
Hari Pertama
Tiba-tiba....
Brak...!!!
Sesuatu menabrak pintu kelas dengan lumayan keras. Dan membuat seisi kelas mengalihkan pandangannya ke arah pintu secara serempak. Begitu pula aku.
-=***=-
Di depan sana, tepatnya di sebelah pintu berdirilah seorang wanita?? ...mmm,perempuan?? ...baiklah, gadis. Gadis itu berdiri sambil mengusap-usap bahunya yang terlihat sakit saat menabrak pintu tadi. Ia memberikan cengiran tanpa dosanya pada seisi kelas.
"Hehe.. Maaf Pak. Saya terlambat." ujarnya.
"Haduh kau ini Resya. Sudah, cepat duduk!" jawab Pak Davin sedikit kesal.
Gadis bernama Resya itu berjalan sambil masih mengusap bahunya dan cengiran tanpa dosa yang masih belum luntur dari bibirnya. Pandangan kami bertemu, dan kami saling bertatapan selama beberapa detik hingga dia sampai di tempat duduknya.
Aku masih terpaku melihat punggung, masih terbayang dalam ingatanku bagaimana eyelock yang baru saja terjadi. Saat pandangan kami bertemu ia memberikan seulas senyuman padaku. Senyuman yang indah.
"Yap. Mari kita mulai pelajaran hari ini." ujar Pak Davin memulai kelasnya.
-=***=-
Ting...Nong...Neng...Nong...
"Fyuh...akhirnya selesai juga." batinku sambil merebahkan punggungku pada sandaran kursi.
"Hai. Namaku Rama, salam kenal!" seru sebuah suara. Dan ternyata dia orang yang duduk disampingku memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangannya.
"Eh..maaf. Namaku Viki. Salam kenal juga." jawabku sambil memperlihatkan senyum manisku.
"Kamu pindahan dari mana?" tanyanya lagi.
"Dari Bogor." jawabku kaku.
"Gak usah terlalu formal. Hehe, santai aja."
Aku menanggapinya dengan senyum kaku. Maklum lah, baru saja kenal.
"Ke kantin yuk. Sekalian aku ajak keliling sekolah." ajaknya.
"Mmm...Boleh deh yuk."
Saat sedang berbincang ringan bersama teman pertamaku. Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dari samping.
"Hai."
Sontak aku dan Rama menoleh untuk melihat sumber dari suara cempreng itu. Dan, aku terkejut setelah mengetahuinya. Ternyata itu adalah gadis yang terlambat masuk tadi.
Dia, gadis itu memperlihatkan senyumannya. Senyuman yang sangat manis menurutku. "Anak baru yah? Kenalin, namaku Resya Kencana. Panggil aja Resya." ujarnya dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya.
Aku yang masih terpaku pada senyumannya itu mendapat sikutan di pinggangku dan pelakunya adalah Rama. Tapi dengan sikutan itu aku tersadar dari fantasiku. Thanks buat Rama.
"Eh...Iyah...namaku Viki. Salam kenal." jawabku kikuk.
"Hola. Aku Delia." tambah salah seorang perempuan di belakang Resya yang bertumbuh tinggi. Diapun memiliki senyuman yang manis.
Kami pun saling berkenalan dan hari ini temanku bertambah dua orang yaitu Resya dan Delia.
"Kalian mau ikut ke kantin?" tanya Rama pada Resya dan Delia.
"Boleh deh yuk. Laper nih..hehe.." jawab Resya.
"Eh...Tunggu bentar. Ada yang ketinggalan." Rama menahanku saat aku akan berdiri. Dia menyondongkan badannya ke meja di depannya dan menepuk pundak salah seorang siswa yang sejak bel istirahat berbunyi dia sudah tertidur pulas.
"Woi...Razah. Bangun!"
Terlihat sedikit pergerakan di depan sana. Dia bangun dan mulai menguap lebar.
"Ada apa sih Ma?" tanyanya masih dengan muka bantal.
"Tidur mulu. Ke kantin yuk. Laper nih."
Razah menggeliat merenggangkan otot-ototnya. Dia membalikkan badannya dan terdiam saat melihatku. Aku hanya mengembangkan sebuah senyuman menanggapinya. "Viki." ujarku sambil menyodorkan tangan mengajaknya bersalaman.
"Ah?...eh...iya...Razah." jawabnya sambil meraih tanganku.
Disampingku, Resya dan Delia hanya tertawa melihat muka bantal Razah.
Kamipun bersama-sama beranjak menunju kantin sekolah. Diluar dugaan ternyata yang mereka sebut kantin itu ternyata lebih mirip food court. Banyak pedagang yang berjualan disana. Ada warung nasi, Bakso, Siomai, dan jajanan ber-micin lainnya berjejer disana.
Kami mencari meja kosong dan duduk disana. Mengobrol ringan sambil menunggu pesanan kami datang. Mereka memberitahuku bayak hal tentang sekolah ini. Mulai dari gerombolan anak berandalan yang suka memeras murid yang lemah, klub yang sedikit aneh yang didirikan sekolah, sampai cerita-cerita aneh yang terjadi di sekolah.
Setelah mengisi perut mereka berempat mengajakku berkeliling sekolah. Mulai dari gerbang depan hingga gudang belakang. Mereka menjelaskan semua itu dengan detil. Karena waktu istirahat yang diberikan oleh sekolah ini sangat panjang sekitar tiga puluh menit, jadi para murid bisa dengan leluasa bersantai dan mengistirahatkan isi kepalanya. Kebijakan yang sangat baik menurutku.
Tak banyak yang kulakukan di hari pertamaku di sekolah ini. Hanya berkeliling dan berkenalan dengan beberapa teman baru yang menurutku sangat baik.
-=***=-
Malam harinya aku hanya disibukkan dengan bermain game online di kamarku yang sudah lima hari kutiggalkan karena disibukkan dengan kepindahanku.
Terkadang aku berfikir sepertinya seru hidup di dunia game. Memiliki kekuatan dan bisa menjelajah ke berbagai tempat. Namun itu hanya khayalan semata, dan tidak mungkin terjadi. Di dunia ini hanya berisikan orang-orang normal yang hidupnya hanya bekerja dan mendapatkan uang untuk memperbanyak kekayaannya. Terkadang mereka menggunakan cara kotor untuk bisa memenuhi ambisinya itu.
Yah, mau bagaimana lagi. Aku hidup di dunia yang seperti ini. Dan mau tidak mau, suka tidak suka harus tetap kuhadapi.
Masih dengan kesibukanku bermain game. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku. Aku tersentak kaget, jantungku berdebar dengan cepat. "Siapa itu?" fikirku.
Mataku menatap kosong pada layar komputer, keringat dingin mengucur deras melalui dahiku. Semilir angin dingin menyentuh halus tengkuk leherku.
"Ck..ah..lupa tutup jendela." batinku.
Kakiku melangkah menutup jendela kamarku yang masih terbuka.
"Siapa?" tanyaku sambil menutup daun jendela kamarku.
Tak ada jawaban lagi. Hanya hening yang kudapatkan. Seketika tubuhku merinding. Sedetik kemudian aku dikagetkan dengan pintu kamarku yang tiba-tiba terbuka. Dan disana, di ambang pintu terlihat sesosok perempuan dengan rambut kusut dan wajah yang ditekuk seperti memendam kesal.
"Kak, aku ikut ngemil disini yah." ujarnya sambil terus masuk ke dalam kamar dan tanpa permisi duduk di meja belajarku.
"Huft...Kamu ini Dek. Kenapa lagi?" tanyaku.
Dia hanya menyobek bungkus makanan ber-micin dan memakannya dengan penuh emosi.
Ini adik pertamaku, namanya Trisa Ratnasa. Sebenarnya dia bisa dikategorikan makhluk yang konyol dan ber-otak fantasi sepertiku. Trisa gadis yang supel namun tetap saja dia seorang wanita, dan kalau sudah seperti ini biasanya dia sedang ada masalah dengan teman sekolahnya dan aku sebagai kakak yang baik harus mendengarkan curhatannya hingga tengah malam.
-=***=-
Pagi ini aku bangun dengan senyum merekah di bibirku. Karena akan menghadapi masa sekolah yang sepertinya akan menyenangkan.
Setelah mandi dan mematutkan diriku di depan cermin aku turun ke bawah besiap untuk sarapan pagi.
Disana, dimeja makan terlihat ayahku yang sedang membaca koran dan adik keduaku yang sedang fokus pada buku yang sedang dibacanya. Aku duduk di meja makan dan menyesap susu pagi-ku yang telah tersedia di meja makan.
Karena otak fantasi-ku yang selalu bekerja, sambil menunggu sarapan tiba aku mulai membayangkan apa saja yang akan kulakukan di sekolah nanti, tentu saja dengan teman baruku yang kukenal kemarin. Seperti apa saja yang akan kulakukan bersama Rama dan Razah, serta tak lupa aku mempersiapkan apa saja yang akan kuobrolkan dengan Resya, gadis yang memiliki senyuman manis itu yang entah kenapa selalu menarik perhatianku.
Aku membayangkan semua keseruan yang ada dalam fikirakuku hingga tanpa sadar senyuman terukir di bibirku. Hingga ...
"Kak! Kakak kenapa senyum-senyum sendiri?"
"Eeh." aku tersentak kaget mendengar pertanyaan yang terlontar dari adik keduaku. aku melihatnya yang tengah menatapku penuh selidik seperti seorang detektif yang menemukan kasus pembunuhan ruang tertutup.
"G-gak ada apa-apa kok Dek." jawabku gugup.
"Aku gak percaya," kini dia menyilangkan tangan di depan dadanya. "kakak pasti lagi ngebayangin hal yang menyenangkan ya? Atau kejadian yang seru? Atau ... kakak lagi mikir jorok ya?" tuduhnya tanpa melepaskan pandangan tajamnya ke arahku.
"Bwahahaha..." ayahku yang sedari tadi membaca koran kini tertawa terbahak-bahak melihat tingkah gila adikku ini. Dan aku? Hanya melongo mendengar penuturannya yang sudah melewati batas normal pemikiran untuk anak kelas Lima Sekolah Dasar.
"E-eh ... ng-nggak kok Dek. Apaan sih. Kakak gak mikirin apa-apa." jawabku frustasi.
"Jangan bohong kak. Bohong itu dosa." tuturnya mantap.
Suara tawa ayahku semakin keras.
"Ayah nih. Bantuin kek!"
Aku berfikir keras bagaimana caranya untuk mengalihkan perhatian adikku ini. Karena hanya dengan cara itulah aku bisa mengatasi kejadian ini.
"Ayo kak, jawab."
"Buset, adek gue kesambet apaa sih?" batinku.
Tiba-tiba sebuah ide terlintas di fikiranku.
"Eh iyah dek. Kata temen kakak toko buku disini lengkap banget. Kesana yuk nanti siang." Aku harap-harap cemas. Semoga cara ini berhasil.
Tiba-tiba matanya yang semula tajam berubah jadi berbinar. Sebuah senyuman pun terukir di bibirnya.
"Bener kak? Asiiikk... nanti siang ya kak."
"Iya dek."
Kini dia berjoget riang dan kembali membaca bukunya yang tertunda. Rasa penasaranku muncul. Kulihat sedikit sampul buku yang sedang dibacanya dengan merendahkan pandangaku.
"Pantes aja ni bocah tiba-tiba jadi banyak nuduh yang nggak-nggak. Lagi baca novel detektif ternyata."
Aku menghela nafas dan menyandarkan punggungku pada sandaran kursi. Seperti itulah kelakuan adik keduaku. Ade Almara. tidak beda jauh dengan kakak-kakaknya, namun dia masih harus mendapatkan bimbingan agar tidak mudah terbawa arus seperti tadi. Dia akan bergaya layaknya tokoh novel tergantung novel apa yang sedang dia baca.
Lamunanku pun melayang pada kejadian beberapa bulan lalu ...
Flashback ...
"Kakak...Kakak...Kakak..."
Almara berlari menghampiriku yang sedang duduk damai di sofa ruang keluarga sambil menonton televisi. Dia tiba di sampingku dan berkata.
"Kak, anter aku beli sapu yuk."
"Sapu? Buat apa Dek?" tanyaku heran.
"Buat belajar terbang kak."
Aku memiringkan kepalaku, menatapnya heran dan aku berfikir "Ini adek gue kenapa lagi?"
Aku melongo dan pandangan mataku menatap sebuah buku novel yang dibawanya. Novel yang menceritakan tentang sekolah para penyihir.
Aku menepuk jidatku. "Amsyong dah ni anak" fikirku.
Lalu dengan susah payah aku menjelaskan padanya bahwa sapu terbang itu tidak ada dan penyihir itu hanyalah mitos belaka.
. . .
Aku tersenyum geli membayangkan kejadian itu.
Tiba-tiba terdengar suara derap kaki dari arah tangga.
"Pagi semuanya."
Yap, itu Trisa yang baru muncul dari kamarnya dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Wajahnya terlihat ceria, dan itu berarti semua nasehatku semalam didengarkannya dengan baik.
"Pagi Kak, hehe." dia berjalan ke arahku dan mencium pipiku sekilas.
Aku hanya tersenyum menanggapi sapaannya. dan tak lama acara sarapanpun dimulai denga khidmat.
Begitulah pagiku yang super biasa saja, karena memang sudah biasa seperti ini jadi ya, biasa saja.
-=To Be Continued=-
Author note :
sebelumnya saya mohon maaf karena updatenya sangat lama, dan cerita ini sedikit membosanka karena memang masih tahap pengenalan tokoh. So, next semoga bisa update lebih cepat dan terjadwal. Syat Tunned yap...
Thanks...
Sakura_Hanatsuki
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro