Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. The Return of a Medusa.

"Let me love you, My Lady..." Bisiknya ditelinga Alleira. Bulu kuduk gadis itu meremang dibuatnya, bersamaan dengan sentuhan hangat tangan Kenneth di pipinya. "In a Gentleman way..." tambahnya yang membuat gadis itu meragu akan perasaannya pada Kenneth yang pernah hilang.

Kecupan lembut mendarat di bibir Alleira.

Kenneth's POV

Aku hanya mengikuti kata hatiku untuk mengecup bibir Alleira. Tidak memaksanya seperti di lift tempo hari. Kali ini benar-benar karena terbawa suasana, bukan hanya sekedar ingin membungkam mulutnya saja dari segala omong kosongnya seperti di lift.

Alleira awalnya juga masuk dalam arus itu, namun ia sepertinya tersadar akan apa yang sedang kami lakukan, dan tangannya perlahan mendorong tubuhku.

Tapi aku tidak bergeming, aku masih berusaha menciumnya, karena aku merindukan bibir itu. Tapi aku tahu aku egois kalau memaksanya seperti ini, jadi aku mengalah dan membiarkan Alleira mendorong tubuhku hingga ciuman kami terlepas dan aku menatapnya sendu.

Alleira yang berhasil mendorong tubuhku, refleks hendak kembali melayangkan tangannya ke pipiku, tapi tanganya hanya tergantung diudara sambil menatapku. Matanya berkaca-kaca.

"Kamu mau menampar aku lagi?" Tanyaku pelan. Ia tidak menjawab, tapi hanya mengepalkan tangannya yang berada di udara. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan isakkannya. Aku menghela nafas, menunduk sebentat kemudian kembali menatapnya sambil memasang senyum. "Oke, kamu boleh tampar aku lagi. Tapi setelah itu, kamu dengerin ucapan aku, ya?" Tanyaku.

Aku menatap matanya dalam. Menunggu tangannya menamparku, tapi itu tidak terjadi. Alleira menurunkan tangannya dan terisak. Isakkan yang menyayat hatiku, mematikan seluruh sistem saraf tubuhku karena merasa kalau akulah alasan Air mata itu terjatuh.

Aku menarik tubuh Alleira perlahan, memeluknya, membiarkan ia menangis di pelukanku karena hanya itu hal yang bisa kulakukan untuknya.

Hingga aku merasa isakkan Alleira sudah mereda, dan dadaku juga sudah tidak merasa ada air yang berasal dari air mata Alleira lagi, aku melepaskan pelukanku.

"Maaf, aku tidak bisa." Ucap Alleira sebagai kalimat pembukanya setelah lama ia diam.

"K-kenapa?" Tanyaku, "kenapa, Al?" Aku tanpa sadar mencengkram bahunya.

"Aku udah mutusin untuk melupakan semuanya, Ken!" Seru Alleira setengah berteriak. "Apa yang akan didapat selain jawaban atas pertanyaan dikepala kamu kalau kita bisa ingat lagi, hm?" Tanyanya sambil menatapku. "Itu tidak akan mengubah kenyatan kalau..." Alleira tidak melanjutkan ucapannya.

"Kalau?" Ulangku menunggu.

"A-aku ke kamar cek mereka dulu." Alleira berdiri, dan aku tahu dia ingin menghindari obrolan kami.

Aku menarik lengannya hingga ia kembali berada di hadapanku saat ini dan aku lagi-lagi melihat matanya berkaca-kaca, tajam menatapku.

"Ingatan kita gak akan mengubah apapun, Kenneth!" Serunya melepas cekalan tanganku dengan kasar.

"Kenapa gak bisa, Alleira? Kamu jelasin ke aku supaya aku ngerti alasan kamu!" Seruku tak kalah keras darinya. Tapi aku berani bersumpah kalau aku sama sekali tidak bermaksud membentaknya.

Alleira tertawa pilu dan menggeleng, "Gak seharusnya aku ada disini." Ucapnya pelan, "Yang seharusnya kamu minta tolong untuk merawat keponakan kamu itu bukan aku, tapi dia! Tunangan kamu yang akan mengandung anak kamu sebentar lagi, Kenneth!!!" Serunya sambil menunjuk kearah pintu.

"Aku tidak merasa pernah bertunangan dengan siapapun, Alleira." Ucapku tegas, "Dan aku tidak akan bertunangan dengan siapapun sebelum ingatan aku kembali! Lagi pula, aku tidak pernah melakukan apapun dengan Alyssa, Al. Meski aku tidak sadar, tapi aku yakin kalau aku dan Alyssa tidak melakukan apapun."

Ia tertawa mengejekku, menatap seakan meremehkan ucapanku, "oh ya? Kamu pikir aku akan percaya sama kamu?"

Aku menghela nafas pasrah, tidak menyangka kalau bicara dengan Alleira akan sesulit ini.

"Oke, kamu bilang ke aku, apa yang harus aku lakukan supaya kamu bisa percaya sama aku?" Tanyaku, aku menatap datar wajah cantik Alleira, menunggu jawabannya. Karena apapun yang ia katakan, akan aku lakukan asal ia bisa percaya padaku.

Ia membalas tatapanku dengan matanya yang sarat akan kesedihan di dalamnya. Ia mengangguk kecil, dan membuka mulutnya, "Tinggalkan aku. Jangan ganggu hidup aku lagi dan aku akan mencoba untuk percaya sama ucapan kamu kalau kamu bisa melakukan itu."

"Al..." aku memanggil namanya lirih.

Kenapa dari sekian banyak syarat, harus syarat itu yang terpikirkan olehnya? Bukannya itu sama artinya dengan ia meminta aku untuk melupakan keinginanku untuk memperbaiki keadaan kami?

Nampaknya, seluruh rencana Keira hanya sia-sia. Atau mungkin usahaku yang kurang maksimal. Atau Aku memang sudah terlambat memperbaikinya.

Maka aku bergerak mundur, menarik nafasku dalam, dan menghembuskannya perlahan, "Oke. Aku akan turuti keinginan kamu kalau itu bisa membuat kamu percaya sama aku. Sepertinya memang keinginanku untuk memperbaiki keadaan dan mengingat ingatan aku yang hilang adalah keputusan yang salah." Ucapku pelan, menahan rasa sakit yang menusuk dadaku saat ini. "Orang tua kamu akan pulang besok pagi. Malam ini kamu bisa tidur disini, atau dimanapun terserah kamu."

Aku kemudian berbalik, meninggalkan Alleira sendirian untuk menuju ke kamarku.

Aku langsung berjalan menuju ke kamar mandi dan berjalan lurus ke depan washtafel. Aku melihat cerminan diriku sendiri yang sangat berantakan, wajahku sangat menyedihkan, dan bagaimana aku memohon pada Alleira yang tidak mengindahkanku sama sekali. Ingin rasanya aku berteriak, melampiaskan emosiku dengan menonjok kaca di hadapanku, tapi aku tidak ingin membuat keributan yang bisa membuat keponakan-keponakanku terjaga dari tidurnya.

Akhirnya aku hanya mencengkram pinggiran washtafel dengan kencang hingga kurasakan tulang-tulangku nyeri.

Apa aku terlalu naif dengan berpikir kalau beban yang mendesak dadaku selama ini adalah karena ingatanku yang hilang akan Alleira? Berpikir kalau tidak seharusnya kami bermusuhan melainkan sebaliknya?

*

Author's POV

Peter, Via dan Kelly beserta Alvero, Rere dan Alexis kembali keesokan paginya dan mendapati Alleira yang duduk menunggu sambil melipat kaki di depan pintu Penthouse mereka. Alleira sudah berganti dengan baju yang pertama kali ia kenakan, dan memutuskan untuk menunggu keluarganya kembali.

Melihat mata sembab Alleira, mereka dapat memastikan kalau rencana Keira tidak berjalan dengan lancar. Apa lagi melihat Alleira yang menunggui mereka di lantai lorong Penthouse yang dingin.

Keadaan Kenneth juga tidak jauh berbeda di dalam Penthouse.

Peter menemukan ketiga cucunya menangis sementara unclenya seperti orang gila yang duduk di bawah kasur, bersandar di sisinya dengan masih bertelanjang dada, menatap kosong kearah jendela, dan mata yang memerah.

Keira kembali setelah dikabari Kelly mengenai keadaan Kenneth dan Alleira yang mereka temukan. Dan begitu sampai, yang dilakukan Keira pertama kali adalah memeluk kembarannya.

Keira tidak ingin berbohong kalau ia merasakan kehampaan yang dirasakan Kenneth saat ini dan itu sangat menyiksanya hingga Keira menitikkan air mata dan kata yang terucap dari bibir Keira hanyalah kata maaf.

*

Kenneth membuktikan ucapannya untuk meninggalkan Alleira, tidak lagi mengganggu kehidupan gadis itu.

Hal itu dibuktikan dengan surat pengunduran diri Alleira yang langsung di approve oleh Kenneth meskipun mendapat protesan keras dari Daddy dan Mommynya. Tapi Kenneth enggan berkomentar lagi. Baginya, ia hanya sedang melakukan apa yang telah ia janjikan. Melepas Alleira agar gadis itu percaya padanya meskipun Kenneth tidak menyadari kalau dirinya sendiri telah bertransformasi menjadi robot kaku yang tidak memiliki emosi semenjak malam itu.

Belum cukup sampai sana, Pengganti Alleira di posisi Sekretaris pribadi Kenneth juga sudah Kenneth dapatkan dalam waktu singkat. Dan hubungan Kenneth Alleira sekarang hanya berjalan dalam batasan keprofesionalan semata.

Hal yang seharusnya melegakan hati Alleira, tapi ternyata tidak. Bukan hanya keluarga dan kerabat dekat Kenneth yang mulai merasa tidak lagi mengenal Kenneth, tapi Alleira menjadi semakin merasa Asing pada laki-laki itu.

Kenneth lebih memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan. Terlebih Perusahaan milik Kakeknya yang sempat dilanda Krisis, kini kembali dilanda Krisis yang lebih parah.

Kalau kemarin, para pemegang saham itu hanya mengancam akan menarik saham mereka, kali ini mereka benar-benar merealisasikan ancaman itu tanpa alasan yang jelas.

Perusahaan Keluarga Clavinsky yanh berada di bawah kekuasaan Kenneth berada di ambang kebangkrutan kalau Kenneth tidak bisa mendapatkan penanam saham yang tepat dalam 1 bulan kedepan.

*

Alleira kembali melamun di sofa ruang keluarganya. Sudah dua minggu lebih ia merasakan hampa ditambah melihat masalah yang sedang menimpa perusahaannya sekarang. Melihat bagaimana Kenneth berusaha menenggelamkan diri dengan pekerjaannya hingga jarang pulang, tidak tidur, dan melupakan waktu makannya, tapi selalu siap untuk menjalankan jadwal yang telah tersusun di agendanya.

Ia bukannya sedih melihat Kenneth yang gigih memperjuangkan Perusahaannya untuk tetap berdiri, tetapi ia sedih karena merasa Kenneth sedang memaksakan diri untuk bekerja, bekerja, dan bekerja.

Padahal tinggal beberapa hari lagi Alleira akan meninggalkan perusahaan itu, meninggalkan sisi Kenneth. Tapi itu semakin membuat Alleira khawatir.

Bahkan bicara bersama Sean yang dulu bisa sedikit mengalihkan perhatiannya dari Kenneth, juga tidak ada guna sama sekali.

"Kamu melamun lagi, Sayang." Panggil Alvero mencoba menyadarkan putri kesayangannya yang telah ia renggut tawa dan senyumnya karena keegoisannya dulu.

"Dad." Ucap Alleira sambil tersenyum kecil. Alvero kemudian duduk di sebelah putrinya dan membawa Alleira ke pelukannya. "Apa kamu mencemaskan laki-laki yang sudah hampir seminggu gak pulang kerumah itu?" Tanya Alvero mengarahkan maksudnya ke Kenneth.

Alleira tidak menjawab ataupun bergerak, ia malah mengalihkan pertanyaan sang ayah dengan pernyataan lain. "Minggu depan aku akan memulai Briefing di kantor Sean sebelum ke korea." Ucap Alleira seperti bisikan halus.

Alvero menghela nafas dan menatap wajah Putrinya, "Daddy tahu kalau Daddy terlalu ikut campur masalah kamu sampai membuat kamu dan Kenneth jadi orang asing begini, Al. Daddy terlalu mengatur keputusan kamu dulu. Tapi... untuk kali ini, Daddy tidak mengijinkan kamu untuk pergi, Al."

Alleira melepas pelukan dari pinggang Alvero dan menatap wajahnya.

"Daddy tidak tenang melepasmu sama Sean. Apa lagi Korea, Al. Itu jauh sekali." Ucap Alvero mencoba memberi pengertian kepada putri sulungnya. "Daddy juga tidak percaya dengan Sean-Sean itu. Daddy laki-laki, Al. Dan Daddy tahu kalau Sean bukan laki-laki yang baik untuk kamu."

Alleira tertawa kecil dan menggeleng, "Aku hanya ingin bekerja dengan Sean, Dad. Bukan meminta ijin untuk menikah sama dia."

"Kamu tidak akan tahu apa yang Sean rencanakan, Al. Tidak ada laki-laki yang benar-benar Gentleman di dunia ini, termasuk Daddy." Alvero meraih bahu Alleira, menatap mata putri sulungnya dalam.

"Tapi Daddy Gentleman menurut aku." Ucap Alleira sambil tertawa kecil.

Alvero ikut tersenyum dan menggeleng. "Daddy pengecut, Al. Daddy takut kehilangan kamu makanya Daddy terus melarang kamu menikah dulu." Alvero berbisik lirih sambil menunduk, ia kemudian mendongak dan kembali menatap Alleira, "Karena itu, Daddy sudah memutuskan untuk berhenti menjadi pengecut dan bertindak sebagai Gentleman sejati untuk putri Daddy."

Alleira mengernyit tidak mengerti kepalanya sedikit miring secara refleks.

"Daddy tahu ini terlambat, tapi lebih baik terlambat dari pada menyesal selamanya." Ucap Alvero sambil tersenyum, ia memantapkan hatinya untuk mengatakan hal yang seharusnya ia katakan dari dulu. "Daddy ingin kamu dan Kenneth menikah."

"A-Ap... M-Maksud Daddy?" Alleira terbelalak mendengar pernyataan Alvero barusan.

"Daddy mengijinkan kamu menikah, Al. Hanya Kenneth yang Daddy ijinkan untuk menjadi suami kamu. Bukan Sean, bukan siapapun."

Akhirnya Alvero merasa lega setelah mengatakannya. Ia memang seharusnya mengeluarkan ijin itu sejak lama, bukan disaat semuanya sudah terlambat.

"D-daa...d" setitik Airmata Alleira jatuh, ia tidak mengerti akan rasa lega di dadanya mendengar ucapan Alvero barusan. Tapi bukankah segalanya terlalu terlambat?

"Alleira! I need to talk to you." Suara lembut seorang wanita yang tiba-tiba datang, mengejutkan mereka.

Keira datang tanpa salam dan permisi, ia langsung menarik lengan Alleira dan menatap wanita itu tajam.

"Kenapa, kak?" Tanya Alleira bingung.

"Apa kamu tahu siapa wanita bernama Washabi itu?" Tanya Keira langsung dengan tampang serius.

Alleira mengangguk kecil.

"Apa wanita itu ada hubungan dengan perusahaan Wall-o-Be?" Tanya Keira lagi.

Alleira mengangguk ragu, "Seingatku, Alyssa adalah anak dari Dirut Wall-o-Be." Ucap Alleira pelan, ia kesal saat menyebut nama Alyssa barusan.

"Mati gue..." gumam Keira yang berubah pucat.

"Kenapa, Kei?" Tanya Alvero yang berdiri di belakang Alleira.

"A-aku..." Keira mencicit, "Aku rasa, A-aku yang menyebabkan Clavinsky Empire berada di ambang kebangkrutan, Om."

"Apa maksud kamu, Kei?" Tanya om Alvero bingung.

"A-aku pernah mengkonfrontasi Alyssa. Aku lakukan karena dia berani menjebak Kenneth, mengatakan kalau Kenneth adalah tunangannya dan juga telah tidur dengan wanita itu."

Alleira menegang, apalagi begitu Alvero menatap Alleira bingung.

"Tapi itu hanya jebakkan, Om, Al. Itu hanya akal-akalan wanita itu. Kenneth tidak pernah tidur dengan Alyssa, Al. Aku bisa menjamin itu." Keira mencoba menjelaskan begitu melihat perubahan wajah Alleira dan om Alvero. "Alyssa sempat mengancam kalau kami akan menyesal, dan aku mengerti maksudnya sekarang."

"Maksud kakak, apa?" Tanya Alleira masih bingung.

Keira menghela nafas, "Aku baru pulang makan malam bersama Nicholas. Saat aku hendak ke toilet, aku melewati satu ruangan dan tidak sengaja mendengar perbincangan mereka."

Keira menatap Alleira dengan tatapan sendu, "Para mantan pemegang saham Clavinsky Empire meninggalkan saham mereka bukan tanpa alasan, tapi karena Hasutan dari Wall-o-be."

Alleira terbelalak dan terdiam mendengar penjelasan Keira. Alleira bergerak mundur, kepalanya hanya ada Kenneth sekarang. Menyadari kalau masalah ini tidak semudah masalah kemarin.

Kemarin pemegang saham berhasil Alleira bujuk, mungkin karena kebersamaan Kenneth dan Alyssa. Dan sekarang?

"Alle... ALLE KAMU MAU KEMANA, ALLE?!" Alvero berteriak saat Alleira berlari kearah pintu dan mengambil kunci mobilnya di meja.

Alleira tidak mengabaikan teriakan Alvero, yang ia inginkan hanya memastikan Kenneth baik-baik saja karena perang ini akan berlangsung panjang.

Alleira mengendarai mobilnya, membelah jalanan dengan cepat dan memarkirkan mobilnya di lobby perusahaan. Ia tidak peduli akan kegelapan yang ia takutkan, karena perhatiannya hanya pada Kenneth.

Ia menaiki Lift yang mengantarnya menuju ke lantai teratas gedung itu, berjalan membelah kegelapan menuju ke satu ruangan yang masih menunjukan sebuah kehidupan karena cahaya lampu yang dikeluarkan dari celah pintu.

Alleira mendekati pintu itu dan berhenti saat mendengar suara dari dalam.

"... Kamu tidak perlu khawatir, Aku akan membantu kamu. Yang kamu perlu lakukan hanya menuruti ucapanku."

Suara yang Alleira kenal dan menyakitkan untuk hati Alleira.

Alleira membuka pintu itu perlahan hingga menghasilkan celah kecil dan melihat kedalam. Suatu pemandangan yang membuat dirinya kehilangan seluruh kata-kata, menghancurkan hatinya dan menjatuhkan dirinya hingga kedasar yang tidak berujung.

Alyssa sedang duduk di sisi kursi kebesaran Kenneth dan mencium bibir Kenneth yang hanya terdiam tidak membalas atau menanggapi ciuman Alyssa.

***

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro