Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29 | Rahasia yang Tersembunyi di Belakang

[Special part; Lisa's POV]

***

Ada beberapa orang terlahir dengan keberuntungan. Punya keluarga harmonis, teman-teman baik, ekonomi yang stabil, nasib yang mujur. Golongan manusia itu akan benci melihat penyimpangan, mudah menilai seenak jidat. Termasuk seorang wanita cantik--kuakui itu--dengan setelan glamour serta beberapa barang branded melekat ditubuhnya, yang tengah marah-marah enggak jelas di depanku ini.

Masih banyak meja yang belum kubersihkan, menjadi pelayan Kafe selama empat bulan membuat teman kerjaku yang lain sudah biasa dengan adegan seperti ini.

"DASAR LONTE!"

Ajigile, aku pikir manusia-manusia kaya selalu menjaga tutur bahasanya, ternyata kebanyakan dari mereka justru seringkali berbahasa binatang.

"Pura-pura budek lo jalang!"

Aku menghela napas berhenti mengelap meja, membalas tatapan mautnya tidak takut sama sekali. "Duh, Mbak. Saya lagi kerja, nih, mohon maaf tidak bisa menanggapi ocehan gak bergunanya. Silahkan coba lagi besok...."

"Sok iya banget lo. Kalau enggak mau diganggu jangan ganggu duluan. Rumah tangga gue hancur gara-gara lo!"

Aku sungguh butuh membeli penyumpal telinga mulai besok. Wanita rupawan ini sungguh senang sekali teriak-teriak. Apa dia tidak tahu bahayanya teriak?

Nih, saya jelaskan. Bagi pendengar, itu bisa merusak telinganya, gendang telinga ku rusak emang dia mau ganti?

Bagi manusia yang teriak, kasihan atuh pita suara dan tenggorokannya. Aku tahu sekarang pasti tenggorokannya kering.

Merugikan kedua pihak bukan? Kenapa masih dilakukan sih?

"Lo, ya! Bener-bener bikin emosi gue habis," katanya sedetik kemudian menjambak rambutku kuat.

Rasanya ia ingin mencabutnya dari kulit kepalaku, lantas refleks aku ikutan menjambak rambutnya.

"Lonte!"

"Pelacur!"

"Jalang!"

"Binatang!"

"Mati aja lo bangsat!"

Bahkan dalam keadaan saling jambak-jambakan aja dia masih sempat teriak. Sungguh luar biasa. Karyawan lain kemudian melerai kami, bisa kalian bayangkan bagaimana kondisi penampilan kamu yang sudah acak-acakan.

"Lis, sudahi dong. Bentar lagi Kafe buka nih, bos bisa marah kalau sampai pelanggan lihat ada orang berantem."

Aku menyisir rambutku dengan jari-jari, "Ish, bukan salah gue. Nih Mbak-mbak Nggak jelas ini yang tiba-tiba nyosor duluan." Kataku pada Caca, teman karibku di kampus sekaligus orang yang membawaku kemari.

"Heh! Lo yang enggak jelas, perempuan gak bener yang suka goda lakik orang."

"Lha lakik lo yang kegatelan, burungnya yang liar amat!" balasku tak tahan lagi.

"Mulut lo ya!"

"Makanya Mbak jadi istri seharusnya lebih belajar lagi memuaskan suaminya. Bukan cuma mau duitnya doang! Lakik lo udah bangkotan aja masih susah lo puasin? Jangan-jangan punya lo udah melar selebar jembatan Suramadu!"

Wanita itu memerah tampak ingin menjambak atau menamparku, tapi aku kali ini tidak mau wanita itu mengacau lagi. Aku mundur lalu, menatapnya garang.

"Bukan gue yang goda suami lo, suami lo yang minta dipuaskan, sedangkan gue ya terima aja wong dibayar mahal! Lah lo?! Udah dikasih uang banyak tetep kagak mampu!"

"ARGHHH SIALAN LO ANJING!"

Wanita itu berada pada puncak amarahnya, Caca geleng-geleng, tidak mampu berbuat apa-apa lagi, selain menonton apa yang akan terjadi. Tidak mau ikutan terluka dengan perkelahian kami.

Wanita itu menerjangku, menghajar aku habis-habisan. Aku hanya bisa melawan semampuku, yang paling penting aku harus melindungi wajahku. Aset berharga milikku.

Andre bersama beberapa pelayan laki-laki yang baru datang pontang-panting memisahkan kami, kadang cakaran wanita gila itu mengenai mereka. Meskipun aku mendapat banyak luka cakaran tapi tetap puas melihatnya akhirnya menyerah dan pulang dengan wajah super jelek karena make up tebalnya telah rusak, matanya berkaca-kaca menyiratkan keputusan-asaan dan rasa kesal.

Dasar gila!

Suaminya, pria bangkotan berumur setengah abad, kemarin mampir ke kafe ini. Ia tampak kesepian jadi aku berinisiatif menemani, sebenarnya sekaligus cari mangsa. Aku butuh uang untuk bayar uang kuliah semester depan, belum lagi uang kost. Duh, banyak banget uang yang aku perlukan.

"Istri saya enggak pernah bisa buat saya sampai puncak, padahal masih muda tapi dia cepat sekali orgasme. Baru beberapa kali celup dah letoy."

Aku tertawa anggun, "Coba suruh istrinya banyak-banyak makan daging, Pak. Kayak saya, berapa ronde pun saya jabanin."

Yup, pembicaraan kami pun berakhir di salah satu hotel bintang lima, dengan dia yang baru satu ronde sudah tumbang.

Bah, suami istri ternyata letoy.

Tapi syukurlah, aku tidak perlu capek-capek.

Dari cerita itu bisa kalian lihat aku tidak bersalah bukan? Kami sama-sama setuju, aku tidak memaksa pria itu, dan aku sukarela memberikan dia kepuasan. Ya ... meski dibayar juga.

Aku terduduk lemas di ruang ganti. Andre dagang dengan kotak P3K andalannya juga seplastik es batu.
Aku menerima es batunya laau menempelkan ke keningku yang benjol karena kejedot kepala wanita tadi. Sedangkan Andre sudah telaten mengobati luka cakar di tanganku.

"Kenapa, sih, istri pelanggan lo selalu bisa menemukan lo?"

Aku mengangkat bahu, ya, tak acuh, mana kutahu! Kenapa tanya aku? Tanya wanita-wanita gila itu dong!

"Enggak capek apa gini terus?"

Pertanyaan itu membuat aku mendelik, lalu tertawa hambar.

"Itu pertanyaan retoris."

"Kalau capek kenapa enggak berhenti?"

Aku tertawa lagi kali ini hambr itu berubah pahit, "karena aku belum kaya, aku masih butuh banyak duit, Ndre."

"Kerja yang lebih baik, Lisaaa."

"Kerja mana yang bisa membuat aku punya banyak duit dengan mudah selain ngelonte?"

Andre terdiam, antara terkejut dengan bahasa frontalku atau tidak bisa menjawab pertanyaanku. Ah ...  kurasa gabungan keduanya.

Mungkin aku memang tidak terlahir di keluarga miskin, tapi menginjak dewasa tiba-tiba saja perusahaan Papa bangkrut. Semua aset disita, bahkan rumah mewah kami harus dijual agar bisa bertahan hidup setiap harinya.

Duh, rasanya menyedihkan mengingat akulah salah satu manusia bernasib kurang beruntung, sial!

Astaga, kenapa aku enggak kayak Ana saja. Meski terlahir di keluarga miskin, tapi kini ia sudah kaya. Bisa-bisanya cewek biasa-biasa saja macam dia dapat suami kaya.

Gaji sebulan saja setara dengan empat kali aku melayani pria mesum. Apa tidak gile?

Sayangnya akhir-akhir aku mengetahui, nasibnya tidak kalah sial.

Entah aku harus kasihan atau senang.

Herman. Pria empat puluh  tahun itu adalah laki-laki yang dulu mengambil keperawananku dengan membayar mahal.

"Istirahat dulu, nanti kalau udah baikan baru kamu kembali kerja," ujar Andre telah selesai dengan tugasnya. Kini lenganku telah ditambal plaster luka di mana-mana.

"Thanks, ya, Ndre. Nanti pulang aku traktir makan sate deh."

"Enggak usah sok baik, simpan aja uang lo baik-baik biar kagak dilabrak istri orang lagi."

Aku tersenyum kecut mendengarnya. Aku tahu ia mencemaskan diriku, tapi aku lebih mengetahui kondisiku.

Sejak bangkrut orang tuaku tidak bisa lagi mencari pekerjaan yang sanggup membiayai hidup kami.

Sedangkan aku sudah terlanjur kuliah di universitas swasta ternama.

UKT nya mahal, padahal aku sudah nyaman. Kuakui aku punya pilihan untuk pindah kampus saja daripada menjual diri demi biaya kuliah.

Namun, egoku tidak membiarkannya. Belum lagi kabar Papa dipecat dari pekerjaannya barunya membuat aku stress.

Mau kuliah di manapun kalau enggak punya duit, mah, sama aja.

Maka, saat pria yang doyan memburu gadis perawan itu menawarkan harga mahal. Aku iyain aja.

Aku butuh demi masa depanku.

Eh, enggak tahunya Herman ketagihan dengan tubuhku. Dia dulu sering menelepon setiap malam Minggu untuk menemaninya.

Sampai suatu saat Bunda nya datang melabrak kami. Aku dimaki habis-habisan. Sialnya--emang banyak sial di hidupku--Bundanya itu mengenal orang tuaku.

Ia mengancam akan memberitahu mereka kalau aku jual diri pada anaknya jika tidak mau menjauhi Herman.

Terang saja aku terpukul telak. Agak marah karena kehilangan pelanggan setiaku. Mana bayaran nya selalu tinggi, kan, tidak rela daku.

Namun, aku tidak mau membuat orangtuaku kecewa. Sebrengseknya diriku aku masih menyayangi mereka.

Aku pun menghilang dari peredaran Herman. Mengganti nomor, pindah kos, pindah tempat kerja. Setiap kali ia menemuiku di kampus aku selalu sembunyi.

Enam bulan lalu, akhirnya pria sangean itu berhenti.

Ternyata dia akhirnya menemukan mangsa baru. Gadis polos akan segera ia nikahi dan ia segera mendapatkan gadis perawan sekaligus budak seks gratis.

Miris bukan? Dinikahi hanya untuk memuaskan nafsu bejatnya.

Aku sempat berpikir ia telah berubah, karena kulihat Ana sangat mencintai suaminya itu. Apalagi disetiap ceritanya, Ana bilang Herman pria baik yang menerima dia apa adanya.

Tapi prett, sange tetap sange. Lihat semalam wajahnya yang tua itu memandangiku.

"Lisaaa, ada tamu lagi tuh nyariin lo."

Aku yang masih beberapa menit memejamkan mata menoleh malas pada Caca. "Badan gue masih sakit untuk bertempur lagi, suruh balik gih. Bilang hari ini gue gak masuk."

"Tapi dia om-om, Lis... Pelanggan lo mungkin, mau tolak aja?"

Aku mengangguk, masih malas untuk bekerja. Andre ada benarnya, aku memang butuh istirahat selepas dihajar habis-habisan.

"Okey, gue sampaikan."

Setelahnya dia pergi untuk kembali lagi beberapa menit kemudian.

"Dia kekeh mau ketemu, Lisa!"

"Aih, malas ih. Lo aja Ca, yang layani sana. Mayan biar lo pernah ngerasain dibelai."

"Ogah, amit-amit! Hanya suami gue yang berhak nyentuh gue."

"Hilih ...."

"Om-om itu keras kepala, Lis. Katanya kalau lo tahu siapa dia, lo pasti segera muncul."

Kau memutar mata malas, emang siapa sih?

"Herman namanya."

Aku menegakkan tubuh, "siapa, Ca?"

"Herman!"

"Astaga om-om satu ini, mau apa sih?"

Benar saja, aku langsung bangkit berdiri menemui pria sangean itu.

"Buat apa kemari?"

"Buat nyewa jalang kesayangan saya yang dulu sempat hilang."

****

Okey, guys. Tebakan kalian benar. Pembaca aku jago-jago yaaa😂😂

Oh, ya, Lisa's POV ini bakalan muncul beberapa kali lagi di chapter depan. So, kalian bisa lihat kelakuan bejat Herman deh.

Tap star and leave a comment guys!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro