Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

"You Are Dead, Playboy!"

Nana terpaku mematung dihadapan cermin besar. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Cantik sekali calon mempelai wanitanya." suara Ny. Kiriko sang desainer gaun pernikahan memecah kesunyian di ruang fitting gaun pengantin.
"Nanaa..." Miyuki histeris. Matanya berkaca kaca.
"Michaaan..." Nana memeluk miyuki erat. "Ini bukan mimpi kan, Michan?" Miyuki mencubit lengan Nana gemas. "aaww!" Nana menepuk tangan Miyuki yang mencubitnya.
"bukan kan?" sahut Miyuki penuh haru.

Akhirnya sesi fitting baju pengantin selesai. Baju pengantin pilihan nana sudah dipesan. Nana dan miyuki memutuskan untuk mampir dulu ke kedai kopi favorit mereka. Saat beberapa meter lagi menuju kedai tersebut.
"Nana, itu..." Miyuki menunjuk ke seberang jalan.
"Shuji.." Nana terkejut senang melihat sosok Shuji, kebetulan sekali pikirnya. Baru saja Nana membuka mulutnya hendak memanggil sang kekasih tiba tiba sesosok wanita berambut pirang muncul disampingnya dengan banyak sekali kantung belanja. Wanita itu terlihat bahagia dia menyerahkan beberapa kantung belanja kepada Shuji. Shuji tampak tersenyum sangat lebar, wajahnya juga terlihat sangat bahagia. Lalu mereka berdua berlalu masuk ke dalam restoran cepat saji disebrang kedai kopi.
"Nana..." Michan menepuk pundak sahabatnya yang kini terpaku di pinggir jalan.
"Michan, aku mau pulang." Suara Nana bergetar bulir air mata mulai berjatuhan di pipinya. Michan mengangguk dan menggandeng sahabatnya menjauh. "Hhh... Awas saja kalau dia selingkuh... Ingin mati ditangan Michan sepertinya!" maki Michan sambil berlalu.

***

Nana baru saja sampai di rumah saat teleponnya berdering.
"Nana sayang, kau dimana? Masih di tempat fitting?" suara hangat itu menyapa Nana.
"Aku sudah di rumah baru saja sampai." jawab Nana Dingin.
"Wah sayang sekali padahal baru saja aku mau mampir nengintip calon pengantinku." ucap Shuji dengan nada menggoda.
"Oh." jawab Nana asal.
"Na, ada apa?" Shuji nampaknya menangkap ada yang tidak beres.
"tidak apa apa" kata Nana masih dingin.
"Na, ada apa?" Shuji mengulang ucapannya tanpa menambah kalimatnya.
Nana terdiam.
"Nana... Aku kesana sekarang juga" Shujin lalu memutuskan sambungan teleponnya. Nana mendengus kesal lalu membantingkan tubuhnya kekasur, menangis.

Belum puas Nana menangis, telepon berdering sekali lagi. Nana mengangkatnya dengan kesal.
"Ada apa lagi?!" bentaknya.
"Na...Nanaa... Ini aku Michan. Cepat nyalakan TV" Suara Michan bergetar.
"Ada apa Michan?" Nana merasakan ada hal buruk terjadi.
"Nyalakan saja, cepat, channel berita, sekarang!" Michan terdengar panik.
Nana terburu buru menyalakan TV.

Nana terbelalak menatap layar TV. "Apa ini? Pembunuhan. Sawamura? Sawamura Kojiro? Sawamura si playboy itu?" Nana menutup mulutnya matanya terus terpaku ke layar kaca.
Diberitakan bahwa sebuah Tragedi telah terjadi. Sawamura Kojiro, dibunuh oleh istrinya, Sawamura Hiroko. Lalu kemudian, istrinya bunuh diri dengan mengiris urat nadinya. Kemungkinan keduanya sudah meninggal beberapa hari yang lalu. Walau diburamkan dan dibuat hitam putih Nana masih bisa melihat dua sosok tubuh terbaring disesuatu yang tampaknya bekas genangan cairan, yang Nana yakin itu adalah darah.
"Tidak mungkin!" Nana terpaku di depan TV, dia merasa jantungnya berdebar kencang. Walau Sawamura orang jahat yang telah menyakiti hatinya, tetap saja kematian orang yang pernah begitu dekat dengan dirinya mengguncang Nana. Terbayang olehnya saat saat bersama Sawamura. Nana tersadar dari lamunannya matanya menatap TV yang kini menyiarkan kasus hilangnya beberapa wanita muda belakang ini. "Hhh...mengerikan." Nana bergumam lirih sambil menekan remote TV untuk mematikannya.

Tingtong

"Pasti Shuji..." pikir Nana.
Nana membuka pintu, di hadapannya berdiri tunangannya yang tampak tersengal sengal. Sepertinya dia berlari menuju rumah Nana.
Nana hanya berdiri menatap Shuji dingin.
"Nana..." Shuji langsung memeluk Nana erat.
"Lepaskan!" Nana meronta, Shuji semakin mengeratkan pelukannya.
"Ada apa sayang?, jangan seperti ini padaku" Suara Shuji bergetar.
"Lepaskan aku!" Nana berusaha mendorong tubuh Shuji, tapi kali ini Shuji mengerahkan seluruh trnaganya untuk menahan Nana dipelukannya.
"Tidak... tidak!, sebelum kau katakan ada apa." Shuji terus memaksa Nana bicara.
"Sa..sakit Shu..." Nana merintih kesakitan karena pelukan Shuji yang semakin erat.
"Ma..maaf!" Shuji melepaskan pelukannya tapi tangannya masih menggenggam bahu Nana, kali ini lebih lembut.
Kepala Nana tertunduk, dilihatnya di samping kaki Shuji, kantung belanja yang tadi dibawanya bersama si wanita berambut pirang.
"I..itu" Nana menunjuk kantung belanja yang dibawa Shuji.
"Ah ini... Aku membelikanmu sesuatu." Shuji mengambil kantung belanja itu dan memberikannya pada Nana.
"Untukku?" Nana terlihat kebingungan.
"Iya..." sahut Shuji sambil tersenyum. "Aku tak tahu apa yang disukai para wanita jadi aku membelinya bersama teman kantorku dan istrinya." lanjut Shuji menjelaskan.
"Wanita berambut pirang?" Nana bertanya ragu ragu.
"Hah... Bagaimana kau tahu?" Shuji terkejut. "Kau melihatnya?" Nana me jawab dengan anggukan.
"Ah... Ya ampun... Jangan jangan. Sikap dinginmu ini. Kau mengira aku selingkuh?" Shuji menyentuh dagu Nana dan mengangkat wajah Nana yang tertunduk.
"Ma..maafkan aku..." Nana menghambur ke pelukan Shuji lalu menangis, tangis bahagia, malu, dan merasa bersalah karena sudah mencurigai pria yang begitu tulus mencintainya.
"Sudah, sudah jangan menangis aku juga minta maaf ya, membuatmu salah paham." Shuji menghapus air mata tunangannya itu dengan jempolnya.
"Tidak, aku yang salah" sahut Nana.
"Hmm... ngomong-ngomong, boleh aku masuk?" Shuji menyejajarkan wajahnya dengan wajah Nana, mencoba menggoda wanita itu.
"aah.." Nana menutupkan tangan ke wajahnya menutupi wajahnya yang memerah karena menangis. Ekspresi itu sebenarnya terlihat sangat menggemaskan di mata Shuji.
"Iya..tentu saja." Nana dengan bahagia mengaitkan tangannya ke tangan Shuji dan membawanya masuk. Dia bahkan lupa beberapa saat lalu dia begitu ketakutan melihat berita kematian sang playboy Sawamura dan Istrinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro