Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

38. Thermometer ?

"... Anda ada janji makan siang dengan Mr.Shelton, lalu sorenya anda ada meeting dengan arsitek yang akan mendesign anak perusahaan Tokyo via Skype, lalu keesokan harinya anda-"

"Cukup!" Sela Kenneth cepat. "Sini." Kenneth mengisyaratkan wanita yang berdiri tegap di hadapannya itu untuk menghampirinya.

"Tapi saya belum sele-"

"Saya bilang cukup. Sekarang kesini." Tegasnya sekali lagi.

Wanita itu menghela nafas pasrah dan menutup tabletnya lalu menghampiri laki-laki yang merupakan bosnya itu.

Senyum Kenneth merekah begitu wanita itu sudah berdiri di dekatnya, dan ia langsung menarik tangan wanita tersebut hingga wanita itu duduk di pangkuannya.

"Sir, ini kantor." Ucap wanita itu terbata karena Kenneth sedang mencium lehernya yang terekspos dari kemeja kerjanya.

"Aku tahu." Jawab Kenneth parau.

"Nanti d-dilihat orang..." Lirih wanita itu begitu salah satu tangan Kenneth naik menyentuh dadanya.

"Hm..." Kenneth bergumam, mengabaikan lirihan khawatir wanita di pangkuannya.

"A-ah... Ken..." desah wanita itu begitu tangan Kenneth lolos masuk kedalam kemeja kerjanya dan menyentuh dadanya secara bebas.

"Yes, Baby..." gumam Kenneth. Puas melihat wajah menggoda wanita di pangkuannya.

Selama 3 bulan menikah, selama itu juga Kenneth tidak pernah bosan melihat wajah wanita yang menurutnya bertambah cantik itu. Siapa lagi kalau bukan Sekretaris Pribadi yang juga merupakan Istrinya, Alleira.

"Ken, Berhenti. Nanti ada yang masuk." Pinta Alleira terbata.

"Aku kangen sama kamu. Memangnya kamu gak kangen sama aku?" Tanya Kenneth sambil mengerucutkan bibirnya.

Selama seminggu belakangan, Kenneth diharuskan pergi ke Tokyo untuk ekspansi bisnis disana. Dan selama seminggu pula Kenneth harus berpisah dengan Alleira yang harus menggantikan tugasnya di LA selama Kenneth tidak ada.

Baru pagi ini Kenneth kembali, dan itu juga dia langsung ke kantor karena Alleira sudah lebih dulu ke kantor. Dan baru beberapa menit yang lalu, Kenneth baru bisa melepas rindu dengan sang istri tercinta sebelum besok pagi ia harus kembali bertolak ke Indonesia untuk mengurusi cabang disana selama beberapa hari.

"Aku mau kamu, Al." Bisik Kenneth mencoba merayu Alleira. "Kosongin jadwal aku hari ini, ya? Aku mau peluk kamu seharian di kasur." Pintanya memelas.

Alleira tersenyum kecil, kalau sebelum menikah, mungkin kata peluk hanya akan berakhir dengan pelukan sampai pagi. Tapi setelah menikah dan seakan berkenalan dengan sisi lain Kenneth, Alleira ragu kalau ia akan bisa jalan dengan baik keesokan harinya.

"Gak bisa, Ken. Mr.Shelton sudah meminta bertemu kamu sejak beberapa minggu yang lalu. Aku gak bisa undur lagi. Dan lagi, arsitek yang akan mendesign kantor di Tokyo itu kamu tahu sendiri kan sibuk sekali? Bahkan seminggu di Tokyo saja, kamu tidak bisa bertemu dengannya, kan?" Alleira mencoba menjelaskan dengan membelai lembut wajah laki-laki yang dicintainya. Ia tidak bisa berbohong kalau ia juga merindukan laki-laki itu seminggu ini.

Kenneth cemberut. Ia kecewa, tentu saja. Satu-satunya hari dimana ia bisa bertemu dengan istri tercintanya, ia malah masih harus bekerja.

Entah istrinya yang tidak peka kalau suaminya butuh belaian, atau istrinya terlalu pekerja keras hingga selalu saja menjadwalkan kesibukan bahkan dihari yang seharusnya ia bisa beristirahat sambil sama-sama menghangatkan diri di atas kasur.

"Kalau begitu..."

"A-ah... K-ken!!!"

"Permisi, Le- Gosh! Kak!!! Get a room, Please!!!" Wanita yang baru saja secara tiba-tiba memasuki ruangan kerja Kenneth itu terkejut melihat aksi sang kakak Kembar yang menurutnya tidak tahu malu.

"Good idea!" Ucap Kenneth nampak santai. Ia hendak berdiri dengan menggendong Alleira, namun Alleira dengan cepat berdiri dan merapihkan bajunya yang menurutnya percuma karena Keira pasti sudah melihat apa yang barusan terjadi.

Seketika wajahnya memerah akibat malu.

Keira berdecak sambil menggeleng. "Kapan baliknya?" Tanyanya terlihat tidak senang.

Kenneth lebih lagi. Ia juga tidak senang karena nafsunya diganggu oleh kehadiran kembarannya yang tidak tahu sopan santun. "Tadi pagi." Jawab Kenneth ketus.

"Pantesan. Pulang-pulang mau langsung di angetin." Goda Keira sambil tertawa. "Kayak remaja baru puber lo, Kak!"

Wajah Alleira semakin memerah di sebelah Kenneth.

"Jangan ngegodain kakak ipar lo mulu. Ngapain lo kesini?" Tanya Kenneth. Tangannya meraih tangan Alleira dan menggenggamnya erat.

"Cuman main. Bosen lagian, sikembar lagi di invasi sama Mertua gue. Mike juga lagi sekolah. Si Nicholas juga lagi ada Bisnis di Paris. Jadi gue mau nyamperin Alleira sebagai wanita senasib." Keira berjalan santai dan duduk di kursi yang ada di depan meja Kenneth. "Senasib sebagai wanita yang haus belaian." Sambung Keira sambil tertawa.

Kenneth meringis, ingin tertawa, tapi itu sama saja ikutan menggoda Alleira, kan?

Akhirnya aku berdiri dan mengambil jasku. Aku memutuskan untuk menjalani jadwalku pagi ini untuk mensurvey pabrik. "Kalian ngobrol aja. Aku pergi cek pabrik dulu."

"Aku gak perlu ikut?" Tanya Alleira spontan.

Kenneth menghentikan aktivitasnya sejenak untuk menatap Alle, "Kamu temenin aja wanita yang haus belaian satu ini."

Pletak!!

Jitakkan melayang ke kepala Kenneth.

"Ngomong apaan lo?" Protes Keira.

"Kan lo sendiri yang tadi bilang begitu?" Kenneth meringis sambil mengusap kepalanya. Ia lalu kembali memakai Jasnya dan mengecup kening Alleira, "Aku pergi dulu ya. Nanti kamu ikut aku makan siang aja. Kamu istirahat dulu sekarang." Ucap Kenneth yang merupakan sebuah perintah mutlak.

Alleira terkekeh kecil melihat wajah masam Keira dan mengangguk saat menatap Kenneth. "Kamu hati-hati, ya." Pinta Alleira.

"Siap, Bos!" Ucap Kenneth lantang, lalu ia tertawa dan berlalu melewati Keira. "Titip kakak ipar lo yang cantik ini, ya. Kalau ada yang godain, sikat aja." Kenneth juga mengecup Kening Keira sebelum ia keluar dari ruangan.

Keira kemudian beralih menatap Alleira. Matanya memicing membuat Alleira salah tingkah.

"Apa yang akan terjadi kalau aku gak masuk tadi?" Tanya Keira memulai sesi tanya jawabnya.

"E-eh? Ehm..." Alleira mengalihkan pandangan matanya kearah lain.

Keira kemudian berdecak dan geleng-geleng. "Aku bawa barang yang kemarin aku bilang." Keira mengingat lagi tujuan kedatangannya kemari. Ia mencari sesuatu dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada Alleira.

Alleira mengernyit melihat benda pipih yang diberikan Keira padanya.

"Coba di cek. Mumpung Kenneth lagi di LA." Ujar Keira bersemangat.

"Hah?" Alleira membeo tidak mengerti.

"Ke kamar mandi sekarang, dan Cek, Al. Ayo, buruan!" Desak Keira sambil menarik tangan Alleira dan mendorongnya kearah toilet pribadi ruangan Kenneth.

Sehari sebelumnya, Keira memancing Alleira mengenai apa ia sudah isi atau belum.

Memang dasarnya tidak berpengalaman, Alleira mengangguk dengan polos dan menyebutkan menu sarapannya yang sudah mengisi perutnya.

Meski harus perlahan, Keira akhirnya mendesak Alleira untuk melakukan pengecekan dengan test pack. Dan ia berjanji akan membawakan benda itu hari ini.

Jadi sekarang Keira tinggal menunggu apakah hasilnya akan membuatnya menjado seorang aunty atau tidak. Mengingat Kembarannya dan sahabat masa kecilnya itu sudah menikah lumayan lama dan aktivitas seksual mereka juga tergolong aktif melihat seberapa intim mereka tadi.

15 menit berlalu dan Alleira tidak kunjung keluar. Keira memutuskan untuk mengetuk pintu toilet tersebut.

"Are you done, Al?" Tanyanya tidak sabaran.

"Aku tidak tahu. Sebentar. Aku akan keluar sebentar lagi." Terdengar jawaban dari dalam. Nada keraguan di jawaban Alleira sedikit menggelitik Keira untuk tersenyum.

Mungkinkah?

Alleira keluar tidak lama kemudian dengan wajah bingungnya.

"Bagaimana?" Tanya Keira semakin antusias.

Keira mengambil benda pipih itu dari tangan Alleira dan senyumnya memudar melihat hanya ada satu garis di benda tersebut. "Yah... masih belum." Ujarnya kecewa. Lalu berbalik menatap Alleira, "Jangan putus asa, Al. Suatu saat pasti akan positif, kok." Ucapnya berusaha menenangkan.

Alleira mengangguk. Awalnya ia tidak mengerti akan garis tersebut, tapi setelah Keira mengatakannya, ia jadi tahu sekarang.

"Ehm... kita sarapan di kafe bawah, yuk? Aku kebetulan belum sarapan tadi." Keira mengalihkan topik begitu melihat senyum tipis Alleira yang pastinya juga kecewa.

Alleira kemudian mengangguk, menyetujui ajakan Keira.

"Gak perlu sedih, Al. Waktu sebelum hamil si kembar, aku juga harus nunggu lama. Apa lagi dengan kondisi rahim aku yang gak mungkin buat aku hamil lagi." Keira menyeruput kopi hitamnya begitu mereka sudah duduk di salah satu bangku kafe dan mendapatkan pesanannya.

Alleira hanya memesan susu coklat hangat dengan roti lapis.

"Aku gak apa-apa kok." Ujar Alleira sambil tersenyum kecil.

"Padahal aku kira hasilnya bakalan positif. Habis kamu lama banget di dalem, trus udah gitu suara kamu juga kayak gak yakin gitu." Lirih Keira menyuarakan sedikit kekecewaannya.

"Habis aku bingung." Ucap Alleira begitu selesai menyeruput susu hangatnya. "Aku baru pertama kali pakai benda itu."

"Tapi akhirnya ngerti, kan?" Goda Keira sambil tertawa.

Alleira ikut tertawa dan mengangguk. "5 menit pertama, aku taruh di ketiak aku, tapi aku bingung kenapa gak bunyi-bunyi seperti thermometer pada umumnya."

Keira tersedak croissantnya begitu mendengar ucapan Alleira. Ia buru-buru menyeruput kopi hitamnya untuk melegakan tenggorokan.

"Terus aku taruh di mulut aku selama hampir 10 menitan, baru bisa keluar hasilnya."

Keira yang belum sembuh dari keseleknya, kembali tersedak kopi panas yang sedang berusaha melegakan tenggorokannya.

"Aku pikir aku harus tunggu benda itu sampai bunyi baru- kamu gak apa-apa, Kak?" Alleira baru menyadari kalau Keira sudah memucat di dan masih terbatuk-batuk ditemparnya.

Dengan sigap ia langsung berdiri dan menepuk tengkuk Keira.

"Kakak kok minumnya gak hati-hati sih?"

Emang salah siapa gue sampai keselek? Keira membatin, masih terbatuk, namun matanya menatap tajam Alleira. Salah apa punya ipar sebego ini?

Begitu batuknya mereda, Alleira kembali ketempatnya dan menatap Keira prihatin. "Kamu mau pulang aja? Kamu keliatan gak sehat." Tanyanya.

Keira menggeleng dan berdeham. "Jadi... testpack tadi itu hasilnya keluar setelah lo emut?" Tanya Keira memastikan.

Alleira mengangguk.

Keira menggeram. Kalau bukan kakak ipar gue, kalau bukan karena kembaran gue cinta sama lo, gue jedotin kepala lo, Al. Keira menarik nafas dalam dan membuangnya. Menahan gejolak ingin mencaci Alleira.

"A-aku salah ya?" Alleira seakan menyadari sesuatu dari gerak-gerik Keira.

"Al..." suara Keira dalam. "It's not a Thermometer, it's a Fucking Testpack! It won't ring seberapa lama pun kamu emut atau kamu bekap di ketiak kamu. Kamu seharusnya... OH GOD! Aku bisa gila." Teriak Keira frustasi. Ia bahkan tidak peduli kalau seluruh mata pengunjung kafe yang seluruh-seluruhnya adalah anak buah dari kembarannya yang merupakan pemimpin Perusahaan ini sedang memperhatikannya.

"T-then? Lalu gimana?"

Keira menarik nafas dalam lagi dan mengontrol suaranya yang sempat meninggi. Ia mendekatkan tubuhnya kearah Alleira dan kembali berbicara. "You supposed to pee on it, atau tampung urinemu di wadah dan celupkan testpacknya, bukan malah..." Keira tidak bisa lagi melanjutkan kebodohan Alleira dengan kata-kata.

Wajah Alleira kembali memerah menahan malu. Maklum saja, ini adalah pertama kalinya Alleira memakai benda itu.

"Mau dicoba sampai kapanpun, hasilnya akan tetap negatif!" Desis Keira terdengar kesal.

Mendadak ia jadi merasa kasihan pada anak-anak Alleira nanti. Atau kasihan pada Kenneth yang akan seumur hidup menghadapi kelemotan wanita ini?

Untung cinta. Batin Keira.

"Besok-besok kamu coba lagi, deh. Tapi inget! Pakai urine, bukan pakai ludah!" Tekan Keira.

Alleira hanya mengangguk pasrah mendengar seluruh nasihat, atau ocehan yang sedang dilayangkan oleh adik iparnya.

***

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro