Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Aku dan Teman Sekamar

Pernah sekali ia pasang CCTV demi mencari petunjuk mengapa rumahnya bau amis. Esok pagi Krisia malah menemukan segelintir pecahan CCTV-nya.

Ia juga berupaya memanggil polisi dan menjelaskan situasi gawat ini. Namun, ia keliatan tidak mendapatkan kepercayaan dan perhatian dari para polisi setempat dengan tuduhan balik bahwa ia mengada-ada. Tidak ada solusi yang tepat. Hingga ia mau tidak mau harus melakukan semua tindakan.

Rumah Krisia berada di blok D, jalan Rosese El. Sepajang jalan bisa ditemui ciri khas bunga mawar putih tumbuh liar dan bahkan menjadi ikon kotanya.

Kebanyakan turis datang untuk kegiatan kuliner, wisata tempat terfavorit. Serta melihat-lihat kota Andelwise dijaga rapi dan bersih. Ia selalu merasa aman, hingga kejadian tersebut.

Kota dan rumah apartemennya tak terasa nyaman. Ada desas-desus dua perempuan asli kota Andelwise ditemukan meninggal.

Mayat mereka ditemukan pucat pasi, seolah darah mereka dihisap habis, setelah itu baru ditanam didalam tanah. Krisia tak dapat bertahan sedetik itu saja untuk menemukan rumah baru. Pelayanan masyarakat di sana mempersulit proses perpindahan.

"Kau yakin mau pindah?" Teman Krisia, Jade Marcela berusaha menyakinkan bahwa masih ada kesempatan untuk mencoba waras dan mencari rumah yang murah.

"Entah, Jade. Aku sulit tidur," keluh Krisia menjadi tambah paranoid. "Setidaknya ada beberapa kali aku menghubungi polisi untuk mengecek rumahku."

"Lalu?"

Krisia menarik napas panjang, sembari menyusun kotak-kotak suvenir pesanan untuk sepasang kekasih yang akan menikah di gereja St James.

"Ada jejak lumpur di belakang teras rumahku. Tetapi jejak sampai situ saja. Tidak ada petunjuk lain mengenai siapa dan mengapa."

Penjelasan Krisia membuat bulu kuduk Jade meremang. Ia menilai cerita ini seram untuk dilanjutkan. Dengan keberanian yang dikumpulkan, Jade Marcela menepuk-nepuk bahu pegawai baru ini. "Sabar, pasti ada jalan keluarnya."

"Aku tahu, aku tahu,"jawab Krisia menarik simpati Jade. "Oh, maukah kau menemaniku malam ini?"

Menimbang-nimbang tawaran ini, akhirnya Jade Marcela mengangguk setuju. Krisia selalu baik. Mengerjakan tugas lebih awal daripada pegawai lain. Jade sebagai pemilik usaha punya tugas memantau karyawan-karyawan. Hanya Krisia yang selalu berusaha memahaminya. Dia juga teman curhat bila pekerjaan selalu menyisihkan masalah. "Boleh, aku datang jam 7. Barang-barangku masih dirumah. Setelah itu aku akan ke rumahmu."

"Wah sungguh? Itu sangat membantu sekali!" seru gembira Krisia menyambut nasib baik.

"Tentu, dan seharusnya malam ini kita dapat bersantai setelah mendapatkan peluang usaha, benar kan?" Jade merona merah, mengingat keuntungan toko makin besar.

"Baiklah! Kutunggu."

Lama setelah Krisia pulang kerja. Ia sibuk merapikan banyak tempat, tak terkecuali CCTV yang kini sudah terpasang kembali. Perkakas rumah juga digunakan untuk membuat banyak kunci pintu.

"Rasakan itu! Tidak ada yang bisa masuk ke rumahku!" tekad Krisia semangat.

Baru saja mau mengembalikan perkakas, terdengar suara decit ban mobil berhenti. Krisia menebak itu pasti Jade, bos sekaligus sahabatnya.

Benar saja, ketukan pintu ikut berlanjut setelah Krisia merapikan baju dan celemek kerjanya. Ia berjalan ke pintu utama, membuka banyak kunci dan memasang senyuman hangat. "Astaga aku tidak mengharapkan kau cepat datang. Tetapi, ayo masuk di luar dingin."

"Aku bawa burger, dan makanan cepat saji! Kita bisa menikmatinya bersama," kata Jade memasuki ruang tamu bersama Krisia yang kembali mengunci pintu.

"Terima kasih banyak! Sungguh, kau bosku. Aku merasa tidak enak memintamu menemaniku di sini," ungkap Krisia duduk di sofa. Ia tak berharap banyak.

"Ah, tidak apa-apa." Jade senang hati membantu. Sembari santai, menghirup napas dari lelahnya menyetir, Jade menaruh ranselnya pelan-pelan.

"Terima kasih."

Mungkin sifat alamiah Jade karena menyukai interior rumah setiap kali bertamu. Jadi ia melihat sekelilingnya dan menaruh perhatian pada ornamen rumah Krisia. Catnya putih cerah, tidak ada perabotan tambahan. Cuma yang penting-penting saja. "Krisia, kenapa kau tidak membeli hiasan rumah? Lebih bagus dan ramai."

"Ah, tidak. Aku menyukai kesederhanaan," jawabnya singkat.

"Ah, begitu. Ayo makan, mumpung baru kubeli," anjur Jade tak lagi bertanya-tanya tentang rumah Krisia yang terkesan irit uang.

Gara-gara makan roti ini, tenggorakan Jade terasa kering. Ia pun meminum segelas air putih yang tersedia di atas meja ruang tamu. Sungguh ada rasa aneh, tetapi ini kan air putih. "Rasanya aneh ya?"

Krisia masih makan burgernya dengan tenang, walau tak menjawab. "Tidak ada yang aneh."

"Tidak, maksudku... Ada rasa asam."

"TIDAK ADA YANG ANEH! SIAPA YANG KAU SEBUT GILA!"

Gurat-gurat kemarahan Krisia timbul membentuk garis-garis wajah yang menyeramkan. Jade tersinggung dengan respon Krisia yang terkesan tidak ramah.

"KRISIA!!" Jade memanggilnya kembali. Tetapi keburu pegawai itu marah dan meninggalkan ruang tamu. Ada bunyi-bunyi tapak kaki mengarah ke kiri. Sepertinya dapur, karena mungkin saja Krisia di sana untuk menenangkan diri. Sontak ia pun merasa menyesal akibat komentar yang ia katakan soal rasa minumannya.

Arah pandangan Jade pun tertuju kepada surat-surat di bawah pancaran lampu malam. Jade dengan penasaran mengambil, mungkin surat tagihan listrik. Namun, matanya terbelalak melihat hasil testnya.

POSITIF

Jade menggelengkan kepala. Tak mungkin pikirnya, jadi Jade memutuskan menanyai sendiri mengapa Krisia tak pernah cerita masalah yang dihadapinya.

Kenyataannya pilihannya salah. Cukup terlambat sudah, kepalanya berkunang-kunang. Kelopak mata berat dan pandangannya buram. Lututnya jatuh menyentuh lantai. Ia menahan diri lewat pegangan pada sofa, sesaat Jade masih berpegangan pada kekuatan hati.

Dengan mata kepala sendiri Krisia datang membawa palu. "KRISIA!"

"Aku selalu mendengarkan ocehanmu. Tetapi sekarang kau memanggilku gila,KENAPA!"

"Apa? Kau itu halusinasi!"

"Tidak, teman yang baik harus jadi teman yang hidup dibawah bayangan yang sama!" Krisia mengangkat tinggi-tinggi.

Jade berusaha lari, terlambat sedikit dan jatuh terjerembab. Kepalanya dihantam habis. Darah mengucur deras bak air hujan. Tempurung kepalanya remuk, menampakan wujud sebelah otak kiri yang hancur lebur di dalamnya.

Esok pagi, Krisia bangun tidur pagi, anehnya tubuhnya terasa sehat dan tidak pegal. Sepertinya hari ini akan berjalan lancar. Turun dari kasur, Krisia menjalankan rutinitas sehari-hari. Dari membersihkan tempat tidur, mandi, dan terakhir sarapan sebelum membersihkan tempat tinggalnya.

Ia turun berlahan-lahan dari setiap anak tangga. Pegangan tangganya saat disentuh, tak menyisakan debu. Aneh, padahal hari minggu ini ia seharusnya membersihkan. Tak ingat lagi bagaimana Krisia menjalankan begitu banyak tugas-tugas kecil ini. Namun, biarlah. Itu tandanya dia manusia bersih dan mengedepankan kesehatan.

Krisia berjalan ke arah dapur. Semua peralatan, permukaan meja sudah cukup rapi. Ada satu dalam pikiran Krisia hari ini, rutinitas bersih-bersih rumah akan dicoret dan digantikan dengan berkebun saja. Agar perasaan lebih bahagia dan sejahtera.

Ia pun berjalan, ke belakang rumah. Ingin tahu kabar kebunnya itu. Hari ini ada yang spesial, bunga mawarnya kini ada warna baru.

Merah pekat.

"Hari ini ada mawar merah kesukaanku. Kamar tidurku sekarang pasti terasa ada teman," ucap Krisia tersenyum bangga. "Bunga yang cantik."

DIA TEMAN SEKAMAR

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro