Chapter 4
"Tenn! Tenn! Bangun, nak!"
Perlahan Tenn mulai membuka matanya. Samar-samar ia mulai melihat sang ayah yang membangunkannya.
Tenn mulai menggeliat. Ia raih tangan ayahnya yang mencoba membantunya untuk duduk. Beliau mengelus pucuk kepala Tenn.
"Kau ketiduran di sini ya?"
Tenn mengangguk lemah. Walau masih setengah sadar, ia bersandar pada dada bidang sang ayah yang terus membelai rambutnya.
"Kau mendengar ayah dan ibu bertengkar, hm?" tanyanya pada Tenn. Rupanya dia menyadari kehadiran Tenn saat itu.
Tenn hanya mengangguk. "Cukup banyak," lirihnya.
Tak terasa Tenn kembali meneruskan tidurnya dalam dekapan sang ayah. Hening menyelimuti mereka, ayah Tenn hanya tersenyum melihat anaknya ini yang kembali tertidur. Dapat ia lihat bekas air mata pada kedua pipi Tenn.
"Kau menangis, Tenn?"
Ia mengelus pipi Tenn tersebut.
"Maafkan ayah, ya . . . Tenn."
∞••My Idiot Twin's••∞
Hari ini Tenn akan mengikuti seleksi untuk mengikuti olimpiade, pagi-pagi sekali ia sudah berada di sekolah. Di kelas 6A, Tenn nampak terduduk manis di barisan kedua. Ia terlihat membolak-balikkan halaman buku di tangannya sembari menunggu satu persatu anak sekelasnya berdatangan.
"Eh, ada Tenn," ujar seseorang di ambang pintu. Tenn menoleh, ternyata itu hanya Ryu. Dan Gaku tentunya.
"Tumben pagi, ada angin darimana ini?" sahut Gaku.
Tenn menutup buku ditangannya. Ia tengok Gaku dan menatapnya sedatar mungkin. "Apakah berdosa jika aku datang terlalu pagi?"
Ryu dan Gaku lantas terdiam mendengar jawaban Tenn barusan. Mereka saling berpandangan dan setelahnya berjalan menuju bangku mereka masing-masing.
"Au deh. Deh deh gausah disaut, pusing Dede sama dia," ujar Gaku.
Tak menggubrisnya, Tenn kembali membuka buku bimbelnya dan membacanya dalam diam.
"Tenn!" panggil kepala sekolah dari arah pintu. "Bisa ikut bapak sebentar?"
Tenn menurut. Setelah merapikan bukunya kedalam tas, Tenn pun berjalan keluar kelas mengikuti kemana kepala sekolah membawanya.
"Mau dihukum tuh pasti," ucap Gaku asal ceplos setelah Tenn keluar.
"Ngawur!" sergah Ryu. "Yakali Tenn dihukum. Kalo kamu baru iya."
"Ish! Teman siapa sih kamu?"
"Teman Yaotome Gaku."
"Hmm, pantes sengklek."
Di ruang kepala sekolah, mereka nampak berbincang.
"Tenn, karena kamu akan mengikuti olimpiade jadi tolong isi formulir ini ya?" tutur pak kepala sekolah kepada Tenn seraya menyerahkan selembar formulir kepadanya.
Tenn mengangguk, ia raih selembar formulir tersebut dan lantas membungkuk guna berpamitan. Ia pun keluar dari ruang kepala sekolah itu dan berjalan menuju kelasnya. Setelah mengisi formulir itu Tenn tahu ia akan mengikuti seleksi peserta olimpiade. Tenn sudah tidak sabar untuk segera mengikuti olimpiade itu, lebih tepatnya ia sudah tidak sabar untuk melihat senyuman bangga kedua orangtuanya atas prestasi yang akan diraihnya ini, bukan karena si idiot itu lagi.
"Tunggu saja Riku, perlahan aku pasti bisa hilangkan kamu dari benak ibu." Tenn menyeringai.
***
"Anak-anak, sekarang waktunya makan siang. Silakan buka kotak bekal makan kalian masing-masing, ya," ujar seorang guru didepan kelas Riku.
Sang guru pun keluar dari sana meninggalkan murid-murid difabelnya yang tengah sibuk membuka kotak bekal mereka. Ibu Riku melihat aktivitas anaknya di sana melewati kaca jendela kelas.
"Selamat siang, Bu," sapa guru tersebut terhadap ibu Riku. Dapat dilihat dari nametag di atas kantung baju gurunya dia bernama Tsumugi.
"Ya, selamat siang."
Tsumugi ikut berdiri di samping ibu Riku seraya menatap murid-muridnya dari jendela. "Riku belajar dengan cepat ya, Bu."
Ia hanya tersenyum mendengar ujaran Tsumugi. "Riku belajar banyak di sini."
Namun, dapat dilihat senyumannya perlahan memudar diiringi sorotan mata yang menyiratkan kesedihan. Tsumugi menyadari itu, ia tepuk pelan bahunya guna menguatkan.
"Ada apa, Bu?" tanya Tsumugi.
"Aku hanya berharap, andai saja Riku normal seperti anak-anak pada umumnya. Terlebih seperti Tenn."
Mengucap nama Tenn, ia kembali merenung. Jika ya Riku normal, mungkin Tenn tak akan malu bersaudaraan dengan Riku, itu pikirnya.
"Kita tidak bisa menyalahkan takdir, Bu," sahut Tsumugi. Matanya kini beralih memandang murid-muridnya yang berada di dalam kelas. "Walaupun begitu, Riku sedikit berbeda," lanjutnya.
"Sedikit berbeda?"
Tsumugi mengangguk sembari tersenyum, ia tatap lekat-lekat ibu Riku yang masih menatapnya heran.
"Dari keseluruhan murid yang saya ajari, hanya Riku yang mampu memberi respon dengan cepat. Dan kadang hanya dia yang angka persentase kambuh yang lebih kecil. Kurasa itu sudah cukup membuat Riku istimewa di sini," tuturnya.
"Riku . . . benarkah?" Ia tersenyum. Tangannya mulai tergerak mengelus kaca jendela yang seakan membelai Riku di dalam sana. Matanya mulai berkaca-kaca seiring menatap Riku yang sedang susah payah melahap santapan makan siangnya itu.
"Riku aman di sini, jadi Anda tenang saja."
Ia mengangguk. Matanya kembali memperhatikan Riku. "Kurasa . . . begitu."
'Riku, ibu berharap untukmu.'
- to be continued -
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro