Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Enam

Keira's POV

Matahari pagi menyeruak masuk mengganggu indra pengelihatanku pagi ini. Kepalaku terasa berat sekali setelah meneguk berpuluh-puluh gelas vodka semalam.

Aku mencoba menggerakan tubuhku. Terasa sekali gesekan kain halus di kulitku.

Ahhhh... jangan lagi...

Kubuka mataku dan meneliti sekeliling.

Ah Shit! Aku sangat sadar kalau ini bukanlah kamar apartemenku, dan tentu saja bukan kamar hotel. Bukan juga Apartemen Hayley, Kinny, atau orang tuaku tentu saja. Lalu dimana aku?

Hal terakhir yang kuingat adalah aku berada di club langgananku dan meminum minuman kesukaanku tanpa terkontrol hingga semua kembali menggelap.

Siapa laki-laki kurang ajar yang membawaku ke apartemen mereka? Atau wanita? Aku bergidik ngeri membayangkan tubuhku digerayangi wanita sesamaku.

Kupaksakan tubuh lelah dan tentu saja polosku ini untuk bangun dan berjalan mengambil bajuku yang.... dimana bajuku???

Mataku membulat dengan sukses dan segera mengelilingi kamar untuk mencari keberadaan bajuku. Tapi nihil.

Apa situasi kemarin seganas itu sampai bajuku yang mungkin robek akibat pergemulan panas yang tidak kuingat dan menjadikan bajuku tidak layak pakai, dan layak untuk dibuang?

Tok tok tok

"Permisi..."

Kutolehkan kepalaku menuju ke kamar, dimana perempuan paruh baya sedang berdiri dan memeluk baju yang sepertinya ku kenal.

"Anda sudah bangun?" Tanyanya sambil tersenyum

Gawat! Apa kemarin aku tidur dengan pria lokal?? Atau bahkan dengan Nenek ini?? Hancur sudah imageku kalau sampai ada yang membeberkan ini ke media.

Aku beralih menatap nenek paruh baya itu dan tubuhku bergantian. Seakan mengerti, nenek paruh baya itu tersenyum kembali dan menggeleng.

"Tuan muda membawamu dalam keadaan mabuk semalam..."

"Tuan muda?" Selaku penasaran. Berarti aku tidak tidur dengan nenek paruh baya ini, melainkan dengan tuan mudanya. Dan tuan muda itu pasti orang lokal. "Siapa??"

Nenek paruh baya itu terdiam sebentar namun kemudian kembali tersenyum ramah kepadaku. Dirinya berjalan dan meletakkan bajuku di dekatku. "Kalau anda sudah siap, Tuan muda sudah menunggu anda di ruang makan." Ujarnya lalu berlalu meninggalkanku yang masih mencerna perkataannya barusan.

Tuan muda sudah menungguku? Ku lirik pakaianku dan pintu kamar bergantian.

Oke, kalau memang tuan muda itu menungguku. Akan aku buat tuan muda itu untuk tutup mulut dan jeta karena telah seenaknya membawaku pulang ke Apartemennya.

Aku segera menyibakkan selimut yang kugunakan untuk melilit tubuh polosku, lalu memakai kembali bakuku yang untungnya tidak robek sama sekali. Malahan wangi seperti sehabis dicuci. Tidak ada bau rokok atau alkohol yang biasa selalu tercium di baju-baju yang kukenakan untuk ke klub malam.

Dalam waktu singkat aku sudah kembali berpakaian layaknya anak muda yang siap pergi ke klub. Terbuka dan seksi. Lalu dengan langkah seribu, aku segera keluar kamar guna untuk menemui si tuan muda brengsek yang telah berani membawaku pulang untuk ditiduri.

Begitu kakiku melangkah keluar, seketika kakiku seakan terpaku ditanah atau membeku begitu melihat sosok astral di hadapanku.

"Selamat pagi, Keira."

Sosok astral itu bisa berbicara. Ah tidak! Itu bukan sosok astral melainkan nyata, Nicholas Tyler duduk di meja makan sambil membaca koran paginya tanpa menatapku.

NICHOLAS TYLER, SI TUAN MUDA BRENGSEK YANG MENIDURIKU?! LAGI?

"Silahkan duduk dan nikmati sarapanmu, setelah itu akan gue antar lo ke..."

Plakkkk!

Ucapan Nicholas terhenti begitu tamparan yang cukup keras ku layangkan ke pipinya. Sudah seminggu aku tidak melihatnya setelah dia mengenalkanku sebagai pacar pura-puranya, dan kupikir hidupku sudah tenang setelah seminggu tidak melihat sosoknya.

Tapi kenyataan kalau aku terbangun di apartemennya, atau bahkan tidur dengannya semalam, dan juga alasan pemberhentian kontrak kerjaku, aku seakan ingin merobek wajah tampannya itu.

"Astaga... Tuan Mud..." Nenek paruh baya itu berhenti berbicara dan mendekati Nicholas saat Nicholas menunjukan telapak tangannya untuk menghentikan langkah Nenek paruh baya itu.

"Apa mau lo?!" Tanyaku tidak bersahabat.

"Silahkan duduk dan nikmati sarapan lo." Ucapnya seakan mengabaikan kemarahanku.

"Sarapan? Sama lo? Jangan mimpi!" Ketusku. "Apapun yang kita lakuin semalam, itu karena gue mabuk. Jangan berpikir kalau gue memaafkan lo karena gue terlalu benci sama lo bahkan sampai muak untuk bernafas di ruangan yang sama dengan lo!"

"Itu..." Nenek paruh baya itu ingin berbicara, tapi Nicholas lagi-lagi menghentikannya.

"Apa lo lupa alasan lo menghentikan gue? Dan lo tau apa yang lo lakuin ke gue semalam? Lo, Gue, apa bedanya? Lo adalah cowok termunafik yang pernah gur temuin!" Semburku sebelum aku berbalik badan.

"Nona Keira... saya..."

"Nanny, biarkan dia pergi." Seru Nicholas dibalik tubuhku.

"Tapi Tuan Muda..."

Aku melirik ke arah Nicholas yang sudah kembali sibuk dengan koran paginya lalu mendengus. Nenek paruh baya yang dipanggil Nanny tadi juga menyingkir memberiku jalan. Tanpa menunggu lebih lama, aku segera melangkahkan kakiku keluar dari apartemen Nicholas.

Apa aku keterlaluan? Tapi apa yang telah dilakukan Nicholas lah yang keterlaluan. Aku rasa aku telah melakukan hal yang benar.

Aku berperang dengan isi kepalaku sendiri, meyakinkan diriku bahwa apa yang kulakukan pada Nicholas adalah hal yang benar. Sampai hingga kakiku melangkah keluar dari lobby Apartemen hendak mencegat taksi untuk pulang.

"Keira..."

Aku menoleh mencari sumber suara asing yang barusan memanggilku.

"Keira, disini..."

Aku menoleh lagi ke pintu masuk Lobby dan menemukan wanita yang sudah sedikit menua namun masih cantik berdiri anggun disana sambil melambai.

Perempuan yang seminggu lalu kutemui.

Tanpa kusadari, kakiku melangkah mendekati wanita yang tengah tersenyum sumringah itu.

"Ah ternyata benar Keira." Ujarnya begitu aku sudah berada di hadapannya dengan wajah bingung, namun mencoba untuk tersenyum disaat hatiku sedang setengah mati gondok terhadap anak laki-lakinya.

"Hai, Mrs. Tyler. Lama gak ketemu." Ucapku berusaha ramah. Ya, ini adalah ibu dari laki-laki yang baru saja kutampar.

"Tidak usah seformal itu. Kamu kan pacar Nicholas. Panggil Mommy saja." Ucapnya yang membuatku terbelalak. Pacar? Apa aku masih harus berpura-pura? Atau ini malah kesempatanku untuk membalas dendam dan membocorkan rahasia dan kebusukan Nicholas? Ah... tidak tidak, aku tidak selicik itu.

"Apa yang kamu lakuin disini? Kamu mau mengunjungi Nicholas? Atau kamu baru dari sana?" Tanya Mrs.Tyler ramah.

"Ah... Saya baru dari sana, Mrs. Ehmm Mom...." ucapku. Lidahku seakan keseleo memanggil Mrs.Tyler dengan sebutan Mommy.

"Kenapa tidak pergi kerja bersama Nicholas saja? Sebentar lagi juga Nicholas pergi kerja. Apa dia tidak mau mengantarmu?" Selidik Mrs.Tyler.

"Tidak... ada yang harus saya kerjakan..." bohongku.

"Kenapa tidak menunggu Nicholas. Lagipula kan kamu juga kerja di Perusahaan Nicholas, searah." Tanyanya lagi.

Oh Tuhan, apa yang harus kujawab?

"Sudah lama menunggu, Sayang? Maaf aku lama..." sebuah tangan melingkar di bahuku sambil sedikit meremas. Setelah aku menoleh, aku mendapati Nicholas sudah berdiri di sampingku sambil tersenyum seakan 10 menit yang lalu, tidak terjadi apapun di antara kami. Dan kami benar-benar terlihat seperti sepasang kekasih saat ini.

"Kamu gimana sih? Masa membiarkan Keira pergi kerja sendiri naik taksi??" Omel Mrs.Tyler pada Nicholas.

Nicholas tersenyum. "Taksi? Tadi kan aku sudah bilang biar aku anter. Kenapa kamu tidak menunggu aku?" Tanyanya sambil tersenyum manis. Bisa aku lihat sedikit kemerahan di pipinya yang pasti merupakan bekas tamparanku tadi.

"Oh... ah... itu... aku tidak mau merepotkan kamu." Jawabku pelan. Sial!

"Gak apa-apa kok ngerepotin Nicholas. Kan dia pacar kamu sendirim calon suami kamu juga." Ujar Mrs.Tyler sambil tersenyum. "Ya sudah, kalian pergi kerja saja dulu. Nanti kesiangan."

Calon suami? Yang benar saja! Bisa mati muda aku.. oops! Amit-amit!!

"Iya, kita pergi dulu ya, Mom." Pamit Nicholas.

"Kei, kalau ada waktu, temani Mommy ngobrol ya? Mommy sudah lama sekali ingin punya Me-Time sama anak perempuan Mommy." Ajak Mrs.Tyler yang membuatku bergidik. Apalagi melihat senyumnya.

"I-iya... Mrs.... Mommy...." jawabku 100% takut. Ya gimana tidak takut? Pacaran juga gak sama anaknya, udah disuruh panggil Mommy dan diajak begini. Gue bisa disantet kayak di film-film gak ya???

Aku melihat Nicholas menyunggingkan senyumnya. "Kami pergi dulu, Mom." Pamitnya lagi.

"Hati-hati ya, sayang..." ucap Mrs.Tyler.

"Saya pergi dulu, ehm... Mom." Aku mencoba tersenyum seramah mungkin ketika Nicholas menarik dan membalik tubuhku, berjalan bersisian dengannya menjauhi Mrs.Tyler.

Nicholas membimbingku berjalan ke parkiran tepatnya di depan Porsche miliknya.

"Masuk, aku anterin pulang." Ucapnya sambil melepas rangkulannya di bahuku, dan membukakan pintu penumpang untukku.

Aku mengernyit menatapnya, "Lo gak ngira gue bener-bener mau jadi pacar lo, dan gue mau di anter pulang sama lo, kan?" Tanyaku memastikan kewarasan otak Nicholas sekarang.

"Mommy bisa aja masih ada di Lobby nungguin mobil gue keluar. Mendingan lo masuk biar akting kita semakin meyakinkan." Ujar Nicholas santai. Benar-benar tidak terlihat memikirkan kejadian di apartemennya tadi. Dasar iblis.

"Kenapa juga gue harus ngikutin skenario lo? Pura-pura jadi pacar cowok brengsek kayak lo. Hal terburuk yang pernah terjadi di hidup gue selalu menyangkut lo."

"Karena jauh di dalam lubuk hati lo, lo itu adalah wanita yang berhati baik untuk menolong gue yang membutuhkan bantuan. Hati sama mulut lo itu bertolak belakang, Kei." Ucapnya sambil tersenyum seakan menyindirku.

Aku? Baik dengan makhluk dihadapanku? Sorry sorry aja.

"Masuk. Gue anterin sampai apartemen lo. Gue masih ada Meeting penting pagi ini." Suruhnya lagi.

Baru aku hendak kembali protes, Tangan Nicholas sudah membekap mulutku, dan sedikit mendorongku masuk kedalam mobilnya lalu menutup pintu. Tidak ada kekerasan sama sekali, malah aku bisa merasakan dia menyentuhku dengan sangat lembut seakan aku adalah boneka yang sangat rapuh. Apa semalam, sentuhannya juga selembut ini? Dan malam saat kejadian lepasnya keperawananku?

Wajahku memanas memikirkan hal itu. Aku segera menggeleng dan membuang bayangan itu ketika Nicholas masuk di sisi pengemudi.

"Sabuk pengaman, kei." Pintanya sambil memasang sabul untuk dirinya.

"Gue gak bilang gue bersedia..."

Nicholas tidak mendengar ucapanku. Dia melepas kembali sabuk pengamannya, dan mencondongkan tubuhnya hingga dadanya yang bidang tepat berada di wajahku ketika dia berusaha meraih sabuk pengamanku dan memakaikannya lalu memakai sabuk pengaman untuk dirinya sendiri sambil melihat kedepan.

Aku terdiam. Degup jantungku berdebar sangat cepat sekali mendapat perlakuan seperti ini dari Nicholas. Bahkan aku berani bersumpah kalau aku mencium dada bidangnya tadi. Dan wajah kami juga sangat berdekatan.

Apa ada sisa lipstik di kemejanya? Tidak, lipstikku sudah... oh ada! Ada sedikit tanda merah di kemejanya. Namun jelas sekali berbentuk bibir. Apa aku harus memberitahunya?

"Ajakan dan omongan Mommy, gak usah dipikirin. Gue akan cari alasan supaya Mommy gak merepotkan lo lagi kayak hari ini." Ucapnya yang entah mengapa sedikit membuatku sebal.

Aku mengabaikan ucapan Nicholas dan memutuskan untuk membiarkan noda lipstik itu untuk mempermalukan Nicholas dikantor nanti.

Nicholas benar, Mrs.Tyler masih berdiri seperti sekuriti di Lobby Apartemennya untuk mengawasi kami yang untung saja satu mobil.

Kenapa juga aku harus merasa untung atas sandiwara ini? Keira bodoh!

"Turunin gue."

Mobil Nicholas masih melaju dengan kecepatan yang lumayan cukup tinggi, tidak menandakan kalau mobil ini akan berhenti.

"Berhenti, gue mau turun!" Ujarku mengulang kalimat dengan lebih jelas.

Nicholas seakan tidak mendengarku, dia masih melajukan mobil dengan kecepatan yang sama.

Aku menoleh kearah Nicholas yang terlihat tenang menatap jalanan di hadapannya kemudian meninggikan suaraku. "Lo budeg?! Gue bilang berhenti! Gue mau turun!!!"

Nicholas menatapku sebentar lalu kembali menatap jalanan.

"Lo ngomong sama gue?" Tanyanya santai.

"Sama setan!! Turunin gue, gelo!" Gerutuku.

"Just in case lo lupa, nama gue Nicholas Tyler." Ucapnya.

Dia berharap aku memanggil namanya? Jangan harap!

Aku melepas sabuk pengamanku tanpa mengabaikannya.

"Lo mau ngapain?" Suara Nicholas terdengar dibelakangku saat aku meraih Handle pintu di sampingku. "Kei lo jangan gila! Ini jalan raya!!"

Aku tidak menjawabnya, aku membuka kunci di pintu dan sudah menarik tuas mobilnya ketika mobil tiba-tiba menikung tajam dan berhenti di pinggiran jalan.

Aku menyunggingkan senyum kemenanganku setelah berhasil memaksa Nicholas berhenti, lalu aku dengan cepat turun dari mobilnya, dan membanting pintu itu tanpa mengucapkan kata terima kasih dan tanpa melihat ke belakang.

Segera kuhentikan taksi di belakang mobil Nicholas dan masuk kedalamnya. Ketika taksi itu sedang melaju di samping mobil Nicholas yang juga sedang menatapku, aku menjulurkan lidahku sambil memainkan tanganku di hidung seraya mengejeknya.

Kekanak-kanakan? Kurasa tidak.

***

Tbc

Hai Readers!
Apa kalian menikmati cerita yang ini? :)
Share cerita ini ke temen-temen kalian yuk!
Cerita ini memang penuh misteri. Tapi jujur ini juga cerita kesukaan author makanya author buatnya penuh dengan kehati-hatian.

Semoga kalian menyukainya ya.
Selamat membaca :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro