MFB 8 - Letupan permen
HAPPY READING!
Mobil berwarna biru itu melaju ke rumah Volna, Volna yang hanya diam sambil terus menggerakan tangannya tidak nyaman dan Xander yang fokus ke jalanan.
Xander sesekali melirik Volna dan melihat gerak-gerik tidak nyaman, Volna terus memegangi Seat belt miliknya dan mencengkramnya kuat. Entah kenapa, salah satu tangan Xander meraihnya dan jari-jarinya masuk ke dalam ruas-ruas jari Volna, memegangnya erat.
"Kenapa Xan?"
"Cerita sesuatu dong Na, biar mobilnya enggak sepi kayak kuburan," ucap Xander sambil menatap padatnya jalanan, walaupun sudah malam kota metropolitan ini masih sibuk beraktifitas seperti pada siang hari.
"Tapi aku enggak mau cerita apa-apa."
"Ceritain hal yang bikin kamu seneng." Xander memberi saran membuat Volna menggeleng, tidak ada hal yang menyenangkan di dalam hidupnya.
Sementara mobil mereka berhenti karena lampu hijau yang berubah menjadi merah dan suasana di mobil yang sepi. Xander melepas genganggaman tangannya membuat Volna sedikit kecewa, Xander membuka sebuah kotak yang berada di dasbor mobil dan meletakannya di pangkuan Volna. Belum sempat Volna bertanya, Xander sudah melajukan mobilnya ketika lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau.
"Buka aja." Volna melihat ke arah cowok dengan rambut agak acak-acakan itu dan menurutinya, cowok itu bahkan tidak melihat ke arah Volna, dia masih fokus ke jalanan yang super duper padat mungkin tidak fokus sedikit mereka bisa pulang satu jam lebih lama.
"Permen?"
"Bukan, itu kotak pensil."
"Tapi dalamnya ada permennya Xander." Volna membuka isinya dan memperlihat ke arah Xander dengan senang. Volna suka permen, terutama permen jelly dan Xander tau apa yang Volna suka membuat Volna merasa istimewa.
"Ya udah, dimakan dulu Na. Jalanannya macet banget nih." Xander memutar stir mobilnya dan menancapkan gas, berusaha mencari celah tempat agar mobilnya maju. Volna mengambil satu permen dan membuka bungkusnya dan memasukannya ke dalam mulut.
"Xan."
"Ya?"
"Xander lihat sini dulu."
"Bentar, Na," ucap Xander masih fokus melihat jalanan dan akhirnya berhenti masuk ke dalam rumah makan yang biasanya dia datangi bersama Vey.
"Kenapa?" Xander akhirnya bertanya dan melihat ke arah Volna yang masih membuka bungkus permen yang entah ke berapa itu.
"Permennya meletup di mulut Xan, jadi masuk ke mulut terus langsung ada kayak percikannya gitu." Volna berbicara sambil menggoyangkan tubuhnya senang, merasa bahagia hanya dengan memakan permen saja.
"Emang iya? Mau coba," ujar Xander lalu tersenyum dia mendekatkan wajahnya ke arah Volna sementara Volna terpaku hingga wajah mereka berdekatan menyisakan beberapa senti saja.
Volna hampir tidak sadarkan diri dengan perilaku pacarnya itu, sebelum terjadi hal yang sudah Volna bayangkan di dalam pikirannya, tangannya langsung terjulur ke depan dan menempelkan permen yang masih terbungkus ke bibir Xander.
"Ini, permennya." Lalu Volna tersenyum kaku sementara Xander terdiam tidak menyangka tangan Volna yang menjadi penghalang antara dirinya. Xander mundur dengan raut wajah kesal dan mengambil permen yang disodorkan oleh Volna dan menyimpannya di saku celananya lalu keluar dari mobil.
"Ayo beli makan dulu Na, suka seafood, kan?" Xander bertanya setelah dia membukakan Volna pintu sambil menutupi kekecewaannya karena masalah permen tadi. Sementara Volna hanya mengangguk dan turun dari mobil masih sambil mengunyah permen yang diberikan Xander tadi.
Xander mengunci pintu mobilnya dengan kunci otomatis dan mempersilahkan Volna untuk masih ke dalam rumah makan itu terlebih dahulu.
"Mas, saya pesen nasinya dua sama cumi goreng tepungnya satu porsi, Oh udang gorengnya satu porsi juga. Dibungkus ya Mas." Xander mengucapkan pesanannya tanpa bertanya ke Volna, Volna sendiri hanya diam kebingungan tetapi tidak ingin menyuarakan ketidaksetujuan.
Volna memang menyukai udang goreng dan cumi goreng, dua-duanya makanan favorite Volna. Masalahnya, kenapa Xander tau sementara dia bercerita saja tidak pernah.
"Xan."
"Ya Nana?"
"Aku belum pesen makanannya."
"Udah aku pesenin kok."
"Emang kamu tau aku suka apa?"
"Kamu kan suka makan cumi sama udang. Aku pesenin favorite kamu semua kok Na."
"Kok tau?"
"Kenapa enggak tau?" balas Xander dengan wajah seakan itu hal yang seharusnya terjadi dan tidak ada yang salah sementara Volna hanya menatap Xander dengan tatapan curiga.
"Kamu dulu stalker, ya?"
"Enggak."
"Penguntit?"
"Enggak Nana."
"Terus tau darimana aku suka cumi sama udang?"
"Kamu yang bilang Nana."
"Enggak pernah Xanxan."
"Aku yakin kamu lupa sih, ya udah anggep aja aku cenayang."
"Apa sih? Ih jelasin. Gerak-gerik stalker banget sih."
Volna terus menanyakan asal usul bagaimana Xander tau tetapi Xander tetap pada jawaban yang sama, sampai makanan yang dipesan mereka sudah selesai Volna masih menanyakan pertanyaan yang tidak akan dijawab Xander.
"Ayo Nana, turun," ucap Xander setelah sekian lama berdebat, Volna yang masih meminta jawaban dan Xander yang enggan menjawab.
"Jawab dulu pertanyaannya baru aku turun."
"Udah aku jawab kan Nana. Ayo turun sekarang."
"Itu bukan jawaban Xander."
"Kalau gitu ya udah ya, enggak mau turun ya? Kita pulang ke rumahku sekalian aku kenalin ke mama aku terus besoknya kita nikah ya." Volna melotot segera saja dia membawa barangnya dan turun dari mobil Xander cepat dan tergesa-gesa, dengan agak kesal dia membuka pintu rumahnya dan Xander tertawa kecil melihat tingkah pacarnya itu.
"Kakak, Alan tadi ngerjain tugas di kamar kakak sambil minum air, Alan enggak hati-hati jadinya airnya tumpah." Adu Alan sambil memeluk Volna setelah pintu rumah terbuka lebar, dia merasa bersalah karena itu bukan kamarnya.
"Eh, tumpah? Tapi kamu enggak apa-apa kan? Kamu enggak kena pecahan gelas atau kepleset kan?" tanya Volna khawatir dan bernafas lega karena Alan menggeleng.
"Ta- tapi lantainya jadi basah." Cicit Alan karena merasa tidak bisa melakukan semua hal dengan benar. Volna tersenyum lalu menyuruh Alan untuk duduk di ruang tamu bersama Xander.
"Ini temen kakak, kamu sama dia dulu ya Alan. Kakak beresin kamar dulu." Volna lalu menyuruh Xander juga ikut duduk di ruang tamu dan meletakan makanan yang mereka beli tadi.
"Pacar." Koreksi Xander dan mengerucutkan bibirnya tidak suka sementara Volna hanya menghela napas tidak berkomentar, dia langsung masuk ke dalam kamarnya untuk mengecek seberapa parah air yang menggenang di kamarnya.
"Terima kasih kakak sudah mengantarkan Kak Na pulang." kalimat yang sangat sopan yang pertama kali dilontarkan oleh anak SD kelas enam itu membuat Xander meliriknya dan tersenyum, merasa Alan sangat lucu.
"Sama-sama Alan. Kakak juga ijin ya sama Alan supaya Kak Na pulangnya sama kakak setiap hari." Alan hanya mengangguk polos, merasa senang karena kakaknya tidak perlu terlihat lelah untuk berjalan kaki pulang. Bahkan tadi dia mengintip dari jendela kakaknya itu tidak terlihat capek sama sekali.
"Kakak, kalau boleh tau namanya siapa?"
"Xander."
"Kalau gitu Alan ijin manggil kakak Xan ya." Xander tersenyum karena merasa Alan menyukainya.
lampu hijau. Ambil hati adiknya cintai kakaknya.
"Kak Xan temen sekelasnya kak Na ya?"
"Pacarnya Alan."
"Kalau gitu Alan kasih tau rahasia kak." Xander menautkan alisnya heran seolah bertanya ke Alan rahasia apa yang dimaksud.
"Jangan pegangan tangan kak, nanti Kak Na hamil, Alan nanti ditinggal." Xander melotot terkejut dengan penuturan anak kelas enam SD yang dia cap sebagai anak sopan dan baik.
"Kalau Alan ditinggal nanti Alan enggak bisa apa-apa. Kalau enggak bisa apa-apa Alan enggak bisa dapat uang terus makan." Alan terus mencurahkan pikirannya membuat Xander hanya bisa memikirkan satu hal, Kapan Volna kembali ke sini.
***
Lanjut? Yes or no?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro