PART 10
Apa Edelweiss benar-benar menuruti permintaan Leandro untuk menjauhi Albert? Tentu saja tidak. Bukan Edelweiss namanya kalau tidak keras kepala. Di kampus, dia masih bertemu dengan Albert meski secara sembunyi-sembunyi. Yang mengejutkan, ternyata Albert sudah menyelidiki Leandro dan ia memberitahu info itu pada Edelweiss. Tentang semua kelakuan buruk Leandro.
Leandro yang sering duduk di meja kasino dan mempertaruhkan uangnya. Leandro yang hampir setiap malam bercumbu dengan wanita-wanita malam di club. Dan Leandro yang bersenang-senang untuk balap liar di jalanan.
Edelweiss hampir tidak percaya mendengarnya. Meski tidak tinggal bersama keluarganya, tetapi selama ini ayah mereka selalu memastikan Leandro seorang anak yang baik dan tumbuh dan pergaulan yang benar. Bagaimana mungkin Leandro menjadi lelaki brengsek seperti yang dikatakan Albert?
Tapi, Albert memang memiliki bukti nyata. Beberapa foto ketika Leandro di meja kasino, di club dikelilingi banyak wanita, serta duduk di mobil sport miliknya dan berada di garis start bersiap mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Wow, mengejutkan, bukan? Wait, ini sesuatu yang menguntungkan bagi Edelweiss. Ia bisa menggunakan semua bukti-bukti itu untuk mengancam Leandro.
Ide bagus! Tapi bukti-bukti itu belum cukup bagi Edelweiss. Ia harus bisa memergoki Leandro dan merekam videonya sendiri. Kalau Dad sampai tahu, habislah Leandro! Itulah yang membuat Edelweiss meminta Albert untuk mengantarnya ke club dan memata-matai kakaknya.
"Wow! Ternyata seperti ini dunia malam?" Suara Edelweiss bersaing dengan kerasnya dentum musik DJ. Mata birunya terbuka lebar, mengawasi keramaian di sekitarnya. Kerlap-kerlip lampu disko yang selama ini hanya ia lihat di dalam film, kali ini ia bisa menyaksikannya sendiri.
"Menyenangkan bukan? Hati-hati, jika kakakmu melihatmu, dia akan marah besar padamu." Albert mengingatkan.
Edelweiss membenarkan posisi masker dan hoodie di kepalanya, kembali menikmati suasana di sana. Lautan manusia menari di lantai dansa mengikuti irama musik DJ. Beberapa orang yang lain duduk di meja seraya menikmati minuman mereka. Yang membuat Edelweiss shock, ada beberapa pasangan yang terang-terangan bercumbu mesra. Edelweiss bergidik ngeri, apa mereka tidak malu mempertontonkan adegan itu di tempat umum?
"Itu bukan hal yang aneh di sini." Albert seolah mengerti apa yang dipikirkan Edelweiss. "Mereka bahkan tidak sungkan berhubungan intim sekalipun tidak mengenal satu sama lain."
Edelweiss menelan salivanya. Ah, pantas saja selama ini Mom dan Dad melarang keras Edelweiss datang ke club. Ternyata memang semengerikan itu pergaulan bebas di tempat hiburan malam. Meski Edelweiss yakin ada pula pengunjung yang datang hanya untuk menghilangkan stress dengan cara menari diiringi musik DJ atau minum segelas alkohol.
Albert yang memiliki banyak teman di club membuatnya tidak sulit menemukan keberadaan Leandro di sebuah ruangan VIP. Albert menunggu di kejauhan, sedangkan Edelweiss menyelinap masuk ke ruangan itu dengan menyalakan kamera ponsel.
Edelweiss menahan napas ketika melihat pemandangan tidak senonoh di sana. Seorang wanita nampak sedang berada di pangkuan Leandro, mereka berciuman dengan penuh gairah. Sementara di sisi yang lain Alfred sedang menikmati alkohol dikelilingi wanita-wanita berpakaian seksi.
"Hei, siapa kau?" Alfred berseru.
Seruan Alfred membuyarkan fokus Leandro. Meski sebagian wajah Edelweiss tertutup masker dan tersamarkan oleh hoodie di kepalanya, tetapi Leandro sangat mengenali adiknya. Lelaki itu menyingkirkan wanita di pangkuannya, kemudian mengejar Edelweiss yang mulai melarikan diri.
"Apa yang lakukan di sini, Bocah Nakal?" Leandro menarik masker di wajah Edelweiss mencengkeram pundak gadis itu kuat-kuat.
"Menangkap basah kau yang sedang bercumbu dengan wanita malam." Edelweiss tersenyum miring. "Kira-kira apa yang akan terjadi kalau Dad tahu tentang ini? Oh, Dad pasti sangat kecewa kalau tahu putranya sering menghabiskan waktu di meja kasino, di arena balap liar, dan ... bercumbu dengan wanita malam."
"Shit!" umpat Leandro kesal. "Siapa yang memberitahu tentang itu?"
"Tidak penting siapa, tetapi sekarang aku tahu kelemahanmu. Putra yang selama ini dibanggakan, ternyata memiliki sisi lain yang mengerikan. Kau terjerumus ke pergaulan yang tidak benar."
"Jika ingin hidupmu tenang, akan lebih baik jika kau berpura-pura tidak tahu apa-apa."
Edelweiss tersenyum lebar. "Apa menurutmu aku akan menurutimu?"
"Edelweiss, ternyata kau." Alfred menghampiri mereka. "Aku pikir siapa."
"Hai, Kak Alfred!" Edelweiss melambaikan tangan.
"Alfred, bawa adikku pulang ke apartemenku. Aku akan mencari lelaki brengsek mana yang berani mengajak bocah ini berkeliaran di tempat ini."
"Aku bisa pulang sendiri," tolak Edelweiss.
"Cepat bawa dia pergi, Alfred! Tunggu apa lagi?"
"Oke, aku akan mengantarnya pulang. Ayo, Edelweiss, ikutlah denganku. Jangan membuat singa ini marah dan menghajar siapa pun yang berada di dekatnya."
"Oke, aku pulang. Tapi kau tidak perlu mencari siapa pun di sini, aku datang ke sini sendirian." Edelweiss menjulurkan lidahnya pada Leandro.
Leandro mengepalkan kedua tangan. Bulshit! Tidak mungkin bocah ini berani masuk ke tempat ini sendirian. Ada seseorang yang diam-diam menyelidiki Leandro hingga tahu banyak tentang sisi lain dari dirinya. Leandro bisa menebak siapa orang itu. Pasti Albert, lelaki berambut pirang yang mencoba menjebak Edelweiss ke dalam pesonanya.
Argh! Leandro tidak sabar ingin menghajar lelaki itu lagi. Itu pun kalau Albert masih memiliki nyali untuk menghadapinya. Pecundang itu benar-benar harus diberi pelajaran. Barangkali pukulan Leandro malam itu tidak cukup membuatnya jera.
***
Leandro melangkah cepat di lorong apartemen. Ia gagal menghajar Albert karena lelaki itu terlebih dulu melarikan diri. Dan itu semakin membuat Leandro yakin jika lelaki brengsek itulah yang memberitahu Edelweiss tentang keberadaan Leandro di tempat-tempat yang tidak seharusnya.
Leandro membuka pintu apartemen. Edelweiss yang semula sedang duduk di sofa sendirian, mendadak berlari melihat kedatangan kakaknya. Tetapi, Leandro sudah terlebih dulu menahan gadis itu.
"Sudah kukatakan jangan pernah bertemu dengan lelaki itu lagi!" Intonasi suara Leandro meninggi. Ia mencengkeram lengan Edelweiss erat-erat.
"Apa hakmu melarangku berteman dengannya?"
"Kau lupa jika Mom dan Dad menitipkanmu padaku? Artinya keselamatanmu adalah tanggung jawabku. Lalu di mana letak kesalahanku jika aku sedikit membatasi pergaulanmu dengan lelaki yang menurutku tidak benar?"
"Di mana letak kesalahanmu?" Edelweiss tersenyum sinis. "Memaksaku untuk tinggal satu apartemen denganmu tanpa sepengetahuan Mom dan Dad, lalu memintaku berpura-pura menjadi kekasihmu hanya untuk membuat mantanmu cemburu, menurutmu itu bukan kesalahan?"
"Shit!" Leandro hampir kehilangan kesabaran. Dengan kasar ia menarik tubuh Edelweiss agar semakin mendekat padanya, mata tajamnya menatap bengis gadis di hadapannya. "Kau lupa siapa penyebab putusnya hubunganku dengannya? Sudah sepatutnya kau bertanggung jawab untuk itu!"
"Terus saja menyalahkanku! Kalau aku memberitahu Dad tentang kelakuanmu di sini, habislah kau!"
"Dan sebelum kau memberitahu Dad, aku yang akan terlebih dulu menghabisimu!"
"Kau pikir aku takut padamu, Kak?" Gadis itu kembali tersenyum sinis, membalas tatapan bengis Leandro dengan sama tajamnya. "Kau ... pecundang."
"Shut up!" Dengan sekali hentak, Leandro kembali menarik tubuh Edelweiss hingga tubuh gadis itu membentur dadanya. Detik selanjutnya, kedua tangannya meraih wajah adik tirinya, dan membungkam bibirnya agar terdiam. Dengan ciuman.
Oh, shit! Entah apa yang merasuki Leandro, atau mungkin kemarahannya telah membuatnya kehilangan akal sehat. Mencium adik tirinya? Membayangkannya saja tidak pernah! Tapi sialnya, Leandro justru menikmati lembutnya bibir gadis itu. Rasanya sangat manis dan serasa candu!
Dan gadis itu hanya terpaku, membiarkan Leandro memagut bibirnya dengan lembut. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Lima belas detik berlalu begitu cepat, hingga sisa kewarasan Leandro menyentak kesadarannya. Ia menarik wajahnya, meski kedua tangannya masih menyentuh kedua pipi adiknya.
Napas gadis itu memburu. Bibirnya yang setengah terbuka terlihat begitu sensual di mata Leandro, seolah mengundang lelaki manapun untuk mencecapnya. Rona kemerahan menjalar di kedua pipinya, cantik.
"Kau ...," Suara Edelweiss terdengar gemetar. "Kau ... mencuri ciuman pertamaku, Kak."
Lalu, Edelweiss menepis tangan Leandro. Wajahnya tertunduk, kemudian berlari menuju kamarnya. Meninggalkan Leandro yang mematung di tempatnya. Tidak mempercayai apa yang baru saja ia lakukan pada adik tirinya.
Jantung Leandro berdegup kencang. Barangkali ada yang salah dengan dirinya, atau mungkin dia sudah kehilangan kewarasannya. Ia mengusap bibirnya yang basah. Manisnya bibir Edelweiss bahkan masih terasa hingga saat ini. Masih terbayang dengan jelas mata biru gadis itu menatap sayu padanya. Tatapan polos seolah memprotes kenapa Leandro melakukan hal itu. Tapi, tatapan itu justru membuat debaran aneh itu menjalar di dalam diri Leandro.
Leandro menghela napas kasar. Sekarang ia tahu kenapa Mom dan Dad tidak mengizinkan putrinya tinggal di unit apartemen yang sama dengan Leandro. Leandro lupa, jika Edelweiss bukan lagi bocah perempuan yang selalu mengganggunya seperti saat masa kecil mereka. Gadis itu ... sudah menjelma menjadi kupu-kupu yang mengepakkan kedua sayap indahnya. Cantik, dengan mata birunya yang seringkali menyeret Leandro untuk tenggelam di kedalaman sana.
***
To be Continued
28-01-2023
Part terbaru sudah update di KaryaKarsa sampai Part 26 ya..
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro