Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 14

"Kak Lee, kau masih tidur?" Edelweiss mengetuk pintu kamar kakaknya. Sudah pukul 10.00 dan lelaki itu masih mengurung diri di dalam kamar. Hari Minggu memang saat yang tepat untuk bermalas-malasan setelah semalam menghabiskan waktu untuk minum alkohol bersama Alfred.

"Kak Lee!" Teriakan Edelweiss lebih kencang dari sebelumnya, tetapi belum ada jawaban juga. "Kalau kau tidak membuka pintunya, aku masuk sekarang, oke?"

Karena tidak ada tanda-tanda Leandro terbangun dari tidurnya, Edelweiss pun memutuskan untuk masuk, kebetulan pintunya tidak terkunci. Edelweiss melongokkan kepalanya, nampak Leandro tidur telungkup dengan wajah menghadap samping. Selimut tebal menutupi tubuhnya sebatas bahu.

"Bangunlah, Kak. Ada yang aku bicarakan denganmu."

"Pengganggu!" dengus Leandro. "Kau tidak lihat aku sedang tidur?"

"Sebentar saja. Seharusnya aku membicarakannya semalam, tetapi kau sibuk bersama Alfred."

"Tidak bisakah sehari saja kau tidak menggangguku?"

Edelweiss duduk di sisi ranjang. "Kau bilang akan mengabulkan apa pun permintaanku kalau aku mau menemanimu datang ke pertunangan Rebecca. Jangan bilang kau pura-pura lupa."

Leandro membuka mata, menatap adiknya malas. "Katakan barang apa yang kau inginkan, setelah itu cepat keluar dari kamarku. Nanti malam aku akan membelikannya."

"Aku boleh meminta apa pun kan?"

"Hem ...."

"Aku tidak menginginkan barang-barang branded."

"Lalu?"

Edelweiss menunjukkan liontin di depan wajah Leandro. "Kau membuang ini di halaman villa, aku mengambilnya. Dan sekarang aku ingin kau menyimpannya. Itu salah satu permintaanku."

"Aku tidak pernah menjanjikan permintaan semacam itu."

"Apa pun. Kau jelas mengatakan apa pun kecuali tentang Albert. Jangan pura-pura lupa, Kak."

"Tapi—"

"Mau aku bocorkan rahasia kita di depan Rebecca?"

"Kau mengancamku?"

"Kau mencoba mengingkari janji."

Leandro mengusap wajah kasar. "Okay, fine! Aku akan menyimpannya. Letakkan saja liontin itu di laci nakas."

Edelweiss membuka laci nakas paling atas dan meletakkan liontin itu di sana. "Jangan dibuang lagi, Mom pasti akan merasa sedih kalau tahu kau tidak mau menerima pemberiannya. Mom selalu menunjukkan bahwa kasih sayang yang diberikan pada kita sama besarnya. Mom tidak pernah menganggapmu sebagai anak tiri, dia menganggapmu seperti anak kandungnya. Kau bahkan merasakan kasih sayang dari Mom sejak kau bayi, kenapa sekarang meragukan ketulusannya?"

"Keluar dari kamarku, Nona Pengacau! Kau merusak hari liburku."

"Wait! Aku masih ada satu permintaan lagi."

"Permintaan aneh apa lagi, huh?"

"Emmm ... waktu itu aku bertemu dengan Rebecca di toilet. Dia ingin mengajak kita liburan musim semi di villa milik keluarganya."

"Kau menolak ajakannya kan?"

"Aku menerimanya."

Refleks Leandro terbangun dari posisi berbaringnya. Lelaki itu duduk dan menatap Edelweiss dengan sorot kemarahan di dalam matanya.

"Kau gila?"

"Selama tinggal di London, aku hanya terkurung di apartemen. Aku merindukan alam terbuka dan pemandangan indah. Lagipula tidak ada salahnya kita ikut, bukankah dengan ini kau memiliki banyak kesempatan untuk membuat Rebecca cemburu padamu?"

"Artinya aku juga harus melihat keromantisan mereka dengan kedua mataku, Bodoh!"

"Jadi apa sebenarnya yang kau inginkan? Sakit hati melihat dia dengan lelaki lain, tetapi kau sendiri tidak mau memperjuangkan cintamu. Oke, begini saja. Jika kau menerima ajakan liburan itu, sebagai gantinya aku akan membantu apa pun yang kau inginkan. Jika kau cemburu pada mereka, aku akan membantumu membuat Rebecca jauh lebih cemburu. Tapi jika kau ingin mendapatkan mantan kekasihmu lagi, aku akan membantu meyakinkan Rebecca bahwa kau masih mencintainya. Sebagai sesama wanita, pasti kami akan lebih mudah bicara dari hati ke hati."

"Kau tidak tahu apa-apa, Nona Pengacau."

"Kau boleh memanfaatkanku semaumu."

"Apa pun itu?"

"Ya. Apa pun."

"Oke, nanti aku akan menghubungi Rebecca dan mengatakan kita ikut liburan musim semi."

Edelweiss bertepuk tangan dan tertawa riang. "Akhirnyaaaa ... setelah sekian lama aku terpenjara di tempat ini seperti Rapunzel yang dikurung oleh ibu tirinya di puncak menara, aku akan segera terbebas juga."

"Puas? Sekarang keluar dari kamarku."

"Kali ini aku akan memberikan rating bintang lima untuk. Dan sebagai ucapan terima kasih, aku akan membuatkan sarapan untukmu. Kau mau apa? Omelette? Sandwich? Atau mau nasi goreng seperti resep Opa?"

"Kau bisa memasak? Aku bahkan yakin gadis manja sepertimu hanya tahu caranya makan."

"Jangan meremehkanku, Kak. Kau harus tahu, aku memiliki keahlian memasak yang diturunkan dari Opa Leon."

"Aku tidak lapar. Tidak usah repot-repot mengacaukan dapurku. Kau cukup menuang sereal cokelat ke dalam mangkok dan tambahkan susu. Lalu duduk manis di meja makan, tidak perlu memanggilku ataupun mengetuk pintu kamarku. Aku butuh suasana tenang untuk menikmati hari liburku."

"Menyebalkan." Edelweiss melangkah meninggalkan kamar kakaknya. "Akan kubuktikan bahwa aku tidak sebodoh itu. Masakanku akan terasa senikmat masakan chef professional."

***

Senikmat masakan chef professional? Diego mendengus. Omong kosong. Edelweiss tahu apa selain merebus mie instan? Princess yang hidupnya selalu dilayani oleh semua orang. Sekalipun Mom menginginkan putrinya hidup mandiri, tetapi kenyataannya Dad dan yang lainnya selalu memanjakan bocah itu.

Masa bodoh! Leandro sudah mengunci pintu kamarnya sehingga nanti Edelweiss tidak bisa masuk sembarangan. Tidak peduli sekalipun Edelweiss akan berteriak menyuruh Leandro mencicipi hasil masakannya. Ayolah, Leandro bahkan yakin adiknya tidak bisa membedakan yang mana gula dan mana garam.

Leandro merapatkan selimut yang membungkus tubuhnya. Saatnya tidur dengan nyaman tanpa gangguan. Namun, sepertinya harapan Leandro tidak terkabul. Selang 15 menit setelah Edelweiss keluar dari kamar Leandro, Leandro mendengar suara teriakan bocah itu. Bukan teriakan yang meminta Leandro untuk keluar dari kamar, tetapi seperti teriakan kesakitan.

Refleks Leandro menyibak selimut dan turun dari ranjang. Ia berlari kencang menuju dapur untuk memeriksa apa yang sedang terjadi pada Edelweiss. Gadis itu nampak sedang memegangi jarinya yang berdarah karena teriris pisau. Suasana di dapur sangat kacau dan berantakan seperti kapal pecah. Cangkang telur berceceran di mana-mana, sayur-sayuran yang letaknya tersebar di beberapa bagian, serta percikan minyak panas mengotori lantai dan meja dapur.

Abaikan telur mata sapi yang sedang dicoba buat oleh Edelweiss. Leandro lebih memilih cepat-cepat meraih tubuh Edelweiss ke dalam gendongannya dan menyingkir dari kekacauan yang sudah dibuatnya. Lelaki itu mendudukkan adiknya di atas meja makan, lantas berlari ke dalam kamar dan kembali lagi hanya dalam hitungan detik dengan kotak P3K di tangannya.

"Sudah kubilang, kau hanya tahu caranya makan, tidak dengan memasak." Leandro bersungut-sungut sembari mengobati luka di jari Edelweiss. "Merepotkan saja."

"Apa itu kata-kata yang seharusnya keluar dari mulutmu? Seharusnya kau menghargai usahaku, sampai harus mengorbankan jariku terluka."

"Sudah kuduga kekacauan ini memang akan terjadi."

"It's okay, tidak masalah. Setidaknya kejadian ini membuatku tahu kalau kau masih menyayangi adikmu ini."

"Jangan sebut aku menyayangimu. Teriakanmu yang membuatku cemas kalau-kalau terjadi hal buruk padamu dan Dad akan memarahiku habis-habisan. Kau tahu arti tanggung jawab yang sudah dibebankan Dad padaku, huh?" Leandro memasang plester luka di jari Edelweiss dengan kasar.

"Aaaahhh ... sakit! Pelan-pelan, kau menekannya terlalu keras, Bodoh!"

"Kau mengataiku bodoh?" Leandro menyentil telinga Edelweiss. "Tidak sopan. Kau seharusnya berterima kasih padaku."

"Oke." Edelweiss menyentuh kedua pundak Leandro. "Terima kasih sudah menjadi kakak yang selalu melindungiku. Kau memang selalu bersikap dingin dan ketus padaku, tapi kata Dad, memang begitulah dirimu. Kau menyayangiku dengan caramu sendiri."

"Kau pikir aku akan terkesan pada kata-katamu? Sama sekali tidak."

"Kau menyayangiku sejak aku masih berada di dalam perut Mom. Masih ingin menyangkal?"

"Mommy yang mengatakannya padamu? Mom hanya sedang menghiburmu, karena kenyataannya seseorang yang kau panggil dengan sebutan kakak, tidak pernah menganggapmu sebagai adik."

"Kau menangis bahagia ketika menggendongku untuk pertama kali. Dad mengabadikan momen itu dalam sebuah foto."

"Masa bodoh. Saat itu aku menangisi kepergian ibuku, bukan menangisi bayi jelek sepertimu."

"Ya ... ya ... Terus saja bersikap dingin seperti itu. Aku sudah terbiasa. Tapi ... sebentar. Aku mencium seperti bau gosong. Seperti ada sesuatu yang terbakar? Atau hidungku yang bermasalah?"

"Kau belum mematikan kompor?"

"Mana sempat? Kau terlebih dulu menggendongku ke sini."

Leandro bergegas mematikan kompor dan menemukan telor di dalam pan sudah gosong. "Bereskan kekacauan ini!"

"Tidak bisa, Kak! Jariku sedang sakit dan aku harus beristirahat."

Sebelum Leandro kembali memarahi adiknya, gadis itu lebih dulu berlari masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Leandro yang dihadapkan pada kekacauan di sana. Oh, astaga! Leandro gagal bersantai di hari liburnya! Lihatlah benda-benda yang berserakan tidak karuan!

"Edelweiss Princessa Adams!" Leandro berteriak geram. Bocah itu benar-benar tidak berubah! Seorang trouble maker!

***

To be Continued
16 February 2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro