Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dua : [balas dendam]

'Tap tap tap'

Laura menghentakkan kakinya kesal mendekati ayahnya yang sudah siap sedia menerima berbagai macam makian yang di tujukan Laura padanya.

"Fix Pa, Aku-Kamu end!" Laura menatap Andrico sinis. Sedangkan Andrico menatap Laura dengan tatapan bingung.

"Salah Papa sama kamu apa?" tanya Andrico pada anak semata wayangnya itu.

"Gatau. Bodo. Mau pulang. Bye!" ucap Laura ketus dan segera masuk ke dalam mobil ayahnya itu.

Biasanya, dia akan merasa tak enak jika berinteraksi dengan ayahnya di lingkungan sekolah. Namun kali ini, dia bahkan berani memukul ayahnya beberapa kali. Baru memasuki mobil.

Sedangkan ayahnya yang tadi memasang muka datar, langsung memiliki banyak ekspresi yang ditunjukkannya pada putrinya itu.

Sebenarnya, Andrico merupakan lelaki dengan wibawa yang tinggi. Namun jika bertemu dengan anaknya itu, entah kenapa jiwa lelaki jahilnya timbul begitu saja.

Hal yang menurutnya paling berharga di dunia itu adalah saat melihat putrinya dapat mengekspresikan semua perasaannya tanpa sungkan.

Karena menurutnya, tak banyak anak dari rata-rata keluarga yang mengekspresikan dirinya sebanyak Laura. Mereka hanya cenderung menutup diri pada keluarga, dan terbuka pada teman-teman mereka.

Padahal mereka sendiri belum tentu tahu, teman macam apa sebenarnya yang bersama mereka. Andrico hanya takut, jika anaknya ini salah mengikuti pergaulan, dan menjadi manusia yang tak berguna.

***

Lima belas menit mereka lewati dengan keadaan hening. Bahkan, saat Andrico menyetel lagu kesukaan Laura, dia tak berekspresi banyak seperti biasanya.

"Kamu marah?" tanya Andrico pada anaknya itu.

"Ya menurut L? Batalkan aku liat Pangeran gara-gara Papa!" kesal Laura sambil menatap ayahnya garang.

"Ah! Gantengan juga Papa dari pada dia. Namanya aja aneh. Pasti orangnya juga!" entah mengapa, Andrico sangat tak menyukai banyak lelaki yang mendekati anaknya ini.

Walaupun dia tahu. Kalau anaknya ini memang memiliki kecantikan di atas rata-rata.

"Papa, namanya normal. Tapi mukanya Papa aneh kok." Laura benar-benar meluapkan semua kekesalannya tanpa di tahan.

Andrico membulatkan matanya. Mendengar perkataan anaknya yang satu ini. Jujur saja, sudah beratus kali Laura mengatakan ini. Namun tetap saja, Andrico akan terus saja kaget mendengarnya.

"Kamu bilang Papa aneh??" tanya Andrico langsung.

"Tuh kan, tuh kan, aneh. Masa di bilang aneh marah!" teriak Laura dengan hentakan kakinya. Andrico makin membulatkan matanya, saat sadar, Laura berusaha untuk merusak mobil kesayangannya.

"MOBIL PAPA MAHAL EH ! JANGAN DI TENDANG!" teriak Andrico langsung ketika melihat Laura menendang-nendang mobilnya.

"OH JADI PAPA LEBIH MILIH MOBIL PAPA DARI PADA AKU?!" teriak Laura lagi. Andrico lantas mengangguk meng-iya-kan.

Laura membulatkan matanya yang bulat itu dan menatap ayahnya horror. Sedangkan Andrico memegang mulutnya menandakan dia keceplosan. Laura mulai menarik napasnya. Hal ini biasa dilakukannya saat siap mengoceh panjang pada ayahnya.

Dan Andrico terlihat pasrah sambil terus menyetir. Mencari perhatian selain anak satu-satunya itu.

"Papa ya! Tega banget sama anak sendiri. Udah aku ga bisa ngelihat suami-suami aku konser nanti. Sekarang negliat Pangeran aja ga boleh! Nanti kalau Papa pergi sama Tante-Tante genit, aku ga boleh ngelarang-larang. Kesel ya Laura Pa! denger gak?" cerocos Laura begitu melihat ekspresi ayahnya yang kurang mengenakkan.

"Ya kamu kadang mintanya yang engga-engga Ra! Mana bisa Papa kasih." Ucap Andrico berusaha untuk mencari alasan pada anaknya itu.

"Apa coba yang engga-engga Pa?" tanya Laura pada ayahnya bingung. Padahal ia sangat yakin bahwa permintaannya itu adalah permintaan yang sangat sederhana.

"Ya masa kamu minta konsernya didatengin ke rumah. Terus kamu mau ngajak tidur semuanya. Ya Tuhan Laura, salah kasih makan apa, Papa. Sampe otak kamu rada sengklek begini." Andrico menggelengkan kepalanya, sedangkan Laura tetap pada pendiriannya itu.

"Itu normal Papa! Siapa yang ga mau tidur sama suami sendiri?" tanya Laura pada ayahnya yang mulai kehabisan kata-kata

"Astaga Laura! Nikah aja belom, udah suami-suami aja!" teriak Andrico benar-benar pasrah dengan keadaan terdesaknya saat ini.

"Yaudah pokoknya dia suami Laura, Papa!" teriak Laura tak suka.

Andrico melihat Laura dengan pandangan rindu tiba-tiba. Teringat akan mendiang istrinya yang sudah lama meninggalkan mereka berdua. Istrinya itu, sangat mirip dengan Laura yang sangat keras kepala dan ekspresif.

Apalagi mata mereka yang tak bisa membuatnya berpaling sedetikpun. Andrico sangat merindukan istrinya dan anaknya sekaligus. Andrico merindukan momen dimana kedua peremuannya berebut untuk mendapatkan pelukannya.

Ataupun mereka berebut untuk memasakannya makanan kesukaan Andrico. Walaupun semua itu hanya istrinya lakukan untuk membuat anak mereka marah saja.

Ya, Laura kecil sangat menyayangi Andrico dan juga ibunya. Namun sayang, Laura besar tidak mendapatkan kasih sayang ibunya lagi, karena dia sudah berada di tempat yang jauh dan bahkan sudah tak tersentuh lagi.

"Papa?" tanya Laura saat melihat Andrico yang menatapnya dengan setengah perasaan pedih.

"Papa..." panggil Laura pelan. Tadinya dia ingin mengoceh lebih panjang lagi, namun sepertinya tertahan.

Karena ayahnya mengingat mendiang ibunya. Melalui matanya, dan dia saat itu.

Tanpa ayahnya tahu, dia juga merindukan ibunya.

Sangat.

***

'tak tak tak'

Hentakan kaki Laura terdengar jelas di rumah yang hanya mereka tinggali berdua itu. Andrico menatap putrinya santai. Tak perduli dengan apa yang putrinya itu lakukan. Dia sudah terlalu biasa melihat gadis satu-satunya itu merajuk.

"Papa tuh nyebelin. Awas aja!" selalu seperti ini jika Laura sudah berada di ambang emosinya.

"Papa tau Papa ganteng, ngelebihin cowo-cowo yang ada di kamar kamu itu." ucap Andrico sambil menatap anaknya itu angkuh.

"Cuih. Dimana-mana ya gantengan suami aku lah! Papa sebanding sama kaos kakinya dia doang," Laura mulai memperlihatkan sifat menyebalkannya.

Mungkin bagi orang awam, perilaku Laura pada ayahnya, sangatlah tidak sopan. Tapi bukannya begitu. Justru ayahnya-lah yang menyuruh Laura untuk bebas mengekspresikan dirinya di rumah. Mereka hanya tinggal berdua saja, jadi jika salah satunya bersifat tertutup. Maka siapa yang akan mempererat keluarga mereka ?

"Udahlah. Papa pengin mandi aja, belum mandi tadi, gara-gara pengin ngerjain kamu." Ucap Andrico yang terdengar sangat menjengkelkan bagi Laura.

Andrico langsung membuka bajunya dan melemparkannya ke sofa. Karena akan di pakainya lagi untuk ke kantor. Tak lupa ia meletakkan dulu telpon genggamnya serta jam kesayangannya yang mirip seperti punya Laura.

"Pa, nanti temenin aku nonton horror ya?" ajak Laura yang langsung di angguki oleh Andrico. Selain ingin menjadi papa-papa masa kini, Andrico juga ingin menjadi papa-papa rasa pacar untuk anaknya itu.

"Tapi aku masih gemes banget sama Papa loh ya," Laura memperingatkan Ayahnya lagi.

Andrico mengabaikannya dan langsung masuk ke dalam kamar mandi yang memang tersedia di sampan ruang keluarga di rumahnya.

'NENEK LAMPIR NELPON SIAGA SATU JANGAN DI ANGKAT'

Suara dering telpon mengagetkan kedua manusia yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing.

"LAURA JANGAN DI ANGKAT YA!" teriak Andrico dari dalam kamar mandi terlihat panik. Dan Laura juga menatap handphone ayahnya tak perduli.

Karena Laura sedang sibuk mengetest suaranya di karaoke mini miliknya, yang memang sudah di sediakan Andrico di rumah mereka.

"PAPA... OPO KOE KRUNGU JERITE ATI KU"

"INGIN BERTEMU PANGERANKU.."

"PAPA.. JANGAN JAHAT SAMA AKU..."

"TAR AKU KABUR KE RUMAH PACARKU.."

Laura bernyanyi dengan sangat khidmat. Andrico yang berada di kamar mandi hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar anaknya tidak benar-benar gila dan hanya pura-pura.

"Halo..."

Suara itu membuat Andrico mati kutu setelah membuka kamar mandi dan melihat ke arah sumber suara dengan cermat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro