Tigapuluh
Nicholas's POV
"Apa ada lagi berkas yang harus ku tandatangani?" Aku membubuhkan tanda tanganku di file terakhir yang ada di depanku, menutupnya lalu mengembalikannya pada Angeline, sekertarisku.
"Tidak, Pak. Hanya ini saja." Jawabnya sambil mengambil alih file di tanganku.
"Kalau begitu, kamu bisa segera beberes untuk pulang." Aku melirik jam yang entah sejak kapan menunjukan pukul 6 sore.
"Baik, Terima kasih, Pak." Angeline tersenyum semakin lebar dan berjalan meninggalkan ruanganku.
Aku memijat pangkal hidungku yang pegal dan menyandarkan tubuhku pada kursi kerjaku. Menatap kosong langit-langit di atasku.
"Aku harus bersiap untuk melepas Keira. Aku gak bisa terus menerus melibatkan orang yang aku cintai kedalam masalah ini." Gumamku, teringat dengan pertemuanku dengan Bruce kemarin di kantor ini, saat Bruce membuka rekaman suara Keira saat dia mabuk beberapa minggu yang lalu, dan juga foto-foto diriku dan Kelly yang tengah berpelukan, dan masuk ke toko perhiasan.
Ada banyak foto lain, tapi yang membuatku menahan nafas adalah foto Keira yang sedang menghabiskan makan malam dengan laki-laki bernama Joshua, laki-laki yang dulunya kutubuku tapi sangat terlihat jelas telah mengagumi Keira sejak jaman SMA dulu. Yang membuat nafasku sesak adalah tawa Keira yang terlihat bahagia di foto itu.
Aku tidak pernah melihat senyum dan tawa itu saat Keira berada bersamaku. Yang kulihat hanya airmata, mata sendu, dan penuh penyesalan atas kebohongan demi kebohongan yang kami, -atau lebih tepatnya aku- ciptakan.
Aku ingin egois, tapi aku tidak sanggup menghapus tawa penuh kebahagiaan itu.
"Haaaaaaaahhhhhhh...." kuhela nafasku dengan kencang, berharap sedikit rasa sakit dan sesak di dadaku akan berkurang sedikit.
Aku berdiri dan mengambil jas kerja, ponsel dan kunci mobilku begitu merasa sudah cukup lama merenung.
Semakin merenung, semakin sakit juga hatiku. Lebih baik untuk tidak merenung dan langsung pulang, menemani Keira yang sepertinya masih kurang enak badan itu.
Begitu kakiku melangkah di Lobby kantor yang sudah sepi, aku menyapa sekuriti yang setia menjaga gedung kantorku itu dengan senyum.
Tanpa kusadari, ada sebuah tangan yang melayang, meninju wajahku dengan keras. Aku baru bisa melihat siapa pemilik tangan itu ketika tubuhku tersungkur ditanah.
"Brengsek lo! Bajingan!!! Lo berani mempermainkan adik-adik gue! Lo pikir mereka apaan, Hah?!"
Kenneth. Ya, pemilik tangan itu adalah Kenneth. Dia terus meninju wajahku tanpa berhenti, hingga aku merasa kebas pada wajahku.
"Berhenti!!" Aku merasa tubuh Kenneth menjauh dariku, dan aku melihat Paul, Sekuritiku menahan tubuh Kenneth yang masih berusaha melawan. Bahkan salah satu tendangannya mengenai perutku.
Tapi aku tidak melawannya, karena aku tahu, setiap pukulan dan tendangan yang Kenneth layangkan untukku, pantas aku terima setelah menyakiti kedua adiknya.
"Lepaskan dia, Paul. Aku mengenalnya." Suaraku terdengar serak. Aku menahan bobot tubuhku di lantai dengan kedua tanganku meski sedikit kesulitan, lalu menatap Kenneth yang masih menatapku dengan tatapan membunuh.
"Gue gak percaya kalau gue akan mendengar nama lo keluar dari mulut Kelly. Gue gak percaya lo adalah mantan pacar biadap yang sudah membuat keluarga gue nyaris kehilangan Kelly, dan sekarang apa?! Lo mempermainkan kembaran gue, Lo belom puas, hah?! Lo membuat Kelly membenci kakaknya sendiri, KAKAKNYA SENDIRI!!!"
Tidak satu kalimat pembelaanpun dapat kukatakan, karena memang itu yang telah kulakukan. Apa aku pernah berbuat sesuatu yang adil untuk mereka?
Kenyataan itu semakin membuatku bertekad untuk melepas Keira yang pastinya sangat menderita terus membantuku berbohong.
Kenneth meninggalkanku, dan Paul membantuku untuk berdiri, dan kembali ke Apartemenku.
Aku diam sepanjang perjalanan, karena memikirkan kata-kata Kenneth yang seakan kembali meninjuku, meninju hatiku.
Dan ketika aku sampai di lantai apartemenku, aku melihat perempuan itu. Berdiri ragu di depan pintu apartemen yang selama ini kami tinggali, menatapku sendu ketika aku memanggilnya.
Apa ini sudah saatnya aku melepaskan Keira?
Aku menatap Keira yang dengan serius membersihkan setiap lukaku, menatap wajahnya yang sedih ketika aku mengatakan akan melepaskannya, menyeka airmatanya yang terasa sangat memilukan hatiku, mendengar seluruh isi hatinya saat dia tidak membiarkanku untuk berjuang sendiri menghadapi resiko ini.
"Karena aku mencintai kamu, Nicholas."
Dan percayalah, aku rela kalau Kenneth menghajarku sampai mati sekarang juga.
*
Aku menatap lurus matanya yang masih mengeluarkan airmata selepas mengatakan kalimat yang kutunggu selama ini, lalu aku tersenyum dan membelai pipinya.
"Kalau kamu memang mencintai aku, kenapa kamu masih menangis? Apa mencintai aku memang semenyakitkan itu?" Tanyaku. Keira menggeleng pelan, "Lalu?"
"Aku malu mengatakannya!!!" Gerutu Keira. Aku rasa dengan posisiku yang berbaring di pangkuannya, Keira kesal karena tidak bisa menyembunyikan wajah malunya yang sudah memerah dariku. Menunduk salah, hadap kanan kiri juga kelihatan, mengadah keatas, pastinya lelah.
Menggemaskan sekali.
Aku tersenyum dan tanganku beralih melingkar di lehernya, menariknya mendekat, dan akupun mengangkat kepalaku, berniat mencium wajah lucunya.
"Awww awww awww..." aku mengerang, memijat tengkukku yang sialnya malah sakit disaat seperti ini.
"Kamu kenapa?" Tanyanya panik melihatku kesakitan.
"Kamu gemesin, mau nyium kamu, tapi aku gak bisa gerakin kepalaku." Jawabku yang membuat wajahnya yang sudah merah, malah jadi bertambah merah seakan siap meledak.
"Kamu tuh!!! Bego!" Keira spontan memukul tanganku, membuatku tertawa geli.
Tapi tidak lama, karena Keira secara tiba-tiba menunduk dan mengecup bibirku.
Lama bibir kami saling mengecup, sampai Keira melepaskan kecupan bibirku dan melihat wajahku dari dekat.
"Kamu tahu?" Tanyaku pelan. "Aku rela Kenneth memukulku sampai babak belur seperti ini lagi setiap hari kalau itu membuatku bisa mendengar pernyataan cinta kamu dan merasakan ciuman kamu." Godaku, matanya membulat sempurna, dan perkiraanku kalau Keira akan segera meledak, benar.
"Nicholas bego!!! Sinting!!!" Gerutunya. Dirinya dengan paksa bangkit dan menggeser kepalaku yang masih nyaman tidur di pangkuannya hingga menyentuh sofa dengan sedikit keras, tapi tidak sakit.
"Keira..." panggilku masih tertawa geli begitu melihatnya sudah berlalu membawa kotak obat-obatan dan baskom berisi air yang tadi dia gunakan untuk membersihkan lukaku ke dalam dapur. "Kei, jangan marah, Kei..." aku masih tertawa.
"Jangan ngomong sama gue!!! Udah dibilang gue malu, masih digoda lagi!" Ocehnya dari dapur, kembali menjadi Keira yang aku kenal dulu.
"Iya, Maaf." Ucapku begitu Keira berdiri dan melipat kedua tangannya di depan dadanya, menatapku kesal dengan wajah merahnya.
"You're not sorry!" Ucapnya begitu melihatku ingin tertawa lagi.
"Keiraaa..." rengekku, "Masa baru pacaran mau berantem sih?" Tanyaku.
"Siapa yang mau pacaran sama lo? Ih ogah!" Wajahnya memerah.
"Ih begitu... bantuin aku naik ke kamar dong." Pintaku, merentangkan kedua tanganku seperti anak kecil yang minta di gendong. "Aku masih sakit loh." Tambahku begitu melihat keraguan di mata Keira.
Keira berdecak dan berjalan menghampiriku, memapahku yang tertawa geli, membiarkan dirinya membawaku menuju ke kamar kami di lantai dua.
"Berhenti ketawa, atau aku akan melepas kamu dan mendorong kamu dari tangga?" Ancamnya lucu. Aku mencium pipinya sebagai jawaban.
Kalau bukan karena tubuhku yang masih sedikit sakit dan wajah penuh lukaku yang membuat wanita melihatnya ngeri, aku pasti akan menerkam wanita di sebelahku ini sekarang. Wanitaku yang akhirnya bisa jujur dengan dirinya sendiri. Tunanganku.
*
Ancaman Bruce untuk membeberkan kebohongan kami, terjadi dua hari kemudian.
Seluruh foto yang ia tunjukan padaku tempo hari terpampang di majalah bisnis miliknya dengan Headline yang membuatku menahan diri untuk tidak mencincangnya dan menjadikannya santapan makan malam buaya.
"BIG SECRET OF TYLER ENTERPRISE IS REVEALED!!!"
Fotoku yang bersanding dengan Keira dibuat seakan dirobek, dan fotoku yang memeluk Kelly, ada di bawahnya, foto Keira dengan Joshua juga bersampingan.
"Fake Engagement, and Fake Pregnancy. The two lovebirds who truly hate each other!"
Kalimat itu tercetak lebih kecil di bawah foto kami.
"Bagaimana ini?" Tanya Keira sudah panik menatapku yang masih membaca isi dari majalah yang tadi di bawa Hayley ke apartemenku pagi-pagi sekali.
"Kita harus mengadakan konferensi Pers. Secepatnya! Untuk mengklarifikasi kebohongan ini." Usul Hayley membuatku mendongak dari majalah yang kupegang. "Mengakui kalau kalian tidak benar-benar bertunangan, dan Keira tidak hamil. Mengatakan kalau selama ini kalian mengalami mis komunikasi dan menyebabkan berita yang beredar luas itu sebagai dampaknya."
"Tidak!!!" Tolakku. Keira menoleh kepadaku, Hayley juga. Aku menutup majalah di tanganku, sedangkan tanganku kemudian merangkul Keira yang berada di sampingku. "Mungkin memang dulu itu adalah kebohongan, tapi sekarang, aku dan Keira saling mencintai. Benarkan, Kei?" Tanyaku meminta persetujuan Keira yang sudah melihatku dengan tatapan tajam. "Apa? Memang benarkan kamu cinta sama aku? Kita udah pacaran? Tunangan juga udah! Nih cincinnya sebagai bukti!"
"Beneran, Kei?" Tanya Hayley dengan tatapan yang sulit kuartikan. Keira menunduk, menghindari tatapan mata Hayley, kemudian mengangguk pelan. "God! Akhirnya sadar juga!" Seru Hayley sambil menghela nafas.
"Berisik lo, hay!!!" Omel Keira, sedangkan aku tertawa kecil mendengar seruan Hayley. "Apa lo ketawa?!" Tanyanya galak kepadaku.
"Gak, kamu lucu." Jawabku sambil mencubit pipinya.
"Oke, berhenti bermesraan. Kita pikirin lagi alasannya." Sela Hayley. Aku kemudian melepas rangkulanku dan kembali membaca majalah tersebut.
.... Tyler memeluk perempuan yang ternyata adalah adik dari perempuan yang selama ini di katakan sebagai tunangannya. Di lain pihak, Keira Alexandria McKenzie yang sedang menghabiskan waktu dengan Joshua Richard, selaku fotografer yang mengurus sesi pemotretan dirinya untuk majalah People.
Disaat kabar pertunangan dan kehamilan Keira beredar, Keira mengaku kalau itu hanyalah kebohongan, dan Kelly yang merupakan adiknya, adalah mantan pacar Nicholas Tyler.
Keira mengatakan kalau kebohongan itu ditujukan untuk membohongi kedua orang tua Nicholas yang beberapa saat lalu mengatakan kepada Media tentang pertunangan dan kehamilan palsu Keira....
"Aku punya ide." Seruku sedikit geram dengan isi berita yang kubaca. "Tapi kita harus meminta kerja sama dari beberapa orang untuk berbohong sedikit."
"Bohong lagi?" Tanya keira lemas. "Apa ini belum cukup?"
"Tenang, sayang. Pertunangan kita kan bukan bohongan lagi." Jawabku sambil mengecup keningnya. "Meski memang belum resmi, tapi kita tetap benar-benar berpacaran, kan?" Tanyaku. "Ideku hanya untuk membersihkan nama baik kamu, Kelly, dan Joshua yang sudah ikut terlibat. Tapi kita harus meminta kerja sama mereka untuk menyetujui skenario yang ada di kepalaku."
Keira menegang. Aku tahu, bicara pada Kelly akan sulit dilakukan, mengingat janji yang sudah ia buat untuk Kelly.
"Joshua... juga?" Tanyanya ragu.
"Iya." Jawabku, "Kenapa?"
"Ehm... gak, gak kenapa-kenapa." Jawabnya pelan. Tapi aku tahu ada yang dia sembunyikan.
Baru aku ingin bertanya lebih, ponselku berbunyi dan nama yang biasa tidak horror, malah terlihat seperti malaikat pencabut kolor. Eh, nyawa maksudku! Ini gara-gara aku tidak sengaja melihat kolor keira pagi-pagi tadi! Huh.
"Iya, Mom?"
"NICHOLAS TYLER!!!! APA-APAAN BERITA INI, HAH?!" teriak Mommy yang spontan membuatku menjauhkan telingaku. Aku yakin Hayley dan Keira juga mendengarnya.
"Mom, Sabar..." pintaku.
"Apa benar ini semua hanya settingan kalian?! Keira bukan tunangan kamu? Apa benar Keira tidak hamil? Jawab Mommy, Nicholas Tyler!!!! Haaaah... haaaah... haaaaah... jantung Mommy... haaah..."
"Mom?? Mom, aku akan mengklarifikasi semuanya. Mom tarik nafas ya. Aku sama Keira benar-benar saling mencintai kok, Mom. Kita beneran bersama. Dan tentang kehamilan Keira..." aku melirik Keira yang sedikit panik. "I-itu juga beneran kok Mom." Keira melotot dan memukul lenganku yang hanya bergumam meminta maaf tanpa suara.
"Beneran? Jadi berita ini yang bohong?" Tanya Mommy pelan.
"Iya, Mom. Mom jangan pikirin ya? Lusa, aku dan Keira akan mengadakan konferensi Pers. Mom boleh hadir disana, jadi mom tidak perlu khawatir, ya?" Ujarku.
"Oke, Mom akan hadir." Sahut Mom sudah terdengar biasa. "Tapi mom mau kalau kamu mendatangkan dokter kandungan Keira untuk memberitahu media-media bodoh itu kalau cucuku bukan sebuah kebohongan!!!"
Bip
Aku bengong saat Mommy mematikan panggilan tanpa sempat ku protes. Ku tolehkan wajahku menatap Keira dan Hayley. "Kita ada masalah baru." Gumamku pelan.
Aku menceritakan apa yang hampir terjadi pada Mommy, dan syarat Mommy untuk menghadirkan dokter kandungan di konferensi. Keira menganga dan tidak bisa berkata apapun lagi.
"Wah... lo nekat." Komentar Hayley.
"Nicholas... Kenapa kamu masih bohong masalah itu?" Tanya Keira gemas.
"Aku gak tega, Kei. Mommy hampir jantungan, dan aku gak siap kehilangan Mommy." Jawabku menyesal. "Tenang aja, aku akan membayar dokter kandungan itu untuk ikut berbohong. Sebelum konferensi pers, Kita akan ke dokter kandungan bersama para wartawan untuk lebih meyakinkan." Seruku percaya.
"Sementara itu, kita harus bicara pad Kelly dan Joshua tentang rencana kita." Sambungku, Keira terdiam.
"Tapi kalian gak bisa keluar dari Apartemen ini. Apartemen ini sudah dikerubungi wartawan." Ucap Hayley baru memberitahuku.
Jadi pilihan terakhir adalah, meminta Joshua dan Kelly ke sini secara diam-diam yang menurut, Sulit!
Tapi, Kenapa tiba-tiba Keira menyeringai aneh menatapku? Dan kenapa tiba-tiba perasaanku seperti anak anjing yang terancam bahaya?
*
"I'm so... not gonna go out with this!" Aku mengernyit geli melihat pantulan diriku di cermin.
Sebuah maha karya jerih payah Keira yang membuatku terlihat menyeramkan di sana.
"Nicholas, ini bukan waktunya negosiasi! Kita harus segera temuin Kelly dan bicara sama dia." Gerutu Keira yang sibuk memilih bajuku yang akan ia gunakan.
"Ini namanya bunuh diri, Keira! Kalau wartawan sampai tahu, makin hancur citra aku!!" Aku menahan emosiku. "Apa gak ada cara normal lainnya supaya kita bisa keluar tanpa ketahuan?"
"Percaya deh, ini paling normal buat ngecoh mereka." Jawaban itu lagi yang keluar dari bibir Keira, dan aku hanya bisa menghela nafas dan berdoa kalau penampilanku tidak akan menimbulkan berita baru.
Tidak akan lucu kalau sampai fotoku terpampang di seluruh majalah besok dengan Headline :
"CEO TYLER ENTERPRISE MENYAMAR MENJADI WANITA UNTUK MENGHINDARI WARTAWAN"
Hancur sudah reputasiku kalau itu benar-benar terjadi. Lebih baik aku mengurung diriku di Apartemen sampai membusuk dan tidak keluar lagi.
"You can just give me your fake mustache and let me wear my shirt. Not this... bloody super tight dress! Hanya orang bodoh yang akan terkecoh dengan penyamaran aku. Otot-ototku aja sudah meragukan!"
Keira tertawa kencang, tidak mengindahkan protesanku.
"Are you guys... what happen to you?!" Hayley masuk kedalam kamarku dan mengernyit begitu matanya menatapku. "Lo baru diperkosa?"
Tawa Keira semakin kencang, bahagia sekali menertawakan aku.
"You guys need to switch." Usul Hayley menatap kami berdua ngeri. "Gak akan ada yang percaya Nicholas adalah seorang perempuan dengan otot Biceps yang terekspos itu."
"Hayley! Ini seru!" Protes Keira, tidak mau untuk bertukar peran.
"SWITCH, NOW!" Tegas Hayley Final, lalu kembali menutup pintu kamar, membiarkan aku dan Keira untuk bertukar pakaian lagi.
Aku tahu Keira sebal karena usulnya tidak dituruti, tapi Hayley dan aku mempunyai pemikiran yang sama.
Hanya Idiot yang akan mengira aku adalah benar seorang perempuan.
"Kei..." panggilku, Keira menatapku sebal, tapi itu malah membuatku ingin tertawa. "Give me that Mustache." Pintaku yang langsung membuat Keira menggerutu dan melepaskan kumis palsunya.
Setelah perdebatan dan berganti baju lagi, aku dan Keira yang memakai baju terlampau santai dengan kaus dan jeans oblong, kaca mata Hitam, serta Keira yang memakai Topi Baseball yang menyembunyikan seluruh rambutnya. Kami berjalan terpisah dari Hayley, menuruni Apartemen dan melewati lautan wartawan dengan sukses tanpa menimbulkan kecurigaan meskipun ada beberapa yang menatap kami bingung.
Demi menghindari perhatian, aku dan Keira memilih menaiki taksi yang membawa kami menuju ke Apartemen keluarga Keira.
Aku dan Keira baru bisa bernafas lega begitu taksi ini sudah membawa kami menjauh dari Apartemen yang masih penuh dengan wartawan.
Sepertinya kalau keadaan tidak bisa tenang sampai malam, kami terpaksa menginap di Hotel.
Kami tiba di Apartemen keluarga Keira tidak berapa lama kemudian. Hayley sudah menunggu disana, dan aku sedikit tenang karena Wartawan belum menyerbu kemari.
Mungkin karena berita aku dan Keira yang tinggal bersama, jadi wartawan itu hanya menyerbu ke satu tempat.
"Keluarga lo udah menunggu lo di atas." Ucap Hayley begitu aku dan Keira sampai di lobby.
Aku bisa melihat kecemasan dari gelagat Keira, dan aku tahu kalau yang Keira takuti adalah berhadapan dengan Kelly.
"Kita naik sekarang sebelum ada yang ngenalin kalian." Kami segera digiring oleh Hayley menuju ke lift yang membawa kami ke lantai teratas Apartemen ini.
Aku merangkul Keira, memberinya ketenangan yang ia butuhkan saat ini.
"Kita hadapin bersama." Ucapku menarik senyum. Keira mengangguk dan mencoba untuk tersenyum yang menurutku sangat kaku, tapi dia sudah berusaha, kan?
Begitu kami masuk ke Apartemen Keluarga Keira, hawa dingin menyambut kami. Terutama saat melihat keempat orang yang duduk diam menatap kami dari atas kebawah lalu kedua mata kami.
Aku dan Keira melepaskan kacamata hitam kami, dan Keira melepaskan topi yang melindungi rambutnya.
Keira kemudian menunduk dan kami duduk di hadapan keempat anggota keluarga McKenzie seperti sedang dihakimi.
"Berita sudah sampai seperti ini, bahkan Kelly juga ikut terlibat. Sebenarnya apa yang terjadi?" Kepala keluarga McKenzie membuka suara.
"Ini salah saya, Mr.McKenzie." jawabku. "Berita yang beredar diluar memang benar, saya memang mantan pacar Kelly. Kami bertemu di dunia maya, dan sempat berpacaran beberapa bulan. Sebelum itu, saya sama sekali tidak tahu kalau Kelly adalah adik dari Keira. Kami juga tidak pernah bertemu sebelumnya, hingga kunjungan pertama saya kemari. Itu adalah kali pertama saya melihat Kelly dan mengetahui kalau Kelly adalah adik Keira." Aku menjelaskan. Dan aku melihat sorot mata membunuh dari Kenneth, kesedihan dari Kelly, dan bersalah dari Keira. Sedangkan kedua orang tua Keira, mendengar penjelasanku dengan serius.
"Saya bersalah karena telah menyakiti hati Kelly dan membuat hubungan persaudaraan Kelly dan Keira meregang, tapi..." aku terdiam sebentar dan menatap Kelly dan Keira bergantian sebelum melanjutkan. "Saya mencintai Keira, dan saya bisa menjamin kalau itu bukan sebuah kebohongan atau permainan."
"Bagaimana kalau saya tidak merestui kalian?" Tanya Mr.McKenzie yang membuatku menegang. "Anda sudah mempermainkan dua putri saya, membuat mereka bermusuhan satu sama lain. Anda tidak memberi dampak baik untuk mereka, bahkan untuk citra putri saya yang anda rusak dengan mudah!" Mr.McKenzie mengeram.
"Maka saya tidak akan menyerah." Ucapku yakin. "Saya akan bertanggung jawab, dan membersihkan nama baik putri-putri anda. Kami akan mengadakan konferensi Pers lusa, dan kami membutuhkan bantuan Kelly." Ucapku. Tatapanku beralih menatap Kelly yang menatapku datar.
"Mom, Dad, Kak." Panggil Keira, "Apa yang akan kukatakan pada Kelly, harap kalian dengar baik-baik. Agar kalian tahu, kalau bukan hanya Nicholas yang melukai Kelly, tapi aku juga." Aku mengernyit bingung. Apa rencana Keira?
"Kelly." Panggilnya pelan. "Kakak mau jujur sama kamu." Sambungnya, kemudian ia menarik nafas panjang sebelum menghembuskannya perlahan.
"Kakak yang meminta Nicholas untuk memutuskan pacarnya sebagai syarat untuk Kakak bersedia membantunya sebagai tunangan pura-pura Nicholas." Keira diam sejenak sebelum kembali berbicara, "Kakak tidak tahu kalau saat itu, Kakak sudah menyakiti hati adik kakak sendiri. Dan saat tahu kenyataan kalau kamu, adalah orang itu, melihat kesedihan dan keterpurukan kamu, Kakak meminta Nicholas untuk menyudahi permainan ini, tapi masalah terus berdatangan, sampai akhirnya berita tentang kehamilan pura-pura kakak tersebar."
Suara Keira bergetar, aku tahu Keira sedang menahan gejolak ingin menangisnya. Aku hanya bisa memberinya semangat dengan genggaman tanganku di tangannya memberi kekuatan agar dia bisa lebih tegar.
"Kakak berjanji akan mengembalikan Nicholas untuk kamu. Dan saat kamu tanya, apa perasaan kakak untuk Nicholas, Kakak jawab..."
"Kakak gak punya perasaan sedikitpun untuk Nicholas." Potong Kelly lirih membuat tangan Keira yang berada di genggamanku semakin mengerat.
"Maafin kakak, Kelly... Kakak gak bisa menepati janji kakak. Cinta datang tanpa kakak bisa sadari dan kakak cegah. Kakak sudah jatuh cinta sama Nicholas tanpa Kakak ketahui." Lirih Keira, aku merasakan setitik air matanya jatuh ke punggung tanganku.
Sebuah kejujuran yang pastinya sangat menyakitkan untuk Keira katakan, terlebih pada adiknya sendiri.
"Kakak egois." Sinis Kelly datar. Sinisan itu semakin membuat Keira menangis, meski aku tahu Keira sudah berusaha sekuat tenaga untuk menahan airmata itu. "Tapi aku akan menjadi lebih egois dari kakak kalau aku memaksa kakak untuk menyerahkan kak Nicholas."
Keira mendongak dengan wajah penuh airmata, aku dan Keira sama-sama menatap Kelly yang mulai meneteskan airmatanya.
Kelly berdiri dari tempatnya dan bergerak menuju Keira yang semakin mendongak menatap Kelly. Kelly kemudian memeluk Keira dan pecahlah airmata Kelly yang juga mungkin sedang dia tahan sedari tadi.
"Maafin Kelly, ya, Kak. Maafin Kelly udah membenci kakak. Maafin Kelly yang kekanak-kanakan dan membuat kakak sedih. Maafin Kelly belum bisa jadi adik yang baik buat kakak." Ucap Kelly sesengukan.
"Kakak yang salah, Kel, kakak yang minta maaf sama kamu." Lirih Keira, tangannya membelai rambut panjang Kelly dan memeluknya erat.
Kenneth, entah sejak kapan, sudah berdiri di samping mereka, dan memeluk kedua adiknya itu dengan erat. "Kalian jangan berantem lagi, ya?" Pintanya.
"Kak, lo nangis?" Tanya Keira, terisak sambil terkekeh kecil.
"Kak Kenneth nangis?" Kelly melepas pelukannya dan beralih menatap Kenneth.
"Kagak! Kata siapa?" Kenneth menghapus jejak airmatanya dengan punggung tangan. "Mata kakak ketusuk rambut Kelly!" Belanya.
Padahal mengaku menangispun tidak masalah, karena aku juga terharu melihatnya.
"Jadi, apa rencanamu?" Tanya Mr.McKenzie, beralih dari tangis-tangisan ketiga anaknya.
"Meluruskan hal ini. Kami memerlukan bantuan Kelly untuk hadir di konferensi Pers itu." Ucapku melirik kearah Kelly yang juga menatapku.
"Kelly akan bantu Kakak." Ujarnya sambil melihat kearah Keira. Lalu beralih menatap mataku dengan galak, "Tapi urusan Kakak sama aku belum selesai! Kalau kakak buat kak Keira kesusahan dan sedih, atau sakit hati, Kakak akan berurusan sama aku!!!" Ancamnya, aku mengangguk dengan yakin.
"Ngantri, Kel. Dia harus berurusan sama gue dulu. Baru lo bisa sambangin dia ke kuburan buat bikin perhitungan." Sela Kenneth yang juga menatapku tajam. Ini ancaman pembunuhan?
"Sudah, sudah! Anak Mommy kenapa kriminal semua sih pemikirannya?" Sela Mrs.McKenzie. lalu beralih menatapku.
"Lalu, kalau berita ini sudah lurus, apa yang mau kamu lakuin setelahnya? Tetap berpura-pura tunangan? Atau menyudahi permainan ini?" Tanyanya, sama menyeramkannya dengan kedua anaknya.
Tapi aku tersenyum dan menggenggam tangan Keira yakin, "Atas restu anda, sebagai orang tua Keira, saya mau menikahi putri anda." Ujarku mantap.
Mr.McKenzie mengeluarkan ekspresi yang bisa dikatakan mengancam, Kenneth dan Kelly melotot, Keira melongo, sedangkan Mrs.McKenzie menyeringai senang.
"AKHIRNYA ANAK CEWEK GUE MAU NIKAH!!!!" Serunya heboh.
Dan aku tahu, aku sudah mendapat restu untuk menikahi Keira meski kehebohan Mrs.McKenzie diprotes oleh Mr.McKenzie dan Kenneth, Keira yang memprotes ideku, dan Kelly yang hanya tersenyum seakan berusaha untuk mengerti ideku.
Yang harus kulakukan sekarang, adalah menyelesaikan permasalahan ini pada konferensi Pers yang akan diadakan lusa.
Konferensi Pers yang akan bertindak sebagai alat serang untuk kubu Bruce yang sudah mulai melancarkan serangan padaku.
Demi Keira, dan masa depannya yang selama ini selalu kujaga, aku akan melakukan apapun untuk membuatnya tersenyum dan tertawa bahagia ketika dia berada di sisiku.
***
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro