Late Night
Leo mengacak rambutnya dengan frustasi. Dia menatap kesal ke kertas musik yang ada di depannya. Dia melempar kertasnya di sudut ruangan, sudut yang penuh dengan sekumpulan kertas musik dan terciptalah tumpukan kertas seperti gunung.
Dia berdecak kesal dan memainkan pulpennya di atas kertas. Saat melihat hasilnya, dia langsung meremasnya.
"Argh! Kenapa aku tidak bisa membuatnya?!" Teriaknya dengan frustasi.
(Name) yang ada di belakang pemuda tersebut ikutan frustasi melihat tingkahnya yang berulang - ulang membuatnya pusing sendiri melihatnya.
Setelah makan malam, Leo menyuruhnya untuk tinggal karena dia takut kalau (Name) melakukan sesuatu. Gadis itu mengangguk kecil, lagipula dia tidak bisa tidur dalam keadaan hatinya yang belum membaik, karena kakaknya yang tercinta. Leo juga mengajak (Name) untuk menyusun lagu walaupun pada akhirnya (Name) tidak dipedulikan olehnya.
Tadi dia bilang kalau dia menemukan sebuah inspirasi, tiba - tiba inspirasi itu hilang.
Ini sudah jam 2 subuh dan mereka belum tidur. Leo masih fokus dengan pembuatan lagunya, sedangkan (Name) menunggu pemuda tersebut untuk tidur.
Leo terus menggeleng saat matanya mulai berat, karena rasa kantuk yang berat. (Name) menguap kecil dan menatap layar ponselnya.
Air mata Leo langsung menetes dari matanya. Hanya karena inpsirasinya hilang dia jadi menangis begini. Entah kenapa, dia jadi teringat masa lalunya... disaat dia tidak bisa lagi menyusun lagu.
Dia menyeka air matanya dengan kasar, tidak mau menangis pada hal kecil seperti ini. Air mata terus saja mengalir. Menyusun lagu itu bagaikan napas baginya, pasti sekarang dia merasa sekarat. Dia membenamkan kepalanya di lutunya dan tangannya memeluk kakinya
(Name) mengelus pemuda tersebut dengan lembut. Tatapan mereka berdua bertemu. Iris biru langit yang memancarkan rasa khawatir dan sedih bercampur menjadi satu, sedangkan iris hijau itu menatapnya dengan rasa kantuk dan mata merah karena baru menangis.
"Leo-nii... ini sudah telat. Sebaiknya kau tidur," ujar (Name). Tangannya masih setia mengusap rambut jingga itu.
"Kau sendiri juga belum tidur, (Name)! Wahahaha!" Ini sudah kedua kalinya (Name) melihat senyuman palsu milik Leo.
"Bodoh. Hentikan dengan senyuman palsu, kau tidak bisa menipu siapapun dengan air mata yang terus mengalir." Ujar (Name) seraya menghapus air mata pemuda tersebut.
"Satu lagu saja baru aku akan tidur!" Mohon Leo. (Name) menggeleng cepat dan menarik pulpen dari tangan pemuda tersebut.
"Tidur. Kalau kau terus bekerja, inspirasimu tidak akan datang. Mungkin besok pagi baru muncul."
Leo menghempaskan badannya ke tempat tidur. Dia masih memikirkan lagu yang ingin dia buat tapi tidak ada ide yang kunjung datang.
(Name) duduk di tepi tempat tidur, menunggu pemuda tersebut tidur.
"Eh? Kau tidak tidur?" Tanya Leo yang hanya dijawab gelengan kepala (Name).
"Aku menunggumu untuk tidur." Balas (Name) yang diakhiri dengan mulutnya yang menguap.
"Kau juga ngantuk, 'kan? Rasanya aneh diliatin orang saat tidur. Oh! Kau bisa tidur disampingku!" Wajah (Name) merah padam. "Aku tidak akan melakukan apapun padamu. Kau sendiri yang membutuhkan pundak untuk menangis dan pelukan yang hangat disaat sedih. Sini!" Leo membuka lengannya dengan lebar, mengundang (Name) untuk memeluknya.
"Si-Siapa bilang aku sedih!?" Elak (Name) dengan wajah yang masih merona.
"Matamu terus berkaca - kaca kau tahu? Jangan mengelak." (Name) memeluk pemuda tersebut. Dia selalu bisa melihat langsung isi mata (Name). Gadis itu mengeratkan pelukannya dan menatap pemuda tersebut.
"Arigatou, Leo-nii." Bisiknya.
(Name) melepas pelukannya dan menghadap kearah lain, menghindari tatapan pemuda tersebut. Tidak butuh waktu yang lama untuk membuatnya terlelap.
Leo yang tidak bisa tidur sama sekali mengangkat badannya dari posis telentang ke posisi duduk. Dia melihat ke (Name) yang sudah terlelap duluan. Napasnya terdengar stabil dan wajahnya terlihat tenang bagaikan seorang bayi. Leo tersenyum kecil.
"Kawaii." Batinnya.
Dia mengecup puncak kepala gadis itu dengan lembut dan membisikkan sesuatu.
"Oyasumi na sai, (Name)."
Dia memeluk gadis tersebut dan ikutan terlelap.
(Name) yang daritadi belum tidur tersenyum kecil. Ada semburat merah di kedua pipinya. Dia menghadap ke pemuda tersebut dan mengecup keningnya.
~★~★~★~★~★~
Pertama kalinya dalam hidup (Name), dia pergi ke sekolah bersama Leo sambil bergandengan tangan. Leo terus terus bercerita sepanjang jalan dan tertawa riang bersamanya. Seperti dulu, disaat mereka kecil bersama Ruka.
"Woi, lu kenal gak sih dengan (Name)?"
"Oh! Murid dari kelas produser itu. Emang kenapa?"
"Jangan - jangan kau menyukainya! Dasar kau mata keranjang!"
"Apaan sih?! Malahan aku merasa dia menyukaiku!"
"Hahaha! Kau terlalu percaya diri. Tidak mungkin cewek secantik dia menyukai orang seperti dirimu!"
"Kalau kau tidak sadar... dia selalu melihat kearahku dan disaat aku menatap dia balik, dia langsung membuang muka. Dia beneran tipeku, cewe pemalu."
Panjang umur. (Name) berjalan kearah mereka bersama Leo yang setia menggandeng tangan (Name).
"Oh itu dia! Tapi kenapa dia bergandengan tangan dengan Leo Tsukinaga itu..?"
"Makanya sudah kubilang jangan terlalu bermimpi."
Kedua temannya menertawai teman lainnya. Tatapan mereka bertemu. (Name) menatap tajam kearah mereka bertiga dan kembali fokus ke Leo.
"Itu mereka ... yang sudah menyakiti Leo-nii..." gumam (Name).
"Hm? Apa kau mengatakan sesuatu tadi, (Name)?" Tanya Leo sambil memutar kepalanya ke belakang.
"Bukan apa - apa.." Elak (Name) dengan cepat. Dia menyamakan langkahnya dengan Leo. "Apa kau tidak apa - apa dengan hal ini.., Leo-nii?" Tanya (Name) tiba - tiba.
"Apaan?" Tanya Leo balik yang tidak mengerti maksud gadis itu.
"Berpegangan tangan... ini sudah di sekolah, orang lain akan mencurigai kita..." balas (Name). Suaranya bergetar karena rasa takut.
"Jadi... kau tidak mau orang lain tidak melihat kita?" (Name) mengangguk sebagai jawaban. Yang tadinya jalan santai menjadi lari dengan cepat. Sangat cepat. (Name) menahan tasnya yang hampir jatuh, dia menyamakan kecepatan langkahnya sama dengan Leo.
Mereka sudah sampai di lantai dua. Lorongnya lumayan sepi, hanya ada beberapa orang di lorong, bertukar cerita dengan teman lainnya. (Name) sampai di depan kelas dengan rambut yang berantakan... tapi selamat, sepertinya.
"Wahahaha! Lihat rambutmu, terlihat sangat liar!" Ledek Leo sambil menunjuk rambut (Name) yang sangat berantakan.
Pertama, (Name) ingin memarahi Leo karena kelakuan pemuda tersebut tiba - tiba lari. Tapi dia mengurungkan niatnya, lagipula Leo melakukan itu demi kebaikan mereka berdua, mungkin itu satu - satunya cara agar (Name) bisa sampai di kelas dengan "selamat".
(Name) menyentuh rambutnya dan tertawa geli hanya menyentuhnya. "Ya, kau benar. Membayangkannya sudah bikin ketawa apa lagi melihatnya di cermin," ujar (Name). Dia tertawa di sela perkataannya.
Ada rona merah muncul di kedua pipi Leo. "Aku ke kelas, ya~? Aku akan balik ke kelasmu nanti! Jaa ne!!"
(Name) melambaikan tangannya kearah Leo, dia masih menatap kepergiannya Leo. Wajahnya yang berseri berubah menjadi murung. Waktu berjalan begitu lambat saat menatap kepergiannya Leo.
Akan lebih menyakitkan lagi saat melihat hari kelulusannya...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro