Terjatuh
"Ittekimasu~" Kuroko bergumam keluar rumah. Tidak ada yang menjawab salamnya. Lagi, orang tuanya tidak di rumah karena alasan kerja. Mengunci pintu dan bergegas ke gerbang.
Berjalan kaki menuju ke sekolah yang jaraknya cukup dekat. Tanpa mengeluarkan uang untuk naik bus ke sekolah.
Selama di perjalanan Kuroko membaca novel berkaitan dengan sastra. Kuroko serius berkonsentrasi dengan kumpulan kata-kata dalam novel tersebut.
Tidak sadar dirinya sudah berada di kawasan sekolah di jalan masuk gedung utama. Masih terfokus dalam bacaan sampai ada yang menginterupsi kegiatan Kuroko.
"Kurokocchi!" Teriak Kise dari kejauhan.
Mendengar namanya di panggil, Kuroko menoleh ke belakang. Terlihat Kise berlari ke arah dirinya. Menyimpan kembali novel di tas, Kuroko menyambut Kise dengan ekspresi datar.
"Ohayou, Kise-kun." Salam Kuroko.
"Ohayou, Kurokocchi~" Kise memeluk Kuroko erat. Kuroko menahan napas serasa sesak.
"Lepaskan aku, Kise-kun," gumam Kuroko tidak melepas diri.
"Ma-maaf-ssu. Aku kangen. Hehehe. Aku tidak menyangka kita satu sekolah. Jadi bisa bertemu Kurokocchi setiap hari~" Kise cengir polos.
"Kise-kun tidak memakai seragam?" ucap Kuroko mengabaikan perkataan terakhir Kise. Sekarang Kise memakai kaos lengan pendek warna kuning polos dan celana sport warna abu-abu selutut.
"Hidoii~" Kise muram dan pundung dengan gumaman tidak jelas.
Kuroko melihat sikap Kise berubah, "Ada apa?"
"Aku di beri hukuman sama Akashicchi tadi malam-ssu, karena telat pulang ke rumah" ucap Kise tak bersemangat.
"Hukuman?"
"Ya-ssu," Kise menangis buaya.
"Apa itu?" ucap Kuroko datar dan sedikit prihatin.
"Aku harus berlari sekeliling sekolah sebanyak 25 kali-ssu. Sekolah kan luas sekali," Kise merentangkan tangan pasrah menggambarkan beban berat yang harus di lalui.
Kuroko mengambil botol air putih dalam tas, "Ini minumlah. Walau tidak ada 'itu' namun aku yakin ini membantu,"
Kise terpana. Lagi, Kise melihat kemurahan hati pada diri Kuroko. "Terima kasih, Kurokocchi." Sesaat mau memeluk Kuroko, sialnya Kise menabrak pohon.
"Sama-sama, Kise-kun. Aku mau pergi ke kelas dulu. Permisi," Kuroko membungkuk sedikit lalu pergi menuju gedung.
"Jaa~ Kurokocchi! Sampai ketemu lagi-ssu," Kise melambai tangan heboh. Kuroko yang mendengar itu hanya tersenyum tipis walau tidak ada yang melihatnya.
(***___***)
Kuroko duduk di kursi setelah sampai di kelas. Kembali melanjutkan membaca, belum sampai lima menit Kuroko di ganggu kembali. Ekspresi yang dikeluarkan tambah datar.
"Ohayou Kuroko!" Kuroko menoleh mendapati Ogiwara dan Kagami baru masuk kelas.
"Ohayou Ogiwara-kun, Kagami-kun," balas Kuroko datar.
Mengernyit heran, Ogiwara menggeser kursi ke samping Kuroko. Kagami juga duduk berhadapan depan Kuroko.
"Ada apa?" Kagami melihat Kuroko menatap datar---lebih datar dari sebelumnya. Ogiwara berpikir sejenak, dan menyeringai ketika menyadari keanehan Kuroko.
"Dia terganggu dengan kita, Kagami." Ogiwara cengir tak berdosa.
"Terganggu?" Kagami bingung.
"Ya," Ogiwara mengangguk, "Dia lagi membaca novel,"
"Huh? Memangnya kenapa?" Kagami menggaruk kepala tak gatal.
"Bakagami," ucap Kuroko datar.
"Pfft-" Ogiwara menahan tawa. Muka Kagami mulai merah.
"Kalian a-" Ucapan Kagami terpotong terdengar bunyi bel masuk.
"Kembali ke tempat duduk mu, Ogiwara-kun. Sebentar lagi guru mau masuk," Kuroko mengabaikan Kagami.
"I-haha-hahaha iya Kuroko," Ogiwara berbalik ke tempat duduk. Tidak lupa menarik kursi duduknya.
"Huft," Kagami berputar ke depan. Terlihat Kagami mencak-mencak tidak jelas. Mengendikkan bahu, Kuroko menyimpan kembali novelnya. Beberapa menit kemudian guru masuk ke kelas dan mulai belajar.
~ Sepulang sekolah ~
"Kuroko, kita pergi ke klub dulu ya," Ogiwara menepuk bahu Kuroko.
"Hati-hati di jalan ya," Kagami melotot pura-pura. Hanya masih kesal saat di abaikan tadi pagi.
"Iya, terima kasih Ogiwara-kun, Kagami-kun." Kuroko mengangguk menjawab perkataan mereka berdua.
Dua pemuda itu langsung keluar kelas berdampingan. Setelah beberapa lama, akhirnya Kuroko keluar. Hawa keberadaannya tipis membuat tidak ada yang mengajak pulang bersama.
Bruk
Hawa tipisnya tidak berpengaruh sekarang. Tidak sengaja menabrak tubuh seseorang tubuh kokoh sesaat keluar. Kuroko terjatuh ke bawah. Rasa sakit cepat menggerayangi tubuh Kuroko. Ekspresi di keluarkan tetap datar.
"Oh tidak!" Suara seseorang setengah teriak tercekat.
PRANG
Suara benda pecah di sekitar Kuroko. Kuroko melihat beberapa pecahan yang mungkin itu celengan. Terlihat ada potongan kepala ayam didekat tangannya.
Mengabaikan rasa sakitnya, Kuroko bangkit dan mengambil pecahan kaca berserakan. Sebelum mengambil, suara menginterupsi terdengar jelas di telinga Kuroko.
"Jangan di ambil. Nanti tanganmu terluka, nanodayo,"
Kuroko mendongak melihat seseorang di hadapannya. Berdiri dengan dua kaki, Kuroko menghela napas pelan mengatakan, "Aku minta maaf telah menabrak anda,"
"Tidak, aku yang salah. Aku tidak melihatmu, nanodayo." Pemuda itu menaikkan posisi kacamata padahal tidak melorot. Surai rambutnya berwarna hijau rumput dengan iris mata hijau bening. Seragam sekolah yang di pakai pemuda itu sama dengannya membuat Kuroko berpikir kalau dia juga bersekolah di sini.
"Maaf, celenganmu pecah," Menunduk melihat pecahan yang terabaikan sebentar.
"Tidak apa. Ini lucky itemku hari ini. Aku di peringkat pertama di Oha Asa. Tapi tidak sesuai harapan. Bukan berarti aku peduli denganmu," Pemuda itu lesu dengan cepat mengambil pecahan yang ada dan membuangnya di tempat sampah terdekat.
'Oha Asa?' Batin Kuroko gagal paham.
"Kalau begitu biarkan aku mengganti celengan yang pecah itu," ucap Kuroko cepat.
"Tidak perlu. Aku bisa membelinya lagi setelah ini" ucap pemuda itu menolak halus.
"Maaf, aku memaksa. Aku akan menggantinya sekarang. Dan aku ingat toko yang menjual celengan yang sama. Kita bisa pergi ke sana bersama," kilah Kuroko mantap. Kuroko tidak mau permintaannya di tolak. Walau tidak perlu di ganti, tetap saja tidak bisa karena ini memang tanggung jawabnya.
Pemuda itu menekuk alis heran dengan sikap Kuroko. Berpikir sejenak beberapa saat, dan menjawab, "Baiklah. Bukan berarti aku mau tapi kamu memaksa, nanodayo."
'Tsundere,' Batin Kuroko speecheels.
Kuroko mengangguk singkat, "Ayo kita berangkat, ano-"
"Midorima. Midorima Shintarou," Pemuda itu menyebutkan nama duluan.
"Kuroko. Kuroko Tetsuya. Salam kenal, Midorima-kun," Kuroko menatap Midorima intens.
"Huft," Midorima menoleh ke arah lain menghindari tatapan Kuroko. Rona tipis kemerahan menghiasi pipinya.
"Apa lagi yang kita tunggu sekarang?" Kuroko berjalan ke depan duluan di ikuti Midorima.
Selama perjalanan ke toko antik, keheningan terjadi antara Kuroko dan Midorima. Melewati toko, supermarket maupun gedung tinggi di sisi jalan. Insetitas orang-orang awalnya banyak berlalu lalang, semakin lama semakin sedikit. Akhirnya mereka berdua sampai di tempat di tuju.
Terpampang sebuah toko dengan tingkat dua di ujung jalan. Sebuah tangga melingkar bagaikan ular melilit di samping kiri toko tersebut. Warna coklat tua melebur dinding-dinding kokoh tak tergoyahkan. Suasana di toko sekitar runyam sepi tak berbentuk. Hanya beberapa orang melewati toko ini. Seakan tempat bersih dari daun-daun berterbangan menembus angin.
Di seberang jalan hanya lapangan kosong tidak berumput sama sekali. Pasir krem halus menghiasi lapangan nan sunyi. Pohon beringin dedaunan hijau tua memperlihatkan kesuraman pekat berdiri tegak di tengah lapangan. Di sekeliling pohon adanya tempat duduk mengikuti aliran melingkar yang nyaman.
Midorima melirik Kuroko yang hanya diam tidak menanggapi respon yang sesuai diperkirakan. Biasanya orang yang berada di sini akan mengalami tubuh---setidaknya bergetar atau muka pucat. Serta tidak akan berlama-lama tinggal di sini dengan waktu yang lama. Aura spiritual merebak luas sampai di sudut-sudut jalan. Midorima mengagumi keberanian Kuroko dalam hati. Tidak menampik dalam ekspresi mukanya, tidak mau mengakui secara langsung.
"Ayo masuk, Midorima-kun." Kuroko memegang knop pintu dan membuka perlahan.
Kring~
Suara bel kecil di ujung atas kanan pintu berbunyi seiringnya pintu terbuka. Angin dingin menabrak indera kulit mereka.
"Selamat datang," Suara kakek tua di tengah ruangan. Tepatnya di depan kasir. Kakek tersebut tersenyum ramah menyambut mereka.
"Halo Muji-san. Saya mau membeli celengan yang sama dengan kemarin," Sapa Midorima singkat.
"Mido-kun? Bukannya kamu sudah membelinya kemarin malam?" Kakek yang di maksud Muji bertanya bingung.
"Lucky itemku pecah. Masih ada cadangannya? " ucap Midorima datar terselip khawatir.
"Tentu saja masih ada. Sebentar aku ambilkan di gudang belakang. Tunggu sebentar ya, Mido-kun." Midorima mengangguk sebagai jawaban. Kakek Muji berbalik dan membuka pintu di belakangnya. Masuk ke dalam tertelan gelap.
"Kamu juga tahu tempat ini, Midorima-kun?" Suara tiba-tiba terdengar di samping Kuroko. Midorima terkaget dengan mulut sedikit terbuka. Lupa dengan kehadiran Kuroko sebentar.
"Maaf jika aku mengagetkan Midorima-kun," ucap Kuroko tak acuh.
"Huft, tidak apa. Toko ini langgananku. Di sini semua barang lucky item lengkap dan terbatas, nanodayo" balas Midorima lancar dan bangga.
"Benarkah? Aku memang tahu toko ini tapi aku belum pernah masuk ke dalam. Hanya melihat dari luar," Kuroko melihat isi ruangan toko. Ada banyak barang-barang yang tertata rapi di beberapa bagian. Di sisi kanan dan kiri di mulai barang yang di anggap 'normal' sampai teraneh pun ada. Seperti contoh boneka rakun memegang bola basket mini di kedua tangan. Memakai topi pantai dan berwarna cokelat tua pekat dengan kedua bola hitam bulat. Sekilas terlihat menyeramkan tetapi jika di lihat secara dalam boneka rakun itu terlihat lucu sekali.
"Ini celengan pesananmu Mido-kun," Pembicaraan mereka di potong oleh kakak Muji yang baru datang dari gudang.
"Berapa harga celenganya, Oji-san?" Ucap Kuroko tiba-tiba.
"2000 yen, anak muda." Kakek Muji membalas sambil tersenyum kecil.
Kuroko merogoh saku celana dan mengambil uang yang di dalamnya. Beruntung Kuroko membawa uang lebih dari tabungannya tadi pagi sebelum berangkat ke sekolah.
"Ini uangnya, Oji-san," Kuroko menaruh uang di atas meja kasir.
"Pas. Sekarang boleh di ambil celengannya. Seperti biasa, kamu tidak perlu pakai plastik kan, Mido-kun?" Kilat mata humor terlintas.
"Ya, Muji-san. Bukan berarti aku tidak mau memakainya. Lebih enak kalau di bawa langsung," Ucap Midorima berdehem pelan mengusir canggung mendera. Melihat itu, kakek Muji dan Kuroko tertawa pelan.
"Kalau begitu terima kasih, Oji-san. Kami pergi," Ucap Kuroko kepada kakek Muji. Midorima mengangguk setuju.
"Sama-sama. Hati-hati di jalan," Kakek Muji melambai tangan dan tersenyum tipis.
Kuroko dan Midorima keluar dari toko. Suasana sepi masih merambat dingin. Mereka berjalan ke arah kiri beriringan. Sampai di persimpangan tiga, mereka berhenti.
"Kita berpisah di sini, Midorima-kun. Arah rumahku di lurus ke depan," Ucap Kuroko menerawangi ke depan.
"Ya, aku di sebelah kanan. Terima kasih atas celengannya, Kuroko. Bukan berarti aku mau, tetapi kamu memaksa," Kilah Midorima sama saat di sekolah tadi.
"Sama-sama, Midorima-kun. Sampai jumpa," Kuroko berjalan ke depan membelakangi Midorima yang tidak bergerak.
Punggung kecil Kuroko semakin kecil dan hilang tertelan jalan. Mengerjap pelan, Midorima menyentuh dadanya. Perasaan hangat dan menenangkan merambat dalam tubuhnya. Rasa hangat yang sama dirasakan Kise. Bahwa Kuroko adalah 'sesuatu'.
Menatap langit senja sore orange kekuningan. Menghela napas gusar, Midorima melangkahkan kakinya menuju rumah 'mereka'.
@ To Be Continue @
Doumo minna-san ^^) Apakah masih ada yang menunggu cerita abal atau gaje ini? O.o Saya serahkan jawaban kalian masing-masing ;)
Maaf atas keterlambatan saya mengupdate chapter selanjutnya dengan alasan yang sama yaitu kesibukan duta '_') Sekali maaf ya minna :)
Maaf sekiranya masih ada typo yang tertinggal atau ada kata yang kurang di pahami oleh para reader o.o Saya harap chapter ini memuaskan kalian :) Seperti biasa, saya menunggu review kalian semua baik itu saran maupun kritiknya ^^)
Dan juga terima kasih kepada readers yang telah memberi vote dan komentar pada cerita abal ini. Arigatou ^_^
Sampai jumpa di chapter selanjutnya ^^)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro