Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12 | Dari Belakang, bolehkah?

Sampai dua hari setelah malam itu, aku masih memikirkan tentang gaya bercinta yang Mas Herman lakukan padaku. Rasa-rasanya aku ingin menanyakan ini pada Bunda, tapi terlalu takut, nanti ia pikir pula aku umbar-umbar keintiman kami padanya.

Jam sepuluh pagi aku telah selesai dengan pekerjaan rumah, biasanya jam segini kupakai untuk mengistirahatkan diri atau bisa jadi dengan menonton TV.

Setelah berpikir apa yang harus aku lakukan, akhirnya kubawa kakiku melangkah ke ruang tengah. Duduk di sofa panjang berwarna coklat yang amat halus--mungkin bunda rutin mencucinya sebulan sekali seperti di rumahku.

Meletakkan bokong di atas sofa, aku bersender memencet tombol power untuk menghidupkan persegi ndi depan sana. Layar yang tadinya hitam kini memunculkan logo merek elektronik tersebut sebelum sebuah stasiun televisi menayangkan sebuah sinetron.

Mungkin untuk anak seusiaku, menonton sinetron adalah kegiatan yang tidak asik. Iya, sih. Umumnya sinetron itu ditonton oleh emak-emak. Sedangkan aku masih berusia dua puluh tahun, tapi yang namanya selera, kan, ya beda-beda.

Saat tayangan berganti iklan, sofa yang aku duduki bergoyang pelan, seseorang duduk di sampingku. Siapa lagi kalau bukan Bunda. Mas Herman dan Ayah sudah berangkat kerja.

Mmm .... Sekadar informasi, ayah mertua aku itu sebenarnya sudah pensiun dari dua tahun lalu. Ia bekerja sebagai guru di sebuah sekolah negeri tak jauh dari rumah, mengajar mata pelajaran seni budaya--sekarang kalian tahu, kan, dari mana bakat hebat Mas Herman.

Ayah tetap semangat mengajar meski sudah pensiun, sekolah tempat beliau mengajar pun tetap menerima. Orang-orang mungkin akan heran kenapa Ayah tetap mau mengajar walaupun udah pensiun, yang berarti enggak digaji (digaji pun upahnya tidak sebanyak dulu, bahkan tidak sampai setengah gajinya dulu). Kata Herman lewat perbincangan kami waktu ta'aruf, Ayah bekerja dengan hati ia suka sekali melihat semangat belajar siswa-siswanya.

Pernah dulu ia menghantarkan anak muridnya di perlombaan seni nasional dan menang juara satu. Fotonya di pajang di ruangan ini. Tepatnya di atas lemari hias di samping televisi.

Baiklah sudahi berbicara tentang Ayah, kini isterinya tengah merebut remot dari kekuasaanku. Huft, mana aku gak bisa melawan.

"Kamu nih, kerjaannya nonton bae."

Nah, nah, kan. Dia akan memulai celotehan menyebalkan lagi. "Untuk menghibur diri Bunda, Ana capek."

"Ya, Mbok dengan cara lain." Dia mematikan televisi, lalu menatapku serius, "Bunda lihat sejak kamu di sini, enggak pernah kelihatan ngurus diri. Berdandan pun jarang."

Aku mengerutkan kening bingung, buat apa berdandan kalau di rumah saja? Toh, kalau keluar juga paling untuk belanja, ke pasar juga harus dandan gitu?

"Meskipun Bunda akui kamu sudah cantik alami, tapi ada kalanya kamu harus tampil lebih cantik untuk memuaskan suami kamu."

"Ha? Maksudnya apa, Bunda?"

"Ha, hu, ha. Jaga sikap kamu Ana. Bicara sama orang tua kok ndak ada sopan-sopannya."

Aduh, salah lagi. Aku sering kelupaan untuk menjaga sikap. Enggak boleh lagi pakai sifat-sifat yang dulu, yang ngomong kadang kurang dijaga.

"Maaf, Bunda. Ana cuma refleks."

"Sudah-sudah." Ia mengibaskan tangannya, lalu kembali serius. "Maksud Bunda itu. Meskipun kamu itu cantik dan Herman cinta sama kamu. Itu enggak jadi alasan bahwa kamu enggak perlu berusaha lagi mempertahankan hubungan kalian. Salah."

Ia menepuk pundakku, kini menatapku lebih serius. "Bunda tahu umur pernikahan kalian baru dua Minggu, tapi masalah enggak tahu datangnya kapan. Di luar sana banyak sekali wanita cantik, dan itu godaan terbesar suami kamu. Kalau dilihat istrinya makin hari makin biasa saja, apa tidak jadi lemah iman?"

Ah, sekarang aku mengerti. Ini luput dari kesadaran aku. Tapi ada satu hal yang masih membingungkan.

"Tali Bunda .... Bukannya bagaimana pun cantiknya wanita di luar sana, suami yang seharusnya menguatkan iman agar tidak tergoda. Itu bukan kesalahan isteri."

"Ya, Allah, Ana. Dengar baik-baik ini."

Aku menurut dan memfokuskan seluruh perhatian ku lada wanita ini.

"Kamu benar, tapi ingat satu hal. Kamu bisa mengantisipasi untuk mengunci pintu bila tidak ingin maling masuk, meskipun sebenarnya maling itu yang harus sadar kalau mencuri itu dosa. Laki-laki paling lemah sama perempuan, dia butuh bantuan kamu juga. Mulai sekarang lebih perhatikan penampilan kamu."

Sekarang aku mengerti, Bunda Putri emang jago sekali membuat aku sadar kesalahan ku, kalau saja dia tidak cerewet dan bermulut pedas. Aku emang selalu berpakaian sederhana. Celana rumahan biasa dengan baju kaos atau baju tidur tidak ada yang spesial.

Mulai nanti malam aku akan lebih memerhatikan penampilan.

"Bunda." Aku teringat sesuatu, aku kuatkan iman dan keberanian untuk mengatakan, berhubung Bunda lagi dalam mode enak diajak bicara.

"Ana mau bertanya, tapi maaf sebelumnya ini sedikit sensitif."

"Ya, Ana, ada apa?"

Aku memilin ujung bajuku, terlampau gugup. "Bunda. Ana mau tanya tentang hubungan suami istri."

"Ya?"

"Hmm ... Mmm.... Apakah boleh saat melakukan 'itu' suami boleh melakukannya dari belakang?"

Mata Bunda membulat, ia terkejut dengan pertanyaan ku. Mungkin ia tidak berpikir pertanyaan seperti inilah yang aku tanyakan padanya.

"Dengar baik-baik satu ayat ini Ana;

"Istri-istrimu adalah (laksana) tanah tempat bercocok tanam bagimu, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu sebagaimana saja yang engkau kehendaki" (QS. Al Baqarah : 223

"Kamu tahu artinya?"

Aku menggeleng, "apa Bunda?"

" Ana .... Rasul menutup hadits ini dengan pernyataan tegas, yaitu: “Mau dari depan atau dari belakang boleh, asal di kemaluan isteri,” (Hadits Imam Al-Bukhari 154/8, dan Imam Muslim 156/4). Pernyataan Rasul pada hadist ini bukan hanya memberikan sebuah penegasan tentang hukum, lebih dari itu tersedia ruang kebebasan berkreasi bagi setiap suami atau isteri ketika melakukan hubungan intim. Terserah dengan gaya apapun, asal yang menjadi objek suami adalah kemaluan isteri."

Aku menghela napas lega, ternyata ini bukan kesalahan tapi sah-sah saja. Dari mana aja posisinya asal di kemaluan. "Ah, paham Bunda."

"Hahaha, dasar pengantin baru. Pasti kamu merasa sangat aneh bukan?"

Tawa bunda membuat aku tersenyum malu, tapi syukurlah dia tidak menghakimiku kali ini. "Iya, Bunda. Rasanya risih."

"Mungkin efek pertama kali, kalau sudah sering, bahkan kamu yang akan meminta. Hahaha."

***

Author Note:

Wkwkwk, diketawain kan sama mertua, Ana-Ana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro