2. The (endless) Game
Suara jarum jam yang terus bergerak mengisi kesunyian ruangan yang sedang Kenneth tempati ini.
Memang kesunyianlah yang Kenneth butuhkan agar bisa berpikir lebih tenang tentang langkah selanjutnya yang harus ia ambil agar tidak kecolongan lagi.
Lawan yang ia hadapi itu tangguh, terlalu tangguh hingga sulit untuk ia kalahlan.
Selama 26 tahun hidupnya, Hanya laki-laki dihadapannya ini yang sulit ia hadapi.
Alvero Theodore Bramantyo.
Laki-laki itu tertawa puas melihat Kenneth yang berpikir keras, hingga Alvero rasa kepala Kenneth akan berasap sebentar lagi.
"Nyerah?" Tanya Alvero memecahkan kesunyian berpikir Kenneth.
"Sttttt... Aku lagi mikir!" Seru Kenneth kesal.
"Elah, mau jalan kemana lagi juga kamu bakalan skak-mat. Ngapain dipikir lagi." Sindir Alvero seraya menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa.
Kenneth yang sudah sadar sedari tadi kalau langkah apapun yang dia ambil akan berujung kekalahan, lalu berdecak sebal.
"Om!" Serunya kesal, "Please lah om, aku mau nikah sama Alle!"
Alvero menatap Kenneth seakan meremehkannya.
Kenneth kembali berdecak, "Ayolah, Om! Aku tahu kalau Om juga pasti mikir, gunanya menang catur sama ngehidupin Alle itu gak ada hubungannya."
"Ada." Jawab Alvero yakin, "Yang jadi suami Alle itu harus lebih hebat dari Om."
"Kurangku dimana, om?" Tanya Kenneth sambil mengernyit. Lalu ia mengeluarkan jemari tangannya seraya menghitung saat ia berbicara, "Ganteng, CEO Clavinsky Empire, Wakil Presdir McKenzie Group, kaya, baik hati, rajin menabung, pinter, cinta mati sama Alle. Emangnya Om mau Alle nikah sama orang yang jahat? Jelek? Nanti cucu om ikutan jelek. Kan mending sama aku,Om! Cuman gak bisa main catur doang. Di dunia ini gak ada yang sempurna, Om. Lagipula, catur sama Alle itu gak ada hubungan. Alle aja gak ngerti aturan catur."
"Kata siapa?" Tanya Alvero membungkam Kenneth. "Alle malah lebih jago dari kamu deh kayaknya sekarang."
Gak perlu di publikasi juga kali, Om! Kenneth membatin.
"Lagian, kamu gak kekurangan apapun -selain catur, ya!-. Tapi kamu kelebihan."
"Tuh kan!" Seru Kenneth seraya menjentikkan jarinya puas.
"Kelebihan percaya diri. Om belum selesai ngomong tadi." Sambung Alvero membuat Kenneth mencibir sebal, sedangkan ia tertawa kecil melihat Kenneth. Senang sekali membuat laki-laki -mesum, kebelet kawin, jiplakan sahabatnya, Peter McKenzie-, kesal.
"Kenneth, Kamu ada janji meeting sama kepala cabang New York 1 jam lagi." Alleira tiba-tiba memunculkan kepalanya dari cela pintu ruangan kerja Kenneth. "Hai, Dad." Sapa Alleira begitu matanya bertemu pandang dengan sang Daddy.
"Hai, Sweetheart." Sapa Alvero, Kenneth mencibir kesal. Alvero menangkap gerak itu dengan ekor matanya. "Ya sudah, Om balik ke kantor dulu. Kamu sepertinya sibuk sekali." Alvero kemudian berdiri dari tempatnya dan merapikan jasnya yang sedikit lecek karena duduk selama hampir satu jam bermain catur dengan Kenneth. "Obrolan kita tadi, akan om pikirkan lagi." Ucap Alvero sebelum berlalu keluar dari ruangan Kenneth.
Kenneth sempat memberikan senyum simpul pada Alvero sebelum laki-laki itu keluar dari ruangannya.
Memangnya kenapa sih harus dipikirin lagi? Gue yakin kalau gue bisa membahagiakan Alleira, dan Kebahagiaan gur tentu ada di Alleira. Terbukti selama 8 tahun pacaran, kita gak pernah berantem yang sampai putus nyambung kayak remaja lainnya. Hubungan kita tenang kayak air.
Tapi satu hal yang Kenneth lupakan, kalau air tidak selamanya tenang. Dan air yang tenang, akan beriak ganas kalau tersentuh.
"Kamu mikirin apa?" Tanya Alleira, ia masuk ke ruangan Kenneth setelah berbincang sebentar dan memeluk sang Daddy diluar tadi. Lalu ia mendapati Kenneth yang termenung di sofanya, menatap kosong papan catur di hadapan mereka.
"Kamu..." ucap Kenneth menggantung. Alleira duduk di tangan Sofa sebelahnya, dan memeluk Kenneth sedikit erat. "Aku gak tahu kalau kamu masih bisa ngejadwalin aku untuk adu catur sama Daddy kamu." Kata Kenneth.
Alleira menyengir sebagai jawaban dari pernyataan Kenneth barusan.
"Aku kira kamu mau nikahin aku? Makanya aku jadwalin kamu adu catur seminggu sekali sama Daddy. Siapa tahu ada yang menang gitu." Jawab Alleira polos. Kadang kepolosan gadis ini bisa membuat orang darah tinggi, termasuk Kenneth.
Untung cinta, Al. Batinnya. "Terus kamu gak jadwalin aku untuk latihan catur sama Nicholas?"
Alleira menggeleng sebagai jawaban.
"Terus gimana aku menangnya?" Tanya Kenneth yang terdengar seperti pertanyaan, 'duluan mana? Ayam apa telur?'.
"Aku rasa ini saatnya aku untuk bujuk Daddy, Ken. Aku yakin kok, Daddy pasti akan mengabulkan keinginan aku untuk nikah kalau aku minta." Ucap Alleira sambil mengecup puncak kepala Kenneth sayang.
Lalu apa? Bukankah itu sama artinya membuat aku terlihat seperti pengecut? "Aku udah bilang, Al. Aku sendiri yang akan membuka mata Daddy kamu dan membuatnya setuju untuk rencana pernikahan kita." Ucap Kenneth lembut. Ia mendekatkan kepalanya semakin masuk kedalam pelukan Alleira. Memejamkan matanya sejenak sebelum kembali disibukkan dengan pekerjaannya.
"Maafin Daddy ya, Ken." Pinta Alleira yang jadi merasa bersalah.
"Gak apa-apa, Al. Ini juga salah aku dulu terlalu playboy, ganti-ganti pacar kayak ganti celana dalem."
Alleira tertawa mendengar perumpamaan yang dilontarkan kekasihnya, "coba kalau aku yang begitu dulu, Daddy pasti akan berpikir dua kali untuk menolak lamaran kamu sekarang."
Kenneth dengan cepat menguraikan pelukan Alleira dan menatap gadis itu horror. "Kamu? Jadi Playgirl? Gak cocok banget, Al. Kamu cocoknya ya jadi kamu yang sekarang. Yang selalu bikin tenang aku dengan pelukan sama ciuman kamu." Kenneth kembali memeluk pinggang Alleira yang sejajar dengan wajahnya karena posisi duduk Alle yang lebih tinggi darinya, "Lagian, aku gak akan membiarkan laki-laki lain mengambil kamu dari aku. Kamu milik aku, hanya punyaku." Tegasnya hingga Alleira terkekeh kecil.
"Kan kalau, Ken." Alleira tertawa kecil. "Aku sayang sama kamu, aku gak perlu orang lain lagi."
"Ciumnya mana?" Kenneth mengadah dan memajukan bibirnya, mengkode Alleira yang masih tertawa.
"Mr.McKenzie, saya rasa anda sudah hampir terlambat ke tempat Meeting." Tegur Alleira mencoba serius ditengah perasaan gelinya melihat Kenneth yang manja seperti anak kecil.
"Setelah kamu cium, saya akan segera siap-siap." Jawab Kenneth santai. Alleira mempelototinya, "Ayolah... aku mau men-charge energi aku." Pinta Kenneth memelas hingga Alleira tidak sanggup lagi berpura-pura marah dan mencium bibir Kenneth.
Awalnya hanya berupa sentuhan lembut, namun Kenneth menahan tengkuk Alleira yang hendak menjauh, dan menarik lengan Alleira hingga Alleira terjungkal, dan berbaring di pangkuannya, Kenneth masih mencium bibir Alleira dengan rakus.
Tangan Alleira mencoba mendorong bahu Kenneth dan sedikit berhasil, "K-Ken!"
Kenneth menggeram, nafsu sialan! "Andai kita udah nikah, aku gak akan peduli meeting gak penting itu dan menciumi kamu sampai puas." Ucap Kenneth terdengar berat. Nafasnya terengah, dan tatapan matanya menggelap akan nafsu yang sedang setengah mati ia coba redam.
Inilah hal yang Alleira sukai dari Kenneth. Pengendalian dirinya meski Alleira tahu, itu sangat menyiksa laki-laki ini dan terkadang, Alleira malah ingin menyerah saja dan membiarkan Kenneth melakukan apapun yang dia ingin lakukan. Tapi Kenneth mempunyai prinsip untuk tidak lagi terlihat buruk di mata Alvero dengan membawa pulang putrinya dengan keadaan berbadan dua.
Alleira sangat menghargai prinsip Kenneth.
Kecupan di hadiahkan dipipi Kenneth oleh Alleira sebelum gadis itu bangkit dan merapihkan dirinya. "Aku tunggu kamu di lobby ya, Boss." Goda Alleira sambil berjalan keluar.
Kenneth menyunggingkan senyumnya, matanya mengikuti kepergin Alleira yang menghilang di balik pintu.
*
Kenneth memperhatikan wajah lelah gadisnya yang seperti sedang berusaha mempertahankan matanya untuk tetap terbuka seraya menatap tabnya.
Meskipun sedang membaca berkas yang tadi diberikan oleh kepala cabang perusahaannya yang di New York, tapi diam-diam, ia terus memperhatikan gadisnya itu yang sepertinya akan tertidur kalau ada bantal empuk atau sandaran yang nyaman di dekatnya.
Sengaja Kenneth menggeser tubuhnya lebih mendekat kearah Alleira hingga kakinya bersinggungan langsung dengan kaki Alleira.
Alleira mendongak dengan mata setengah mengantuknya itu, "hm?"
Kenneth yang masih pura-pura membaca hanya menegakkan posisinya dan menepuk bahunya, mengkode Alleira untuk bersandar di sana.
Tapi Alleira tetap Alleira, kebal dengan kode.
Alleira mematap Kenneth dengan tatapan aneh, alisnya terangkat sebelah.
"Tidur sayang... Ada bahu nganggur disini. Kamu bisa istirahat dulu sebentar sebelum temenin aku meeting lagi."
Supir yang sedang membawa mereka menuju ke kantor McKenzie Group melirik kedua pasanh manusia itu dari kaca tengah seperti biasa. Dalam hati, ia cukup terhibur dengan tontonan drama manis yang disuguhkan setiap hari.
"Aku gak ngantuk, Ken." Elak Alleira, merasa malu karena ketahuan mengantuk. Padahal Kenneth yang seharusnya lebih lelah daripada dirinya yang hanya mengatur jadwal.
Tanpa menghiraukan elakkan Alleira, Kenneth menarik bahu terjauh Alleira mendekat hingga kepala Alleira tersandar di dadanya. "Tidur. 5 menit aja, itu udah cukup buat aku tenang dari pada ngeliat kamu kelelahan begini."
"Kamu yang harusnya tidur, Ken." Ucap Alleira, mau tidak mau, ia memejamkan matanya, hanya mengistirahatkan matanya sejenak.
"Tidur, Sayang..."
"Aku lagi merem kok." Jawab Alleira membuat Kenneth geleng-geleng kepala.
"Kapan aku ada waktu luang?" Tanyanya lagi. Bukannya ia lelah. Kenneth sanggup bekerja pagi ketemu pagi lagi, tapi Kenneth hanya tidak mau gadisnya kelelahan menemaninya bekerja.
"Besok kamu ada pertemuan sama Mr.Kim, malamnya kamu ada undangan makan malam oleh Mr.Kim. lalu besoknya kamu akan ke New York untuk memantau anak perusahaan Clavinsky Empire, sekalian ketemu Client-"
Mendengarkannya saja sudah membuat Kenneth sakit kepala. Kapan gadisku bisa beristirahat?
"Batalkan jadwalku satu minggu kedepan." Sela Kenneth.
Alleira yang tengah memejamkan matanya, mendadak segar dan membelalakkan matanya. Posisinya tegak menatap Kenneth yang sedang memijat pelipisnya.
"Kamu gila?" Tanya Alleira terkejut. "Mr. Kim sudah sengaja meluangkan waktunya sebelum kembali ke korea, dan kamu mau batalin? Lalu anak perusahaan Clavinsky Empire di New York itu butuh arahan kamu untuk melewati krisis yang sedang mereka hadapi, lalu clien-"
Ocehan Alleira terhenti begitu Kenneth membungkam mulutnya. Dengan bibirnya tentu saja!
Mata Alleira semakin membulat.
"Aku mau kamu istirahat, Al. Kamu udah terlalu capek. Atau, aku mau kamu ambil cuti dan gak perlu ikut aku selama satu minggu ini. Gimana?" Tanya Kenneth begitu melepas ciumannya dan menatap mata Alleira intens.
Alleira menggeleng cepat. "Aku gak capek. Asal bisa disamping kamu, aku gak capek." Jawab Alleira. "Aku juga mau kamu istirahat, Ken. Aku gak mau kamu maksa diri kamu kerja, hanya untuk membuktikan kalau kamu itu pantas dimata Daddy. Aku gak mau kamu sampai sakit, Ken. Kamu bukan robot. Dan selama kamu gak istirahat, aku gak akan istirahat! Tapi untuk membatalkan jadwal kamu seminggu kedepan, aku gak bisa. Aku bisa kosongin jadwal kamu untuk minggu depannya lagi." Ujar Alleira panjang lebar.
Kenneth menyunggingkan senyumnya, ia tidak akan menang melawan Alleira. "Iya, Boss. Apapun yang anda bilang, akan saya turuti." Jawab Kenneth bermaksud menggoda Alleira.
"Aku sangat mencintai kamu, Al. Aku akan selalu mencintai kamu." Ucap Kenneth sambil mengecup puncak kepala Alleira. Kenneth menarik Alleira semakin dalam kedalam pelukannya. Rasa lelahnya hilang setiap kali ia mencium wangi citrus dari tubuh Alleira. Namun itu juga membangkitkan rasa lainnya, rasa ingin menerkam Alleira yang susah payah ia tekan hingga kedasar yang terdalam.
Tiba-tiba mobil bergerak tersendat hingga berhenti total. Kenneth melihat Supirnya sedang menggaruk tengkuk, dan celingak celinguk seakan mencari sesuatu di hadapannya sebelum berbalik, "Sir, sepertinya mobil ini mogok."
Kenneth mengehela nafas dan melirik jam di pergelangan tangannya, masih ada 1 jam sebelum meeting berikutnya di Perusahaan Daddy.
"Saya akan periksa mesinnya dulu, apa Anda mau saya panggilkan taksi?" Tawar supirnya seraya melepas sabuk pengaman.
"Saya masih punya waktu. Bapak bisa menghubungi supir Daddy saja untuk menjemput kami disini." Putus Kenneth, lalu supir itu keluar dengan dan membuka kap mobil depannya.
"Kamu bisa istirahat dulu, Al." Kenneth menyuarakan tujuan utamanya menolak untuk di panggilkan taksi.
Paling tidak, dari kantor Daddy ke tempatnya perlu 20 menit. Jadi Gadisnya bisa beristirahat, paling tidak 20 menit lebih lama dibandingkan menyetop taksi yang akan langsung membawa mereka ke kantor.
Baru beberapa menit Alleira memejamkan mata, gadis di pelukannya sudah bergerak gelisah. Bagaimana tidak? Seluruh pintu dan jendela mobil tertutup dan mesin mobil mati. Mereka sudah seperti tuna dibawah terik matahari LA yang sedang semangat-semangatnya menyinari mobil mereka siang hari ini.
Tidak sampai 10 menit, Alleira sudah membuka matanya lagi dan duduk tegak. Lebih memilih kembali sibuk dengan Tabnya, sementara Kenneth memilih keluar, menghirup udara segar, sekalian memasukkan pasoka oksigen kedalam mobil untuk Alleira dengan membuka pintunya, lalu menanyakan masalah mobil kepada supirnya.
"Saya sudah menghubungi McKenzie Group, mereka akan segera mengirim mobil kesini." Ujar Supir yang bernama Dave tanpa ditanya Kenneth.
Kenneth hanya mengangguk dan memperhatikan lalu lalang mobil di hadapannya yang cukup ramai selama beberapa saat hingga Alleira tiba-tiba muncul di sebelahnya dengan ponsel yang berada di telinganya.
"Mr. McKenzie bersama saya sekarang." Ujarnya. Kenneth melirik penasaran pada gadisnya yang kini berdiri di hadapannya. Kedua tangannya sibuk memegang ponsel dan tab sambil melihat Kenneth, "Mobil kamu mendadak rusak, jadi sepertinya kami tidak bisa hadir tepat waktu, Sir."
"Siapa?" Tanya Kenneth tanpa suara.
"Your Dad." Jawab Alleira juga tanpa suara.
Kenneth mengernyit. Ia kemudian berbalik untuk meraih ponselnya yang ia letakkan di sisi pintu mobil dan mendapati 3 panggilan tak terjawab dari Daddynya. Sepertinya memang sebelumnya Daddy sudah mencoba menghubunginya sebelum memutuskan untuk menghubungi Alleira.
Lagipula, Bukankah Meetingnya masih 40 menit lagi?
"Dave sudah meminta mobil pengganti dari kantor untuk menjemput kami. Seharusnya kami bisa tiba dalam 30 menit lagi." Jawab Alleira sambil melirik Kenneth.
Tanpa izin, Kenneth langsung menyambar ponsel Alleira, "bukannya Meeting masih 40 menit lagi, Dad?" Tanya Kenneth tanpa salam.
"Makanya jangan pacaran mulu. Dad mau hubungin kamu susah banget. Meeting di majuin jadi jam 2. Dad udah berusaha menghubungi kamu tapi gagal. Apa yang lagi kamu lakukan sama Alle, hm?"
"Dad harusnya kasih tahu kita dari awal, bukan dadakan! Tahu gitu kan, Kita naik taksi." Gerutu Kenneth tanpa menjawab pertanyaan Ayahnya. "Kalau gitu kami naik taksi sekarang. Bye, Dad!" Kenneth memutuskan panggilan secara sepihak.
"Kami akan naik taksi." Kenneth menatap supirnya sekilas, lalu kembali mematap Alleira sambil menyerahkan ponselnya,"Ambil barang-barang kamu, Al. Kita ke kantor sekarang."
Alleira tersenyum dan menurut. Ia lalu kembali ke pintu penumpang tempatnya turun tadi untuk mengambil tasnya, dan berkas-berkas yang diperlukan Kenneth.
"Kalau mobil kiriman McKenzie Group sudah kemari, minta dia untuk bawa menemanimu membawa mobil ini ke bengkel."
"Aku sudah si-"
Semua terjadi terlalu cepat. Terlalu cepat hingga hampir terlihat seperti bayangan angin.
Seseorang menarik tas yang dikenakan Alleira hingga Alleira tertarik ke jalanan, Kenneth yang terkejut bermaksud menarik Alleira yang terhempas, tanpa mereka sadari kalau ternyata mereka berada di tengah jalur bus yang sedang melaju kencang dan langsung menghempaskan tubuh mereka ke kerasnya jalan raya.
Hal yang terakhir kali diingat Kenneth adalah Alleira, begitu juga Alleira. Lalu semuanya menggelap, tidak menyisakan setitik cahayapun.
***
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro