelweiss tadi.
"Sebelas tahun." Leandro tersenyum sinis. "Atas dasar apa lelaki dewasa sepertimu ingin menikahi gadis yang usianya terpaut cukup jauh?"
"Aku rasa usia tidak bisa menjadi patokan bagi seseorang yang ingin menikah. Yang paling penting adalah komitmen."
"Kau terbiasa bergaul dengan wanita-wanita dewasa, bukan gadis yang baru merayakan sweet seventeen-nya. Dia sangat jauh berbeda dengan wanita-wanitamu."
"Sebrengsek-brengseknya lelaki, pasti menginginkan wanita baik-baik untuk dijadikan sebagai ibu dari anak-anaknya kelak."
Leandro melemparkan tatapan tajam pada Alex. "Kau tahu dia pernah tinggal di London. Jika kau berharap dia masih benar-benar gadis polos, aku rasa kau salah orang."
"Jika maksudmu dia sudah pernah tidur dengan lelaki lain, aku tidak peduli. Apa bedanya denganku? Selagi ayah kalian berkata Edelweiss gadis baik-baik, maka itu sudah cukup bagiku."
"Aku meragukan keseriusanmu. Jika kau hanya ingin mempermainkannya, aku sarankan kau mundur sekarang. Karena jika kau menyakitinya sedikit saja, aku yakin akan ada banyak orang yang akan menghabisimu."
Alex tersenyum dan menggigit bibir bawahnya. Ia membalas tatapan Leandro tanpa rasa takut. "Kau mengatakan itu sebagai seorang kakak laki-laki yang menyayangi adik perempuannya, atau sebagai lelaki dewasa yang ingin melindungi gadis yang dicintainya?"
Leandro tertunduk menatap rokok yang terselip di jarinya. "Setiap kakak laki-laki pasti menginginkan yang terbaik untuk adiknya."
"Syukurlah, sempat terlintas di pikiranku kau cemburu padaku. Cemburu dalam artian yang sebenarnya. Aku rasa aku tidak pernah memiliki masalah denganmu, tapi lihatlah sambutanmu yang begitu dingin seolah kau tidak menyukaiku."
"Aku hanya mencemaskan adikku jika harus dipermainkan oleh playboy sepertimu."
"Aku malah belum pernah seserius ini pada seorang wanita. Trust me, aku akan menjadikan adikmu sebagai ratu. Aku yakin tidak butuh waktu lama bagi kami untuk saling mencintai."
Argh! Ingin rasanya Leandro berteriak kencang. Masa bodoh sekalipun Alex menggantikan posisinya! Yang jelas Leandro tetaplah pemenangnya, karena dialah lelaki yang memberikan ciuman pertama pada Edelweiss, lelaki pertama yang mencumbu dan meninggalkan jejak kepemilikan di tubuh indahnya, dan lelaki pertama yang menggagahinya dan membasahi kedalaman tubuh gadis itu dengan cairan panasnya.
Yakinlah Alex hanya akan menjadi bayangan bagi Edelweiss. Sama halnya seperti Rebecca yang hidup di bawah bayang-bayang wanita lain.
***
To be Continued
13 September 2024
Yang mau baca duluan bisa ke KaryaKarsa ya.
Btw novel cetaknya sisa 1 aja nih barangkali ada yang berminat
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro