Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Distraction!

Kenneth's POV

Seberapa keraspun aku mencoba berpikir, tapi tetap tidak membuahkan hasil. Malah sakit kepala yang terus kurasakan setiap aku memaksa otakku bekerja lebih extra untuk menggali memori yang terlupa itu.

Sepertinya berpikir untuk memajukan perusahaan saja tidak sesulit ini.

Aku terpaku menatap layar ponselku yang menampilkan sebuah nama dan sederet angka. Suatu teka-teki yang tidak kudapatkan jawabannya.

My Boss 👑

Awalnya aku memang berniat menggantinya, tapi entah untuk alasan apa, jariku berhenti tepat sebelum menekat pilihan 'Save'.

Aku sejujurnya jadi penasaran, apa nama kontakku di ponsel gadis tarzan itu? My slave? Aku akan memecatnya kalau sampai benar.

"Bengong kelamaan nanti bisa kesambet loh, Uncle."

Aku menoleh dan menatap Keira yang baru muncul di ruang tamu, tempatku berdiam diri di mansion milik Suami Keira, Nicholas.

Selepas pulang kerja, aku memang memutuskan mengunjungi adik kembar ku dan keponakan-keponakanku yang masih bayi. Alasan lainnya ya agar Mommy berhenti merecokiku dengan segala macam hal mengenai Alleira.

Aku memerlukan ketenangan untuk berpikir.

Aku menatap bayi kecil yang berada di gendongan Keira sambil tertawa. Tentu saja yang barusan berbicara adalah Keira dengan nada yang dibuat-buat seimut mungkin. Karena bayi di gendongannya masih belum bisa bicara apapun selain menangis.

"Auryn belum tidur?" Tanyaku sambil melirik keponakan perempuanku satu-satunya yang masih berada di gendongan Keira.

"Alceo sama Austin juga belom. Bentaran lagi juga Nicholas akan bawa mereka kesini." Ujar Keira, ia melirik kearah datangnya tadi sambil menunggu Nicholas membawa kedua putranya.

"Tumben?" Tanyaku sambil melirik kearah jarum jam yang menunjukan pukul 9 malam.

"Mungkin mereka tahu kalau ada Uncle kesayangannya kesini." Ujar Keira sambil tertawa.

Aku meringis, entah kenapa aku merasa tersindir dengan kalimat 'uncle kesayangan' yang terlontar dari bibir Keira.

"Sini, Auryn gue gendong. Lo bantu Nicholas aja gendong Alceo sama Austin." Ujarku begitu melihat Nicholas keluar dari ruang yang kuingat sebagai kamar tidur bayi, sambil menggendong kedua jagoan di kedua tangannya.

Begitu mereka kembali, aku sibuk bermain dengan Auryn. Memang sih, aku merasa si kembar lengket sekali padaku. Dan lagi, salah satu dari 3 anak kembar Keira, memiliki wajah yang hampir sama denganku saat masih bayi. Mungkin saat hamil dulu, Keira begitu mengidolakanku? Atau malah sebaliknya? Entahlah.

"Kesini mau latihan catur?" Tanya Nicholas, membuatku menoleh dan menatapnya bingung.

"Catur?" Ulangku.

"Berarti dia juga lupa sama catur." Gumam Keira sambil mengangguk-angguk. Seakan sedang menganalisaku. "Kalau Nicholas? Apa yang lo ingat tentang Nicholas?"

"Nicholas? Ya Nicholas laki lo." Jawabku santai. Tanganku masih menggendong erat Auryn sambil menggoyangkannya sesekali.

"Selain itu? Jaman SMA, lo inget gak?" Tanya Keira. Ia terdengar seperti mengintrogasiku.

"Kapten basket, kan? Terus kenapa?" Tanyaku bingung. "Hubungannya sama gue dan catur apaan?"

"Lebih tepatnya hubungan lo, gue, dan Alleira." Ralat Nicholas.

Lagi... Sepertinya, mau pulang ke Apartemen atau Mansion Keira, aku tidak akan pernah bisa tenang. Akan selalu ada topik Alleira yang menjadi bahan perbincangan.

"Gue gak inget." Jawabku cuek. Ya memang aku tidak ingat apapun.

"Dulu Nicholas pernah ngedeketin Alleira." Ujar Keira.

Aku sedikit menegang, namun tatapanku masih tertuju pada Auryn yang sudah memejamkan matanya di gendonganku.

"Terus?" Tanyaku.

"Ya terus lo sempet membenci Nicholas, bahkan saat lo tahu kalau gue ada hubungan pura-pura sama Nicholas, lo murka banget tuh. Lo takut kalau itu cuman trik Nicholas supaya bisa deket lagi sama Al-"

"Auryn udah tidur. Gue taro dia dikamar dulu." Potongku sambil berdiri. Aku tidak menyadari kalau langkahku juga diikuti oleh Keira dan Nicholas.

Aku hanya ingin sejenak terbebas dari topik Alleira, tapi nampaknya tidak bisa. Aku tidak menyukai topik itu. Aku membenci topik itu disaat orang lain membicarakan hal yang tidak aku ingat. Aku terlihat seperti keledai dungu yang tidak tahu apapun.

Setelah aku meletakkan Auryn, begitu juga Keira dan Nicholas yang meletakan Alceo dan Austin di tempatnya, mereka kembali membahas topik itu sekembalinya kami ke ruang tamu.

"Banyak yang menyukai Alleira dulu, termasuk Nicholas dan lo. Banyak yang mencoba mendekati Alleira, tapi gak jadi soalnya lo selalu membuntuti Alleira kemanapun dulu. Lo gak inget itu, Kak?" Desak Keira.

"Kei!" Seruku. Mulai frustasi terus didesak sana sini untuk mengingat gadis tarzan itu. "Gue gak inget. Dan gue gak peduli siapapun yang mau mendekati gadis tarzan itu. Hubungan gue sama dia yang dulu, berbeda dengan sekarang. Dulu mungkin gua peduli, tapi sekarang gak. Jadi stop buat bahas masalah ini karena mencoba untuk mengingat gadis tarzan itu, cuman bikin gue sakit kepala!" Aku sendiri terkejut mendengar apa yang bibirku katakan. Aku bukan bermaksud membentak Keira, tapi benar, aku lelah. "Sorry, gue balik aja. Maaf ganggu malem-malem."

"Lo akan nyesel, kak!" Seru Keira sebelum aku sampai di ambang pintu. "Lo akan menyesal kalau sampai Alleira diambil cowok lain!!" Tegasnya namun aku mengabaikannya.

Perkataan Keira sedikit banyak menyulut emosiku. Tapi aku tidak tahu kenapa. Mungkin aku terlalu lelah dengan segala desakkan yang diberikan seluruh keluargaku.

*

"Nanti siang anda ada pertemuan dengan direksi bagian Marketing Clavinsky Empire, malamnya anda ada jamuan makan malam dari salah satu pemegang saham yang berulang tahun ke-60. Lalu keesokan harinya..."

"Keesokan harinya kenapa?" Tanyaku tanpa mengalihkan tatapanku pada berkas yang ada di meja.

"Saya belum mencatat jadwal besok." Jawabnya pelan, namun masih biaa kutangkap.

Aku mengerjap dan dengan cepat mengadah, menatapnya yang memunduk.

"Sebenarnya apa yang anda lakukan dari kemarin? Saya memberi anda waktu seharian untuk mempelajari jadwal saya, tapi anda... Arghhhh... sudahlah anda bisa keluar." Aku mencoba menahan emosiku agar tidak meledak. Entah apa yang harus kulakukan pada gadis tarzan ini. Kenapa aku yang dulu bisa bekerja dengan gadis ini?

"Kalau bukan gara-gara lo yang muncul di pikiran gue mulu juga, gue bakalan kerja."

"Apa?!"

Ia mengadah dan mengerjap menatapku. "Apanya yang apa?"

"Anda bilang apa barusan?" Tanyaku. Yakin sekali kalau gumaman kecil yang kudengar berasal dari gadis itu.

"Saya gak bilang apa-apa." Jawabnya gelagaban. "Saya permisi." Ia berbalik secepat kilat, namun lagi-lagi aku bisa mendengar gumamannya sebelum keluar, "gile, kuping kayak kuping anjing. Tajem banget."

Aku mendengus saat gadis itu sudah menghilang.

Kenapa aku jadi tidak enak begini setelah membentaknya? Padahalkan memang dia melakukan suatu kesalahan dan pantas mendapat teguran. Aneh...

Ponselku berdering, memecahkan lamunanku. Dan deretan nomor tidak dikenal tercetak disana.

Tanpa pertimbangan, aku menjawab panggilan tersebut.

"Halo?"

"Halo, selamat pagi. Apa benar ini nomor telepon Mr. Kenneth Alexander McKenzie?"

"Benar, ini saya sendiri. ada yang bisa saya bantu?" Tanyaku bingung.

"Ah... Kenneth? Ini saya, entah anda masih bisa mengingat saya atau tidak. Saya mendengar anda mengalami kecelakaan dan hilang ingatan. Saya Jacob, Jacob Wallaby."

"Mr.Wallaby?"

*

Alleira's POV

"Sebenarnya apa yang anda lakukan, sebenarnya apa yang anda lakukan. Memangnya dikira gue mau apa diganggu sama bayangan lo mulu terus kerjaan gue jadi terlantar? Giliran begini, malah gue yang dimarahin. Siapa suruh nama kontak gue di tempat lo ngeganggu otak banget? Dasar orang gila! Kerjaannya marah melulu. Yang jadi istri lo kayaknya harus yang kesabarannya melebihi kesabaran pendeta deh." Gerutuku sekembalinya aku ke meja kerja.

Seakan-akan layar komputer di hadapanku adalah Kenneth, aku menumpahkan uneg-uneg tidak tersampaikanku kepada benda mati itu.

Bippp bipp

Mesin interkomku berbunyi disaat aku masih gondok. Kegondokanku membuatku tidak sadar kalau interkom yang berbunyi itu hanya menyalurkan sambungan antara aku dan macan di dalam.

"APA?!" Seruku kesal.

Tidak ada ucapan balasan, kemudian aku baru tersadar kalau apa yang kulakukan adalah langkah mencari mati.

"M-maaf, maksud saya... Ada apa, Sir?" Aku melembutkan suaraku. Dalam hati berdoa kalau macan itu tidak akan memakanku hidup-hidup. Memecatku tidak masalah sih, tapi sayangnya, karena ancaman Tante Via, pilihan itu tidak pernah terlaksana dengan baik.

Aku bisa mendengar helaan nafasnya, sepertinya dia sedang berusaha untuk tidak memakiku yang sepenuh hati kuamini.

"Batalkan jadwal saya siang ini. Dan nanti malam, saya akan berangkat sendiri. Anda tidak perlu menemani saya."

Panggilan tersebut mati bahkan sebelum aku mengiyakannya.

"Wah, sialan nih macan. Dikira ngeliat tumpukan berkas sedari kemarin untuk nyusun jadwal hari ini tuh gampang apa? Main batalin seenak jidatnya."

Bipp bipp

Kembali aku menjawab panggilan tersebut, dan tepat sebelum aku menyapa, suara beratnya sudah menyela.

"Saya bisa mendengar seluruh sumpah serapah anda dari sini."

Lalu panggilan interkom kembali terputus.

Gile, telinga orang apa telinga hewan? Hebat bener sih?

Aku berdecak kesal, bukan kagum. Baru aku ingin menelepon direksi perusahaan Clavinsky Empire, ponselku berdering.

나의 남자 친구 ~❤

Deretan huruf abstrak muncul, membuatku mengernyit. Apa-apaan itu ada emotnya love segala?

Karena penasaran, akhirnya aku mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"

"Hai, Jagi-ya!"

"Sean? Ini yang kamu tulis apaan?" Aku mengenal suara Sean begitu saja. Aku bahkan mengabaikan panggilannya padaku.

"Korean. Kamu gak tahu?" Tanyanya

"Aku tahu itu huruf korea, tapi artinya apa? Setahuku nama kamu gak sepanjang itu." Tanyaku.

"Kamu cari tahu, lalu kasih tahu aku jawabannya. Nanti aku kasih tahu benar atau salah." Ia tertawa di seberang sana.

"Ada apa meneleponku?" Tanyaku sedikit malas. Bukannya kenapa, tapi ya aku masih memiliki pekerjaan. Belum lagi kalau macan itu melihatku sedang asik teleponan, bukannya bekerja. Bisa di caci lagi aku.

"Bukannya aku udah bilang akan menelepon? Kemarin aku ada pekerjaan, jadi tidak bisa meneleponmu. Maaf ya."

Aku terdiam, aku bahkan tidak kepikiran oleh ucapannya sama sekali karena otakku penuh dengan bayangan Kenneth.

"Begini, malam ini, aku harus menggantikan Daddy untuk menemui rekan kerjanya yang berulang tahun. Aku paling tidak suka ke acara itu, apa lagi sendiri. Kamu mau menemaniku? Hanya setor muka. Setelahnya aku mau mengajak kamu makan malam. Ya?" Ajaknya.

Aku mengernyit, "kenapa kamu mengajakku?"

"Karena kamu yang pertama kali terpikirkan di kepalaku. Ya ya ya? Anggap saja sebagai bayaran karen aku sudah membayar makananmu tempo hari." Bujuknya.

"Bukannya aku sudah membayarnya dengan memberi tahu namaku?" Aku semakin mengernyit.

Ia tergelak, "ah... ternyata kamu ingat. Ayolah, Al. Bantu aku, hm? Sekali ini. Temani aku, dan aku akan membelikanmu makan malam yang lezat. Bagaimana?" Ia masih tidak patah semangat membujukku.

"Ehmmm..." aku menggigit bibir dalamku dan berpikir sejenak, lagipula malam ini aku tidak ada acara apapun. Tidak ada salahnya, dan tidak baik menolak tawaran makan. "Baiklah." Jawabku akhirnya.

"Yey! Aku akan jemput kamu nanti malam. Kirimi aku alamat tempat tinggalmu, oke?" Aku mengiyakan sebelum panggilan kuputus.

Sebelum aku lupa, aku langsung mencari arti dari deretan huruf korea itu di mesin penerjemah.

Dan hasilnya, membuatku menganga. Ini bahkan lebih menjijikan dari nama kontak Kenneth.

Korean - English
나의 남자 친구 - My Boyfriend

Dengan cepat, tanpa perhitungan, aku segera mengganti kontak nama Sean yang menjijikan itu menjadi 'Sean'. Hanya 'Sean' tanpa tambahan emoji lainnya.

Mengganti nama ini bahkan lebih mudah ketimbang mengganti nama kontak Kenneth yang sampai sekarang tidak bisa ia ganti.

*

Kenneth's POV

Aku membolak-balik menu di tanganku. Sebenarnya aku tidak terlalu lapar, dan kalau boleh memilih, aku lebih ingin kembali bekerja dan menjalankan jadwalku sesuai rencana dari pada berada disini. Tapi ajakan Mr.Wallaby tidak bisa kutolak begitu saja.

Apa lagi setelah ia menyampaikan rasa prihatinnya terhadap kecelakaanku dan bermaksud menemuiku untuk memastikan kalau aku baik-baik saja.

Sebenarnya ada yang amis disini, namun aku tidak cukup cermat untuk meneliti keamisan itu.

Setelah 15 menit aku menunggu dengan menu yang terus ku bolak-balik, suara berat seorang pria yang terdengar sangat berwibawa menyerukan namaku hingga aku mendongak dan mencari ke sumber suara.

Seorang lelaki yang sudah berumur, bertubuh gendut sebagaimana pengusaha kaya raya kebanyakan, lengkap dengan kemeja, dasi, jas dan celana bahannya yang semakin mempertegas kesan wibawa di dirinya.

"Maaf membuatmu menunggu lama." Jacob Wallaby menjabat tanganku erat.

Aku hanya tersenyum ramah, "Tidak masalah. Silahkan duduk." Aku mempersilahkannya untuk duduk sebelum seorang wanita muda berjalan kearahnya dan bergelayut manja di lengannya.

Aku mengernyit, bukan rahasia lagi kalau pengusaha sukses pasti memiliki simpanan yang masih muda. Tapi melihatnya secara langsung cukup membuatku merasa jijik.

"Ah, sayang... perkenalkan dulu, ini anak rekan kerja Daddy yang Daddy sering ceritakan. Kenneth Alexander McKenzie."

Ohh... bapak anak ternyata. Batinku.

Aku mengangguk, masih tersenyum ramah sambil menjulurkan tanganku. "Kenneth."

Ia tersenyum, membalas jabatan tanganku perlahan, "Alyssa."

"Silahkan duduk." Aku melepas tanganku dari genggaman tangan Alyssa dan menunjuk dua bangku kosong di hadapanku. Tapi entah mengapa Alyssa malah memilih duduk di sebelahku.

"Sebelumnya kita pernah bertemu dan saya menceritakan banyak tentang Alyssa. Apa anda ingat?" Tanya Mr.Wallaby sambil membuka menunya. "Alyssa baru kembali dari Milan, dan dia akan berada disini untuk beberapa bulan kedepan."

"Oh begitu? Maaf, tapi saya tidak ingat kalau kita pernah bertemu sebelumnya, Mr.Jacob." ucapku sambil tersenyum kecil, merasa bersalah.

"Tidak masalah, lagipula, pertemuan pertama kita memang tidak begitu berkesan. Ngomong-ngomong, kemana sekretarismu?" Tanyanya membuatku sedikit mengernyit. "Saya kira kalau dia akan datang kemari."

Aku menggeleng, "Dia masih harus mengerjakan pekerjaannya yang terbengkalai. Lagipula, hanya obrolan santai seperti ini, bukan bicara bisnis, dia tidak perlu ikut."

Mr.Wallaby terbelalak dan berdeham, ia tertawa kecil, "Benar. Makan siang kita yang pertama juga berantakan karena kehadiran sekretarismu."

Aku mengernyit.

***

Tbc

Begini, Author akan sibuk dalam 1 bulan ini. Jadi aku gak tahu apa bisa UP cerita ini setiap hari atau gak.

Ditambah jg peminat cerita ini kynya gak terlalu banyak. Hehehe

Jadi untk UP selanjutnya, kalau vote udah 800an baru aku UP deh ya. *banyak maunya*

Kalau gak ya, kalau aku ada waktu luang aja baru up hehehe...

Makasih sebelumnya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro