24. Idiot!
Kenneth's POV
"Apa yang lo ingat tentang Nicholas?"
"Dulu Nicholas pernah ngedeketin Alleira."
Nicholas pernah ngedeketin Alleira.
Nicholas ngedeketin Alleira.
Aku membanting pulpenku ke meja dengan kasar. Kalimat yang pernah Keira katakan dulu terus menggangu konsentrasiku sejak Alleira meninggalkanku tadi.
"Ohhh... Tenanglah Kenneth. Nicholas sudah menikah dengan kembaranmu. Mereka hanya keluar bersama. Alleira akan segera kembali. Alleira akan segera kem... Arghhh! Ini sudah sore, tapi kemana gadis tarzan penggoda itu?!" Aku menggeram sambil meremas rambutku.
Segala kata-kata sugesti yang kucoba sama sekali tidak membantu. Rapatku? Kacau. Memantau ke proyek? Lebih kacau lagi. Yang kulakukan dengan baik hanya memakan makanan yang disediakan Alleira sembari menunggu gadis itu kembali ke mejanya.
Apa yang mereka lakukan hingga belum kembali sampai saat ini? Apa mereka hanya berdua? Kenapa mereka janjian berdua? Mereka kemana?
Tidak bisa! Aku tidak akan bisa tenang kalau salah satu pertanyaanku belum terjawab. Aku akan semakin mengacaukan perusahaan kalau aku tidak menuntaskan rasa penasaranku.
Akhirnya aku meraih ponselku -yang baru. Karena ponselku yang lama raib entah kemana-, dan men-dial satu nama yang PASTI bisa menjawab pertanyaanku.
Dering ke tiga, panggilanku belum di jawab.
Aku mulai menghentakkan kakiku tidak sabaran.
Begitu aku mengira panggilan tidak akan dijawab, aku kemudian menekan tombol merah di layar begitu aku mendengar suara seorang perempuan yang telah menjawab panggilanku. Tapi terlambat. Aku sudah mengakhiri panggilan.
Aku mengumpat dan segera kembali menelepon orang yang sama dan langsung dijawab pada deringan pertama.
"Baru juga di angkat, udah dimatiin aja." Gerutunya.
"Lo angkatnya kelamaan!" Gerutuku kembali.
"Masih untung diangkat! Gue matiin nih?!"
"Eh jangan jangan! Jangan, Kei!" Seruku cepat setelah mendengar ancamannya.
Aku seharusnya belajar dari pengalaman. Bicara dengan duplikat Mommy itu harus selalu mengalah dan sabar. Apa lagi kalau mau meminta bantuan.
"Maaf deh. Gitu aja ngambek." Ujarku yang dibalas dengan keheningan oleh Keira. "Kei?"
"Hm?"
"Nicholas lagi sama lo, gak?" Tanyaku. Kenapa aku tidak langsung menanyakan tentang Alleira saja?
"Gak ada. Lagi kerja." Jawabnya jutek.
Kerja? Apa Keira tahu kalau Nicholas keluar sama Alleira? Kerja apaan mereka? "Lo tahu dia lagi dimana?" Tanyaku lagi.
"Yang jelas bukan di kantong gue. Kenapa sih nyariin laki gue? Biasa kalo ngeliat juga lo usir." Gerutu Keira mulai tidak sabaran.
Kalau aku mengatakan Nicholas keluar sama Alleira, apa aku tidak akan menjadi kambing hitam?
"Woy! Ditanya malah bengong! Kenapa nyariin Nicholas?" Serunya membuatku kembali tersadar.
"Ehm.. gak kenapa-kenapa. Gue kangen. Ya udah, Bye." Aku langsung mematikan panggilanku dan baru sadar akan apa yang kukatakan barusan.
Kangen? Mampus dah, bisa dikira macem-macem gue sama Keira. Batinku syok.
Tapi ini bukan waktunya memikirkan itu. Rasa penasaranku belum terobati sama sekali. Malah semakin bertambah dan meradang.
Maka aku memutuskan untuk menelepon ke sumber masalah yang membuatku hilang konsentrasi.
My Boss 👑
Aku tersenyum geli. Sampai detik ini aku sama sekali tidak berniat mengganti nama kontak Alleira. Nama itu terasa benar dan pantas diberikan pada Alleira yang memang terasa seperti bosku. Bos yang mengatur hidupku hingga hidupku terarah.
Lihat saja! Baru beberapa jam ditinggal saja aku sudah tidak bisa mengerjakan tugasku dengan baik.
Mantra apa yang Alleira tinggalkan kepadaku?
"Kenneth?" Aku mengerjap. Jantungku bahkan seperti sedang bersalto saat mendengar suaranya dari ujung telepon.
Aku berdeham, mencoba untuk bersikap sebiasa mungkin. "Kamu dimana?"
"Aku? Aku lagi makan. Kamu mau makan sesuatu? Sebentar lagi aku akan kembali ke kan-"
"Ini sudah Sore, dan kamu bilang kalau kamu akan kembali?" Potongku.
"Ya sebentar lagi aku juga akan kembali kok, Ken. Aku cuman lagi makan. Tadi aku dan Nicholas gak sempet makan siang. Jadi kita baru makan sekarang. Kamu mau nitip sesuatu?" Jawabannya bukan menenangkanku, malah membuatku semakin kesal.
Gak sempat makan siang? GAK SEMPAT? memangnya apa yang mereka lakukan sampai tidak sempat makan siang?
"Kenneth?" Panggilnya lagi. Ah kenapa udara jadi panas seperti ini? Supply oksigen juga sepertinya menipis diruangan ini.
Aku melonggarkan dasi kantorku dan menekan tombol merah mengakhiri panggilan.
Tidak mungkin, kan? Nicholas tidak mungkin bermain api dibelakang Keira, kan?
Arghhh! Rasanya aku ingin menonjok wajah Nicholas kalau dia berada di hadapanku sekarang.
*
Alleira's POV
Tut... tut... tut...
Aku mengernyit melihat ponselku.
"Kenneth kenapa, Al?" Tanya Nicholas yang sedang menyantap steak di hadapannya.
"Gak tahu. Tiba-tiba teleponnya dimatiin." Jawabku sambil meletakkan ponselku di meja lagi. Jaga-jaga kalau Kenneth kembali meneleponku nanti. Tiba-tiba saja pasta di hadapanku menjadi tidak menarik.
Ponsel Nicholas kemudian berbunyi, dan Nicholas mengangkatnya pada deringan kedua.
"Kenapa, sayang?" Nicholas tersenyum penuh kelembutan. Tidak perlu bertanya, aku tahu kalau yang menelepon itu pasti kak Keira.
"Aku? Aku lagi makan sore sama Alleira. Kami habis ketemu kenalan Daddy yang kemarin aku ceritain ke kamu." Ujar Nicholas. Senyum tidak hilang dari wajahnya.
Ah... menyenangkan sekali kalau aku dan Kenneth juga bisa seperti itu. Tidak ada rahasia yang disimpan dan saling bercerita mengenai masalah apapun.
"Kenneth telepon kamu? Barusan Kenneth juga telepon Alle." Nicholas melirikku. Aku mengernyit bingung. "Sebentar ya." Nicholas kemudian menyodorkan ponselnya kearahku, "Keira mau ngomong sama kamu."
Aku menerima ponsel itu dan berdeham kecil, "Kenapa, Kak?" Tanyaku langsung.
"Kak Kenneth ngomong apa sama kamu?" Tanya kak Keira membuatku mengernyit. "Ah... bukan, bukan. Apa kamu bilang kalau kamu lagi makan sama Nicholas?" Ralatnya.
"Iya, aku bilang tadi siang kita gak sempat makan. Pas aku tanya mau titip apa, teleponnya langsung dimatiin Kenneth." Jawabku.
"Mampus!" Serunya.
"Memangnya kenapa, Kak?" Tanyaku penasaran. Apa aku salah jawab?
"Kak Kenneth telepon aku, dia nanyain Nicholas dimana. Dan aku lupa kalau kamu dan Nicholas punya janji sama Mr.Shelton. jadi aku bilang kalau Nicholas lagi kerja di kantor. Aku yakin kalau maksud dia telepon aku ya untuk tahu kamu lagi dimana gitu. Dan aku juga yakin kalau sekarang, Kak Kenneth pasti ngira kalau Nicholas selingkuh sama kamu di belakang aku." Ujar kak Keira membuat aku terbelalak.
Nicholas? Selingkuh? Denganku? Selingkuh dari kak Keira? Orang gila saja bisa melihat seberapa Nicholas mencintai kak Keira!
"Bilang ke Nicholas jangan sampai bertemu dengan kak Kenneth sementara waktu kalau gak mau babak belur. Aku akan coba telepon kak Kenneth untuk jelasin."
Aku tertegun begitu panggilan kak Keira diputus. Dan kali ini, pasta di hadapanku benar-benar sudah tidak menarik perhatian.
Jangan salah paham lagi, please! Pintaku.
"Kenapa, Al?" Tanya Nicholas sambil mengambil kembali ponselnya yang tergantung di tanganku.
Aku kemudian mengatakan kembali apa yang Kak Keira katakan tadi dan juga reaksi Kenneth saat mendengar aku sedang makan bersamanya.
Berbeda denganku yang sudah ketar ketir, Nicholas malah tertawa mendengar penjelasanku barusan.
"Kok kamu ketawa, sih?!" Omelku. "Aku mau balik sekarang. Aku harus jelasin ke Kenneth kalau kamu sama aku gak ngapa-ngapain." Aku sudah berdiri dari tempat dudukku, tapi Nicholas masih santai menyantap makanan di hadapannya. "Nic!!!" Seruku gemas.
"Kamu mau balik kantor sekarang juga percuma, Al. Palingan juga itu manusia lagi nongkrong di depan Mansion aku. Nunggu aku balik buat di tabokin."
Aku menggigit bibirku berjengit takut membayangkan bayangan itu. Aku ingat bagaimana Nicholas babak belur saat Kenneth menghajarnya dulu ketika Nicholas mengaku sudah menghamili Kak Keira.
Nicholas kembali tertawa dan menyentuh bahuku. "Sudah, tenang saja. Aku sudah kebal sama tinjuan Kenneth. Urusan Kenneth biar aku yang menjelaskan. Sebaiknya kamu berpikir bagaimana cara meyakinkan rekan-rekan kerja Mr.Shelton besok." Ucapnya dengan nada meyakinkan.
"Tapi..."
"Kenneth biar aku yang urus. Dia pasti akan mencariku terlebih dahulu baru mencari kamu." Ujarnya yakin.
"Gimana kamu bisa seyakin itu?"
Nicholas menggidikkan bahu, "Kalau apa yang Keira pikirkan benar, kalau Kenneth mengira aku bermain api di belakang kembarannya, dia pasti akan lebih dulu mencariku yang sudah 'memainkan' hati dua orang yang ia sayangi untuk meluapkan emosinya. Sedangkan kamu, ia akan mencari kamu setelah ia merasa perlu memerlukan penjelasan." Nicholas tersenyum, namun aku masih tidak merasa tenang. "Tenanglah, Palingan aku hanya akan pingsan satu hari."
Aku melotot dan Nicholas tertawa terbahak hingga beberapa tamu di restoran itu menatap kami terganggu.
"Aku cuman bercanda. Kamu pikir, Keira akan membiarkan itu terjadi?" Tanyanya yang setidaknya kali ini bisa membuatku sedikit tenang.
*
Author's POV
Tebakan Nicholas benar. Kenneth sudah menunggu di depan pintu gerbang Mansion besar milik Nicholas sejak ia memutuskan panggilannya dengan Alleira.
Ponselnya sengaja ia tinggal begitu saja di kantor karena emosinya terlalu meletup hingga ia tidak lagi dapat berpikir jernih. Yang ia tahu hanya menghajar Nicholas yang sudah berani bermain api. Apa lagi Alleira yang dijadikan apinya! Hal itu tidak bisa Kenneth terima.
Keira yang sibuk mencoba menelepon Kenneth berulang kali, akhirnya menyerah karena suara tangisan dari ketiga anaknya membuyarkan fokusnya. Terlebih langit sudah mulai gelap, dan sepertinya Kenneth sedang tidak ingin diganggu.
Semoga tidak terjadi sesuatu. Pinta Keira membatin.
"Is that Uncle Kenneth, Mommy?" Suara seorang anak kecil mendapatkan perhatian Keira. Keira menatap anak lelaki yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri, sedang menatap jendela kearah luar.
Kenneth? Kenneth kesini?! Keira terbelalak dan segera menghampiri jendela dimana anak lelaki itu berdiri.
"Oh no..." gumam Keira. "M-Mike, can you help me to play with your brothers and sister for awhile?"
"Okay, Mommy." Anak lelaki itu menurut dan langsung berlari kearah kamar adik-adiknya yang masih menangis meminta di perhatikan.
"Don't run, Sweety!" Tegur Keira setengah berteriak kedalam.
"Yes, Mommy." Sahut Mike, suaranya sudah mengecil karena ia sudah terlalu jauh dari Keira.
Keira berbalik dan terbelalak saat melihat mobil suaminya, Nicholas berhenti tepat di hadapan Kenneth yang sedang bersandar menunggu Nicholas kembali.
Tanpa menunggu perang dunia dimulai, Keira segera membuka pintu dan berlari kearah kedua laki-laki itu.
Nicholas baru turun dari mobil sambil tersenyum, Kenneth sudah menatapnya tajam.
"Kenneth." Sapa Nicholas ramah. "Gak masuk kedalam?" Tanya Nicholas masih dengan jarak aman.
"Kak!!! Nic!!!" Keira berteriak dan berhenti tepat di antara kedua laki-laki itu, menghadap kearah Kenneth lalu nyengir lebar. "Hai, Kak..."
"Minggir, Kei!" suara Kenneth menggeram.
"Kak, gue kasih tahu, kalau lo mukul Nicholas, lo akan nyesel." Keira memperingati. Kenneth memelototkan matanya. "Gue yang salah informasi. Apapun yang ada di kepala lo itu salah. Nicholas gue gak selingkuh, apa lagi selingkuh sama Alle lo!"
"Lalu apa yang dia lakuin sama Alle sampai gak sempat makan siang? Dan lo bilang lo gak tahu kalau Nicholas ada dimana tadi?" Seru Kenneth masih dengan nada tinggi.
"Ya kan gue udah bilang salah informasi." Gumam Keira mulai kesal.
"Gue gak ngapa-ngapain sama Alle kok. Beneran deh." Ujar Nicholas di balik tubuh Keira.
"Terus..."
"Cemburu lo keterlaluan deh, Kak! Emosi lo itu gak berguna. Nicholas cuman bantuin Alleira untuk menemui teman Daddy Nicholas yang diharapkan bisa menanam saham di perusahaan lo! Tapi lo malah mikir yabg macem-macem! Idiot!!" Gerutu Keira.
"Kei!" Tegur Nicholas saat istrinya sudah kelepasan bicara.
Keira terbelalak dan menutup mulutnya. "Ya Tuhan! I'm not supposed to tell you this! Alle akan marah nanti. No, kak! Lupain apa yang gue bilang." Keira tergagap dan langsung menarik Nicholas kedepan, "iya nih kayaknya Nicholas ada apa-apa sama Alle, tabokin aja, Kak!"
"Lah, Kei! Pengalihan topik apaan ini?" Protes Nicholas, menatap Istrinya yang sudah bersembunyi dibalik tubuh besarnya.
"Terima aja. Aku kelepasan ngomong." Keira berbisik. Padahal Alleira sudah mewantinya untuk tidak memberi tahu Kenneth karena Alleira ingin kesuksesannya menjadi kejutan.
"Sebenarnya ada apa ini?!" Seru Kenneth kebingungan. "Pemegang saham apa? Teman siapa?"
"Bukan ap-"
"Percuma, kamu udah kelepasan, Sayang!" Sela Nicholas sambil menghela nafas. Ia lalu menatap Kenneth, "Alleira ingin membantu mencari pemegang saham baru untuk perusahaan. Dia minta kenalan ke gue, Daddy, dan Om Alvero. Dia gak mau dengan lo menikah sama Alyssa kemarin itu dijadikan jalan keluar."
Kenneth terdiam. Jadi ini caranya melindungi perusahaan dan melindungiku? Tapi aku malah salah paham dan marah padanya. Aku memang idiot.
"Alle minta kita rahasiain karena dia takut kalau lo akan kecewa kalau dia gagal. Dia baru akan kasih tahu saat dia sudah berhasil meyakinkan Mr.Shelton untuk menanam sahamnya nanti." Sambung Nicholas sambil tersenyum kecil. "Jadi gue harap lo bisa kerja sama untuk pura-pura gak tahu masalah ini di depan Alle."
Gue bodoh! Gue idiot! Gimana bisa gue membiarkan Alle bekerja sendiri? Bahkan gadis tarzan penggoda itu masih sempat membuatkan makanan dan mengurus pekerjaannya.
Kenneth menggeleng. "Gue gak bisa." Ucap Kenneth. "Gue mau membantu Alleira."
"Kak! Jangan gitu dong. Nanti Alle marah sama gue gara-gara bocor." Pinta Keira tidak digubris Kenneth.
"Ini tanggung jawab gue sebagai pemimpin. Setidaknya gue juga mau... berjuang sama Alle. Gue gak mau hanya menunggu." Ucap Kenneth. Emosinya entah menguap kemana. Keinginannya untuk menabok Nicholaspun sirna setelah mendengar penjelasan Nicholas barusan. Kalau ia adalah seorang idiot dungu yang terlalu dibutakan rasa cemburu.
Nicholas tersenyum dan mengangguk kecil. "Kalau begitu..."
*
Alleira's POV
Aku kembali ke kantor dan Kenneth tidak ada disana.
Ponselnya bahkan tergeletak dimeja dalam keadaan Mati. Pastilah Kenneth marah kepadanya mengingat bagaimana kalau laki-laki itu sudah dibutakan oleh cemburu.
Hal yang sedikit membuatku lega hanya kotak makan kosong yang ada di meja kecil di depan sofa ruangan Kenneth.
Alhasil, setelah mengambil barang-barangku yang tertinggal, dan barang-barang Kenneth -ponselnya-, aku memutuskan untuk kembali dan berharap kalau Kenneth sudah ada di Penthouse.
Aku berjanji akan menjelaskan dari A sampai Z meski harus membeberkan rahasia yang aku simpan asalkan Kenneth tidak marah lagi kepadaku.
Aku menyetir dengan tidak berkonsentrasi. Bayangan Kenneth kembali bersikap dingin padaku masuk ke kepalaku begitu saja.
Begitu sampai di Apartemen, mataku berkeliaran sambil menunggu Lift. Berharap dapat melihat Kenneth, namun hingga Lift datang, Kenneth tidak terlihat.
Mungkin dia sudah diatas? Aku coba berpikiran positif.
Begitu sampai ke lantai teratas, aku langsung menuju ke pintu Penthouse Kenneth. Bukan memasukan kode seperti biasanya, aku memilih menekan bel hingga Tante Via membuka pintu dan melihatku terkejut.
"Alle? Kenapa gak langsung masuk aja?" Tanya Tanye Via sambil memelukku.
Aku membalas singkat pelukan Tante Via dan tersenyum. "Kenneth ada, Tan?" Tanyaku.
"Kenneth belum pulang. Memang dia gak pulang sama kamu?" Tante Via menatapku bingung. Aku menggeleng. "Kenneth berulah lagi?" Tanya Tante Via lagi.
Lagi-lagi aku menggeleng, "Aku tadi habis dari luar ketemu sama kenalan Daddynya Nicholas. Aku gak ngeliat Kenneth setelah kembali ke kantor. Aku cuman mau balikin HPnya yang ketinggalan." Aku menjelaskan setengah berbohong.
Tante Via mengambil ponsel yang aku ulurkan dan mengangguk kecil. "Kamu mau masuk dulu? Mungkin sebentar lagi Kenneth pulang." Tawar Tante Via, yang aku tolak dengan gelengan dan senyuman.
"Aku balik ke rumah dulu aja, Tan. Mau mandi, udah lengket." Ujarku sambil tertawa kecil. Tante Via juga tertawa dan mengangguk.
"Baiklah. Lain kali langsung masuk aja, Al. Gak usah pakai bel. Ini kan juga rumah kamu." Ujar Tante Via.
"Iya, Tan." Aku tersenyum kecil.
"Ya sudah, masuk sana. Tante masuk dulu ya. Makasih udah di anterin HPnya si anak bandel. Kamu selamat istirahat."
"Tante juga." Aku tertawa kecil saat mendengar bagaimana Tante Via menyebut Kenneth sebagai anak nakal.
Aku berbalik saat Tante Via sudah menutup pintu dan berjalan lurus ke pintu Penthouseku.
Pikiranku mungkin terlalu penuh hingga tidak mendengar bunyi pintu lift terbuka dan deru langkah kaki terburu-buru menghampiriku. Aku terkejut saat sebuah tangan menarik tanganku.
Seperti dejavu. Aku kembali ditarik kepintu darurat. Aku tidak berteriak karena aku mengenal punggung laki-laki yang sedang menarikku ini.
Begitu sampai dan pintu darurat tertutup, tanpa kata-kata penjelasan yang sempat aku lontarkan pada laki-laki ini, laki-laki ini sudah menghimpit tubuhku di tembok dan menciumku lagi! Lagi-lagi ditempat seperti ini dan aku tentu saja tidak menolak ciuman yang diberikan oleh tunanganku.
Namun ciuman kali ini rasanya sedikit berbeda. Terburu-buru, dan memabukkan.
Tangan Kenneth yang berada di kedua pinggangku, bergerak kembali kedalam baju kerjaku hingga aku bisa merasakan kulitnya di kulitku.
Tanganku aku letakkan di depan dada Kenneth yang berdebar tidak santai, sedikit mendorong laki-laki itu karena aku membutuhkan nafasku.
Kenneth mengerti, dan dia melepas ciumannya di bibirku. Aku mengira dia akan menatap mataku, makanya aku membuka mataku. Tapi aku merasakan kalau ciumannya semakin turun kebawah hingga keleherku hingga membuatku mendesah kecil.
"K-k-keeenn...."
Ia menggigit dan menghisap kecil tulang selangkaku hingga bisa kupastikan akan meninggalkan bekas, kemudian ia baru berdiri tegap di hadapanku, dan menatap mataku dalam.
Aku terengah akibat perbuatannya.
"Aku mencintaimu, Alleira. Kamu milik aku." Ucapnya serak dan dalam. Penuh penekanan.
***
Tbc
HOLA!
Tadinya mau besok aja Updatenya, tapi berhubung aku lagi senang, jadi aku UP sekarang deh :p
Good News! FATED akan terbit loh! Hehehe ya dalam tahun ini dan jangan tanya KAPAN PASTINYA, karena aku hanya baru menandatangani kontraknya hari ini :p
Lalu!!!!!
Aku akan cuti dari WP dari tanggal 28 Januari - 5 Februari.
Aku akan usahakan Update sampai hari jumat. Semoga chapter ini bisa mengobati kekecewaan kalian ya !
Selamat membaca Readers kesayangan Authorrr!!! 😚😚
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro