Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 12

Hai.. di KaryaKarsa udah sampai Part 28 ya.. Yang mau baca duluan bisa langsung ke sana..

***

"Aku sudah siap!" Edelweiss berlari menghampiri. Tubuhnya terbalut dress simple warna putih, sementara kakinya mengenakan sneakers warna senada. Di pundaknya tersampir sebuah tas kecil berbentuk kepala kelinci.

Leandro menghela napas kasar. "Kita akan pergi ke pesta pertunangan, bukan ke acara ulang tahun anak TK."

"Kau ingin mengatakan penampilanku seperti anak TK?" Edelweiss memutar bola mata jengah. "Kau tidak tahu aku sudah berusaha keras membongkar isi lemariku dan mencoba semua pakaian yang sekiranya cocok untuk aku pakai ke acara pertunangan mantan kekasihmu. Lihatlah, aku terlihat cantik dengan dress ini."

"Cantik dilihat dari lubang jarum," dengus Leandro. "Kau ingin mempermalukanku di depan Rebecca? Dia wanita cantik dan berkelas, maka kekasihku yang sekarang pun harus lebih berkelas darinya."

"Sudah putus pun kau masih saja memujinya. Jika memang masih mencintainya, kenapa harus melukainya? Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu."

"Berisik!" Leandro menjambak rambut Edelweiss gemas. "Seharusnya kau bisa menyesuaikan dengan style pakaianku. Jika kau berjalan di sampingku dengan pakaian seperti itu, orang akan menyangka aku seorang pedofil."

"Lagipula kenapa memintaku berpura-pura menjadi kekasihmu? Kenapa bukan wanita yang kau temui di club saja?"

"Kenapa aku harus memiliki adik yang sangat cerewet sepertimu?" Leandro menarik lengan Edelweiss dan mengajak gadis itu keluar dari apartemen. Lelaki itu sudah rapi mengenakan setelan kemeja putih dan celana hitam serta jas warna senada. Sangat kontras dengan Edelweiss yang berpenampilan kasual khas anak-anak remaja.

Akhirnya, Leandro membawa adiknya ke butik langganannya dan meminta pramuniaga untuk me-make over gadis itu. Leandro menginginkan yang terbaik, karena ia tidak mungkin membawa Edelweiss ke hadapan Rebecca dengan tampilan seadanya. Leandro ingin Rebecca menyesal karena sudah mengkhianatinya.

Pertunangan Rebecca dengan lelaki pilihan orang tuanya membuat Leandro kecewa dan terluka. Rebecca yang pernah berjanji ingin memperjuangkan cinta mereka, pada kenyataannya memilih untuk menyerah setelah kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka. Masih adakah cara untuk membuat Rebecca kembali?

Tidak. Leandro tidak menginginkan Rebecca kembali. Leandro hanya ingin Rebecca menyesali keputusannya. Leandro ingin membuat Rebecca cemburu dan merasakan sakit yang sama seperti yang Leandro rasakan. Melihat orang yang dicintai bersisian dengan orang lain, bukankah itu sangat menyiksa? Ya, pada kenyataannya mereka memang akan menyakiti satu sama lain.

Leandro tidak ingin terus menerus mencintai seseorang yang sudah mengkhianatinya. Ia ingin melupakan, tetapi tidak semudah itu. Pikirannya selalu kacau ketika membayangkan wanita yang dicintainya justru bersanding dengan lelaki lain.

"Tuan Leandro, Nona Edelweiss sudah siap."

Suara pramuniaga membuyarkan pikiran Leandro. Lelaki itu lekas menoleh pada gadis yang sudah berdiri di depannya. Leandro menahan napas, matanya tidak berkedip menatap sesosok tubuh ramping yang terbalut dress satin berwarna dusty pink. Dress berpotongan sabrina itu memperlihatkan pundak dan leher yang putih mulus.

Ujung dress berada di atas lutut, memamerkan kaki jenjang gadis itu. Lantas, high heels dengan ukuran yang sangat pas di kaki Edelweiss, memberikan kesan feminine, sangat berbeda dengan sebelumnya. Dan yang paling penting, rambut panjangnya yang tergerai indah di punggung semakin mempercantik wajah dengan polesan make up natural. Gadis itu benar-benar ... sempurna! Untuk pertama kali dalam hidupnya, Leandro baru menyadari bahwa adiknya memiliki pesona yang luar biasa.

"Puas membuatku memakai semua ini?" dengus Edelweiss. "Seharusnya kau tahu aku paling benci memakai high heels dan dress semacam ini. Di Indonesia, Dad bahkan selalu melarang keras putri kesayangannya memamerkan tubuh indahnya di tempat umum."

"Kau pikir orang lain akan tergiur dengan tubuh kurus sepertimu? Kau sama sekali tidak menarik, tapi setidaknya dress itu bisa membuatmu sedikit lebih elegan dibanding sebelumnya."

"Apa aku terlihat seburuk itu?" Edelweiss menoleh pada pramuniaga yang berdiri di sampingnya.

"Kau terlihat sangat cantik, Nona. Percayalah, kau akan menjadi pusat perhatian para lelaki."

"Ah, begitu ya. Mungkin memang lelaki di depanku ini tidak normal sehingga aku tidak tampak menarik di matanya."

"Cepat! Kita hampir terlambat!" Leandro melempar tas branded warna senada dengan dress yang dikenakan Edelweiss.

Dengan sigap Edelweiss menangkap tas yang mengarah padanya. "Hei, di mana tas kelinciku?"

"Aku sudah membuangnya."

"What? Itu tas kesayanganku!" Edelweiss setengah berlari menuju ke tempat sampah. "Itu tas kesayanganku!"

Namun, sebelum Edelweiss membongkar tutup tempat sampah, Leandro sudah terlebih dulu menyeret adiknya pergi dari tempat itu. Tidak peduli meski gadis itu terus menggerutu sepanjang perjalanan.

***

Pesta pertunangan Rebecca dan Betrand digelar meriah di sebuah gedung. Sebagian besar tamu undangan merupakan teman-teman Rebecca, sedangkan sisanya kerabat serta kolega dari orang tua mereka. Pesta bertema Flowers and Love membuat suasana di sana bertebaran berbagai macam jenis bunga.

Wajah Rebecca terlihat berbinar ketika Betrand memasangkan cincin di jari manisnya. Terdengar tepuk tangan bergemuruh memenuhi area gedung. Semuanya terlihat gembira, terkecuali seorang lelaki yang sejak tadi menahan rasa sakit di hatinya. Leandro, seharusnya dia yang memasangkan cincin di jari Rebecca, bukan Betrand.

"Untuk merayakan hari bahagia ini, mari kita semua menari dan berdansa!"

Ajakan MC yang terdengar lantang di pengeras suara, disambut antusias para tamu. Memang, sebagian besar dari mereka datang bersama pasangan masing-masing, dan ini saatnya bagi mereka untuk menunjukkan kemesraan dan cinta yang mereka miliki.

Lampu yang semula terang berubah menjadi redup. Musik dansa mulai mengalun perlahan, menciptakan suasana romantis dan penuh cinta. Satu per satu dari mereka mulai mengajak pasangannya untuk menari.

"Acara dansa ini tidak berlaku untuk kita kan?" tanya Edelweiss. "Daripada berdansa, lebih baik kita mencicipi hidangan yang sudah disediakan. Sejak tadi aku mencium aroma kue yang lezat dan itu membuatku lapar. Ayo kita ke stand makanan."

Edelweiss melangkah ke arah stand makanan, tetapi langkahnya terhenti ketika Leandro meraih pinggangnya dan membuat mereka berdiri saling berhadapan. Lengan kekar lelaki itu melingkar di pinggang ramping Edelweiss, enggan melepasnya.

"Kata siapa kita tidak akan berdansa?" Leandro tersenyum sinis.

"Kau gila?" Edelweiss menepuk dada Leandro. "Kau sudah mencuri ciuman pertamaku, dan kau juga ingin menjadi lelaki pertama yang berdansa denganku? Aku tidak sudi!"

"Kau sudah terlanjur masuk ke dalam drama ini. Kau tidak bisa mundur lagi."

"Jangan terlalu jauh menyeretku, Kak. Ingat, kau kakakku."

"Berapa kali harus kukatakan, aku tidak pernah menganggapmu sebagai adik." Leandro mendekatkan bibirnya ke telinga Edelweiss dan berbisik lembut, "Jadi, mari kita nikmati drama ini."

Edelweiss menahan napas. Bisikan Leandro lagi-lagi menyebarkan desiran aneh di seluruh tubuhnya. "Kak Lee ...."

"Jangan menolak. Rebecca mengawasi kita." Leandro meletakkan tangan kanan Edelweiss di pundak lebarnya, lantas menggenggam erat sebelah tangannya yang lain. "Ikuti saja skenario yang sudah kita buat, jadilah seorang aktris yang baik."

Edelweiss mendongak dan menatap Leandro. "Kau harus membayar mahal untuk ini, Kak."

"Berapa harga yang harus kubayar, hem?" Leandro mulai mengajak Edelweiss bergerak mengikuti irama musik yang mengalun merdu.

Edelweiss mengikuti gerakan Leandro. Meski ini dansa pertamanya dengan seorang lelaki, tetapi sewaktu sekolah dulu Edelweiss pernah belajar berdansa dengan teman-temannya. Sehingga kali ini gerakannya cukup luwes.

Dengan sudut mata, Leandro mengawasi Rebecca yang juga sedang berdansa bersama tunangannya. Argh! Kenapa sesulit ini melupakan seorang wanita?

"Aku melihat cinta di dalam matamu ketika kau mengawasi mantan kekasihmu," ucap Edelweiss.

"Bocah sepertimu tahu apa tentang cinta?" dengus Leandro. "Aku tidak sedang mengawasinya, apalagi menatapnya dengan penuh cinta. Aku hanya sedang memastikan Rebecca melihat kita."

"Teruslah saling menyakiti. Suatu saat kau akan menyesal karena tidak memperjuangkannya." Edelweiss menoleh pada Rebecca yang berada radius 5 meter dari tempatnya berdansa.

"Jangan mengajariku dengan kalimat sok bijak itu. Dan berhenti menoleh secara terang-terangan pada Rebecca, atau dia akan curiga bahwa kita hanya berpura-pura mesra." Leandro menyentuh pipi Edelweiss, memaksa gadis itu mengalihkan pandangannya dari Rebecca. "Tatap mataku, buat seolah kau sedang berdansa dengan lelaki yang kau cintai."

"Mana bisa begitu?"

"Sekali lagi membantah, aku benar-benar akan membungkam mulutmu."

"Baiklah, Tuan Muda. Aku akan selalu menuruti perintahmu." Edelweiss berpura-pura tersenyum manis.

"Begitu lebih baik, Nona. Kau akan kunobatkan sebagai aktris pemeran utama terbaik tahun ini." Leandro menyentuh dagu adiknya dengan lembut.

Seketika, tatapan mereka beradu. Mata tajam milik Leandro menghunjam ke dalam mata biru sedalam lautan. Lalu, waktu seolah terhenti. Lautan biru itu menarik Leandro hingga tenggelam semakin dalam.

Ah, ya. Leandro terjebak oleh skenario yang dibuatnya. Binar mata indah itu benar-benar membuat Leandro tidak berdaya. Gerakan dansa mereka terhenti. Jemari Leandro bergerak membelai pipi Edelweiss. Hanya dalam hitungan detik, wajah gadis itu bersemu merah. Bohong jika Leandro tidak mengagumi wajah cantik perpaduan antara paras Mom dan Dad.

Polesan make up tipis justru semakin membuat wajah itu memancarkan auranya. Alis tebal dan bulu mata yang lentik. Hidung mancung dan bibir tipis berwarna pink lembut yang sensual dan ... mengundang?

Leandro menghela napas kasar. Gila jika dia ingin mengecup bibir gadis itu. Cukup satu kali ia melakukan kesalahan dengan mencium adiknya, jangan sampai terulang lagi. Leandro cepat-cepat menunduk menghindari sesuatu yang menggoda itu. Namun, sialnya matanya justru mendarat pada celah dada yang sedikit terbuka.

Godaan apa lagi ini? Leandro sudah terbiasa melihat wanita-wanita berpakaian seksi yang memamerkan dadanya yang memiliki size di atas rata-rata, tetapi itu semua tidak terlihat menarik di mata Leandro. Berbeda ketika kali ini tanpa sengaja pandangannya tertuju pada milik Edelweiss. Sesuatu yang terlihat padat dan ranum, mengintip dari balik dress model Sabrina yang dikenakan gadis itu.

Argh! Leandro bergegas menyingkirkan pikiran kotornya. Tidak mungkin jika hasrat itu mulai memercik dan mulai membakar tubuhnya. Ia kembali mengalihkan pandangannya pada Edelweiss. Gadis itu masih menatapnya. Tatapan polos yang justru semakin menenggelamkan Leandro di lautan mata birunya. Seperti sihir yang hanya dalam hitungan detik membuat Leandro menarik pinggang Edelweiss agar merapat padanya. Lalu, dengan lancang lelaki itu merunduk dan memagut bibir sensual itu. Lagi. Leandro mengulangi kesalahan yang sama.

***

To be Continued
07 February 2024


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro