Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Blindfolded lover

"A...aargh!" Nana mengangkat kepalanya yang terasa berat.
Kesadarannya pulih sedikit demi sedikit sampai akhirnya dia menyadari bahwa tangan dan kakinya telah terikat, dan matanya ditutup dengan kain hitam.
"Shu... Shuji." Nana memanggil nama kekasihnya. Tenggorokannya sakit, dia butuh air minum, entah berapa lama dia tidak sadarkan diri.
"Sayang kau sudah bangun?" sebuah suara menyambut kesadaran Nana. Membuat jantung Nana berdetak sangat kencang hingga dadanya sesak dan terasa sakit. Sebuah tangan hangat mengelus wajah Nana.
"Sayang, ma...maafkan aku, aku tak bermaksud menyakitimu." suara itu bergetar, Nana merinding, bulu kuduknya berdiri, dia ketakutan. "Shuji... Ke...napa?" Nana mulai menangis.

Shuji melepaskan ikatan penutup mata Nana.
"Sayang..." Shuji menangkup kedua pipi Nana dengan tangannya yang besar dan memandang mata Nana. Nana melihat mata itu, masih mata teduh yang sama. Mata teduh itu kini mengalirkan air mata.
"Shuji... Lepaskan aku" Nana terisak bersahutan dengan isakan Shuji.
"Kenapa menangis Nana? Kau takut  padaku?" Shuji memandang Nana lekat. Nana merinding, dia mulai merasakan ada yang berbeda dari pandangan mata itu.

"Apa kau mau meninggalkanku?" keteduhan mata Shuji memudar berganti tatapan yang hampir kosong.
"Aku mencintaimu Nana. Melebihi apapun di dunia ini. Kau satu satunya wanita yang bisa menghangatkan jiwaku, memberiku arti dalam hidup ini." Shuji terus berbicara.
"kau tau? sebetulnya hari itu kita seharusnya bertemu di biro jodoh moonlady, tapi kau membatalkan pertemuannya, kau meninggalkanku Nana, kau mengabaikanku, aku... Aku sangat marah Nana, sejak hari itu aku mengikuti mu kemana pun kau pergi. Ketempat kerja, kencan bersama Sawamura, pergi bersama Miyuki-san. Aku tahu semuanya Nana. Mengikutimu selama satu bulan ternyata merubah diriku Nana. Mengenalmu, mempelajari aktivitasmu, melihat senyummu yang tulus. Aku... Aku jatuh cinta padamu Nana. Dan malam itu, saat pria itu mencampakanmu aku tahu itu adalah kesempatanku untuk masuk ke dalam kehidupanmu." Shuji terus berbicara. Nana tercekat mendengar semua pengakuan Shuji.
"Shuji... Kau... Membunuh Sawamura?" pertanyaan Nana membuat Shuji menyeringai.
"Ya! Bajingan itu, mati ditanganku sayang, kini kau tidak lerlu khawatir lagi. Tak ada lagi yang bisa menyakitimu." Shuji membelai rambut Nana lembut.
"Tapi tenang Nana, aku janji mereka berdua adalah yang terakhir... Aku berjanji." Shuji menggenggam tangan Nana.
"Terakhir? Apa maksudmu mereka bukan yang pertama?" Nana benar benar terkejut. Hatinya terluka, apa benar laki laki ramah yang dia cintai selama ini adalah seorang pembunuh? Apa mungkin laki laki yang begitu tulus dan lembut seperti ini bisa membunuh?.
"Ah... Maaf... Aku sebenarnya tidak ingin menyembunyikannya darimu Nana. Aku memang akan memberitahumu, tapi tidak seperti ini. Aku mendapatkan pelajaran dari istri Sawamura. Dia mengorbankan dirinya. Membunuh dirinya sendiri. Karena mencintai suaminya yang telah menyakitinya berkali kali. Dia memaafkan suaminya karena begitu mencintainya. Aku yakin karena kau sangat mencintaiku kau akan memaafkanku kan? Iya kan? aku akan jujur padamu, aku pernah membunuh beberapa wanita sebelum Sawamura dan istrinya. Tapi aku berjanji aku akan berhenti membunuh. Kau percaya padaku kan?" Shuji menatap Nana meminta jawaban. Nana melihat mata Shuji yang tadi mulai kosong terisi lagi.
"Ya... Ya shuji... Aku percaya padamu... Kumohon lepaskan aku aku, aku haus, tanganku sakit, apa kau tega aku kesakitan?" Nana memohon kepada Shuji.
"Kau bukan ingin dilepaskan agar bisa meninggalkanku kan?" Shuji menatap Nana tajam.
"Tidak...tidak...Shuji. aku tak akan meninggalkanmu." Nana mencoba tersenyum. "Kumohon... Sayang... Aku mencintaimu...aku tak akan pergi!" Nana memelas.

Shuji melepaskan semua ikatan Nana. Nana mengusap pergelangan tangannya yang sakit.
"Sayang, ini sakit ya?" Shuji memperhatikan pergelangan tangan Nana yang lecet lalu mengecupnya.
Dada Nana berdesir, Ya Tuhan aku masih sangat mencintai pria ini, tapi aku tak mungkin membiarkannya melepas tanggung jawabnya atas kematian banyak orang. "Apa yang harus kulakukan" batin Nana bergejolak.
"Nana..." Shuji memeluk Nana erat. Nana merasakan kehangatan yang biasa dia rasakan.
"Ya Tuhan... Tidak mungkin... Tidak mungkin malaikat ini adalah malaikat kematian" Nana menjerit dalam hati. Dia masih belum bisa percaya pria sehangat ini mampu menghilangkan nyawa orang lain. Tapi lalu Nana teringat saat Shuji memukul tengkuknya hingga pingsan. Bulu kuduknya berdiri. Apa jangan jangan Shuji... Sakit? dan dia bisa kapan saja berubah menjadi pembunuh berantai yang keji. Bahkan dia terbukti sanggup memukul tengkuk calon istrinya sampai pingsan.

Nana balas memeluk Shuji erat, menyembunyikan ketakutannya.
Saat itulah Nana melihat meja kecil di samping Shuji. Sebuah ide melintas dikepala Nana.
Nana melepas pelukannya dari Shuji, Shuji pun melonggarkan pelukannya. Nana menangkupkan tangannya di pipi Shuji, dia berjinjit dan mencium bibir Shuji dengan lembut. Shuji merasakan sesuatu seperti aliran listrik menjalari tubuhnya. Dia menarik nafas dalam. "Na... Nana." mata Shuji terlihat sayu, nampaknya ciuman dari Nana membangkitkan hasrat yang selama ini dia tahan mati matian. Nana mengarahkan Shuji agar berdiri membelakangi meja kecil yang ada di tengah ruangan itu. Sekarang Nana mensiagakan dirinya menunggu saat yang tepat untuk menjalankan rencananya.

Shuji menundukan kepalanya dan membalas ciuman yang tadi diberikan Nana. Tangannya memeluk pinggang Nana erat. Nana terbawa suasana dia membalas ciuman Shuji dengan sepenuh hati, hampir saja dia lupa rencananya saat tiba tiba Nana merasa Shuji melonggarkan pelukannya. Tangannya menggantung santai di pinggang Nana.

"Sekarang!" Nana seakan memberi aba aba pada dirinya sendiri. Mencoba memberi kekuatan pada dirinya untuk tega melakukan apa yang dia rencanakan.

Dengan kekuatan penuh Nana mendorong Shuji. Tubuh Shuji terdorong kebelakang dan...
"Aakkhhh!" Kaki Shuji tersandung meja dan Shuji terguling ke belakang..
Kepalanya membentur lantai dengan keras.

Shuji berguling kesamping sambil memegangi kepalanya dia merasa sangat kesakitan. Namun hatinya jauh lebih sakit. Shuji berusaha mengangkat kepalanya, dia akhirnya berhasil mengangkat badannya, namun badannya limbung saat mencoba melangkah. Sekilas dilihatnya, calon istri yang dia cintai sedang berusaha membuka pintu yang terkunci. Sejurus kemudian pintu berhasil dibuka dan Nana hilang dibalik pintu. Shuji mengumpulkan semua tenaga yang dia miliki, dia berlari sempoyongan mengejar Nana.

Nana mencoba berlari tapi kakinya yang lama terikat terasa lemas. Tubuhnya sempat ambruk beberapa kali. Nana terus berlari dengan bertelanjang kaki, dinginnya jalanan bersalju tidak dia rasakan. Dia berlari sambil menangis, pikirannya kalut, "Kemana aku harus pergi? Kantor polisi? Rumah Michan?".

Nana sampai di persimpangan jalan yang cukup ramai. Lampu pejalan kaki masih merah namun saat Nana menegok kebelakang, dia melihatnya, Shuji berlari susah payah sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Walau sempoyongan larinya cukup cepat. Nana tidak sempat berpikir panjang dia berlari menerobos lampu merah. Suara klakson dan rem mobil bersahutan, semua terkejut melihat sesosok wanita yang tiba tiba berlari ke tengah jalan. Nana sampai diseberang dengan selamat dan langsung ambruk ke trotoar yang sudah mulai dihiasi serpihan salju. Nana berbalik dan melihat shuji disebrang jalan. Shuji berdiri terhuyung. Tangan kirinya memeluk tubuhnya sendiri tangan kanannya mengepal menahan segala rasa yang bergejolak di dadanya. Walau berjauhan Nana masih bisa melihat Shuji sedang menangis. Pria itu kini menutup wajahnya dengan kedua tangannya, badannya berguncang.

Lampu pejalan kaki masih berwarna merah. Shuji melihat kearah kiri dan menarik nafas dalam. Dengan sisa kesadarannya dia memutuskan satu keputusan yang dirasanya merupakan keputusan terbaik. Shuji melangkahkan kakinya ke tengah jalan. Nana ingin bangkit dan kembali berlari menjauh tapi kakinya sudah tak kuat lagi. Dia berlutut di trotoar yang dingin memandangi kekasihnya yang berusaha menghampirinya. Ah, tapi, kenapa Shuji menghentikan langkahnya. Nana menyadari sesuatu dilihatnya bus berkecepatan tinggi sedang melaju ke arah Shuji. Di jalanan selicin ini mustahil dia bisa mengerem tepat waktu.

"Shujiiiii.... Tidaaaaak!" Nana berteriak parau. "Jangaaaaan!"
Dilihatnya Pria yang berjanji akan menikahinya itu tersenyum. Senyum terindah yang pernah Nana lihat. Dengan sisa sisa kekuatannya Shuji berteriak "Aku mencintaimu Nanaaa!"

Suara klakson dan rem bis menggema ditelinga Nana, lalu suara tumbukan keras, Braaaaak... dan jeritan histeris orang orang di sepanjang jalan. Nana mematung tak percaya apa yang baru saja dilihatnya. "Shuji?" Nana berusaha menarik nafas... "Shujii? Itu...  Shuji... ha...ha...ha...hahhahaah." Nana memanggil manggil Nama kekasihnya lalu tertawa keras. "Shujiiii.... Shujiiiiiii!" sekarang Nana menjerit jerit histeris. Tangannya bergantian memukul mukul trotoar dan menarik narik rambutnya "Shujiiiiiiiiii..." dua orang polisi datang dan mengamankan Nana "lepaskan lepaskaaaan hahahhaha... Shujiiiiiiii..." lalu wanita itu menangis dan pingsan di pelukan polisi yang langsung memasukannya ke ambulan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro