Tidak Terduga
"Kamu suka main basket?"
Kuroko memandang orang di depannya heran namun masih memasang ekspresi datar.
"Ya," jawab Kuroko singkat. Datang-datang orang itu sudah memberi pertanyaan cukup unik untuk dirinya.
Kuroko melihat pemuda yang di depannya memiliki tinggi badan yang bagus. Mungkin tinggi orang itu sama dengan Ogiwara atau lebih tinggi lagi.
Entah mengapa hari ini Kuroko menemui dua pemuda sekaligus yang tinggi badannya di atas rata-rata. Kebetulan atau takdir? Kuroko tidak tahu.
Ogiwara tidak terhitung bagi Kuroko. Karena Kuroko tahu perkembangan Ogiwara dari masa kecil dulu.
Orang di depan Kuroko, memiliki surai berwarna navy blue dan kulit berwarna tan kehitaman. Iris mata sama halnya dengan rambutnya. Pakaian yang di pakai kemeja panjang berwarna biru di sertai jaket warna hitam. Celana hitam menghiasi kedua kakinya. Memandang Kuroko tertarik.
"Mau main one on one denganku?" kata orang itu.
"Baiklah ano-" Kuroko bingung memanggil orang itu dengan siapa. Tidak mungkin mau memanggil 'Tuan tanpa nama'.
Mengerti ekspresi mata Kuroko menunjukkan penasaran sekaligus bingung walau ekspresi wajah masih datar.
"Aomine Daiki. Itu namaku," Aomine memperkenalkan diri duluan.
'Aomine Daiki? Rasanya aku pernah mendengar nama itu di suatu tempat. Tapi dimana?' batin Kuroko. Tidak mau memperlama, Kuroko menjawab.
"Kuroko. Kuroko Tetsuya. Salam kenal, Aomine-kun." Kuroko membalas.
"Yo. Jadi mau main denganku, Tetsu?" kata Aomine melepas jaket dan menggulung lengan baju sampai sikut.
"Baik. Tapi jangan kaget dengan kemampuan yang aku miliki, Aomine-kun."
Kaget? Aomine tersenyum miring terlihat tampan. Rupanya mendapat lawan yang seimbang hari ini.
Aomine mendribble bola berkali-kali. Maju menghalau defense Kuroko. Kuroko masih datar namun memikirkan sesuatu. Strategi.
Melakukan tipuan ke kanan, secepat kilat langsung pindah ke kiri dengan cepat. Kuroko tidak terpengaruh tipuan itu dan tetap menjaga Aomine.
Mata Aomine terbelalak terkejut. Mengabaikan itu, Aomine memfokuskan melewati pertahanan Kuroko.
Melaju cepat bagaikan angin melewati Kuroko dan memasukkan bola ke ring dengan dunk.
Bola yang dimasukkan dan memantul-mantul keluar lapangan. Kuroko mengejar bola itu. Lain dengan Aomine masih terdiam di bawah ring.
"Ini kekuatanmu, Tetsu?" Aomine menaikkan alis heran.
"Ya, Aomine-kun," balas Kuroko setelah mengambil bola.
"Tapi tadi kamu bilang supaya tidak kaget dengan kemampuanmu. Kukira kamu kuat," kata Aomine menuntut jawaban.
"Tentu saja kamu kuat, Aomine-kun. Yang aku maksud jangan kaget dengan kemampuanku yang rendah," kata Kuroko menatap Aomine bingung.
"Ya ampun, kamu aneh Kuroko." Aomine menepuk jidatnya pasrah.
"Aku tidak aneh. Aomine-kun saja yang terlalu kuat," kata Kuroko menohok hati.
"Kalau begitu ayo kita ber-" Perkataan Aomine terpotong karena ada suara teriakan di luar lapangan.
"Aominecchi! Kamu dari mana sih-ssu? Aku sudah mencarimu kemana-mana," Orang yang berteriak itu menuju ke tempat Aomine.
Orang itu adalah pemuda memiliki tinggi yang sama dengan Aomine dan surai nya berwarna kuning. Juga iris mata yang sama dengan rambutnya. Pakaian yang di pakai kaos hitam tanpa lengan dan celana putih selutut.
"Ada apa Kise? Aku sibuk!" balas Aomine cuek.
"Kamu di suruh ke gym sekarang sama Akashicchi. Latihan sekarang. Ayo pergi-ssu," Pemuda yang di panggil Kise oleh Aomine mau berancang menyeret.
"Woi, aku tidak mau latihan di gym. Kamu pergi saja," kata Aomine mengusir Kise.
"Hidoii. Akashicchi akan memberi kita hukuman mengerikan jika kita tidak datang tepat waktu-ssu," Kise memelas pasrah.
Mendengar kata 'hukuman mengerikan' dari orang yang bernama Akashicchi membuat Aomine pucat.
"Ayo kita pergi," Aomine mengambil jaket dan memakai cepat.
"Baik-ssu," jawab Kise menyusul Aomine.
Kuroko yang merasa di abaikan oleh mereka, hanya memasang foker pace. Mengerjap sekali, mereka berdua sudah hilang pandangan. Cepat sekali. Apa karena takut hukuman yang mereka bicarakan? Entah.
Mengangkat bahu tidak peduli. Kuroko mengambil tas dan berjalan pulang ke rumah.
(***___***)
Malam hari telah tiba. Kuroko duduk bersandar di kasur. Membaca novel dan terlihat serius. Membalik lembaran selesai di baca.
BRUK
Suara sesuatu terjatuh. Kuroko menoleh kanan-kiri. Tetapi tidak ada benda terjatuh di kamarnya. Menaruh novel di kasur, Kuroko bangkit dan berjalan ke jendela.
Mata Kuroko membulat. Kuroko melihat ada seseorang duduk bersimbah darah di dekat gerbang rumah.
Kuroko berlari cepat menuju ke luar rumah melihat keadaan. Sampai di depan gerbang, Kuroko melihat di samping kiri tempat orang itu masih terduduk lemas.
"Tuan, apa anda tidak apa-apa?" kara Kuroko datar namun tersirat khawatir.
Orang yang di panggil 'Tuan' hanya diam sambil mengeluarkan napas-napas pendek. Tidak mau luka orang itu lebih parah, Kuroko dengan cepat membawa orang tidak di kenal ke rumah.
Meletakkan orang itu di sofa. Membaringkan sambil menaruh bantal di bawah bantal.
Kuroko melihat sejenak orang itu. Karena di luar gelap jadi tidak tahu siapa orang ini. Setelah di terangi lampu, Kuroko mengenalnya.
Dia adalah Kise. Orang yang di temui di lapangan sianh tadi. Berambut kuning dan wajah putih. Walau tertutup sebagian darah, Kuroko yakin dirinya tidak mungkin salah mengenali Kise. Cukup banyak luka yang di alami Kise. Baju sobek sana-sini mengeluarkan darah. Kuroko prihatin.
Mengambil kotak P3K dan segera membalut luka dengan perban. Di saat mau membalut luka, luka itu tertutup pelan namun pasti. Tidak normal bagi manusia. Jarang atau tidak ada sama sekali orang yang mempunyai penyembuhan super cepat.
Menggeleng kepala tidak percaya, Kuroko tetap membalut luka-luka Kise. Selesai pekerjaan membalut luka, Kuroko membersihkan peralatan.
"Darah... Darah...Aku bu-butuh da-darah," Suara lirih Kise terdengar. Kuroko melihat tubuh Kise mengejang dan menggigil.
Ada taring mencuat di mulut Kise. Tubuhnya pucat bagaikan mayat. Padahal siang tadi kulitnya putih dan kondisi segar. Memegang lengan mengecek suhu. Dingin membeku.
Lagi, mata Kuroko membulat. Kuroko menganggap orang di depannya adalah makhluk bukan manusia. Vampire. Mengapa Kuroko menyimpulkan begitu? Kuroko pernah membaca tentang vampire di novel fiksi. Hanya cerita yang tidak terjadi kenyataan.
Percuma mengelak kenyataan di depannya, Kuroko mencoba berpikir jernih dan menghembuskan napas perlahan.
Sekarang Kuroko tahu apa yang harus di lakukannya. Memberikan darah kepada Kise. Bukan mau di gigit tapi melukai diri sendiri. Kuroko tidak mau Kise menjadi lemas tak berdaya di rumahnya.
Kuroko pergi ke dapur sambil memantapkan hati. Mengambil pisau di laci dekat dapur dan mengambil gelas berukuran sedang.
Duduk di meja dan meletakkan kedua benda yanh sudah di ambilnya. Tidak mau mundur, Kuroko memegang pisau. Kilatan cahaya terpantul dari pisau itu.
Kuroko mulai menggores telapak tangan kiri kurang dari 6 cm. Cukup dalam membuat darah keluar cepat. Mengambil gelas dan menaruh luka itu di atasnya.
Tes
Tes
Tes
Cipratan darah Kuroko terus mengisi gelas. Kuroko merasakan perih luar biasa. Tidak mengeluarkan suara mengeluh, hanya menampik kernyitan dahi.
Kuroko tidak tahu mengapa harus melakukan ini. Namun Kuroko tidak mau membiarkan orang itu meninggal tepat di hadapannya.
Walau luka-luka itu bukan berasal dari dirinya, Kuroko akan seperti menjadi penjahat yang tidak peduli. Kuroko tidak mau itu terjadi. Sekarang menunggu gelas itu terisi penuh akan darahnya sendiri.
(***_***)
Sebuah ruangan luas dengan cahaya temaram. Terlihat namun tersamarkan. Di tambah atmosfir ruangan itu berat. Beberapa orang ada di ruangan.
"Akashi, Kise belum kembali, nanodayo. Bukan berarti aku peduli dengannya. Tetapi ini sudah lewat batas waktu," kata pemuda berdiri di samping orang yang di panggil 'Akashi'.
"Humm. Kamu benar," Orang yang di panggil 'Akashi' mengangguk. "Momoi, acak keberadaan Kise sekarang," lanjutnya.
"Baik. Akan kucari Ki-chan," Suara perempuan terdengar manis. Perempuan itu mengetik sesuatu dengan keyboard. Ada komputer menyala di hadapannya.
Beberapa menit kemudian, pencarian membuahkan hasil. Perempuan itu berkata, "Keberadaan Ki-chan di Tokyo, daerah perumahan Blue Raigon blok D,"
"Kalau begitu, ayo kita jemput Kise sekarang," kata pemuda lain.
"Tidak sekarang, Aomine. Tunggu satu jam lagi. Kalau dia tidak datang, kita akan ke sana."
"Tapi kalau Kise terluka bagaimana? Makanya dia terlambat karena ada menghambatnya, Ayo ki-" Perkataan Aomine di potong.
"Satu jam. Jangan membuatku mengulangi lagi, Daiki." Suara lebih dingin terdengar dari orang yang di panggil 'Akashi'. Aura yang di keluarkan menambah suram ruangan itu.
"Cih. Oke oke," jawab Aomine duduk di single bed dan mencoba tidur. Namun tidak bisa. Terlihat kerutan tanda khawatir di raut wajahnya.
"Siapkan diri kalian," Akashi memberikan intrusksi terselip perintah. Mereka hanya diam.
Doumo minna-san. Bagaimana dengan chapter ini? Ada yang aneh, tidak jelas, atau lainnya? Maaf kalau ada typo (s) terselip. Ditunggu review nya ^_^
Saya terima semua review baik itu masukan, saran, kritikan, maupun flame. Terima kasih ^_^
Sampai di chapter selanjutnya ^_^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro