Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29. My Man

Alleira's POV

"Merasa lebih baik?" Tanyaku sambil menatap Kenneth yang masih terlihat masih berantakan, namun sedikit lebih baik dari pertama ia mendapatiku bersama Sean, bukan bersamanya.

Kenneth masih tidak mau melepas tanganku meskipun aku sudah menjelaskan tujuan kedatangan Sean dengan susah payah karena Kenneth menolak untuk mendengar setiap aku menyebut namanya.

"Kamu gak akan ninggalin aku, kan?" Tanya Kenneth, sambil menatapku. Aku kembali mendesah kecil.

Apa sesulit itu Kenneth percaya kalau aku tidak akan meninggalkannya? Kalau aku hanya mencintainya? Kalau... ah! Bahkan tidak hilang ingatan saja, Kenneth sepertinya sulit sekali percaya kalau aku hanya memilihnya.

Tapi aku mengerti sikap cemburu Kenneth. Bedanya, aku percaya kalau Kenneth tidak akan mendua dariku. Tapi itu tentu sebelum Kenneth hilang ingatan. Kalau dalam situasi seperti ini, dimana Perusahaan dan Keluarga yang menjadi taruhan, aku mulai meragukan kepercayaanku pada Kenneth.

Aku takut... aku takut Kenneth akan meninggalkanku dan menerima tawaran Washabi itu agar mereka tidak lagi meniupkan badai ke keluarga Kenneth.

Tanpa kusadari, airmata mengalir bebas kembali membasahi pipiku. Pikiran kalau aku akan kehilangan Kenneth membuatku kalut. Keluarga Washabi tidak main-main dengan ucapannya. Mereka berani membuat perusahaan besar seperti milik om Peter bergoyang akibat ulah licik mereka.

Dan aku takut kalau Kenneth menyesal sudah menolak Alyssa hingga membuat om Peter menanggung akibatnya.

Aku merasakan tarikan di tanganku oleh Kenneth. Aku mengerjap, sadar kalau aku melamun tanpa menjawab pertanyaannya.

"Kalaupun kamu punya pemikiran untuk meninggalkan aku, aku gak akan melepaskan kamu, Al." Ucap Kenneth. Sepertinya dia mengira kalau kediamanku adalah sebuah jawaban untuk pertanyaannya. Suara Kenneth serak dan dalam, menegaskan keseriusan dalam ucapannya. "Aku gak bisa menunggu bulan depan untuk memiliki kamu, Al. Aku mau secepatnya menikah sama kamu. Aku tahu ingatan aku belum kembali, tapi aku yakin dengan keputusan dan keinginan aku untuk menghabiskan sisa hidup aku bersama kamu. Hanya kamu, bukan Alyssa."

"Aku mau kita nikah begitu Daddy keluar dari rumah sakit, Al. Aku harap kamu gak keberatan atas keputusan aku." Ucap Kenneth membuatku membuka dan kembali mengatupkan bibirku tanpa satu patah katapun keluar dari sana.

"T-t-tap-tapi Ken... menikah tidak semudah itu... banyak yang harus dipersiapkan, bahkan satu bulan saja tidak akan cukup, Ken." Ucapku lirih. "Terlebih, banyak masalah yang sedang menimpa keluarga kamu dan hubungan ki-"

"Hubungan kita baik-baik aja, Al." Sanggah Kenneth cepat. "Aku gak peduli dengan apapun yang Alyssa lakukan, aku gak akan menikahi perempuan itu!" Kenneth mentapku tajam. "Aku hanya mau menikah sama kamu, Al. Aku yakin itu " tegasnya.

"Tapi Ken..."

"Memang banyak yang harus dipersiapkan, tapi aku yakin kita bisa menyelesaikannya tepat waktu, Al. Mommy dan Daddyku menyiapkan pernikah mereka hanya dalam dua minggu. Aku yakin kita juga bisa, Al. Bahkan Daddymu, bisa merubah Plan pernikahannya hanya dalam sehari. Lalu Nicholas-"

"Kamu bukan mereka, Ken." Ujarku memotong ucapannya. "Dan situasi kita berbeda dengan mereka."

Kenneth menggeleng tidak setuju, "Gak ada yang berbeda, Al. Semua bisa terjadi kalau kita memiliki niat dan usaha untuk mewujudkannya." Ucap Kenneth yakin.

Ia menggenggam tanganku lebih erat lagi, menatap mataku lebih dalam lagi, dan berbicara lebih serius lagi. "Aku tahu ini sulit, Al. Tapi aku mau kamu dihidupku. Disisiku menghadapi ini semua, dan menjagamu seutuhnya. Keinginan Alyssa adalah agar aku menikah dengannya, tapi aku hanya mau menikah sama kamu. Tidak ada satu halpun yang bisa mengubah keinginanku itu termasuk amnesiaku, Al. Karena hatiku, alam bawah sadarku, dan tubuh aku memilih kamu meski otakku melupakanmu."

Airmata yang belum mengering di pipiku, semakin mengalir deras menyertai ucapan demi ucapan lembut dan penuh dengan percaya diri yang keluar dari bibir Kenneth.

"Aku janji akan membuat pesta pernikahan termewah untuk kamu dalam waktu singkat. Aku hanya butuh kesediaan kamu untuk aku miliki, Al." Sambung Kenneth.

Aku tersenyum kecil dan melepaskan satu tanganku dari genggamannya. Tanganku menyentuh lembut pipi Kenneth, mengusap bawah matanya yang terlihat sangat lelah dengan ibu jariku, dan menarik wajahnya sedikit mendekat sementara aku menaikkan tubuhku dari tempat dudukku. Aku mengecup bibir Kenneth singkat, namun Kenneth membalas kecupanku dengan lumatan yang harus ku hentikan mengingat kami berada di kantin rumah sakit.

Aku menatap mata Kenneth dan terkekeh kecil saat menangkap sorot kesalnya karena aku menghentikan aksi lumatannya itu. "Aku gak butuh pesta yang mewah, Ken." Ucapku di depan wajahnya. "Meski hanya keluarga kamu dan aku yang menghadirinya, itu sudah lebih dari cukup. Asalkan aku bisa bersama sama kamu sekarang dan selamanya."

Mata Kenneth melebar. Senyumnya juga mengembang. Wajahnya persis seperti anak kecil yang baru saja keinginannya dikabulkan.

"Kita temuin Daddy kamu sekarang, Al." Ucapnya yang seketika membuatku tersadar kalau rintangan terbesar adalah Daddy. Daddy tidak mungkin setuju kalau mendengar rencana pernikahan kami yang terkesan mendadak ini.

Saat aku mengatakan kalau aku akan menikah sebulan lagi saja, Daddy sudah tersedak kopi paginya. Kalau mendengar aku akan menikah begitu om Peter keluar rumah sakit, mengingat sifat Daddy yang over protektif, mungkin Daddy akan membuat om Peter untuk menetap lebih lama di rumah sakit.

Mendadak aku jadi takut.

*

"Om setuju."

"Hah?!" Aku tercengang menatap Daddy yang baru saja mengatakan hal yang mustahil untuk Daddy ucapkan tanpa berpikir 7 hari 7 malam sambil mandi kembang.

"Daddy setuju kalau kalian menikah secepatnya " ucap Daddy membuatku mengerjap berkali-kali.

"D-Daddy serius?" Tanyaku tidak percaya.

Daddy memang pernah mengatakan kalau Daddy sudah mengijinkan aku untuk menikah dengan Kenneth. Tapi kalau jadwalnya sangat mendadak begini, aku tidak percaya kalau Daddy akan setuju. Apa lagi setelah tragedi kesedak saat aku mengatakan kalau aku akan menikah dalam sebulan.

Daddy dan Mommy baru sampai dirumah sakit beberapa waktu yang lalu untuk menjenguk Om Peter. Kenneth yang tidak bisa menunggu lama, jelas langsung menarik Daddy untuk di ajak bicara.

Dan disinilah kami, di kantin rumah sakit, bertatap-tatapan dengan Daddy yang nampak tenang setelah Kenneth mengatakan niat dan tujuannya.

"Memisahkan kalian adalah tujuan utama Wall-o-Be Corp., dengan kalian bersama, itu adalah jawaban untuk Wall-o-Be kalau mereka tidak bisa macam-macam dengan kekuasaan mereka yang masih seujung kuku itu." Ucap Daddy terdengar bijaksana. "Jangan anggap ini adalah pernikahan bisnis, karena pernikahan kalian memang sudah seharusnya dilaksanakan sejak lama kalau saja om mau menurunkan sedikit ego Om." Ucap Daddy. Mataku kembalj berair dibuatnya.

"Om titip putri om, Ken. Perlakukan dia baik-baik sebagaimana kamu ingin putri kamu diperlakukan nantinya."

Kenneth melirik kearahku yang sudah menangis. Ia tersenyum dan menarikku masuk kedalam pelukannya. "Om tenang aja, tanpa om Minta, aku akan melakukannya dengan baik." Ucap Kenneth percaya diri. Suaranya terdengar bergema di telingaku yang menempel di dadanya, bersahutan dengan detak jantungnya yang berdebar dengan cepat menandakan kegugupan laki-laki yang akan segera menjadi suamiku ini.

Aku menatap Daddy yang tersenyum kecil menatapku dipelukan Kenneth.

Aku sangat menyukai pelukan terutama dari Daddy dan Kenneth.

Kalau pelukan daddy membuatku merasa dicintai, pelukan Kenneth membuatku merasa seperti pulang kerumah. Terlindungi, aman, nyaman, menguapkan seluruh lelah, sedih dan khawatirku.

Mengisyaratkan kalau disinilah seharusnya aku berada. Dipelukan Kenneth.

*

Begitu kami sampai dikamar rawat om Peter yang sudah penuh pengunjung dari seluruh keluarga besarnya yang akan segera menjadi keluarga besarku juga, kehadiran kami disambut oleh godaan-godaan yang keluar dari bibir Tante Via yang sudah kembali bisa tertawa setelah om Peter sadar dan dikatakan baik-baik saja meski butuh beristirahat beberapa hari kedepan, serta Kak Keira yang menatap kami dengan mata jahilnya.

Mereka tahu mengenai rencana Kenneth untuk menikah begitu om Peter keluar dan begitu melihat wajah ceria kami, bisa kupastikan kalau mereka semua berkesimpulan yang sama.

"Besanan kita bentar lagi, Ver!" Seru Tante Via yang duduk di samping kasur rawat om Peter.

Mommy yang duduk tidak jauh dari tempat Tante Via hanya tersenyum menatap Daddy yang berjalan menghampirinya lalu memeluknya.

Kenneth terkekeh kecil lalu mencium keningku lembut. "Daddy istirahat dan pulihin kesehatan dulu aja. Sementara perusahaan biar aku dan Nicholas yang pegang kendali." Ucapnya sambil menatap Nicholas yang duduk di sebelah kak Keira.

Nicholas mengangguk, "Iya, Dad. Daddy gak perlu khawatir dan pulihin aja kesehatan Daddy supaya bisa menghadiri pernikahan Kenneth dan Alleira." Nicholas menatapku dan Kenneth bermaksud menggoda.

Om Peter tersenyum kecil dan mengangguk. "Maaf merepotkan kalian." Ucap om Peter lirih. Kekuatannya belum sepenuhnya kembali.

Tante Via mengusap dada om Peter lembut. Bisa aku lihat kalau Tante Via sangat mencintai dan menyayangi om Peter dari tatapan matanya dan juga sentuhan lembut Tante Via.

Meski terkesan tidak peduli dan kekanak-kanakan, tapi Tante Via sejujurnya adalah idolaku setelah Mommy. Tante Via tangguh dan berpendirian. Tante Via tidak ragu melakukan apapun atau kehilangan apapun demi keluarganya. Sifatnya tentu menurun ke kak Keira dan aku berharap kalau aku juga akan mampu menjaga keluargaku dan Kenneth nanti seperti yang mereka lakukan.

"Kapan kamu mau menggantikan Daddy di perusahaan, Ken? Daddy udah cukup tua untuk pensiun." Ucap Tante Via membuyarkan lamunanku. "Perusahaan Opa kamu biar... memang sepertinya Perusahaan Opa kamu harus dikorbankan."

Kenneth menggeleng tegas disampingku. Aku menoleh menatapnya.

"Perusahaan Opa bisa di selamatkan, Mom. Aku akan mencari cara." Jawabnya yakin. Aku tersenyum mendengar kepercayaan dirinya. "Dan mengenai kapan aku bisa menggantikan Daddy, tentunya setelah aku berhasil menyelamatkan Clavinsky Empire. Aku bermaksud menyerahkan perusahaan itu pada salah satu anak Keira nanti. Itu juga kalau Nicholas dan Keira tidak keberatan." Ucap Kenneth sambil menatap kearah kedua orang yang sedang dibicarakan.

Nicholas tersenyum kecil dan kembali mengangguk setuju. "Yang penting sekarang, Daddy pulihin dulu kesehatan Daddy. Masalah perusahaan jangan dipikirin. Ada kita, anak-anak Daddy yang siap menghandle. Masalah perusahaan mau diserahkan ke siapa, biar itu di bicarakan nanti lagi." Ucapnya dewasa.

"Kok kamu malah nangis?" Ucapan Om Peter mengalihkan perhatian kami kearah Tante Via yang sedari tadi merunduk.

Tante Via nangis?

"Kamu mah pake bilang-bilang segala!" Tante Via sesengukan sambil memukul dada om Peter dan mencubitnya sampai om Peter meringis. "Malu-maluin!" Gerutu Tante Via.

"Aku kan cuman nanya, sayang. Kamu kenapa nangis? Ada yang sakit? Hm?" Tanya Om Peter penuh perhatian. Tante Via menggeleng sebagai jawaban. "Lalu?"

"Aku hanya terharu. Anak-anak dan menantu kita sangat menyayangi kita. Mereka sudah berubah dari janin yang bentuknya sekecil upil, sampai sedewasa ini. Gak sia-sia aku ngebesarin mereka meski harus bertaruh nyawa saat melahirkan mereka dulu."

Ucapan Tante Via membuatku kembali mengalirkan airmata. Saat aku mengadah, mata Kenneth juga sudah mulai berair.

Aku mengkode Kenneth untuk beranjak dan memeluk Tante Via yang pasti sangat ingin dipeluk oleh anak-anaknya yang sudah akan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Kenneth saling bertatap dengan kak Keira sebelum Kenneth melepas pelukan di bahuku, dan serempak berjalan menghampiri Tante Via bersama dengan kak Keira.

"Kita sayang banget sama Mommy dan Daddy." Ucap Kak Keira mewakili saat aku melihat mereka sudah memeluk Tante Via dan om Peter meleluk ketiga orang itu erat.

Aku berjalan mendekati Mommy dan Daddy, duduk di antara mereka dan Daddy juga ikut memelukku.

Tapi sepertinya ada yang kurang.

Belum sempat aku berpikir mengenai apa yang kurang, pintu kamar rawat om Peter terbuka lebar, dan aku melihat Kelly beserta Alexis berdiri di ambang pintu dengan pandangan bingung.

"Ini ada apa? Kok pada pelukan?" Tanya Kelly bingung. "Daddy gak apa-apa kan? Ini bukan pelukan perpisahan kan???" Seru Kelly sambil melebarkan matanya. Matanya mulai berkaca-kaca.

Kenneth terkekeh dan berseru, "Sini, ikut pelukan aja kamu. Mommy empuk nih."

Tante Via menjitak kepala Kenneth dan mendelik tajam, "Maksud kamu, Mommy gemuk?!" Tanya Tante Via galak.

"Empuk, Mom. Empuk. Aku gak bilang gemuk." Koreksi Kenneth membuat Daddy dan Mommy terkekeh.

Kelly menuruti perkataan Kenneth, lalu ia berjalan melewatiku serta Nicholas menuju ke kasur rawat om Peter dan Kenneth menyambutnya dengan tangan terbuka.

Alexis juga menghampiriku sambil melonggarkan dasi di lehernya. Sepertinya Alexia baru pulang kerja dan menjemput Kelly di kampusnya untuk membawanya kemari. Sudah merupakan kebiasaan bagi Alexis untuk mengantar jemput Kelly kalau ia sempat. Kalau bukan karena aku dan Kenneth memiliki hubungan, aku rasa Kelly dan Alexis pasti akan mengambil kesempatan mengingat seberapa dekat mereka.

"Masih gak ada yang mau jelasin ke aku, ini lagi ada acara apa?" Tanya Kelly ditengah pelukannya.

"Udah pelukan aja yang penting anget." Jawab Kenneth sekenanya.

Kelly nampak tidak puas dengan jawaban Kenneth, tapi ia tidak lagi memprotes.

Aku bisa mendengar om Peter berbisik sambil mencium puncak kepala Tante Via lembut dan bisikan itu membuatku tersenyum kecil.

"Kalian adalah harta yang paling berharga dibandingkan apapun didunia ini."

*

Aku menatap Kenneth yang sedang fokus mengendarai mobilnya. Tangannya tidak lepas sedetikpun dari tanganku. Bahkan sekali-sekali, ia menarik tanganku dan menciumnya lembut.

Tanpa menutup mata, aku seakan bisa merasakan kalau Kenneth yang ada di sebelahku itu bukan Kenneth yang hilang ingatan. Kecuali kalau sifat terlalu cemburu dan emosiannya keluar. Tidak usah dikatakan lagi. Kalau tidak cinta, aku mungkin akan langsung memukul kepalanya pakai tongkat baseball agar ia sadar.

Untung saja cinta.

"Kamu... kita mau kemana?" Tanyaku bingung saat melihat Kenneth berbelok kearah berlawanan dari Apartemen.

"Suatu tempat." Jawab Kenneth sambil tersenyum.

"Tempatnya dimana?" Tanyaku sambil melihat kesekitar.

"Rahasia, sayang. Kalau aku bilang, bukan rahasia lagi namanya." Jawabnya lugas.

Aku menghembuskan nafas dan pasrah saja. Aku percaya kalau Kenneth tidak akan membawaku ketempat yang aneh-aneh. Dia adalah calon suamiku dalam beberapa minggu, bahkan hitungan hari lagi. Dan masadepanku ada pada laki-laki ini. Kemanapun Kenneth membawaku, aku akan mengikutinya.

Let's take our time tonight
Girl... Above us all the stars are watching.

Aku melirik kearah pemutar musik yang baru saja mengalunkan lagu yang sangat aku kenal. Aku kemudian melirik kearah Kenneth yang nampak asik saja mengikuti lantunan nada dari Bruno Marz tersebut.

Apa Kenneth lupa juga akan malam itu?

Aku sedikit kesal, lalu aku membesarkan volume radio dan Kenneth menoleh menatapku.

"Kamu suka lagu itu?" Tanyanya.

Seriously? Aku mengangkat alisku sambil menatapnya.

Aku nampaknya harus meralat perspektifku tadi. Selain sifat cemburu dan Emosiannya, kalau ia sudah buka mulut dan lupa tentang kenangan indah kami, itu sangat amat menyebalkan.

Aku merasa bodoh sendiri karena mengingat hal yang seakan tidak pernah terjadi itu.

Kenneth mengernyit dan mengusap keningku yang berkerut akibat alis yang kunaikkan sebelah. "Kamu kenapa natap aku begitu?" Tanyanya.

"Kamu gak inget ini lagi apa?" Tanyaku.

"Ehmm.. Lagu Bruno Mars, kan?" Jawabnya ragu.

Aku membuang nafasku dan membuang wajahku. "Lupain deh."

"Loh, kenapa? Aku salah ngomong? Tapi ini beneran lagu bruno mars, kan? Aku salah?" Tanyanya panik. Aku ingin tetap marah, tapi kepanikan Kenneth lucu, membuatku tidak bisa menyembunyikan senyumku.

"Kamu cari tahu aja sendiri lagu apa ini." Jawabku masih membuang muka, tidak mau membiarkannya melihatku tersenyum.

"Kamu jangan gitu dong. Kan kamu tahu sendiri aku lupa ingatan." Rengek Kenneth. Bisa kulihat dari pantulan kaca kalau Kenneth sedikit resah dengan menatapku dan jalanan bergantian.

Alhasil demi keselamatan bersama, aku menatap Kenneth dan tersenyum kecil. "Aku serius. Kamu coba ingat sendiri lagu ini dan janji kamu untuk malam pertama kita nanti." Ujarku malu sendiri.

Mata Kenneth melebar, "Serius? Kita pernah ngomongin tentang malam pertama?" Tanyanya tidak percaya. Ekspresi wajahnya kali ini sangat lucu. Ia bahkan menginjak pedal remnya.

"Hm." Gumamku kecil.

"Apa yang aku lewatkan? Cerita sama aku!" Pintanya antusias.

Aku menggeleng, "Kamu bilang mau mencoba ingat sendiri, kan?" Godaku sambil tertawa.

"Alleira!" Geramnya. Aku menjulurkan lidahku dan kembali tertawa kecil. "Aku jadi mau menjedutkan kepalaku ke tiang listrik di depan agar bisa segera ingat detik ini juga." Suaranya terdengar serak dan dalam.

Entah kenapa, aku merasa atmosfer di mobil ini berubah semenjak aku membawa topik malam pertama. Terutama Kenneth yang suaranya semakin serak dan dalam.

Kenneth kemudian melanjutkan perjalanan, namun kali ini ia memilih diam dan tidak menggenggam tanganku.

Apa dia marah padaku karena bermain rahasia? Padahal aku juga mau ia mengingatnya sendiri tanpa bantuanku.

Mobil berbelok dan masuk ke salah satu komplek perumahan elit di kawasan Beverly Hills. Kenneth masih memilih untuk diam hingga mobil berhenti di depan salah satu mansion besar yang ada di kawasan Beverly Hills tersebut.

Letaknya sedikit jauh dari perumahan lainnya dan disekitar Mansion ini ada pepohonan yang aku yakin akan sangat menyejukkan saat siang hari.

"Ini rumah siapa?" Tanyaku sambil menunjuk rumah di luar mobil ini.

"Rumah kita." Jawab Kenneth masih serak.

Apa dia sakit tenggorokan?

Tapi tadi dia bilang apa? Rumah kita?

"Kapan kamu beli rumah ini?" Tanyaku bingung.

"Sore tadi. Saat kamu bersedia menikah sama aku." Jawabnya santai sedangkan aku sudah menganga.

Mansion ini pasti bukan murah. Bahkan rumah termurah di beverly hillspun sanggup untuk menghidupi 1 negara kecil yang kelaparan selama 1 tahun penuh.

Dan Kenneth membelinya dalam waktu... beberapa jam? Ditengah krisis yang sedang menimpa perusahan?

"Ka-" belum aku sempat memprotes, Kenneth sudah membungkam bibirku dengan bibirnya.

Ciumannya terkesan kasar, namun aku menikmatinya. Hingga aku mendengar suara geraman tertahan ketika aku mendesah kecil akibat tangannya yang mengusap leherku, ia langsung melepas ciumannya dan keluar dari mobil sambil menjambak rambutnya.

Suasana mobil yang tadinya dingin, mendadak menjadi panas. Bahkan aku seperti kekurangan oksigen. Aku memutuskan mengikuti Kenneth keluar dari mobil dan Mendengar Kenneth mengeluarkan sumpah serapahnya dalam berbagai bahasa yang tidak kumengerti.

"Kamu kenapa, Ken?" Tanyaku.

Ia terkejut dan berbalik menatapku. Matanya terlihat gelap. Mata hijau teduh itu seakan menghilang ditutupi kabut dalam remang malam.

"Kamu masuk ke mobil, Al." Ujarnya serak. "Aku kedalam dulu sebentar."

"Aku gak boleh masuk kedalam juga," tanyaku begitu Kenneth sudah melangkah masuk gerbang.

Bukannya tujuan Kenneth membawaku kesini adalah untuk menunjukan rumah ini? Kenapa jadi aku yang tidak boleh masuk?

"Bahaya kalau kamu masuk." Jawabnya.

"Bahaya kenapa?" Tanyaku tidak mengerti. "Kamu memang mau ngapain?"

"Mandi air dingin." Jawabnya singkat.

"Kenapa gak mandi di apartemen aja? Kenapa harus-"

"God, Alleira! Kamu ngerti gak sih kalau aku lagi nafsu? Aku bisa nyerang kamu malam ini juga, disini, detik ini kalau kamu gak berhenti ngomong dan nurut sama aku." Gerutunya.

Aku mulai menyadari apa yang terjadi pada Kenneth dan mau tidak mau aku tertawa melihat tingkah lucu Kenneth yang masih teguh pada pendiriannya untuk tidak menyentuhku sebelum waktunya.

"Jangan ketawa atau aku tarik kamu kedalam dan kita habiskan malam pertama kita sebelum menikah?!" Ancamnya membuat tawaku semakin kencang.

"Kamu lucu." Komentarku disela-sela tawaku.

"Gak ada yang lucu dari- auhhh... shhh..." ia meringis sambil menarik-narik celananya. "Aku masuk! Kamu tunggu dimobil kalau gak mau celaka!" Serunya lalu berlari menuju ke pintu utama.

Aku tidak pernah melihat sisi manis ini dari Kenneth yang dulu. Memangnya berendam air dingin bisa meredam nafsu? Laki-laki lucu itu memang hanya satu di dunia. Dan laki-laki itu hanya milikku.

"I LOVE YOU, KEN! CEPETAN YA..." teriakku sebelum Kenneth masuk ke pintu utama.

"KAMU BUAT AKU TAMBAH NYERI!!!" Seru Kenneth membuatku tertawa puas.

***

Tbc

Haiii! Author is back!!!
Hehehe
Setelah liburan seminggu dan pulang-pulang malah sakit, aku meluangkan waktu melawan kantuk gr" obat untuk nulis ini buat kalian!

Semoga chapter ini gak mengecewakan dan gak gaje ya :')

Aku punya satu permintaan dan pertanyaan nihh!

Permintaannya, aku minta Vote dan Comment kalian di karyaku yang ada di website sebelah (LINK ADA DI PROFILE TIMELINE AKU).

Lalu, pertanyaannya:

-Sequel MIKE-AURYN mau menunggu My Lady selesai, atau aku post skrg?

Kalau post sekarang, dengan catatan, aku gak akan bisa konsisten UPDATE My Lady atau sequel Mike-Auryn setiap hari. Karena yaaaah.... ide gak muncul setiap saat dan biasanya aku menghabiskan 1 cerita untuk 1 hari kalau ide lagi benar-benar ngandet. Bahkan bisa gak update sama sekali.

Atau aku selesaiin My Lady dulu yang sepertinya akan segera berakhir :D

Kutunggu jawaban dan Vote kalian! Terimakasih sudah setia menunggu updatannyaaaa!!! ^^

Ciaaaaao!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro