Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Satu

Keira's POV

Aku mengenakan kacamata hitamku sebelum akhirnya memutuskan turun untuk menyapa penggemarku yang sudah sengaja menunggu di tengah cuaca dingin yang sedang melanda Los Angeles bulan ini.

Aku sedang menghadiri acara konferensi Pers sebuah perusahaan Furniture terbesar yang memang selalu setia memakai ku sebagai model Brand ambassador mereka. Terlebih setelah film layar lebar yang ku bintangi melejit di pasaran, dan membuatku semakin terkenal.

Kontrakku dan Perusahaan Furniture T-Zone memang akan berakhir akhir bulan ini, namun aku tidak khawatir karena aku yakin mereka tidak akan melepaskanku, model dan Artis yang sedang naik daun ini.

"Hayley!" Aku berteriak memanggil Managerku, wanita berperawakan mini, berambut Bob, berkacamata yang kini sedang sedikit kesusahan membawa barang-barang keperluanku. "Hayley! Cepetan!!" Gerutuku tidak sabaran saat nyaris sampai di pintu gerbang gedung hotel di hadapanku.

Ku sempatkan menebarkan senyum ke penggemarku yang tidak tahu sudah menunggu sejak kapan di depan pintu hotel ini, lalu ku senyumi juga penjaga pintu di hadapanku sebelum melenggang masuk ke dalam gedung.

"Keira, slow down!" Seru Hayley.

"Aku sudah hampir telat, Hay! Malam ini aku ada janji makan malam sama Kenneth dan Alleira!" Ujarku sebal.

Aku jadi terburu-buru begini karena Hayley salah melihat jadwal. Aku mengira konferensi Pers ini akan diadakan besok, tapi tadi pagi mendadak saja Hayley meneleponku dan mengatakan kalau konferensi pers akan diadakan siang ini.

Sial! Kalau saja kemarin aku tidak bandel dan menegak alkohol saat hangout dengan pemain dan kru dari film terakhir yang ku mainkan, mungkin aku tidak akan sakit kepala akibat hangover pagi ini.

Untung saja ada Kinny, sahabatku yang juga ikut bersamaku kemarin yang dapat mengontrolku. Kalau tidak, mungkin pagi ini aku tidak akan terbangun di kamar apartemenku, melainkan di kamar hotel dengan tubuh polos dan mungkin Justin di sebelahku.

Justin Blunt, salah satu lawan mainku yang memang bukan lagi rahasia kalau Justin mengincarku.

Dan terima kasih kepada Kinny, Christine Reigy , sahabatku yang setia menjagaku.

"Ini semua juga salahmu yang menegak alhokol disaat kadar toleransimu terhadap alkohol itu dibawah rata-rata semalam." Omel Hayley. "Berapa gelas yang kamu minum semalam? Aku rasa aku perlu menelepon Orang tuamu dan mengabarkan kenakalanmu pada mereka." Ancam Hayley begitu kami sampai di kamar hotel untuk bersiap.

Aku berbalik, "Kamu mengancamku?" Tanyaku.

"Ya, Kei." Jawabnya tegas.

Aku mendengus sebal. "Bilang aja kalau kamu tega membuat dua orang tua renta yang sudah beruban masuk kerumah sakit karena ulahmu." Ujarku terkikik saat Hayley menatapku tajam. "Aku tahu, aku tahu! Aku hanya bercanda dan aku tidak akan mengulanginya. Sekarang, aku harus mulai berdandan." Seruku sambil tertawa.

"Selalu janji yang sama. Dan janji itu selalu jamuran seiring berjalannya waktu. Pakai gaun ini, aku harus kebawah untuk mengatur segala keperluanmu dibawah. Kabari aku begitu kamu selesai." Ujar Hayley sambil menyerahkan segantung Gaun biru indah yang baru kami beli beberapa hari yang lalu.

Aku kemudian beralih menatap cermin besar di hadapanku, membuka kotak make upku, dan mulai memoles wajahku saat Teleponku berbunyi dan wajah Kenneth yang sedang membuat wajah aneh bak babi dan menjulurkan lidah bak anjing terpajang di layar ponselku.

"Ya, Kakak sayang?" Jawabku setelah mengaktifkan loudspeaker.

"Gue kira hari ini lo gak ada jadwal?" Tanyanya ketus.

"Hayley, biasalah. Gue kayaknya harus membiayai dia buat bikin kacamata deh supaya gak salah liat jadwal mulu." Aduku pada Kenneth, tanganku masih sibuk mengenakan eyeliner pada lipatan mataku. "Kenapa telepon?" Tanyaku.

"Mommy kangen sama lo. Lama banget lo ga pulang Apartemen Mommy Daddy." Ujar Kenneth.

Memang setelah lulus SMA dan mulai fokus dengan karir modeling ku, aku memutuskan keluar dari Apartemen keluarga dan pindah ke Apartemen yang lebih dekat dengan kantor agensiku. Tentunya dengan penghasilanku sendiri.

Meskipun Daddy Kaya raya, tapi Mommy dan Daddy tidak pernah mengajarkan aku, Kenneth, atau adikku, Kelly untuk menghambur-hamburkan uang mereka.

"Sorry..." Sesalku. "Lalu, Mommy dimana?" Tanyaku.

"Sama Tante Rere di butiknya." Jawab Kenneth. Terdengar suara berisik dari tempatnya, aku yakin dia lagi-lagi sedang mengendarai mobilnya sambil teleponan.

"ehmm... Gue pengen banget telepon Mommy, Kak. Tapi gue masih ada konferensi Pers setelah ini." Sesalku lagi begitu melihat jam yang tidak berhenti bergerak. Aku hanya mempunyai waktu 30 menit untuk bersiap-siap. "Bisa tolong sampein salam gue ke Mommy? Gue akan telepon kalau gue gak sibuk nanti." Pintaku.

Kenneth menghela nafasnya sedikit berat. "Lagi? Kei, gue udah bilang berapa kali sama lo, Mommy dan Daddy membutuhkan lo, bukan membutuhkan salam yang lo titipkan ke gue. Lo seharusnya kurangin jadwal lo, penuhin permintaan Mommy dan Daddy untuk menjalani hidup normal dan jatuh cinta. Berhenti main-main, Kei." Kenneth terdengar lelah menasihatiku yang selalu tidak mendengarkan nasihatnya untuk mengurangi jadwal atau berhenti dan mencari pekerjaan yang lebih layak.

Bagiku, modeling adalah pekerjaan yang layak! Berbeda dengan pekerjaan Kenneth yang langsung mengambil alih perusahaan Daddy selepas kuliahnya.

Menurutku, Kenneth sama sekali tidak tahu bagaimana rasanya membangun karir dari bawah seperti apa yang kulakukan.

"Gue akan pikirin nasihat lo nanti, Kak. Saat ini, gue lagi keburu-buru dikejar waktu. Talk to you later, ya!" Ujarku sebelum memutuskan panggilan tepat sebelum Kenneth sempat menjawab.

"Kei, Udah si.....apppp?! Kamu masih belom selesai sama riasan mata?!" Teriak Hayley di ambang pintu. "Waktu kamu mepet, Keira!!!" Teriak Hayley lagi.

"Ya, Thanks to you yang udah salah liat jadwal." Sindirku lagi. "Give me 15 more minutes and i'm ready on stage." Seruku.

Hayley hanya bisa menghela nafas pasrah dan kembali meninggalkanku sendiri di kamar hotel.

*

Konferensi pers berjalan lancar dan aku, sebagai brand Ambassador T-Zone Furniture, tentu saja mendapat sambutan hangat.

Setelah melalui berbagai macam wawancara, sesi foto dan acara sapa menyapa pada penggemar dan teman-teman Media, aku langsung kembali ke kamar hotel dengan cepat untuk berganti pakaian dari Dress, menjadi celana pensil dan Baju kaus yang kebesaran, serta tidak lupa memakai topi Baseball dan kacamata hitamnya.

Acara konferensi Pers itu memakan waktu cukup lama kalau saja tidak ada sesi tegur sapa, dan foto-foto atau makan-makan lagi. Alhasil, waktu sudah menunjukan pukul 6, dan aku sudah 30 menit terlambat dari waktu janjianku dengan Kenneth dan Alleira.

Aku bisa membayangkan wajah Kenneth yang murka karena teleponnya tadi kumatikan, lalu telepon selanjutnya tidak ku angkat, dan sekarang, aku terlambat dengan waktu janjianku.

Dan benar saja.

Wajah Kenneth sudah ditekuk hingga seperti kertas origami yang di lipat berbentuk angsa lalu di buka kembali menjadi selembar kertas origami. LECEK!

"Sorry... gue telat." Ujarku Tergesa-gesa menghampiri meja makan mereka.

"Lagi. Udah biasa." Sahut Kenneth jutek.

"Gak apa-apa, Kak. Kita juga baru dateng." Ujar Alleira pengertian. Bersyukur hanya Alleira yang masih tidak berubah dan mendukung karirku di modeling.

"Untung gue tau lo ratu ngaret. Jadi gue juga ngaret dan baru sampe 5 menit yang lalu." Ujar Kenneth gemas.

Aku mencibir dan membanting bokongku ke kursi. "Ya udah, gak udah pasang tampang lecek gitu kek kalau baru nunggu 5 menit. Bikin orang sebel aja." Gerutuku.

"Lepas kenapa sih itu topi sama kacamata? Gue makan sama lo itu kayak makan sama buronan yang takut ketahuan tau gak?" Gerutu Kenneth.

"Udah lah, Ken. Kak Keira kan public Figure. Kalau nanti ketahuan kan yang ada kita bukan makan malem, tapi malah jadi fotografer sama pengarah gaya." Ujar Alleira sambil tertawa begitu melihat wajah memberengut Kenneth.

"Makanya aku gak setuju sama karir dia, Sayang. Mau makan sama adik sendiri aja kayak mau makan sama pejabat. Perlu di jadwal dulu." Oceh Kenneth lagi.

"Gue kerja gini kan buat masa depan juga, Kak! Buat nikah nanti." Belaku.

"Nikah sama monyet?" Sela Kenneth cepat. "Cari dulu pacar, baru ngomong nikah! Lagian yang harusnya cari dana nikah itu ya cowok, bukan cewek."

"Emansipasi kak! Lagian kok lo jadi bawel sih? Bukannya dulu lo yang paling anti kalau gue deket sama cowok?" Tanyaku kesal.

"Itu mah... kedok buat jagain Alleira doang." Kenneth terkikik sambil menjawil pipi Alleira. "Cari cowok deh lo, sebelum jadi korban perjodohan Mommy."

Aku mendengus. Karirku sedang ada di puncaknya, kenapa juga aku harus mencari pendamping? Mending kalau pendampingku nanti bisa memaklumi kesibukanku sebagai artis dan tidak cemburu pada lawan mainku. Kalau seperti tipe kak Kenneth? Mati aja udah.

Alleira tertawa lalu melihatku, "Terus Kak Keira sudah memperpanjang kontrak?" Tanyanya.

"Belum. Kontraknya berakhir bulan depan, tapi aku yakin mereka gak akan melepaskan aku gitu aja. Kontrak aku aman kok." Jawabku enteng. "Mereka yang akan rugi kalau gak memperpanjang kontrakku."

Kenneth mendengus mendengar kepercayaan diriku, aku tertawa bangga.

"Lagipula, Konferensi Pers tadi juga udah memberitahu dunia kalau aku adalah Brand Ambassador yang mereka akui." Jawabku tenang. "Kalian sudah menentukan menu?" Tanyaku kemudian sambil memanggil salah seorang waitress di dekat kami.

Kami menyebutkan pesanan makanan kami sebelum waitress itu meninggalkan meja. Lalu Kenneth kembali menatapku.

"Lo udah kurangin kebiasaan lo untuk ke Klub, kan?" Tanyanya.

Aku mengernyit. Ayolah! Seluruh manusia di dunia juga tahu kalau klub malam itu seperti urat nadi para model dan artis untuk mendapatkan kenalan dan relasi. Bukan hal yang buruk meski terkadang aku memang sering kelepasan saat mabuk dan berakhir di ranjang yang kosong.

Ya, tidak mau kuakui di depan keluargaku sendiri, tapi aku memang pernah melakukan hubungan One Night Stand beberapa kali. Dan kupastikan kalau partner ku, bukanlah orang lokal atau orang yang mengenali siapa aku sebenarnya.

Jadi sejauh ini Imageku masih aman. Dan kenyataan itu hanya di ketahui oleh Christine Reigy, sahabatku. Aku sering memanggilnya dengan sebutan Kinny, entah karena apa. Mungkin karena tubuhnya yang 'skinny'?

"Kurang kok..." jawabku pelan. Kurangin satu menit. Jawab batinku tertawa.

"Bagus lah. Jangan buat Mommy sama Daddy terpaksa ngejodohin lo supaya bisa ngubah gaya hidup lo." Ujar Kenneth.

"Ogah gue di jodohin. Jaman apaan? Cuman lo aja yang mau nurut di jodohin sama Mommy!"

"Ya siapa yang bisa nolak kalau di jodohinnya sama Alleira? Iya gak, Sayang?" Godanya ke Alleira.

Jijik!

Alleira tertawa sambil menutup mulutnya. Tipe wanita feminim, tidak macam-macam, manis, cantik alami, pantas saja banyak laki-laki jatuh cinta padanya meskipun lemotnya setengah mati, termasuk kembaranku yang satu ini.

Gila karena Cinta!

*

Perempuan itu duduk tenang di samping ku sambil memakan popcorn yang sengaja kami bikin untuk menemani waktu bersantai kami.

"Liat deh, Harusnya kan si Gally nurut aja sama Thomas supaya bisa keluar! Malesin banget kalau udah keluar, digigit serangga, eh malah di tombak mati!" Oceh perempuan bernama Christine itu tidak berhenti.

"Kin, Please deh. Lo tuh udah nonton berapa kali film ini? Dan lo selalu ngoceh hal yang sama!" Gerutuku.

"Gue sebel sama Gally. Songong banget. Pada akhirnya, mati tragis juga deh tuh orang." Christine mencibir. "Gue sebel sama orang songong. Pengen gue cabik-cabik dagingnya, terus gue kasih makan buaya!"

Kami tengah menghabiskan waktu luang kami yang hanya 4 jam sebelum sesi pemotretan majalah di apartemenku dengan menonton film apapun yang sedang di tayangkan di televisi. Dan The Maze Runner adalah film yang beruntung untuk kami tonton siang ini, karena baik aku atau kinny, adalah penggemar film itu, terutama pemeran Minho!

"Emangnya lo berani kasih makan ke buaya?" Tanyaku menghabiskan popcorn terakhir di mangkukku.

"Berani aja, tinggal di lempar satu persatu." Ujarnya percaya diri. Padahal dirinya adalah wanita yang paling takut melihat darah. Sampai sekarang, aku masih bingung bagaimana dia menghadapi tamu bulanannya.

"Pingsan duluan lo yang ada." Sindirku tertawa.

Christine mencibir. "Eh, gue denger dari Hayley, katanya anak CEO tempat lo jadi brand ambassador mereka, akan mengambil alih T-zone Furniture?" Tanya Christine sambil membereskan remah-remah popcorn dari badannya.

"Gue denger gosipnya kemaren. Kabar burung sih. Ada yang bilang anaknya, ada yang bilang cucunya, ada yang bilang anak pemegang saham, ada yang bilang cewek, ada yang bilang cowok. Untung gak ada yang bilang banci." Candaku sambil mengikuti Christine yang mencuci tangannya di tempat cuci piring dapurku.

"Kok simpang siur gitu sih?" Tanya Christine.

"Terus kenapa lo yang sewot? Yang jadi brand ambassadornya kan gue. Kok lo kepo?" Tanyaku menggodanya, lalu Christine tertawa.

"Ya siapa tau kalau cowok, ganteng, masih muda, single, bisa gue gaet, kan?" Tanya Christine tertawa, aku hanya menggeleng.

"Iya deh, serah apa kata lo." Jawabku. "Minggu depan perusahaan akan ngadain makan malam bersama sekalian pengenalan calon penerus itu. Gue kabarin deh kalau cowok. Tapi kalau cewek, ya nasib deh."

Christine kembali mencibir lalu tertawa. "Emangnya lo ikut?" Tanyanya.

"Brand Ambassador, Man! Pasti lah gue ikut!" Ucapku sombong.

"Iya deh, Miss Brand Ambassador." Ucapnya menyindirku. "Jalan sekarang deh sebelum telat?" Ajaknya.

Aku melihat jarum jam dan mengangguk. "Gue mandi dulu deh bentar. Nanti malem mau capcus ke Club." Ujarku, Christine melongo.

"Sendirian?!"

Aku menggeleng. "Sama mantan anggota Cheerleaders gue dulu. Tenang, gue akan mengontrol diri karena disitu juga pasti akan ada Calon kakak ipar gue. Gak akan kelepasan kok!" Janjiku begitu melihat wajah seram Christine yang mengkhawatirkanku.

Christine mengangguk. "Bagus deh, mending lo pegang sendiri kata-kata lo. Jangan telepon gue minta di jemput kalau lo tiba-tiba bangun di kasur hotel sendirian lagi." Wantinya padaku.

Tawaku menggelegar mendengar ketakutan sahabatku.

***

Tbc

(SLOW UPDATE YA GUYS!!!)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro