Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

32. I Promise You.

Alleira's POV

Seperti yang sudah aku antisipasikan, Perusahaan Mr.Shelton benar-benar menggugat habis Wall-o-be.

Harta kekayaannya disita hingga keakar-akarnya untung mengganti kerugian yang dialami Mr.Shelton.

Mungkin bagi semua orang, Ini adalah hal yang pantas untuk Mr.Wallaby terima mengingat kelicikan yang ia lakukan dan bagaimana ia menyakiti keluarga laki-lakiku demi harta.

Tapi aku malah merasa kasihan karena Mr.Wallaby yang sudah berumur itu malah harus menghadapi hukum. Terutama Alyssa yang dikabarkan gila setelah kepolisian mendobrak masuk ke rumahnya dengan membawa rekaman suara Alyssa sendiri yang membongkar seluruh catatan hitam ayahnya.

Seperti musuh dalam selimut. Mungkin itu yang membuat Alyssa mengalami tekanan batin hingga kejiwaannya harus di periksa.

Aku kasihan kepada anak dalam kandungannya.

Disaat seluruh keluargaku dan Kenneth mensyukuri apa yang di dapatkan oleh Mr.Wallaby, tapi laki-lakiku malah kebingungan begitu berita Mr.Wallaby mencuat ke media dan mantan-mantan pemegang saham yang sempat di ancam oleh Wall-o-Be di Clavinsky Empire berbondong-bondong kembali. Bukan hanya itu, orang yang melakukan serta menyebarkan isu korupsi di McKenzie Empire juga ikut menyerahkan diri ke polisi setelah Mr.Wallaby tertangkap.

Reaksi yang dikeluarkan Kenneth sangatlah wajar, mengingat Kenneth tidak tahu apapun mengenai kejahatan Mr.Wallaby maupun rekaman yang Sean berikan kepadaku.

Alasannya mudah, Karena aku lupa memberitahunya.

Hei, apa aku masih bisa sibuk mengingat masalah itu disaat aku sedang dilamar dengan sangat amat romantis di hari yang sama? Jangan salahkan aku. Aku yakin bukan hanya aku yang akan terpukau dan lupa akan berita penting itu.

Lagipula, aku tidak mengira kalau Sean dan Mr.Shelton akan bergerak secepat itu untuk menuntut Mr.Wallaby.

Dan akibat ketidak tahuan itu, Kenneth pasti akan marah besar kalau ia sadar, hanya dia yang tidak mengetahui asal mula kenapa Mr.Wallaby bisa tertangkap secara tiba-tiba.

Apa lagi kalau Kenneth tahu, Sean yang sudah membantu.

Atau sebaiknya kuberitahu saja?

Ahhh! Aku berada dalam dilema besar saat ini.

*

"Kalian harus berterima kasih kepada Sean dan Mr.Shelton."

Seketika aku terpaku.

"Daddy setuju. Sekalian undang mereka ke pernikahan kalian." Ucap Daddy menyambung ucapan Mommy.

"Hm?" Kenneth mengangkat sebelah alisnya dan menatap Daddy dengan tatapan bingung. Terlebih saat nama Sean dibawa-bawa. "Kenapa harus Sean?"

Saat ini kami sedang duduk diruang keluarga setelah selesai makan malam bersama dengan keluargaku di Penthouse. Daddy mengundang Kenenth untuk makan bersama, merayakan berlalunya krisis perusahaan. Tadinya Daddy mau mengundang serta om Peter dan Tante Via serta Nicholas dan kak Keira, tetapi karena om Peter masih di rumah sakit, kak Keira juga sibuk menjaga keempat anak-anaknya karena Nicholas sedang dinas, jadilah hanya Kenneth dan Kelly yang bisa ikut makan bersama.

"Karena dia yang sudah membuka jalan hingga kedok Mr.Wallaby terbuka. Sean yang memberitahu Alleira." Jawab Mommy santai. "Benar kan, Al?"

Ini yang kutakutkan.

Padahal aku mengira kalau aku bisa menyimpan rahasia kecil ini, setidaknya agak lebih lama sebelum memberitahu Kenneth.

Dan sekarang, lihatlah. Kenneth sudah menatapku dengan mata yang disipitkan.

Melihat aku yang nyengir dengan salah tingkah dan mata Kenneth yang menyelidik, Mommy maupun Daddy pasti tahu kalau calon menantunya yang satu ini, tidak tahu menahu masalah rekaman itu.

"Alle l-lupa kasih tahu Kenneth..." cicitku pelan. Merasa terintimidasi oleh tatapn mata menyelidik Kenneth.

"Jadi Kenneth gak tahu?!" Tanya Daddy.

"Kamu ketemu sama Sean? Kapan? Kok aku gak tahu? Ketemu dimana? Berapa lama? Sendirian? Atau rame-rame? Ngomongin apa? Kenapa gak kasih tahu aku?" Borong Kenneth yang sama sekali seakan tidak peduli masalah bantuan yang diberikan Sean. Yang ia pedulikan mungkin hanya aku dan pertemuanku dengan Sean.

"Aku mana keinget buat ngomong lagi sih, Ken. Aku kan terlalu seneng dilamar sama kamu." Aku menunduk, menyembunyikan wajahku yang kurada sudah semerah tomat. Rasanya panas sekali.

Aku dengar dehaman yang kukenali sebagai suara Daddy. Tapi itu tidak bisa membuatku sontak mengangkat kepala. Aku masih malu dan takut.

"Kamu serius?" Tanya Mommy terkekeh, "Udah mau nikah, lalu baru lamaran?"

"Aku kan gak pernah melamar Alle secara romantis, Tan. Mommy aja sampai nyindir aku yang gak romantis ngajak anak orang nikah." Bela Kenneth. Aku memberanikan diri melirik Kenneth dan bertepatan dengan Kenneth yang kembali melihat kearahku. Aku kembali menunduk.

"Jangan nunduk terus. Nanti leher kamu sakit." Pinta Kenneth sambil mengurut kecil leherku. "Aku gak marah. Aku cuman cemburu."

"Apa bedanya?" Tanya Daddy sedikit nada sindiran terdengar disana.

"Jelas beda, Om! Aku cemburu karena aku cinta." Jawab Kenneth cepat. Kenneth lalu beralih menatapku dan menggenggam tanganku. "Jawab pertanyaanku atau aku beneran marah sama kamu?" Pintanya dengan nada halus namun mengancam.

"Yang kamu ancam itu anak om, loh!" Sahut Daddy.

"Si om nih. Kayak gak pernah cemburu aja." Sindir Kenneth, aku terkekeh kecil.

"Aku bukan sengaja gak mau bilang. Aku lupa." Ujarku pelan. "Beneran deh. Aku gimana bisa inget kalau kamu romantis banget kemarin." Aku mencoba meyakinkannya.

"Hm." Ia bergumam sambil menatapku, memintaku untuk melanjutkan ucapanku.

"Kemarin dia yang mewakili Mr.Shelton di rapat. Begitu selesai, dia ngajak aku ngomong. Berdua." Mata Kenneth melebar, "Di kafe kantor kok. Dia gak macem-macem selain cerita dan nunjukin rekaman ini." Aku mengeluarkan ponsel Sean yang masih ada padaku ke Kenneth.

Kenneth mendengar rekaman suara Alyssa yang berada di ponsel Sean, lalu kembali meletakkannya di meja, kemudian memelukku.

"Aku rasanya mau membunuh Alyssa sekarang juga karena sudah berani mengatai kamu, mommy dan Keira dengan kata terkutuk itu."

"Ehem..." Daddy kembali berdeham begitu melihat Kenneth yang memelukku.

Kenapa hidupku dipenuhi dengan orang-orang pencemburu?

Kenneth melepas pelukannya, lalu menatapku sambil tersenyum. "Kita temuin Sean." Ajaknya.

"Kamu serius? Kamu bukannya mau menghajar dia, kan?" Tanyaku menyelidik.

Kenneth lalu tertawa dan mengacak rambutku. "Memangnya aku terlihat seperti tukang pukul?"

Aku mengangguk dan Kenneth mencibir.

Tidak salah, kan? Kenneth memang selalu menggunakan kekerasa dibanding logika. Apa lagi kalau sudah menyangkut aku dan kak Keira. Ia tidak akan segan-segan membuat laki-laki babak belur dengan tangannya.

"Aku hanya mau mengembalikan hp ini. Ini pasti punya Sean, Kan? Lalu juga aku mau kasih undangan pernikahan kita seperti kata Mommy Rere."

Aku dan Mommy terkekeh kecil mendengar panggilan baru Kenneth untuk Mommy, namun berbeda dengan Aku, Daddy malah mendelik tajam.

"Memang kapan tanggal pernikahannya?" Tanyaku bingung.

Serius, aku sama sekali tidak tahu kapan aku akan menikah. Setidaknya aku harus mempersiapkan diriku, kan?

"Sebentar lagi." Jawab Kenneth sambil tersenyum. Mommy juga ikut tersenyum, sedangkan Daddy hanya geleng-geleng. Mereka seakan tahu rencana Kenneth, sedangkan aku? Boro-boro.

"Kenneth, serius!" Seruku gemas.

"Aku duarius, sayang." Kenneth kecil sambil mencubit pipiku. "Persiapkan diri kamu aja dan hapalin janji pernikahan kamu. Kalau sudah waktunya, kamu hanya perlu datang, dan mengucapkan janji itu, lalu kami sudah sah menjadi Mrs.McKenzie." Kenneth nyengir lebar.

Bahkan aku saja tidak tahu ada undangan pernikahan. Bagaimana bisa ia memberikan undangan pernikahan ke orang lain, sedangkan aku saja tidak tahu apapun.

Aku menatap Daddy dan Mommy. Mereka menghindari tatapnku dan berpura-pura sibuk. Aku kembali menatap Kenneth.

"Kamu lagi merencanakan apa sih?" Tanyaku.

"Pernikahan." Jawabnya cepat. "Udah, kamu tenang aja. Salah satu rencanaku, yaitu rumah kita kan sudah kamu tahu. Selebihnya ya... biar aku rahasiakan. Pokoknya sebentar lagi." Ujar Kenneth pasti.

"Kapan om Peter keluar dari rumah sakit?" Tanyaku mencoba menyelidiki. Setidaknya kalau om Peter sudah keluar dari rumah sakit, berarti pernikahan kami akan dilangsungkan beberapa hari setelahnya, Kan?

"Besok." Jawab Kenneth santai. "Besok aku juga sudah kembali ke Clavinsky Empire karena perusahaan Daddy sudah kembali stabil sekarang." Sambungnya.

Mataku membulat, Besok?!

Jadi... kapan aku akan menikah? Lusa? 3 hari lagi? 4 hari lagi? 5 hari lagi?

"Jangan lupa untuk menemui Sean dan Mr.Shelton untuk berterima kasih atas bantuan mereka." Ujar Mommy mengingatkan.

"Sip, Mom!" Seru Kenneth.

"Kamu tuh belum sah, ngapain manggil Mommy segala?" Protes Daddy.

"Bentaran lagi juga sah, Dad. Latihan lah supaya lidahnya gak kepeleset nanti." Kenneth kembali memamerkan deretan giginya yang putih.

Daddy mendengus sedangkan aku dan Mommy tertawa.

"Kalau gitu, aku kembali dulu deh, kasihan Kelly sendirian di rumah. Kamu juga istirahat yang banyak. Besok kamu ambil cuti aja." Saran Kenneth.

Aku terbelalak. "Hah? Cuti? Gak mau!" Tolakku.

"Cuti, sayang. Nyalon kek, spa, pijat. Ngapain aja terserah kamu." Usul Kenneth. "Manjain diri kamu sebelum kamu manjain aku."

Kenneth terkekeh saat mendapat jitakan dari Daddy.

Aku mengerjap tidak mengerti.

"Jangan sembarangan ya!" Daddy memperingati. "Jangan sebarkan virus mesum Daddy kamu ke anak om!"

"Bukan mesum, dad. Kita realistis aja. Udah sama-sama dewasa kok. Iya gak, Al?" Tanya Kenneth meminta persetujuanku.

"Hah?"

"Jangan dengerin, Al." Sela Daddy. "Auhh.."

"Kamu tuh ya! Anak kamu udah 23 tahun, masih aja dikira anak kecil. Kamu lupa saat umur 23, kamu udah ngerti apa aja?" Tanya Mommy membuat Daddy mencibir sebal.

"Gak usah dengerin Daddy, Al. Yang penting kamu bahagia dan jangan lupa cepet-cepet kasih Mommy cucu yang lucu. Kembar kalau bisa kayak Keira." Mommy terkekeh kecil.

"Mau di cicil dulu gak, Mom?" Tanya Kenneth.

"Kamu kira rumah, main dicicil?! Awas kalau berani nyentuh anak om sebelum nikah. Om sembelih kamu!" Ancam Daddy.

Aku hanya memperhatikan bolak balik percakapan ketiga orang itu tanpa mengerti satupun yang dimaksud mereka dengan istilah cicil menyicil.

Yang aku tahu, Mommy hanya menginginkan cucu, dan... oh tidak! Sepertinya aku mengerti pembicaraan mereka. Wajahku terasa panas dan pasti sangat merah sekarang.

"Tuh kan! Stop pembicaraan ini. Otak Alle sudah terkontaminasi!" Seru Daddy sambil berganti tempat duduk ke sampingku dan memelukku. Atau lebih tepatnya menutup kedua telingaku.

"Gak seru si Daddy Alvero." Cibir Kenneth. "Aku balik deh, Mom, Dad. Masih banyak yang harus aku kerjakan."

Aku mengernyit saat melihat Kenneth mengedipkan sebelah matanya saat mengatakan kalimat itu pada Mommy.

Aku bukan cemburu kan?

"Cium selamat malam boleh kan, Dad?" Ijin Kenneth menatap Daddy.

Daddy menggeleng.

"Oke." Kenneth dengan cepat mengecup keningku meski Daddy sudah melarangnya. Aku terkekeh melihat aksi nekatnya. "Selamat malam calon istriku."

Mata Daddy melotot.

"Selamat malam Mommy dan Daddy mertuaku. Aku titip calon istriku ya. Jaga baik-baik sebelum aku jemput lagi untuk aku jadiin istri."

Kenneth tertawa sendiri saat selesai berbicara.

"Anak gila." Komentar Daddy tepat di samping telingaku.

"Hati-hati ya, Kenneth." Ujar Mommy sambil berbalik melihat Kenneth yang sudah berjalan kearah pintu.

"Siap, Mom!" Sahut Kenenth.

Aku melepas pegangan tangan Daddy di kedua telingaku dan beranjak, "Alle mau anter calon suami Alle ke depan dulu." Kataku sambil berlalu pergi sebelum Daddy memprotes tindakanku.

Ketika pintu hampir tertutup, aku langsung menahannya dengan tubuhku dan membukanya lebar.

Kenneth tersenyum kecil melihat aku yang menyusulnya dengan sendal rumah bergambar wajah Stitch yang besar.

Aku menutup pintu Penthouse dan kembali menghadap kearah Kenneth yang hanya berjarak dua langkah dariku.

Tidak, kami tidak berbicara apapun tapi hanya bertatapan seakan tatapan kami sudah menyuarakan apa yang ingin kami katakan.

Aku tersenyum, begitupun Kenneth.

Rasa tidak mau berpisah ini seakan semakin menguatkan keinginanku untuk menikah dengan laki-laki ini.

Agar kami tidak perlu lagi berpisah di lorong penthouse seperti ini. Lorong yang menjadi saksi setiap perpisahan kami.

Kenneth berjalan selangkah, namun aku langsung melompat kepelukannya hingga kakiku melingkar sempurna di pinggangnya.

Ia mencium bibirku, dan aku membalas ciumannya.

"Aku gak akan melepaskan kamu kalau udah nikah nanti." Ucap Kenneth tersengal-sengal seleha melepas panggutan bibirnya.

"Aku juga gak akan mau kamu lepas." Balasku. Entah kenapa suaraku serak.

Kenneth meringis. Tangannya yang tadi melingkar di pinggangku, turun ke arah bongkahan bokongku. Lalu ia meremasnya perlahan. Aku mendesah kecil karena kaget.

"Shhhhh... aku butuh air dingin." Desis Kenneth lalu melepaska ku dari pelukannya.

"Lagi?" Aku terkekeh.

"Not for a long time, My lady." Ujarnya. Suaranya serak dan dalam. Matanya menggelap, dan bibirnya menyunggingkan senyum.

Aku mencium bibir Kenneth singkat, "I love you, Kenneth."

Baru aku ingin mundur, namun lengan Kenneth kembali melingkar di pinggangku. Ia kembali mencium bibirku sebentar sebelum mengistirahatkan keningnya di keningku.

"I love you, My Lady. I love you Before, i love you Now, i love you After, i love you forever. I love you. Every inch of you." Bisiknya di telingaku.

"Promise me?" Tanyaku sambil menyentuh bibirnya dengan jariku.

"I promise you, till death do us part, My Lady." Ucapnya yakin, ia lalu kembali menciumku.

***

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro