Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tigapuluh Sembilan

Baca sampai habis baru judge!
.
.
.
.
.
.

Keira's POV

Nicholas menepati janjinya.

Entah apa itu bisa disebut janji, karena aku tidak mendengar kalau Nicholas menjanjikan sesuatu kemarin, tetapi salinan Surat pembatalan kontrak yang kuajukan, ditandatangani dan di kembalikan kepada kantor agensiku, menunjukan kalau ia setuju untuk membatalkan kontrakku TANPA KOMPENSASI apapun.

Nicholas tidak lagi menghubungiku, which is good. Aku yang menginginkan ini, kan? Aku yang ingin menyudahi ini. Dan Nicholas sudah memenuhinya.

Seminggu setelahnya, Perusahaan Tyler Enterprise memperkenalkan Brand Ambassador baru. Aku sebisa mungkin menapik kalau aku kecewa, kecewa karena Nicholas secepat itu mendapatkan penggantiku. Karena memang kekosongan posisi itu, harus digantikan untuk kembali memasarkan produk perusahaannya. Seperti posisi kosong yang kutinggalkan disisi Nicholas, cepat atau lambat, posisi itu akan terisi. Dan tentu bukan aku yang akan mengisi posisi tersebut. Karena aku sudah dengan tega menolak Nicholas.

Ada yang tahu, siapa model yang mengganti posisiku di perusahaan Nicholas? Christine Reigy. Ya, sahabatku, Kinny.

Aku tidak bermaksud memintanya untuk meminta ijin padaku untuk mengambil job itu,tetapi... entahlah... semua terasa menyakitkan melihat sahabatku yang sama sekali tidak memberi tahuku, bahkan tidak sama sekali menghubungiku lagi, berada lebih dekat dengan laki-laki yang masih kucintai, meski sebesar apapun usahaku untuk melemparnya keluar dari hatiku, tapi aku tetap gagal.

Berita pergantian model itu, sontak memunculkan berita-berita lainnya yang hanya membuatku terdiam. Mengenai retaknya hubunganku dengan Nicholas, disusul dengan berita aku yang sudah tidak lagi seatap dengan Nicholas, hingga kabar mengenai keguguranku yang menjadi penyebab keretakan hubunganku. Kebanyakan berita menyudutkanku yang tidak mampu menjaga kandungan, sehingga Nicholas memutuskan untuk mengakhiri pertunangan itu.

Tidak ada satupun dari kami yang berniat mengkonfirmasi berita tersebut. Meskipun sejujurnya, berita-berita yang beredar sangat menyakitiku.

Seakan belum cukup, berita mengenai kedekatan Nicholas dengan model barunya, yang tidak lain adalah sahabatku yang sudah lebih dari sebulan tidak menghubungiku atau menjelaskan perihal berita itu,  mencuat ke media.

Saat itu, aku sudah menuliskan daftar untuk apa yang akan kulakukan pada hidupku.

1. Pergi sejauhnya dari LA.

2. Menuli dan membutakan telinga dan mataku terhadap berita yang hampir di setiap koran, majalah, televisi, bahkan di jalanan sekalipun, selalu tersiar.

3. Mati.

Aku tahu, pilihan terakhir sangat tidak masuk akal. Tapi percayalah, kalau kamu merasakan sakit yang tengah kurasakan ini, pilihan itu akan menjadi alternatif yang akan kamu pertimbangkan.

Tapi sekali lagi, ini sudah keputusanku. Dengan keadaanku yang tidak mampu mengandung akibat kelalaianku, aku tidak boleh egois dengan mengorbankan kehidupan Nicholas.

Dan aku sudah berjanji, akan baik-baik saja kalau melihat Nicholas bersanding dengan perempuan lain. Hanya saja, aku tidak sanggup kalau perempuan yang akan bersanding dengan Nicholas, adalah sahabatku sendiri.

Aku seakan ingin menancapkan pisau ke dadaku yang terasa sangat amat memilukan ini.

Dan seakan kedekatan mereka belum cukup, media kembali membawa berita yang menbuatku kembali mempertimbangkan daftar yang sudah kutulis.

Foto Nicholas dan Kinny yang keluar masuk toko perhiasan dan bridal, serta foto saat mereka sedang mensurvei beberapa lokasi dengan wajah yang dipenuhi tawa, terutama wajah Nicholas. Dan Headline yang ditulis dengan besar, membuatku menahan nafasku, sesak di dadaku, dan airmata yang selama ini ku coba tahan, dan membuatku mengambil keputusan terberat dalam hidupku untuk mengambil penerbangan pertama menuju ke Hawaii, dan memulai kehidupan baruku disana tanpa memberitahu seluruh anggota keluargaku, selain Hayley.

"THE SUCCESSOR OF TYLER ENTERPRISE IS GETTING MARRIED!!!"

Meskipun ini adalah keinginanku, tapi aku belum siap untuk melihat Nicholas menikah dengan orang lain secepat ini. Hanya berselang 2 bulan setelah aku memutuskan untuk berpisah, dan 4 bulan setelah aku kehilangan anak kami. Dan juga, aku tidak menyangka kalau Kinny yang akan menggantikan posisiku juga untuk mendampingi Nicholas.

Seharusnya aku bahagia. Seharusnya aku turut bergembira dengan berita ini, tapi yang bisa kulakukan adalah lari. Lari dari seluruh berita yang membuatku semakin sesak.

*

Seminggu sudah aku berada di Hawaii. Tenang. Damai. Dan menyesakkan.

Tidak ada berita apapun mengenai Nicholas dan Christine yang mungkin sedang mempersiapkan pernikahan mereka sekarang. Dan tidak ada yang mengenalku sebagai 'mantan tunangan Nicholas yang tidak mampu menjaga kandungannya hingga akhirnya di depak dari daftar calon istri'. Yang mereka tahu hanya aku sebagai wisatawan yang sedang menikmati pemandangan lepas pantai Hawaii sambil menatap lautan dari pagi sampai malam selama seminggu penuh.

Tidak ada dari satu anggota keluargaku yang mencariku. Sama sekali! Aku tahu mereka kecewa dengan keputusanku yang memilih untuk menyerah pada perasaanku. Dan mereka juga tidak lagi pernah membahas perihal Nicholas sebelum aku memutuskan untuk pergi.

Dan aku pantas mendapatkan segala perlakuan itu, setelah apa yang pernah kuperbuat dengan mempermalukan nama Keluarga.

"Day Dreaming again, Aren't you?" Sebuah suara membuatku menarik diriku kembali ke alam nyata.

Aku menoleh dan melihat wanita yang sudah lumayan menua, sedang berdiri di ambang pintu balkon yang menghubungkan kamarku dengan pantai sambil membawa senampan penuh semangka yang sudah dipotong.

Wanita itu adalah pemilik Resort tempat aku menginap seminggu ini. Dari segelintir orang, hanya dia yang dapat kupercaya untuk bercerita alasan aku pergi ke Hawaii.

"Duduk, Mom." Ucapku sambil menggeser letak dudukku untuk menghasilkan celah yang dapat memuat satu bokong lagi.

Mrs.Dorothy, yang sudah seminggu ini ku panggil Mom, tersenyum dan mengambil tempat duduk di sampingku sambil menawarkan semangka dingin itu padaku.

Selama seminggu ini, aku mengetahui kalau Mrs.Dorothy pernah menikah dan suaminya baru meninggal dua tahun yang lalu. Pernikahan mereka, diceritakan Mrs.Dorothy, dikatakan bahagia, sangat bahagia meskipun sampai sekarang mereka tidak dikaruniai anak. Oleh karena itu, saat mengetahui kisahku, Mrs.Dorothy memintaku memanggilnya dengan sebutan Mommy. Dan hanya Mrs.Dorothy yang mengerti akan beratnya aku mengambil keputusan ini hingga berakhir di Hawaii.

"Bengong lagi, huh?" Tanya Mrs.Dorothy sambil tertawa geli.

Aku mengulas senyumku dan mengambil sepotong semangka yang tadi ditawarkan.

"Masih memikirkan tunanganmu itu?" Tanya Mrs.Dorothy. Meskipun sudah berpuluh-puluh kali aku membenarkan Mrs.Dorothy kalau Nicholas bukan lagi tunanganku, tapi tetap saja Mrs.Dorothy mengatakan hal yang sama. Jadi aku membiarkannya.

"Kemarin, bagaimana aku bisa kembali ke penginapan?" Tanyaku sambil menatap pantai di hadapanku.

"Maksudmu?" Tanya Mrs.Dorothy.

"Kemarin... aku ingat kalau aku mabuk di klub malam. Dan saat pagi, aku sudah berada di kamarku." Ucapku sambil menyunggingkan senyum.

Aku memang kembali menghabiskan hidupku dengan dunia malam lagi. Alasannya simpel, melarikan diriku dari seluruh masalah dengan membuat diriku mabuk. Tapi dua hari belakangan ini, aku menyadari keanehan kalau aku ada di kamar tidurku ketika sadar.

Hal ini juga pernah terjadi saat aku mabuk setelah mendengar kedekatan Nicholas dengan Kinny saat masih berada di LA. Aku terbangun di kamar tidurku setelah menegak 1 botol penuh Vodka. Dan itu bukan hanya sekali. Namun tidak ada dari keluargaku yang berkomentar dan berlaku seakan hal itu tidak pernah terjadi. Sama seperti yang Mrs.Dorothy lakukan.

"Seperti yang ku katakan, Keira. Kamu kembali sendiri dan langsung menelanjangi dirimu, dan terlelap di kasurmu hingga pagi."

Aku meringis, kebiasaanku ketika mabuk tidak pernah berubah.

"Tapi itu terdengar aneh. Maksudku... ya, mungkin Mom benar." Ucapku setelah tidak menemukan alasan yang tepat.

Mrs.Dorothy tersenyum dan mengambil potongan semangka lainnya. "Kamu tidak berencana kembali ke LA dan menemui keluargamu, atau tunanganmu?" Tanyanya.

Aku menggeleng. "Terapi sakit hatiku belum selesai." Candaku.

Mrs.Dorothy tertawa. "Kamu tidak berencana untuk menikah?" Tanyanya setelah berhasil mengontrol tawanya.

Aku mengulas senyumku dan menggeleng. "Dengan keadaanku yang seperti ini, aku hanya akan menyusahkan siapapun yang kelak menjadi suamiku." Ucapku pelan sambil menatap kedua kakiku yang sedang menendang pasir. "Mungkin lebih baik begini." Tambahku.

Mrs.Dorothy membelai kepalaku, "Laki-laki yang benar-benar mencintaimu, tidak akan merasa terbebani dengan keadaanmu. Lagipula, kamu bukan 'Tidak bisa' memiliki anak. Itu semua hanya kemungkinan, dan akan selalu ada harapan, Keira. Selama kamu mau mencoba dan berusaha, pasti harapan itu ada."

Aku mengangguk, "Tapi aku tidak berani berharap, Mom. Aku takut akan terjatuh kalau harapanku tidak terkabul." Ucapku pelan, sangat pelan. "Lagi pula semua sudah terlambat. Dan ini adalah yang terbaik untuk Nicholas, dan untukku." Tambahku.

"Lalu apa kamu bahagia setelah mengambil keputusan itu?" Tanya Mrs.Dorothy menatapku dalam.

Tidak sedetikpun, Jawab batinku. "Suatu saat nanti, aku akan bisa melewati ini semua." Jawab bibirku.

"Meskipun bukan bersama tunanganmu?" Tanya Mrs.Dorothy lagi.

"Aku yakin dia sudah bahagia bersama sahabatku." Jawabku parau.

Mrs.Dorothy terdiam dan tidak melanjutkan pertanyaannya lagi. "Kamu butuh pengalihan, Keira." Usul Mrs.Dorothy.

Ya, apa yang kulakukan di Hawaii seminggu ini adalah bentuk pengalihan. Tapi gagal. Bahkan aku meninggalkan pekerjaanku untuk melarikan diri ke sini agar tidak lagi mendengar berita lanjutan tentang pernikahan yang entah kapan akan digelar oleh Nicholas.

Mrs.Dorothy mengeluarkan secarik kertas dan memberikannya padaku. "Aku menemukan ini saat ke pasar tadi. Lomba ini akan diadakan besok. Aku rasa kalau kamu mendaftar sekarang, tidak akan terlambat. Lagipula hadiahnya cukup menggiurkan."

Aku melihat brosur lomba yang disodorkan Mrs.Dorothy padaku. Lomba Fashion show yang berhadiahkan perjalanan ke Maldives seminggu penuh ditambah uang jajan dan akomodasi.

"Apa tidak akan curang? Maksudku... aku model profesional, dan aku bisa memenangkan lomba ini dengan mudah." Ucapku tidak bermaksud menyombongkan diri.

"Tapi bukan di Hawaii, Young Lady." Sela Mrs.Dorothy. "Disini kamu hanya Keira si tukang bengong. Bukan Keira si supermodel."

Aku tertawa, lalu kembali melihat selembaran itu. "Aku akan melakukannya." Ucapku percaya diri. Hitung-hitung, pengalihan perhatianku dari pada bengong dan terus memikirkan nasibku, kan?

"Aku akan mendukungmu, kalau begitu." Ucap Mrs.Dorothy.

Aku mengangguk dan segera berjalan keluar resort untuk mendaftarkan diriku pada lomba ini.

Ini seperti nostalgia, bagaimana dulu sebelum benar-benar terkenal, aku sibuk mengirim data diriku ke lomba-lomba yang diadakan produk, brand, atau stasiun televisi LA, sebelum akhirnya tawaran yang berdatangan sendiri kepadaku.

Setelah mendapat nomor dan juga lokasi pertemuan besok pagi, aku kembali dan berjalan-jalan sebentar untuk membeli beberapa alat make up yang akan kupergunakan besok, karena aku ke Hawaii, benar-benar tanpa persiapan apapun.

Aku memutuskan untuk tidur lebih awal agar saat lomba besok, bukan wajah hangover yang diperlihatkan, melainkan Keira yang Fresh, dan siap untuk berangkat ke Maldives.

Mrs.Dorothy mengantarku dengan mobilnya menuju ke tempat berkumpul yang lumayan jauh kalau berjalan kaki. Mrs.Dorothy tersenyum dan mengecup keningku dan mengucapkan 'Good luck' dengan mata berkaca-kaca sebelum akhirnya aku turun dan berjalan menuju ke tempat pertemuan.

Disana sudah ramai remaja-remaja yang lumayan cantik sedang berbincang, dan terdiam begitu melihat kehadiranku.

Memangnya aku hantu?

"Selamat datang para peserta!" Seru sebuah suara yang membuat semua mata menoleh kepadanya. "Fashion show bukan di selenggarakan di sini, tetapi tujuan kalian kemari adalah untuk melakukan Briefing dan mengganti pakaian yang menjadi tema fashion show ini."

Tema? Sejak kapan mereka mengumumkan tema mereka?

"Dibelakang saya, sudah terdapat ruangan dengan nomor kepersertaan yang sudah dibagikan kemarin. Anda bisa mencari dan mulai mengganti pakaian yang sudah disediakan di dalam, lalu temui saya lagi disini sebelum menuju ke panggung acara." Serunya.

Aku mendengarkannya dengan seksama meskipun masih bingun dengan tema yang mereka maksud. Padahal kukira ini adalah Fashion show bebas. Kalau begitu, aku tidak perlu sibuk membeli baju kemarin!

Semua peserta sudah sibuk mencari ruangan masing-masing dan masuk kedalam. Aku juga sibuk mengedarkan pandanganku dan menemukan sebuah ruangan yang ditempeli nomor pesertaku. Tanpa bersusah payah, aku menuju ke pintu itu dan masuk kedalam.

Disana sudah ada seorang perempuan yang berdiri di sebelah patung manekin yang mengenakan.... aku tertegun. Apa itu pakaian yang harus ku kenakan? Batinku.

"Silahkan masuk. Anda harus berganti baju sekarang." Ucapnya sambil menarikku. Tanpa aku bisa protes, perempuan itu sudah melucuti seluruh pakaianku, dan memakaikanku dengan baju yang katanya adalah 'Tema' fashion show hari ini.

Saat aku memprotes kalau kami tidak diberitahu tentang tema itu, perempuan itu hanya menjawab kalau brosur mereka telah tertulus dengan sangat jelas perihal tema mereka.

Saat pulang nanti, aku akan mencari letak tulisan tema itu di brosur!

Dengan susah payah, aku berjalan keluar ruangan. Saat kukira aku akan melihat remaja-remaja tadi berpakaian sama denganku saat keluar, tapi yang kulihat hanya panitia yang tadi berteriak mengarahkan kami berdiri di tiang penyangga lampu jalanan.

"Kemana mereka? Belum selesai?" Tanyaku sedikit kesusahan berjalan.

"Mereka sudah menuju ke venue. Kamu bisa kesana dengan berjalan kaki. Lurus dan belok kanan saat dipertigaan." Ucapnya santai disaat aku sudah gondok.

"Kesana? Jalan kaki? Dengan pakaian ini?" Tanyaku bertubi-tubi.

"Semua juga begitu." Ucapnya tidak kalah santai dari yang tadi.

Baiklah. Siapa tahu juri sudah mulai menilai dari jalanan, bukan diatas pentas saja. Batinku memberi semangat seraya aku menyeret kakiku dengan berat.

"Pertigaan kanan... pertigaan kanan..." ulangku agar tidak lupa. "Ah! Itu pertigaan!" Seruku saat melihat pertigaan setelah berjalan mendaki. Saat aku menoleh kebelakang, tidak ada peserta lagi, dan hanya ada aku. Apa aku peserta terakhir? Pasti gara-gara baju ini, makanya aku terlambat!

Saat sampai di pertigaan, langkahku berhenti begitu melihat apa yang berada di sisi kananku. Aku mengernyit.

"Gak salah? Memang disini bisa diadain acara fashion show?" Tanyaku entah kepada siapa.

Tapi meskipun begitu, aku tetap berjalan sambil menggeret kaki dan bajuku yang sebagian besar sudah ku peluk dan angkat agar mempermudah langkah kakiku.

Sepi. Itulah yang kupikirkan saat masuk kedalam ruangan di hadapanku.

Sebuah kaca besar yang memandang lautan dan langit yang luas. Dan deretan kursi putih dengan beberapa bunga di sampingnya. Dan satu lagi, Tidak ada panggung.

Apa aku salah ruangan?

Atau aku menunggu saja? Siapa tahu akan ada satu peserta lagi yang nyasar sepertiku?

Aku merutuki kurangnya informasi yang panitia itu berikan. Sangat tidak profesional!

Aku berjalan menuju ke jendela besar itu dan menghela nafas berat.

Dengan pakaianku seperti ini, dan tempatku berada sekarang, kembali mengingatkanku tentang pernikahan Nicholas dan Christine. Pernikahanku dan Nicholas yang tidak pernah terlaksana.

Aku duduk di bangku terdepan dan kembali menghela nafas berat.

Memejamkan mataku dan membayangkan mimpi indah kalau saja kejadian memilukan itu tidak pernah terjadi.

Aku akan berdiri di depan sana, mengenakan gaun pengantin dan tersenyum kepada Nicholas yang juga sedang tersenyum kepadaku saat ia mengucapkan His Wedding Vow.

"I, Nicholas Tyler, take you, Keira Alexandria McKenzie, to be my wife, and these things I promise you: I will be faithful to you and honest with you; I will respect, trust, help, and care for you; I will share my life with you; I will forgive you as we have been forgiven; and I will try with you better to understand ourselves, the world and God; through the best and worst of what is to come, and as long as we live."

Ya... kira-kita seperti itu sumpah pernikahan yang akan Nicholas ucapkan. Bahkan suara itu terdengar nyata di dalam mimpiku.

Tunggu!

Aku segera membuka mataku dan terbelalak begitu melihat punggung seorang laki-laki yang berdiri di tengah ruangan di hadapanku, sedang menatap lurus kedepan, ke langit-langit luas, dan aku berani bersumpah aku menahan nafasku saat melihat punggung itu.

Ia berbalik dan tersenyum kepadaku. Senyum yang kurindukan. Senyum yang selalu hadir di mimpiku.

"It's your turn, Sweetheart." Ucapnya pelan.

Dan suaranya menyadarkanku kalau aku sedang tidak berhalusinasi.

Aku terkesiap dan berdiri dari dudukku. Airmata sudah akan mengantri di pelupuk mataku sebelum akhirnya aku berbalik dan berlari dengan kesusahan karena ekor gaunku yang menyapu lantai.

Aku belum bilang kalau aku tengah mengenakan gaun pengantin? Ya, kalian tidak salah baca.

Sebelum aku sempat meraih pintu di hadapanku, Nicholas sudah berhenti di hadapanku, menghalangi gagang pintu dan memelukku dengar erat. Sangat erat sampai aku kesulitan bernafas. Atau memang aku sudah menahan nafasku sedari tadi?

"I miss you, Keira. I miss you..." ucapnya lirih.

Me too... jawab hatiku.

"Apa yang anda lakukan disini?" Tanyaku datar.

"Menikah." Jawabnya terlampau santai.

Tentu saja. Melihatnya yang sudah mengenakan Tuxedo, dia akan menikah hari ini.

"Kalau begitu selamat. Sekarang biarkan saya lewat. Saya ada urusan!" Seruku tanpa mau menatapnya. Mataku sudah berair dan aku tidak mau terlihat masih mengharapkannya.

"Keira..." panggilnya tanpa mau membiarkanku pergi.

"Christine sudah menunggu anda, bukan? Sebaiknya anda membiarkan saya pergi sebelum saya dituduh ingin merusak pernikahan anda." Geramku. Tanganku terkepal di kedua sisi.

"Tidak ada yang akan mengatakan kamu merusak pernikahan kamu sendiri, Keira. Aku akan membunuh orang itu kalau berani mengatakannya." Ucapnya. Aku mengerjap dan refleks mendongak.

"Apa maksudmu?" Tanyaku.

Nicholas tersenyum dan tangannya menakup kedua pipiku. "Bagaimana aku bisa menikah kalau pengantinku kabur?"

"Christine kabur?" Tanyaku masih tidak mengerti.

Nicholas terkekeh dan menggeleng. "Kamu." Ucapnya. "Aku hanya akan menikah dengan kamu."

Aku sedikit terkejut, namun kembali dapat mempertahankan ekspresi wajahku.

Aku mendengus, "Jangan bercanda!" Seruku pelan dan membuang pandanganku dari kedua mata Nicholas.

"Aku tidak bercanda, Keira." Ucapnya. "Untuk apa aku menjadikan ini semua sebagai bahanncandaan?!" Tanyanya.

"Kamu gak lupa kan? Kamu gak amnesia dan lupa dengan kondisi aku, kan? AKU GAK BISA HAMIL LAGI, FOR GOD SAKE!!!" Pekikku bersamaan dengan airmata yang mengalir. "Dan dengan seluruh berita tentang kamu dan Christine, sekarang kamu masih bilang mau menikah sama aku? Kamu waras?!"

"Kamu juga gak lupa kan kalau aku pernah bilang, aku gak peduli apapun kondisi kamu? Yang aku peduli hanya kamu!" Jawabnya berusaha meyakinkanku. "Dan apa aku atau Christine pernah mengkonfirmasi hubungan kami? Semua itu hanya gosip, Keira!" Serunya.

Aku terdiam, mencoba mencerna semua informasi tersebut.

"Memang benar aku dan Christine keluar masuk toko perhiasan dan beberapa Bridal serta mensurvei lokasi yang cocok untuk melakukan sebuah pernikahan, itu semua agar keinginanku untuk menikah dengan kamu dapat terlaksana!" Terangnya, "Christine memiliki ukuran tubuh yang sama sepertimu. Dan gaun yang kamu pakai, adalah pilihan dari orangtuaku, orangtuamu, Alleira dan Kelly. Dan cincin ini..." ia mengeluarkan sebuah kotak dan membukanya, memperlihatkan dua buah cincin yang indah. "Apa kamu lihat ukiran di dalam cincin ini?" Tanyanya seraya menarik keluar salah satu cincin tersebut.

Aku terkesiap melihat ukiran namaku di cincin milik Nicholas.

Keira's Now and Forever.

"Dan lokasi... oke, kita jangan bicarakan lokasi karena semua berantakan saat kamu memilih untuk kabur begitu berita itu mencuat." Ucapnya tampak berpikir. "Aku mengarahkan semuanya kesini, dan berniat menikahimu sesegera mungkin sebelum kamu memilih untuk kabur atau bahkan tidak mau kembali lagi ke LA. Dan aku harus memikirkan cara idiot ini agar kamu mau datang kemari. Tentu saja dengan meminta bantuan Nanny Dorothy."

Aku mengernyit saat nama Mrs.Dorothy disebut.

Nicholas nyegir, "Mrs.Dorothy adalah saudara dari Nanny yang juga pernah mengurusku sebelum memutuskan untuk ikut suaminya ke hawaii dulu." Ucapnya menjelaskan kebingunganku. Dan juga menjelaskan kenapa tidak ada peserta lainnya yang kulihat. Ternyata ini semua hanya bagian dari rencana Nicholas.

"Keira... maaf aku tidak pernah menghubungi kamu, aku hanya ingin memberi kamu waktu berpikir. Tapi aku tidak benar-benar meninggalkan kamu. Aku selalu ada untuk kamu, menjaga kamu saat kamu mabuk, dan mencium kening kamu saat kamu mimpi buruk." Itu cukup menjelaskan kenapa aku bisa kembali kerumah saat aku mabuk.

"Aku mencintai kamu, Keira... Sekarang, nanti, dan selamanya." Ucapnya sambil mengecup keningku.

Pertahananku runtuh. Tembok yang kubangun seakan di buldozer hingga rata tak bersisa.

"Tapi..."

Jari telunjuk Nicholas menghentikan ucapanku.

"Dengarkan aku." Ucapnya. Aku mendongak dan menatap matanya.

"Aku tahu kamu memikirkan aku dan Mommy. Aku tahu kamu tidak mau egois dengan mengorbankan keluargaku diatas kondisi kamu. Tapi aku memilih kamu, Keira. Apapun yang terjadi, susah senang, kita lalui bersama." Ia mengecup keningku, airmataku mengalir dengan sendirinya. "Kalau memang kita tidak memiliki anak nantinya, aku masih memiliki kamu. Kita akan saling menemani, saling menjaga, saling mencintai, saling menyayangi sampai waktu kita tiba nantinya. Kamu tidak perlu takut tentang perusahaanku. Harta tidak akan kubawa sampai mati. Tapi kamu akan bersamaku diakhir sana. Dan aku bisa mendonasikan seluruh kekayaanku pada orang yang memerlukan. Asalkan aku terus bersama denganmu."

Airmataku terus mengalir mendengar ucapan dan menatap sorot matanya yang tulus.

"Kita masih tetap bisa berusaha, Keira. Aku tidak akan menyerah sama kamu. Aku akan terus mendukung kamu dan menjadi penyangga kamu. Dengan atau tanpa anak. Aku akan tetap memilih kamu." Sambungnya.

Aku terisak tanpa bisa berkata-kata. Nicholas menarikku kedalam pelukannya, "i love you so much, Keira. I can die without you." Bisiknya.

"Me too, Nicholas. Me too..." akhirnya kata-kataku dapat keluar meski di selingi isakkan.

Nicholas melepas pelukannya dan menatap mataku, "Benarkah?" Tanyanya.

Aku mengangguk, tidak tahu sudah seberapa jelek wajahku yang penuh airmata sekarang. "I always love you, Nicholas."

Senyum tertarik di kedua sudut bibirnya. Matanya menatapku penuh kehangatan. "Aku minta maaf, saat ini tidak ada Romantic Dinner, tapi..."

Aku mengernyit saat ia melangkah mundur. Jangan bilang ia hanya bercanda, dan aku siap untuk menendang aset masa depannya itu.

Aku terkejut ketika ia berlutut dihadapanku dan kembali mengeluarkan kotak cincin tadi. "Will you marry me who can't even breathe properly when you're not around? Accompany me in my old times, taking care of me when i sick, and fill my empty bed with your angel Face?" Tanyanya.

Aku terkekeh mendengar kalimat lamaran terpanjang yang pernah kudengar.

Aku mengangguk, airmataku masih mengalir saat aku mengatakan, "Yes, i W---"

"Jangan dorong-dorong!!"
"Gak kedengeran! Majuan!"
"Via, mentok!"
"Mom, Alle kegencet!!"
"Dad, Nicholas berhasil kan ngelamarnya?"
"Diem! Gak kedengeran!"
"Jangan dorong-dor---"

Aku terdiam saat pintu tiba-tiba terbuka setelah mendengar bisik-bisik yang tidak bisa dikategorikan bisik-bisik itu, dan melihat longsoran manusia yang berpakaian rapih dan segera nyegir begitu menyadari apa yang terjadi.

Nicholas berdiri dan memijat pelipisnya, "Kalian..." lirihnya pelan. "Kan sudah aku bilang, tunggu saja di ruangan dalam!" Seru Nicholas jengkel.

"Mommy kan penasaran, sayang..." bela Mrs.Tyler.

"Ini semua gara-gara kamu nih yang mulai nguping duluan!" Omel Daddy menatap Mommy yang sudah menggembungkan pipinya kesal.

"Siapa suruh pada ikutan Kepo!" Gerutu Mommy.

Aku tertawa meski masih sedikit terisak.

Mrs.Tyler mengambil inisiatif untuk menghampiriku dan menggenggam kedua tanganku.

"Mommy menerima kamu apa adanya, Keira. Jangan jadikan ini beban, karena Mommy menyukai kamu, bukan kemampuan kamu untuk memiliki keturunan atau tidak. Jangan jadikan ini sebagai beban kamu untuk meraih kebahagiaan yang sudah menanti kamu." Ucapnya kembali membuatku menangis. Mrs.Tyler memelukku dan mengelua rambutku lembut, "Oh, sayang... kamu udah sangat menderita. Sudah saatnya kamu bahagia." Ucapnya, aku mengangguk. "Kamu maukan menikah sama Anak Mommy? Menjadi menantu Mommy?" Tanyanya setelah melepas pelukan kami.

Aku mengangguk dan menatap seluruh keluargaku yang entah sejak kapan sudah menangis. Maksudku, bukan semua, tapi hanya Alleira, Kelly, Mommy, dan tante Rere. Disana juga ada Mrs.Dorothy, Nanny, Hayley, Joshua dan Christine.

"Aku bersedia." Ucapku saat pandanganku beralih ke Nicholas.

Nicholas memelukku dengan erat dan mengucapkan kata terima kasih berkali-kali sambil mencium pipiku.

*

Setelah huru hara dan acara tangis menangis selesai, Hayley dan Christine menggiringku menuju ke ruangan kecil yang berada di belakang. Christine sempat meminta maaf karena sudah bertingkah seperti sahabat yang jahat dengan tidak menghubungiku, tapi aku sudah memaafkannya.

Ternyata semua orang, terkecuali diriku, sudah mengetahui rencana Nicholas. Oleh karena itu, mereka tidak pernah mencariku, karena mereka mempercayaiku di bawah asuhan Mrs.Dorothy.

Setelah Hayley dan Christine membetulkan Make up ku dan tatanan rambutku, Daddy masuk untuk menjemputku.

Aku mengangguk mantap dan menghampiri Daddy yang memuji kecantikanku yang dibalut gaun pengantin.

"Daddy gak pernah menyangka akan mengantar anak Daddy sendiri menuju ke pintu kebahagiaannya, sebagaimana dulu Opa mengantar Mommy dan menyerahkan tangan Mommy kepada Daddy di depan altar. Dan Daddy berani bertaruh kalau Nicholas sedang menahan mulas diperutnya akibat nervous. Daddy juga seperti itu dulu, Daddy sampai harus menahan kentut agar tidak merusak jalannya acara." Ujar Daddy panjang lebar.

Aku tertawa mendengar pengakuan Daddy yang baru kali ini kudengar. Mungkin setelah selesai, aku akan bertanya pada Nicholas kebenarannya.

Saat berada di depan pintu, Daddy membetulkan letak slayerku dan memelukku erat. "Putri kesayangan Daddy sudah akan menjadi ratu orang lain sebentar lagi." Ucapnya terdengar sedih.

"Tapi daddy akan tetap menjadi raja nomor satu di hati Keira." Jawabku jujur.

Daddy kemudian mencium keningku dan kembali menyelipkan tanganku di lengannya. "Siap?" Tanya Daddy.

Aku mengangguk mantap sebelum akhirnya pintu terbuka, dan melihat Nicholas yang berdiri sambil tersenyum, di dampingi oleh kak Kenneth yang juga menatapku sambil tersenyum.

Aku meringis mengingat aku benar-benar mendahului kak Kenneth untuk menikah terlebih dahulu.

Daddy menyerahkan tanganku pada Nicholas dan memberikan kalimat penyerahan yang diselipkan ancaman khas Daddy.

"Saya serahkan putri saya, jaga dia baik-baik, jangan biarkan dia menangis. Kalau sampai dia menangis, saya akan meminta Kenneth untuk membuat anda menangis minta ampun di atas kasur UGD."

"Daddy!" Tegurku.

"Tidak akan pernah, Dad." Seru Nicholas yakin. "Terima kasih atas kesempatan dan kepercayaan yang Daddy berikan padaku."

Daddy tersenyum dan kembali duduk di sebelah Mommy yang sudah menyeka airmatanya.

"Sebelum upacara pernikahan ini dimulai, apa ada yang menentang pernikahan ini?" Pastor tersebut menyela pemikiranku.

Apa ada? Tanyaku sambil melirik ke sekitar. Nicholas di lain sisi juga sudah menatap tajam ke seluruh orang yang hadir.

"Kalau tidak ada, maka upacara ini dapat di lanjutkan." Ucap pastor tersebut, Nicholas menghela nafas lega.

Aku terkikik melihat tingkahnya.

Upacara dimulai tenang hingga Nicholas mengatakan sumpah pernikahan yang tadi dia katakan dengan lancar. Dan kiti tiba giliranku.

Aku mengigit bibirku gelisah. Ini adalah pertama kali, bahkan tadi aku belum sempat benar-benar menghafalkan sumpah itu. Bagaimana kalau aku salah menyebut nama? Bagaimana kalau nanti malah tidak sah?

Tidak! Tenang Keira, tenang! Tarik nafas.... hembuskan.... aku pasti bisa!

Aku menatap mata Nicholas dengan yakin, seakan kalimat sumpah itu tercetak di matanya, dan mulai melafalkan sumpahku. "I, Keira Alexandria McKenzie, take you, Nicholas Tyler, to be my husband, and these things I promise you: I will be faithful to you and honest with you; I will respect, trust, help, and care for you; I will share my life with you; I will forgive you as we have been forgiven; and I will try with you better to understand ourselves, the world and God; through the best and worst of what is to come, and as long as we live."

Aku menghembuskan nafas lega begitu sumpah itu terucap.

Acara pertukaran cincin digelar dan saat pastor mengemukakan kalau kami sudah menjadi sepasang suami istri, Nicholas langsung menyerbu bibirku.

Aku merindukan bibir ini. Sumpah!

Nicholas terkekeh saat mendengar kalimat cibiran yang sebagian besar berasal dari keluargaku.

"Cium terus, sosor!" - Mommy
"Kalau belom sah, gue pites kepalanya." - Daddy
"Mirip kayak lo, Pete. Napsuan." - om Alvero
"It's Official, gue dilangkahin kembaran gue." Dan aku tidak perlu menjelaskan siapa yang mengatakan kalimat ini.

"Keluarga kamu unik." Ujarnya.

"Mulai sekarang juga udah jadi keluarga kamu!" Cibirku.

"Bener juga. Jadi aku juga unik dong?" Tanya Nicholas membuatku tertawa.

Aku mengangguk, "iya, hanya ada satu di dunia ini, dan kamu adalah milik aku seorang." Ucapku yang kembali mendapat ciuman dari Nicholas.

Aku bahagia karena Nicholas tidak menyerah. Tapi aku akan lebih bahagia lagi kalau bisa memberikan Nicholas keturunan.

Berharap kalau keajaiban itu ada.

***

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro