Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30. Revealed!

Alleira's POV

Aku memasuki ruangan Kenneth sambil membawa berkas-berkas yang diperlukan untuk rapat kali ini.

Rapat kali ini cukup penting karena Mr.Shelton akan mengirim orangnya untuk memantau jalannya rapat hari ini sebelum memutuskan untuk bekerja sama dengan kami.

Tapi disaat penting seperti ini, Kenneth yang berlaku sebagai Direktur utama perusahaan ini malah tidak bisa menghadiri rapat tersebut karena ia harus memimpin rapat penting sebagai wakil Presdir dari McKenzie Group menggantikan om Peter yang masih belum pulih sepenuhnya.

Jadilah aku sebagai asisten pribadi Kenneth untuk menggantikannya di rapat hari ini.

Aku masih bingung, bagaimana Kenneth yang sibuk sana sini bisa mempersiapkan pernikahan kami dalam waktu singkat? Bahkan aku saja tidak melihatnya berinteraksi dengan Wedding planner atau apapun yang berhubungan dengan pernikahan.

Jangankan lokasi, baju pernikahan kami saja aku tidak tahu.

Mengenai baju pernikahan, aku jadi teringat kalau saat kecil dulu, aku ingin menjahit baju pernikahanku sendiri, seperti Mommy yang merupakan designer terkenal. Tapi sekarang, bahkan untuk menjahit celana yang robek saja aku ragu dapat melakukannya.

Sedikit perasaan bersalah kenapa aku tidak mempelajari ilmu itu dulu dan memilih terjun ke dunia bisnis ini. Kalau aku mempelajari ilmu design, setidaknya aku bisa melanjutkan usaha butik Mommy nantinya, kan? Kasihan Mommy yang masih harus menangani butiknya tanpa ada yang meneruskan. Kalau Daddy, sudah ada Alexis yang siap di tempa menjadi pemimpin. Sedangkan aku? Jangan katakan apapun. Aku harus mulai dari dasar kalau ingin meneruskan usaha Mommy.

Tok tok tok

Aku mengadah dari dokumen yang tidak kubaca sama sekali karena melamun.

"Am i bothering you?" Tanya laki-laki yang berdiri di ambang pintu dengan senyum khasnya. Ia bersadar sambil menatapku yang sedang duduk di atas kursi kebesaran milik calon suamiku.

"Not at all. Masuk, Sean." Sambutku dengan senyuman juga.

Sean terkekeh dan melangkah masuk, "Sekarang kamu benar-benar terdengar seperti pemimpin perusahaan ini." Ucapnya bermaksud menggodaku. Ia duduk di hadapanku dan menatap dokumen yang sedang kubuka. "Siap untuk rapat hari ini?" Tanyanya berpangku tangan.

"Siap gak siap." Jawabku sambil terkekeh kecil. "Apa yang kamu lakuin disini, Sean?" Tanyaku.

"Menghadiri rapat." Jawabnya santai. "Paman mengirimku kesini karena ia percaya pada penilaianku. Jadi lebih baik kamu memberikan yang terbaik karena aku tidak akan memandang persahabatan kita dalam penilaian ini." Ucapnya mewantiku, aku jadi semakin tegang dibuatnya.

Aku menggigit bibir bawahku gugup. Bagaimana kalau aku tidak bisa memimpin rapat ini dengan baik? Bagaimana kalau aku menghancurkan rapat ini nantinya? Bagaimana kalau aku malah mengecewakan Kenneth nanti?

"Auh..."

Aku meringia saat merasakan sentilan Sean di keningku.

"Jangan terlalu khawatir. Kamu udah cukup berpengalaman, dan aku percaya kalau kamu bisa." Ucap Sean menyemangatiku.

"Ucapan kamu malah bikin aku tambah takut! Pengalaman aku selama ini juga karena kamu mendampingi aku." Lirihku.

Disaat seperti ini, aku ingin mendengar suara Kenneth yang menyemangatiku, menenangkanku.

Sean tersenyum kecil, "Mr.McKenzie baik-baik saja?" Tanyanya.

"Mr.McKenzie? Kenneth? Ya, dia baik-baik saja." Jawabku langsung.

"Maksudku Ayahnya." Ralat Sean sambil tertawa kecil. "Aku tidak tahu harus bagaimana membedakan mereka."

Aku mengerjap dan tertawa kecil, "maaf, aku mengira kamu nanyain Kenneth. Om Peter sudah lebih baik. Mungkin beberapa hari kedepan beliau sudah bisa keluar dari rumah sakit."

Sean mengangguk dan kembali tersenyum, "Syukurlah."

"Ya, Syukurlah." Aku mengamini sambil mengangguk kecil. Sekarang pikiranku kembali ke Washabi licik itu. Entah cara apa lagi yang akan mereka lakukan untuk memisahkan aku dan Kenneth. Apa pernikahan kami memang jalan keluarnya? Atau salah satu dari jalan buntu lainnya?

Drrt... drrt...

Ponselku bergetar di atas meja. Wajah Kenneth dan kontak nama spesial untuknya muncul memenuhi layar ponselku.

Kenneth meneleponku tepat pada waktunya disaat aku memerlukan dukungan darinya.

Aku melirik kearah Sean yang tersenyum kecil, "Aku tunggu di ruang rapat, ya." Ujarnya yang kujawab dengan anggukan sebelum ia berlalu keluar.

"Halo?"

"Hai, My Lady!"

Aku terkekeh kecil mendengar panggilannya, "Kamu belum rapat?" Tanyaku.

"Sedang menuju keruangan rapat. Aku meluangkan waktuku untuk menyemangati gadisku yang sepertinya sedang dilanda kepanikan untuk menghadapi orang banyak sebentar lagi."

Aku tertawa lagi, "Hm, aku tidak panik." Jawabku sedikit berbohong. "Karena aku sudah mendengar suara kamu dan itu cukup membuatku tenang."

"Kamu jadi pintar merayu, Al." Sahutnya serak. "Baiklah, sebagai bentuk apresiasiku, malam ini aku mau mengajak kamu makan malam."

Senyumku tersungging. Sudah lama aku tidak makan malam dengan laki-laki ini. Yang terakhir itu sepertinya adalah sebelum kami kecelakaan dan kehilangan memori?

"Al, kamu masih disana?" Tanyanya.

"Y-ya, masih. Kamu mau mengajakku makan malam?" Tanyaku memastikan.

"Ya, malam ini jam 7. Dandan secantik mungkin. Oke?"

"Kamu mau bawa aku makan dimana?"

"Rahasia. Oke, aku tidak menerima penolakan. Aku akan ketemu kamu jam 7 nanti di depan pintu apartemen. Aku harus memulai rapatku sekarang. Kamu yang semangat ya, Baby!" Ucapnya membuatku tersenyum.

Bahkan jantungku berdebar cepat tidak karuan seperti baru pertama kali jatuh cinta.

"Kamu juga yang semangat, ya!"

"I love you so much, My Lady!" Ucapnya dalam.

Aku tersenyum dan mengangguk kecil, "i love you too, My Man!" Balasku.

*

Hufttt...

Rasanya lega sekali saat rapat ini selesai. Aku merasa telah melakukan yang terbaik sebagai pengganti pemimpin mereka. Pertanyaan-pertanyaan juga bisa kujawab dengan tegas. Rasanya sudah seperti mengulang sidang skripsi untuk kesekian kalinya.

Aku melihat uluran tangan di depan mataku dan aku spontan mengadah, melihat Sean yang sedang mengulurkan tangan kepadaku sambil tersenyum.

"Selamat, Kamu sukses memimpin rapat ini dengan baik." Ucapnya menyelamatiku.

Aku terkekeh kecil dan berdiri sebelum menyambut jabatan tangan itu.

Mendengar ucapan Sean, membuatku ingin menelepon Kenneth segera dan mengatakan keberhasilanku.

Tiba-tiba aku merasakan kalau tatapan mata Sean berubah menjadi serius. Bahkan Sean menjabat tanganku semakin erat.

"Ada yang mau aku bicarakan sama kamu, Al. Ini mengenai Mr.Wallaby."

Mataku membuat mendengar nama itu disebutkan.

*

Flashback (Sean's POV)

Apa obat yang paling mujarab dari patah hati?

Alkohol tentu saja.

Dan disinilah aku. Duduk menyendiri di Bar, berusaha menghabiskan botol Vodka ku dan melupakan bayangan pelukan Alleira dan Kenneth yang sedang berpelukan.

Aku bukan tipe laki-laki yang mudah patah hati dan jatuh cinta seperti ini. Tapi ketika pertama kali melihat Alleira dirumah sakit dulu, aku tahu gadis itu berbeda.

Gadis itu memang berbeda. Dia memiliki semangat juang yang tinggi, tidak mudah putus asa, bertanggung jawab meskipun itu bukan bagiannya. Tapi gadis itu bukan untukku.

Aku bisa menerimanya, tapi hatiku nampak belum bisa sepenuhnya terima.

"Satu gelas lagi!!!" Seru seorang perempuan yang duduk tidak jauh dari tempatku.

"Anda sudah mabuk, Miss." Tolak bartender itu.

"Saya tidak mabuk!!!!" Serunya.

Bahkan nenek rabun juga bisa tahu kalau gadis itu sudah mabuk hanya dengan melihat gelagatnya.

Tapi sepertinya aku mengenal gadis itu dari samping?

"Maaf, saya tidak bisa." Tolak bartender itu lagi.

Gadis itu terlihat kesal dan melemparkan sumpah serapah sambil menuruni bangkunya.

Dan ketika ia menghadapku, barulah aku bisa melihat kalau itu adalah gadis yang memang ku kenali.

Gadis itu melihatku sambil memicing. Ia sepertinya belum semabuk itu untuk tidak mengenaliku. Ia bahkan tersenyum dan menghampiriku sekarang.

"Sean Kim! Am i right?!" Ujarnya terdengar teler.

"Alyssa Wallaby?" Tanyaku meski sebetulnya itu adalah hal yang tidak perlu kulakukan lagi. Wanita di depanku ini memang Alyssa karena aku belum mabuk untuk tidak bisa mengenalinya.

Tanpa undangan, Alyssa mengambil tempat duduk di sebelahku dan mengambil botol Vodkaku. Meminumnya tanpa ijin.

"Kenapa lo melepas si jalang itu, hm?" Tanyanya.

Jalang? Siapa yang Alyssa maksud?

"Karena lo melepas jalang itu, dan sekarang jalang itu mengambil Kenneth gue!" Serunya.

Aku mengangkat alisku, aku mulai mengerti siapa yang Alyssa maksud dan aku sama sekali tidak suka mendengar nama panggilan itu dialamatkan kepada Alleira.

Namun aku terdiam. Siapa tahu saja aku bisa mengorek informasi mengenai masalah yang tengah melanda McKenzie Group dari gadis ini.

Aku tidak bisa membuktikan ucapanku pada Alleira kalau beberapa waktu yang lalu, Ada orang yang memintaku menarik sahamku dari McKenzie Group kalau tidak mau merugi. Tentu aku tidak melakukannya dan mengabaikan permintaan itu.

Untuk apa aku menarik sahamku dari perusahaan yang terkesan baik-baik saja, bahkan terlihat kuat?

Namun tidak berapa lama kemudian, isu korupsi yang dilakukan oleh salah satu staff McKenzie Group mulai merebak hingga pasar saham anjlok.

Hanya kebetulan kalau dirasakan, tapi kebetulan itu sangat janggal. Oleh karena itu aku menelepon orang yang sempat menemuiku beberapa hari yang lalu untuk menanyakan maksudnya tempo hari. Dan aku tidak menyangka kalau yang menjawab panggilan teleponku adalah kantor Wall-O-Be.

Dari sana aku berkesimpulan kalau apa yang terjadi dengan McKenzie Group, adalah tanggung jawab Wall-o-Be. Tapi sekali lagi, aku tidak memiliki bukti selain nomor telepon yang ditinggalkan orang itu. Bukti yang sangat tidak kuat kalau aku mengajukan laporan ke pihak berwenang.

Dan sekarang, nampaknya kesempatan itu datang.

Aku menyalakan alat perekam di ponselku tanpa wanita di hadapanku ketahui, lalu aku memulai aksiku memancingnya.

"Kenapa kamu terobsesi sekali untuk mendapatkan Kenneth?" Tanyaku mencoba sebiasa mungkin dengan menopang daguku sambil menatapnya.

Ia mendengus dan mencibir, "Lo serius? Kenneth itu impian. Muda, tampan, kaya, dan yang paling penting, dia itu gampang di bodoh-bodohi."

"Maksud kamu?"

Ia mendengus dan tersenyum licik. "Lo tahu kalau dia amnesia?" Aku diam, tentu aku tahu. Hal serupa juga dialami oleh Alleira. "Lo gak tahu?" Ia terkekeh kecil. "Tunangannya yang sebenarnya itu adalah jalang itu. Bukan gue. Tapi Kenneth lupa akan hal itu. Dia jadi laki-laki baru yang memiliki hati baru."

Aku masih diam.

"Gue sadar kalau Kenneth sangat menyayangi keluarganya, terutama ambisinya untuk menjadi pemimpin hebat seperti Daddynya. Dan dengan kondisinya yang amnesia, gue mau mengambil kesempatan untuk menempati ruang dihati Kenneth dengan cara yang biasa." Sambungnya. Ia berhenti untuk menegak vodka milikku. "Itu rencana awalnya. Tapi begitu jalang-jalang mulai mengganggu rencanaku, aku tidak mempunyai pilihan selain berbuat curang."

"Jalang-jalang?" Tanyaku bingung. Ia menggunakan kalimat plural yang mengasumsikan ada lebih dari satu orang yang ia maksud.

"Ya, jalang-jalang. Alleira, saudara kembar Kenneth, Keira, dan Mommynya yang sudah seperti gorila ngamuk. Kalau bukan karena aku memerlukan anaknya, aku tidak akan bermanis-manis di hadapannya yang bahkan menganggapku ada saja tidak!" Serunya.

Berani sekali ia memaki Mrs.McKenzie dan Mrs.Tyler?

"Kenapa harus Kenneth? Apa tidak ada laki-laki lain?" Tanyaku.

Ia mendengu dan menggeleng. "CEO muda, kaya dan tampan yang masih lajang saat ini adalah Kenneth. Aku tidak mau menikah dengan laki-laki tua yang bahkan tidak bisa berereksi lagi."

Oh, aku tidak masuk ke kriteria itu? Tapi setidaknya aku bersyukur. Karena kalau aku masuk kedalam kriteria Alyssa, bisa kupastikan hidupku akan menderita.

"Daddy membantu gue dengan cara mengancam perusahaan-perusahaan yang menanam modal di Clavinsky Empire untuk menarik diri. Tujuannya hanya agar Kenneth setuju menikah denganku sebagai jalan keluar. Namun gagal." Ia kembali menegak vodkaku dengan kasar, "dan yang terakhir adalah Anak buah Mr.McKenzie yang bisa Daddy ancam kalau keluarganya yang bekerja di perusahaan Daddy akan dipecat kalau ia tidak menuruti perintah Daddy untuk melakukan penggelapan uang dan menyebar isu korupsi."

Ia tertawa seakan cerita yang barusan ia katakan adalah cerita lucu.

"Mereka akan menyesal telah mempermalukan dan menolakku." Serunya.

"Memangnya, apa yang akan kamu dapatkan kalau bisa menikah dengan Kenneth?"

"Harta." Jawabnya cepat. Ia cekukan, mungkin karena alkohol yang ia konsumsi. "Lo juga tahu sendiri kalau keluarga Kenneth itu kaya. Perusahaannya juga kuat karena dukungan dari perusahaan-perusahaan besar yang juga memiliki hubungan keluarga dengan mereka. Meski Daddy sudah berusaha meniupkan badai ke perusahaan Kenneth, tapi perusaan Kenneth masih gak bangkrut juga sampai detik ini." Ia terkekeh dan menggeleng sambil menatap botol Vodkaku yang nyaring kosong.

"Daddy memiliki hutang yang besar pada Bank beberapa tahun yang lalu." Aku terbelalak dan menatap Alyssa yang mulai sendu. "Demi membayar hutang itu, Daddy melakukan kecurangan saat sedang melakukan Bisnis dengan sahabat lamanya dulu. Daddy mencurangi anggaran biaya untuk suatu proyek hingga hutang terlunaskan dan perusahaan Daddy bisa semaju sekarang. Namun kejanggalan itu kini mulai tercium oleh sahabatnya."

Sekali licik memang selalu licik.

"Hingga Daddy tidak mempunyai pilihan lain selain memperkuat perusahaannya agar terhindar dari tuduhan korupsi itu. Dan Kenneth adalah jalannya." Ia tertawa kecil, "Perusahaan Kenneth adalah satu dari beberapa perusahaan yang disegani dan ditakuti. Dan Perusahaan Sahabat Daddy pasti akan berpikir dua kali kalau mau menyelidiki perusahaan Daddy."

Ia tertawa seakan rencananya menjatuhkan perusahaan Kenneth berjalan dengan lancar.

"Kalau boleh tahu... Perusahaan apa yang kamu maksudkan?" Tanyaku ragu.

"Entahlah, aku juga tidak tahu. Hanya Daddy yang tahu karena itu adalah sahabat Daddy." Jawabnya. Aku menghela nafas pelan, mengira kalau Alyssa tidak akan memberiku petunjuk mengenai itu, namun ketika ia kembali membuka bibirnya, aku bisa memastikan kalau riwayat Wall-o-Be akan segera berakhir.

"Yang kutahu, pemiliknya bernama Darius. Darius Shelton."

*

Alleira's POV

Aku memasukkan kembali ponsel yang diserahkan Sean tadi kedalam tasku setelah memutar ulang rekaman tersebut di kamar rawat om Peter, dimana aku meminta seluruh anggota keluarga untuk berkumpul.

Meski hanya ada Nicholas, kak Keira, Tante Via, Mommy, Daddy, san Om Peter, tapi kurasa kurasa jumlah itu sudah cukup mewakili untuk mendengar kebenarannya dari bukti yang diberikan oleh Sean padaku tadi.

"Gue gak nyangka..." gumam kak Keira sambil geleng-geleng.

Beragam ekspresi keluar dari setiap orang diruangan ini sejak rekaman percakapan itu dimulai. Terutama Tante Via dan kak Keira.

"AKU DIKATAIN GORILLA NGAMUK?!" Seru Tante Via tidak terima. "Belom pernah dijejelin kaus kaki Daddy dia, hah?!"

"Aku dikatain jalang?! Yang jalang disini siapa? Belom pernah di kepret bolak balik tuh orang!" Seru kak Keira tak kalah berapi-api.

"Putri gue dikatain jalang? Mana orangnya, al?! Daddy bikin menderita 7 turunan kalau perlu!!" Seru Daddy tidak terima.

"Udah, tenang dulu. Sekarang kita udah menemui jalan keluar." Ucapku menenangkan.

"Lalu apa rencana kamu, Al?" Tanya om Peter sambil menatapku.

Aku menggeleng. "Sean akan memberikan rekaman ini ke Mr.Shelton, karena biar bagaimanapun, ini juga menyangkut Mr.Shelton dan perusahaannya."

Om Peter mengangguk setuju.

"Tapi aku kasihan dengan Alyssa." Ucapku. Ucapan Sean tadi masih berbekas dikepalaku.

"Kamu kasihan sama medusa itu, Al? Gak salah?!" Tanya tante Via tidak percaya.

Aku mengangguk, "Sean mengatakan kalau Alyssa sedang hamil. Alyssa tidak tahu siapa ayah dari bayi yang ia kandung karena Alyssa mengaku kalau ia tidur dengan berbagai pria setiap malamnya. Aku mengasihani bayi di dalam perut Alyssa yang bukan diasupi gizi, malah diasupi alkohol."

"Sekarang siapa yang jalang teriak jalang?" Seru kak Keira masih tidak terima.

"Kei..." Nicholas mengelus bahu kak Keira lembut.

"Kita harus beritahu Kenneth." Ucap Mommy memecah ketegangan.

Mataku membulat sempurna. "Astaga Kenneth! Jam berapa sekarang, Mom?!" Tanyaku panik.

"Jam setengah 6." Jawab Mommy setelah melihat arlojinya.

"YA TUHAN! A-Alle pulang dulu." Aku langsung menyelempangkan tasku dan mengambil blazerku, "Alle serahkan masalah ini sama kalian dulu."

"Kamu mau kemana, sayang?" Tanya Mommy.

"Kenneth ajak aku makan malam jam 7 tadi. Alle harus segera siap-siap." Jawabku terburu-buru sambil mengecup kedua pipi orangtuaku.

"Enaknya masih muda." Goda Tante Via yang mendapat giliran ku kecup. Aku terkekeh.

"Jewer aja anak Om kalau bandel, Al." Ucap Om Peter.

Aku tertawa, "Cepet sembuh, Om." Ucapku.

"Biar bisa cepet nikah?" Tanya om Peter tersenyum jahil.

Aku mengangguk dan tertawa. "Gak kok. Aku mau om cepet sembuh dan ngumpul lagi sama kita dirumah." Koreksiku sambil menjulurkan lidah. Aku lalu memeluk kak Keira dan meng-hi-5 Nicholas.

Rasanya setelah tahu kenyataannya, bebanku berkurang hampir seluruhnya. Apalagi kalau sudah mendapat jalan keluarnya seperti ini. Aku berhutang banyak pada Sean.

"Tante titip anak Tante ya, al. Jangan diserang." Teriak Tante Via membuatku terbahak.

"Emang yang berpotensi bakal menyerang itu siapa?" Sahut Daddy sambil geleng-geleng kepala.

Setidaknya aku lega keluarga kami bisa sedikit lebih relax setelah dihadapkan pada masalah yang tidak berhenti. Sean adalah titik terang atas masalah kami. Semoga saja aku bisa terus menjadi sahabat baik untuknya seperti Daddy dan juga Tante Via.

Bukan permintaan yang sulit, bukan?

***

Tbc

Oke, Sequel Mike-Auryn akan aku UP setelah My lady selesai ^^

Semoga kalian suka chapter ini!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro