PART 3
PULAU TERATAI, INDONESIA
Leandro turun dari kapal penyeberangan di dermaga Pulau Teratai. Sebuah ransel tergantung di pundak kanannya. Tubuh tinggi tegap itu melangkah menuju pesisir pantai, ingin menatap matahari yang akan terbenam di ufuk barat.
Lembayung senja membentang indah, piringan keemasan perlahan-lahan bergerak menenggelamkan diri ke kaki langit. Burung-burung camar beterbangan di atas lautan, mengepakkan sayapnya lebar-lebar dan sesekali menukik untuk menyambar ikan di permukaan air. Suara debur ombak berpadu dengan suara burung camar, menghasilkan sebuah melodi yang mendamaikan hati.
Leandro menghela napas lega. Setidaknya ia bisa menginjakkan kaki di tempat tanpa pengganggu. Tentu saja ia pergi setelah mengunci Edelweiss di dalam kamarnya. Jika tidak, bocah itu pasti akan membuntutinya lagi. Leandro sudah cukup berisik mendengar ocehan adiknya sepanjang perjalanan menuju makam tadi pagi. Belum lagi, Edelweiss juga terus bicara di depan pusara sembari menaburkan kelopak-kelopak mawar di atasnya.
Entah dulu Mommy Anna mengidam apa sewaktu mengandung Edelweiss, sehingga bocah itu terlahir menjadi seseorang yang sangat cerewet dan menyebalkan. Ah, sudahlah. Berhenti memikirkannya. Leandro ingin menenangkan diri di pulau yang indah ini. Tempat di mana kakek dari pihak ayahnya tinggal.
"Hei! Leandro!"
Leandro menoleh ke arah datangnya suara. Tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri, nampak seorang lelaki duduk di atas Harley Davidson warna hitam. Opa Leon dan motor kesayangannya.
"Opa!" Leandro melambaikan tangan, lalu berlari-lari kecil meninggalkan pesisir pantai. Tidak sabar ingin bertemu dengan kakeknya.
"What's up, Bro!" Leon memeluk Leandro.
Jangan salah, meski sudah memiliki 2 orang cucu yang tumbuh dewasa, tetapi Leon sama sekali tidak seperti kakek-kakek pada umumnya. Berkat gaya hidup sehat serta rutin berolahraga, di usianya yang sekarang tubuhnya masih tinggi tegap, rambutnya hitam, dan wajah berahang tegasnya masih terlihat awet muda.
"Not much." Leandro menepuk-nepuk pundak kakeknya.
"Wow, lihatlah cucuku terlihat semakin tampan. Sudah berhasil menaklukan berapa orang gadis?"
"Jangan mengajariku yang tidak benar, Opa." Leandro tertawa.
"Ayo, kita pulang sekarang. Kau pasti lelah."
"That's right. Tinggal serumah dengan Edelweiss sangat melelahkan. Dia tidak berhenti menggangguku."
Leon tertawa. "Percayalah, meski sering mengganggumu, adikmu sangat menyayangimu."
"Menyayangi apanya? Yang ada dia menyiksaku."
"Memang begitulah, dia menyayangimu dengan caranya sendiri."
Leandro duduk di belakang Leon. Motor Harley Davidson yang dikendarai Leon mulai melaju di jalanan setapak menuju villa. Di samping kanan dan kiri mereka, pohon pinus dan cemara berjajar dengan rapi. Burung-burung kecil berkicau merdu, meloncat dari satu dahan ke dahan lain. Suasana khas pantai yang sangat mendamaikan hati.
Tempat yang cocok bagi Leandro untuk mencari ketenangan. Bersyukurlah karena kali ini dia bisa terbebas dari si bocah pengganggu.
***
"Kau akan lama di Indonesia kan?" Leon meletakkan nasi goreng buatannya di hadapan Leandro. Taburan bawang goreng membuat aromanya semakin terasa nikmat.
"Mungkin satu atau dua bulan. Aku akan mengambil S2 sambil pekerja di perusahaan milik ayah temanku."
"Carilah ilmu dan pengalaman sebanyak mungkin agar kau bisa menggantikan Daddy-mu di perusahaannya."
"Entahlah, aku tidak tertarik menggantikan posisi Dad."
"Mungkin saat ini belum tertarik, tapi aku harap suatu saat kau berubah pikiran. Daddy-mu tidak muda selamanya, akan ada saatnya dia menua dan seseorang harus melanjutkan kepemimpinannya di perusahaan. Kau putranya—"
"Putra yang terlahir dari istri kedua. Aku tidak ingin dicap sebagai perebut harta keluarga mereka. Karena kenyataannya, mereka menunggu kelahiran Edelweiss. Sedangkan aku, mungkin seharusnya aku tidak pernah hadir dalam keluarga mereka."
"Kami menyayangimu sama seperti kami menyayangi Edelweiss. Kenapa kau seolah memposisikan dirimu sebagai orang asing di antara kami?"
"Dad tidak pernah tulus menikahi ibuku. Maka Edelweiss lebih berhak atas harta keluarga mereka."
"Kau tahu adikmu?" Leon tertawa. "Kau pikir ayahmu akan mempercayakan perusahaan padanya? Ayolah, kau tidak sedang berencana ingin membuat perusahaan kacau karena adikmu mengacak-acaknya, bukan? Dia sama sekali bukan sosok pemimpin. Daddy-mu hanya mempercayakan perusahaan padamu, dan tugasmu menjaga adikmu. Itu saja."
Leandro menghela napas kasar. "Sudahlah, Opa. Aku sedang tidak ingin membicarakan bocah menyebalkan itu."
"Oke, kalau begitu makanlah. Kau pasti merindukan masakanku."
Tepat sekali, Leon sangat pandai memasak. Semua masakan yang dibuatnya memiliki cita rasa yang tinggi seperti chef hotel bintang lima. Wajar jika anak-anak dan cucunya akan selalu merindukan masakan hasil karyanya.
Leandro mengambil acar dan meletakkannya di pinggiran nasi goreng. Ia bersiap menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya, tetapi urung ketika ia mendengar teriakan dari pintu gerbang.
"Opaaaaaa! I'm comiiiiiiiing!"
Leandro mendengus. "Cucu kesayanganmu datang."
"Sebentar, aku lihat dulu." Leon menepuk pundak Leandro dan terburu-buru membuka pintu gerbang.
Sayup-sayup terdengar celoteh Edelweiss di luar sana. Gadis itu datang bersama salah satu bodyguard kepercayaan orang tua mereka. Dan seperti biasa, suara Edelweiss terdengar ceria.
"Hai, Kak Lee. Kita bertemu lagi." Edelweiss melambaikan tangan, bibirnya tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang putih dan tersusun rapi.
"Kau membuntutiku lagi?" Leandro melemparkan tatapan tajam pada adiknya.
"Kali ini aku tidak membuntutimu. Sumpah!" Edelweiss mengangkat jarinya membentuk huruf 'V'. "Besok pagi aku ulang tahun dan sudah menjadi rutinitasku datang ke sini, karena Opa yang menyimpan hadiah dari Mommy yang sudah disiapkan untukku. Benar begitu, Opa?"
"Tentu saja. Sudahlah, jangan bertengkar. Aku senang berkumpul dengan kedua cucuku di sini." Leon menengahi. "Duduklah, Edelweiss. Mau makan apa, biar aku buatkan. Sandwich? Omelette? Roti selai?"
"Tidak usah repot-repot, Opa." Edelweiss duduk di samping Leandro, lantas mengambil sendok dari tangan kakaknya. "Aku bisa makan sepiring berdua dengan Kak Lee."
"Lihatlah cucu kesayanganmu, Opa!"
Mata Edelweiss berbinar ketika menyantap nasi goreng bercampur acar itu. Salah satu masakan Leon yang menjadi favoritnya. Ia menyendok suapan kedua, tetapi ia mengarahkan sendoknya ke mulut Leandro.
"Rasanya akan lebih nikmat kalau aku yang menyuapimu, karena sudah bercampur dengan rasa cinta dan sayang seorang adik pada kakaknya." Edelweiss mengedipkan sebelah mata.
"Seharusnya tadi aku tidak hanya menguncimu di dalam kamar, tetapi juga membiusmu agar kau tidak membuntutiku ke sini. Tidak bisakah kau memberikanku ketenangan meski hanya satu malam?"
"Opa, lihatlah! Cucu laki-lakimu mulai merencanakan hal buruk untukku."
"Aku makan di luar saja, Opa. Pastikan bocah ini tidak membuntutiku lagi." Leandro mengambil kunci motor di atas nakas. Sebelum pergi, ia menyempatkan diri untuk menjambak rambut panjang Edelweiss sampai gadis itu berteriak mengadu pada kakeknya.
"Aaaaaah ... sakiiiiiiit! Marahi dia, Opaaaa!"
Leandro yang sudah sampai di pintu, mengacungkan jari tengahnya pada Edelweiss. Leon hanya tertawa melihat kelakuan kedua cucunya. Persis seperti Tom and Jerry yang tidak pernah berhenti berkelahi.
Edelweiss mengusap kepalanya, bersungut-sungut dan menyumpahi kakaknya. "Lihat saja, akan kubalas saat dia kembali nanti."
"Waktu berlalu begitu cepat. Seolah aku baru kemarin melihat Leandro kecil memeluk adik bayinya." Leon duduk di kursi seberang Edelweiss, memperhatikan cucunya menyantap makan malamnya.
"Benarkah sewaktu bayi Kak Lee sangat menyayangiku, Opa? Kenapa sekarang dia menganggapku seperti musuh bebuyutannya?"
"Sekarang pun dia masih menyayangimu dengan caranya sendiri."
"Begitu ya? Tapi kenapa dia juga menolak ketika aku bilang ingin kuliah di London? Seharusnya sebagai kakak yang menyayangi adiknya, dia harus mendukung adiknya."
"Kau ingin kuliah di London?"
"Hehem ...."
"Mommy dan Daddy-mu tidak mungkin membiarkanmu pergi jauh. Mereka pasti mengkhawatirkanmu."
"Apa yang perlu dikhawatirkan? Kak Lee pasti bisa menjagaku dengan baik. Aku pasti aman selagi tinggal bersamanya."
"Tinggal di apartemen yang sama? Mana bisa begitu?"
"Karena kami sering bertengkar? Aku sudah berjanji pada Kak Lee akan menjadi anak yang baik dan penurut."
"Bukan karena itu."
"Lalu?"
"Karena kau seorang gadis dan dia laki-laki."
Edelweiss mengerutkan dahinya, menatap Leon heran. Lantas, dia tertawa. "Aku mengerti maksudmu. Opa berpikir aku dan Kak Lee akan melakukan hal terlarang, begitu? Ayolah, Opa. Kami kakak beradik dan tidak mungkin melakukan itu. Lagipula lelaki dewasa seperti Kak Lee bukanlah type-ku. Dan Kak Lee juga berkata gadis seperti sama sekali tidak menarik di matanya. Jadi Opa tidak perlu mencemaskan apa pun."
"Pokoknya tidak boleh."
Edelweiss mencebikkan bibir. "Aish ... aku tahu Opa menggunakan alasan itu hanya karena Opa tidak ingin jauh dari cucu kesayanganmu kan?"
"Bukan itu, Sayang."
"Opa takut aku terpengaruh budaya barat? Kalau begitu Opa percayakan saja pada Kak Lee agar mengawasiku dan menjaga pergaulanku dengan benar."
Leon menghela napas kasar. "Sudahlah, jangan membahas itu lagi. Daddy-mu tidak akan mengizinkannya, apalagi jika kau tinggal seatap dengan kakakmu."
"Apa salahnya seatap, yang penting kan beda kamar." Edelweiss mencebikkan bibirnya. Merasa kecewa karena tidak ada seorang pun yang mendukungnya. Oke, tidak masalah. Edelweiss akan mengeluarkan segala jurus untuk meluluhkan hati Mommy. Selama ini tidak ada keinginan Edelweiss yang ditolak oleh Mommy kan?
Emmm ... kalau begitu Edelweiss ingin meminta kuliah di London sebagai hadiah sweet seventeen-nya. Waaah ... jadi anak emas itu memang sangat menyenangkan. Meski kadang membosankan ketika semua orang bersikap possessive seolah dia adalah porselen antik yang mudah pecah sehingga harus diperlakukan dengan hati-hati.
***
To be Continued
12 Desember 2023
Btw hari ini aku lagi ada promo novel. Soalnya tahun depan aku mau pindahan, karena masih ada beberapa stok novel makanya aku sale biar pindahannya nggak terlalu repot. Yang berminat bisa langsung checkout di Shopee, atau bisa langsung DM aku aja
244 Days : sisa 1 eks
Fallen : sisa 1 eks
Forbidden Love : sisa 5 eks
Edelweiss untuk Anna : sisa 10 eks
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro