PART 17
Jangan salahkan Leandro jika kali ini dia kehilangan akal sehatnya. Kupu-kupu itu yang terlebih dulu mengepakkan sayap cantiknya untuk menggoda. Mungkin seharusnya Leandro membiarkan gadis itu terjatuh dan tertidur di lantai daripada harus menahannya dan membuat kulit mereka bersentuhan. Nyatanya hawa nafsu memang seperti bisa ular, begitu cepat menyebar ke seluruh pembuluh darah dan sangat mematikan.
Leandro lelaki normal, dan sejak pertama kali berciuman dengan Edelweiss, ia tidak pernah lagi mendatangi wanita manapun. Gadis itu serupa memiliki daya magic yang membuat Leandro kehilangan selera untuk menyentuh para wanita. Bahkan ketika beberapa saat lalu Rebecca ingin mencium Leandro, lelaki itu justru teringat pada Edelweiss dan membuat Leandro berlari cepat untuk menghampiri kupu-kupu kecilnya.
Dan semua terjadi begitu cepat. Kupu-kupu kecil itu sudah berada di antara kungkungan tubuh kekarnya. Terbaring pasrah oleh serangan kenikmatan yang diberikan Leandro. Lumatan rakus di bibirnya yang terasa sangat manis, membuat gadis itu mengerang meski ia sudah kehilangan separuh kesadarannya.
Leandro enggan berhenti mencecap setiap rasa yang ada. Aroma mint dan alkohol berpadu menjadi satu, memantikkan hasrat yang kian menggebu. Edelweiss yang membalas ciumannya dengan asal justru memberikan tantangan tersendiri bagi Leandro. Ada rasa bangga tersendiri karena ia menjadi lelaki pertama yang mencumbunya.
Napas Edelweiss nampak tersengal. Leandro menjeda ciumannya, membiarkan gadis itu mengisi paksokan oksigen ke dalam paru-parunya. Jemari kokoh lelaki itu mengusap wajah Edelweiss. Wajah memerah akibat alkohol sekaligus gairah itu benar-benar menciptakan daya tarik tersendiri. Perpaduan antara polos dan menggairahkan. Bagaimana mungkin Leandro mampu mengendalikan diri dari bidadari seindah ini?
"Ternyata benar, mabuk itu sangat menyenangkan ...." Masih dengan mata terpejam, gadis itu meracau. "Aku berhalusinasi. Seorang Pangeran baru saja menciumku. Rasanya ... nikmat sekali. Ayolah, kenapa berhenti? Aku ... menginginkannya ... lagi. Kalau perlu jangan berhenti sampai ... besok pagi."
Double shit! Racauan gadis itu semakin memancing hasrat lelaki Diego. Sudah sejak tadi miliknya di bawah sana terasa penuh sesak, menginginkan sesuatu yang lebih dari sekadar ciuman. Argh! Rasanya Diego bahkan lupa bahwa Edelweiss adalah seseorang yang harus ia juga, bukan malah menjadi lelaki pertama yang akan menggagahinya. Siapa pun, tolong kembalikan akal sehat Leandro!
Namun sepertinya, gairah memang sudah mengambil alih kewarasannya. Bukannya menjauh, kedua tangan Leandro justru menyusup ke balik punggung Edelweiss, melepas pengait bra, lalu melepas kain hitam itu dan melemparnya ke sembarang arah.
Napas Leandro semakin memburu. Dada yang tidak terlalu besar, tetapi terlihat sekal dan begitu ranum. Seolah menantang Leandro untuk segera menaklukkannya. Bukankah menyenangkan bisa menjadi tangan pertama yang menyentuhnya dan menyesapnya?
Leandro memberikan sedikit usapan di sana, dan gadis itu mendesah. Desahan yang membuat Leandro semakin lupa diri. Lelaki itu menunduk dan mencecap dada berkulit putih mulus itu, memberikan jejak kemerahan seperti seekor singa yang menandai betinanya.
Oh, shit! Kenapa menjadi tangan pertama selalu menciptakan sensasi yang jauh lebih menggairahkan? Bahkan, sepertinya setelah ini Leandro tidak akan pernah menginginkan wanita lain lagi. Argh!!! Kegilaan apa ini? Kenapa Leandro ingin menjadi satu-satunya pemilik kupu-kupu kecil yang menggoda ini?
Lidah lelaki itu bergerak menyusuri seluruh tubuh indah Edelweiss, meninggalkan jejak basah dan panas di mana-mana. Hingga di satu waktu, jemari Leandro bersiap membuka kancing celana jeans milik Edelweiss. Benarkah ia akan merenggut mahkota gadis kecilnya?
Gerakan Leandro terhenti. Berusaha mati-matian menahan gejolak di dalam jiwanya. Sadar, Leandro! Kau lupa bagaimana dulu kau diam-diam merasa bahagia ketika menggendong bayi mungil yang begitu kau sayangi? Lalu, iblis mana yang merasukimu hingga kini kau ingin mengambil kesuciannya tanpa izin?
Kedua tangan Leandro mengepal, rahangnya mengatup erat. Sekali lagi, mata elangnya menyusuri tubuh berkulit seindah batu pualam di hadapannya. Dengan cepat Leandro meloloskan polo shirt yang melekat di tubuhnya sendiri, lalu memasangkannya di tubuh Edelweiss. Setidaknya agar tubuh seksi itu tidak lagi terekspose, dan Leandro bisa melenyapkan gairahnya.
Ternyata tidak semudah itu, api gairah sudah terlanjur membakar seluruh tubuhnya hingga tidak bersisa. Jika Leandro tidak ingin melakukan kesalahan itu lebih jauh, maka ia harus segera menyingkir dari kupu-kupu cantik itu.
"Shit!" Leandro meloncat turun dari ranjang, lalu pergi ke kamar mandi. Berdiri di bawah shower, membiarkan air dingin mengguyur kepalanya. Sungguh, ini hal tergila yang hampir saja ia lakukan. Beruntung masih ada setitik kewarasan yang tersisa di otaknya.
"Aaaarrrgggghhhh!!!!" Leandro meninjukan kepalan tangannya ke dinding. Air dingin menetes membasahi wajahnya, mengalir ke dadanya yang bidang serta punggungnya yang lebar.
Kenapa ia harus merasakan perasaan aneh itu pada adiknya sendiri? Kupu-kupu kecil yang terbang sayap cantiknya, berputar-putar di sekeliling Leandro. Seolah menggodanya dengan kepolosan sekaligus keindahan yang menggairahkan di waktu bersamaan.
Tidak. Ini tidak benar.
***
Leandro menggelar selimut tebal di samping ranjang. Kali ini ia tidak ingin mengambil resiko dengan berbaring di ranjang yang sama dengan adiknya. Cukup satu kali saja ia hampir kehilangan kendali. Bagaimanapun juga ia harus pandai-pandai menjaga batasan di antara mereka. Sebuah dinding pembatas yang begitu tinggi dan tidak sepatutnya Leandro menghancurkannya.
Leandro menyempatkan diri untuk merapikan selimut yang menutupi tubuh Edelweiss. Sekali lagi, diperhatikannya wajah polos yang sedang tertidur pulas. Jemari Leandro terulur, menyingkirkan beberapa helai rambut yang berada di wajah cantik itu. Dengan hati-hati, lelaki itu membelai pipi kemerahan yang begitu lembut.
Apa yang salah dengan diri Leandro? Ia tidak sedang jatuh cinta pada adiknya sendiri kan? Lalu apa arti debaran lembut yang kadangkala hadir ketika ia sedang berdekatan dengan Edelweiss seperti kali ini? Leandro buru-buru menggeleng. Anggaplah itu hanya sebuah kekaguman atas kecantikan yang dimilikinya. Sedangkan hatinya, jelas masih terisi oleh Rebecca.
Leandro menghela napas kasar, kemudian membaringkan dirinya selimut yang sudah tergelar di lantai. Ia mencoba mengabaikan bayangan tubuh tanpa busana Edelweiss beberapa saat lalu, dan kegilaan yang hampir ia lakukan pada seseorang yang seharusnya ia jaga. Tapi, wajah cantik itu justru menari-nari di dalam benaknya. Ia bahkan masih bisa merasakan lembutnya setiap inchi kulit yang sudah ia jelajahi dengan bibirnya. Harum aroma vanilla yang berpadu dengan alkohol, ah ... semua itu masih terpatri jelas di dalam ingatan Leandro.
Bukankah Leandro harus segera menghentikan kegilaan ini? Tapi bagaimana caranya selagi kupu-kupu kecil itu terus berada di sisinya dan menggodanya dengan kedua sayap cantiknya? Oh, rupanya menjadikan Edelweiss sebagai kekasih pura-puranya adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.
Haruskah ia mengakhiri semua sandiwara ini dan kembali memulai yang baru dengan Rebecca? Kembali merebut mantan kekasihnya dari Betrand? Lagipula sudah jelas bahwa Rebecca masih mencintainya dan mungkin juga mengharapkannya. Kedekatan Leandro dan Edelweiss cukup membuat Rebecca sadar bahwa tidak seharusnya ia berpisah dengan lelaki yang sangat dicintainya dan justru memilih pernikahan bisnis yang sudah dipersiapkan kedua orang tuanya.
"Kau benar-benar mencintainya?" Itu pertanyaan yang diajukan Rebecca ketika tadi mereka berada di dalam mobil yang sama.
"Tentu saja," sahut Leandro singkat.
"Tapi entah kenapa aku tidak yakin kau secepat itu melupakanku.."
"Jika kau semudah itu berpaling pada lelaki lain, kenapa aku tidak bisa?"
"Dulu ... kau sangat mencintaiku."
"Perasaan bisa berubah seiring berjalannya waktu."
"Apa yang istimewa dari gadis itu?"
Leandro menepikan mobilnya ke halaman samping villa. Matanya menatap rintik-rintik hujan yang turun membasahi bumi, tetapi pikirannya justru menerawang pada sosok polos yang belakangan ini mengganggu pikirannya.
"Apa yang istimewa darinya?" Leandro tersenyum tipis. "Saking istimewanya, aku bahkan tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Dia sangat berbeda jauh denganmu. Dia gadis yang selalu ceria di manapun ia berada. Dia juga sosok yang sangat manja, tetapi justru itulah yang membuatku menyukainya. Aku senang ketika kehidupannya ... terlalu bergantung padaku."
Hening sesaat. Rebecca terlihat memainkan jemarinya, barangkali sedang menata hati, atau ingin mengungkapkan sesuatu.
"Aku ... merindukanmu." Akhirnya, kalimat itulah yang keluar dari mulut Rebecca.
Mereka saling berpandangan, menyelami kedalaman mata satu sama lain. Hingga di satu waktu, jemari Rebecca terulur meraih wajah Leandro. Wanita itu mencondongkan tubuhnya untuk mengecup bibir Leandro, tetapi Leandro justru memalingkan wajahnya. Bukan karena Leandro enggan mendapat kecupan dari mantan kekasihnya, tetapi karena tiba-tiba saja bayangan wajah Edelweiss melintas di dalam benaknya.
"Arrggghhh!!!" Leandro mengusap wajah kasar. Bahkan sekarang ia tidak bisa memejamkan mata. Lelaki itu kembali terduduk, mengawasi Edelweiss yang terlelap dengan balutan selimut bulu.
Sekarang, rasanya Leandro bahkan tidak ingin jauh dari bocah itu. Leandro terlalu menyukai aroma lembut vanilla yang menguar dari tubuh polos itu. Tapi ... Leandro terlalu takut untuk menyentuhnya. Leandro tidak berani mendekatinya. Oh, mungkin sekarang Leandro hanya akan menatap kupu-kupu cantik itu dari kejauhan. Leandro tidak ingin mengambil resiko seandainya dia tidak bisa mengendalikan diri, dan berakhir dengan mematahkan sayap kupu-kupu itu.
Tidak. Dad meminta Leandro untuk menjaga adiknya, bukan mematahkan sayapnya.
***
To be Continued
09 Maret 2024
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro