Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Empatpuluh Lima

Keira's POV

Sudah hampir dua jam aku terus menerus menatapi laki-laki tampan di hadapanku tanpa bosan.

Biasanya aku akan memiliki niat untuk melemparnya dengan sebuah tabung gas pada menit ke 5, atau saat laki-laki ini mulai menyebalkan.

Tapi karena kehamilan spesialku, aku bisa melihat kalau laki-laki tampan itu sedang berusaha mengabaikanku dan rasa ingin melemparku terjun hingga ke lantai bawah akibat terus kupelototi dari tadi.

Laki-laki tampan itu terlihat sedikit sibuk dan sesekali mengernyit menatap ponselnya, dan sedetik kemudian ia tersenyum dan mendesah lega.

"Mau liatin gue sampai kapan?" Tanyanya sambil menatapku.

"Sampai gue bosen." Jawabku dengan wajah tanpa dosa. "Kerja aja sih, gue gak gak ganggu."

"Tatapan lo sangat mengganggu gue, Keira sayang." Ucapnya tajam, tapi pelan. Bahkan ada seringai di wajahnya.

Belum sempat aku menjawab, pintu ruangannya sudah terbuka, dan wajah laki-laki tampan lainnya sudah terlihat disana.

"Hai." Sapaku sambil melambai kepadanya yang geleng-geleng kepala.

"Keira, jangan gangguin Kenneth lagi, ya?" Pintanya yang membuat wajahku mengerucut sebal menatap laki-laki tampan yang sudah tersenyum penuh kemenangan dibalik meja kerjanya, kak Kenneth. Pasti dari tadi dia meminta laki-laki tampan yang masih berdiri di ambang pintu, yang tidak lain adalah suamiku, Nicholas, untuk datang menjemputku.

"Aku belum puas liatin Kenneth, Nic!" Protesku.

"Kenneth mau kerja, sayang." Bujuknya sambil mendekatiku. "Kamu liatin aku aja, ya? Lagipula, memangnya kamu gak bosen liat muka Kenneth yang udah bareng kamu dari masih orok sampai sekarang?" Tanyanya, aku menggeleng pelan.

Bosan sih, tapi memang hari ini aku tidak merasakan kebosanan itu, malah kalau bisa, aku ingin membawa Kenneth pulang agar bisa ku pelototi terus.

Aku mulai curiga kalau anak-anakku yang baru berusia 4 bulan ini adalah perempuan.

Iya! Kandunganku sudah berusia 4 bulan! Dan mereka sehat. Bahkan David sendiri sampai sekarang masih tidak percaya kalau aku bisa hamil secepat -lama sih menurutku- itu, langsung kembar 3, dan mereka sehat sampai bulan ke-4 ini.

Ngidamku tidak tergolong aneh. Atau aneh? Entah. Pada bulan ke 2-3, aku memilih tidur dengan kedua orang tuaku. Setelahnya, aku malah merindukan kembaranku, dan terus menatap wajah jiplakan Daddy itu dengan seksama -mempelototi-, bagaimana ia bisa dikatakan kembar denganku? Wajah kami terlihat sangat berbeda.

"Kak Kenneth mau nginep dirumah gak?" Tanyaku yang membuat kak Kenneth bergidik ngeri menatapku.

"Kei, jangan lupa, gue Kakak lo, kembaran lo. Lo gak akan khilaf dengan memperkosa atau menelanjangi gue nanti, kan?" Tanyanya menatapku seakan aku adalah hantu buruk rupa.

Aku mengernyit, "Kak, yang ada nafsu gue turun kalau ngeliat lo telanjang." Jawabku membuat Nicholas tertawa dan kak Kenneth cemberut. "Ikut pulang, ya? Gue masih belom puas liatin lo." Pintaku setengah merengek.

"Gak bisa, Keira!" Tolaknya tegas. Aku mengerucutkan bibirku. Ia lalu menghela nafas, melembutkan suaranya. "Gue gak bisa nginep, tapi gue bakal ke mansion kalian, nemenin lo sampai lo tidur, habis itu gue pulang, gimana?" Tawarnya.

Aku memamerkan deretan gigiku, tersenyum lebar dan mengangguk.

"Gue bawa Alle juga, boleh kan?" Tanyanya, dan sekali lagi aku mengangguk. "Ya udah, pulang sana. Gue masih ada kerjaan." Usirnya sambil mengibaskan tangannya.

"Suruh pulangnya yang bener!" Protesku. "Keira sayang, kamu pulang dulu, ya? Kakak mau kerja dulu. Muach muach, cipika cipiki, cium kening, apa kek. Ini kayak ngusir anjing aja. Memangnya gue apaan?!"

Kak Kenneth menghela nafas lelah, namun ia mengalah. Ia berjalan mendekatiku yang mulai nyengir. Aku sempat melirik kearah Nicholas yang menggeleng-geleng melihat tingkahku yang memang belakangan ini kuakui terlampau manja pada keluargaku dibanding suamiku sendiri. Tapi untungnya saja Nicholas mengerti akan sifatku yang seperti ini.

Kak Kenneth menarikku berdiri di hadapannya, sorot matanya teduh dan lembutnya yang dulu selalu kulihat, dan sempat membuatku mengira kalau sorot mata itu sudah menjadi milik Alleira, tapi aku kembali melihatnya sekarang.

Ia menarikku dan memeluk tubuhku sedikit erat, karena pelukan kami terhalang oleh perutku yang sudah tidak behave lagi, mengingat ada 3 anak manusia yang sedang tumbuh disana. Kemudian ia melepas pelukannya dan mengecup keningku pelan, lembut, seakan ia takut aku pecah. Lalu ia kembali menatapku teduh.

"Kamu pulang ya, sayang? Kakak masih ada kerjaan. Kakak janji, kakak akan ke rumah selepas kerjaan Kakak selesai." Ucapnya lembut.

MELELEH HATI ADEK, BANG!!!!!

"EHEM!" Aku menoleh dan mengerucutkan bibirku menatap sang perusak suasana yang sudah menatap kak Kenneth dengan tatapan cemburu. "Gue tahu kalian kembar, dan kalian kakak adik, tapi kenapa gue merasa adegan tadi, gak cocok sama situasi kalian, ya?" Ucapnya.

Aku tahu dia cemburu, dan itu lucu!

Aku tertawa kecil dan mengecup pipi Kak Kenneth, "Gue tunggu dirumah, ya, Kak!" Seruku sambil menggamit lengan Nicholas dan menariknya pergi.

Di sepanjang perjalanan menuju ke parkiran, Nicholas merangkul pinggangku dengan posesif, menuntun langkahku dengan pasti agar tidak terjatuh, dan sesekali mengecup keningku lembut. Hal yang memang selalu ia lakukan setiap kali kami berada diluar.

"Aku antar kamu pulang ke mansion untuk istirahat, ya?" Tanyanya begitu kami masuk kedalam mobil.

Aku menggeleng, "Bosen." Jawabku. "Aku ikut kamu ke kantor aja, ya?"

"Aku ada Meeting nanti sama pemegang saham, Kei." Jawab Nicholas membuatku kecewa. Melihatku yang kecewa, Nicholas menghela nafasnya, "Aku akan minta Mike, Angeline dan Christine untuk nemenin kamu selagi aku Meeting nanti, ok?" Putusnya.

Dalam sedetik, aku kembali tersenyum dan mengangguk mantap.

Nicholas tertawa geli melihat perubahan emosiku yang cepat, dan ia mengecup bibirku kilat sebelum melajukan mobilnya keluar dari parkiran kantor kak Kenneth.

*

Aku sedang asik memperhatikan ponselku selagi menunggu Nicholas selesai dengan Meetingnya, dan Kinny selesai menghubungi managernya untuk membicarakan pekerjaan, ketika pintu terbuka dan bocak laki-laki tampan segera berlari memelukku erat.

"Tante!!!!!" Serunya bersemangat seperti biasa.

"Mike! Hati-hati sedikit! Tante Keira sedang hamil!" Omel Angeline yang berada di ambang pintu sambil membawa sebuah tas kecil yang ku kenal sebagai milik Mike, karena akh yang membelikannya dulu.

"Tidak apa-apa, Angeline. Hanya pelukan, tidak akan melukai siapapun." Jawabku sambil memeluk Mike erat. "Gimana sekolahnya hari ini?" Tanyaku beralih menatap Mike dan bersiap mendengar berribu rentet kalimat yang akan keluar dari mulut kecilnya.

Kinny sesekali melirikku dan kembali sibuk dengan ponselnya, namun kali ini, aku terfokus pada cerita Mike tentang pengalamannya di sekolah yang baru dimulai minggu lalu.

Meskipun baru 3 tahun menjelang 4, tapi Mike merupakan anak yang pintar. Bahkan kepintarannya melebihi anak-anak seusianya yang mungkin masih baru belajar berhitung 1-10.

"Tapi Mike sedih." Raut wajahnya berubah masam, "Semua teman-teman Mike, selalu di jemput sama Mommy dan Daddynya. Bahkan Mommy mereka sering menunggu di depan sampai kami pulang. Tapi Mike hanya ditunggui dan di antar jemput oleh Grandma."

Ooh, aku tahu apa yang menjadi kesedihan Mike. Batinku sambil menyunggingkan seulas senyum kecil.

Hingga sekarang, aku tidak menyangka kalau orang tua kandung Mike, tega membuang Mike begitu saja. Sedangkan diluar, banyak yang mengharapkan kehadiran mereka, anak, sepertiku.

Bahkan aku hatiku hancur saat kehilangan janinku yang seharusnya sudah terlahir dan berada di pelukanku sekarang.

Meskipun pada akhirnya Tuhan memberiku kesempatan kembali untuk mengandung dan memiliki kebahagiaan kecil itu, tapi itu tidak menyurutkan ketidak sukaanku terhadap apa yang orang tua Mike lakukan.

"Mommy dan Daddy kapan pulang ya, Tan? Kata Tante Angeline, mereka sibuk. Tapi kan Mike kangen." Wajahnya berubah muram. "Apa Mommy dan Daddy tidak sayang sama Mike, ya?" Matanya menatapku, membuat hatiku teriris nyeri.

Bukan karena ia menangis, namun karena ia TIDAK menangis. Sorot mata kepolosannya menatapku lurus.

"Mereka sayang kok sama Mike." Jawabku sambil mengangkat Mike untuk duduk di pangkuanku, agar aku lebih mudah memeluknya.

Angeline sudah kembali ke mejanya yang berada di depan ruangan Nicholas, tempat aku menunggu. Sedangkan Kinny sudah keluar untuk melanjutkan teleponnya agar tidak terganggu dengan suaraku dan Mike, saat Mike bercerita tadi.

"Benarkah?" Tanyanya mendongak menatapku, aku mengangguk meskipun tidak yakin akan jawabanku.

"Lagipula, Mike kan tidak sendiri. Mike ada Tante Angeline, Grandma, Om Nicholas, dan Tante. Om Kenneth, Om Alexis, Tante Alleira, dan Tante Kelly juga sayang sama Mike. Semua orang sayang sama Mike, jadi Mike tidak perlu sedih, ya, sayang?" Bujukku perlahan.

Ia mengangguk pelan. Namun itu masih tidak cukup bagiku.

Ada satu rasa dan ide yang menurutku akan terdengar sangat gila. Tapi ide itu memang sudah lama menghuni pikiranku semenjak aku mengetahui status Mike yang dibuang oleh orangtuanya.

Dan belum tentu semua pihak akan setuju dengan ideku.

"Mike." Aku meregangkan pelukan kami, kemudian menatap wajah sedihnya. "Mike boleh kok menganggap Tante dan Om sebagai Mommy dan Daddy kamu." Ucapku. Mata Mike membulat, dan aku segera meralat ucapanku, "Maksud tante, Tante juga sangat menyayangi Mike, seperti Tante menyayangi anak tante sendiri. Mike juga bisa menganggap Tante dan Om sebagai orang tua kamu."

Baru aku selesai berbicara, pintu ruangan Nicholas terbuka, dan wajah lelah Nicholas terlihat di baliknya, namun kemudian ia tersenyum melihatku dan Mike.

"Halo, jagoan! Gimana sekolahnya?" Tanya Nicholas sambil menghampiri meja kerjanya dan meletakkan beberapa berkas di meja sebelum menghampiriku dan mengambil alih Mike dari pangkuanku.

Nicholas memang tidak mau membuatku kelelahan meskipun itu hanya memangku Mike yang tidak berat menurutku.

Mike yang memang kadar semangatnya melebihi batas kapasitas, kembali menceritakan apa yang tadi ia ceritakan padaku dengan beragam ekspresi dan mimik wajah berganti, dari tertawa, tersenyum, kemudian berubah sedih.

"Tapi tadi Tante Keira bilang, aku bisa menganggap Om dan Tante sebagai orangtua Mike. Iyakan, Tante?" Wajahnya berubah sumringah dan itu membuatku lega.

Aku mengangguk kecil dan melihat ekspresi wajah apa yang kiranya sedang ditunjukan Nicholas. Dan saat melihat Nicholas tersenyum, mau tidak mau, aku juga tersenyum.

Meskipun dalam diam, dan hanya dengan sorotan mata, aku tahu kalau Nicholas setuju dengan ideku.

"Iya, sayang." Jawabku sambil membelai lembut rambut halusnya.

"Jadi, Mike boleh panggil Tante dan Om dengan Mommy dan Daddy?" Tanyanya. Matanya berbinar, memancarkan antusiasme tinggi.

Aku melirik kearah Nicholas, menunggu jawaban Nicholas yang hanya tersenyum, kemudian mengecup puncak kepala Mike. "Boleh, Mike. Anggap kami sebagai orang tua kamu." Jawabnya membuatku sangat amat teramat bahagia.

"Hore!!!! Mike punya Mommy dan Daddy sekarang!" Serunya sambil berteriak, membuatku menutup kedua telingaku sambil tertawa geli.

"Jadi, Mike sekarang boleh tinggal sama Mommy dan Daddy? Mommy dan Daddy akan mengantar dan menjemput Mike ke sekolah kan? Akan membantu Mike mengerjakan PR? Membacakan Mike cerita setiap malam?" Tanyanya antusias, dan aku melihat perubahan ekspresi di wajah Nicholas. Sepertinya ia juga memiliki pemikiran yang sama denganku.

Namun Nicholas berdeham, lalu ia yang menjawab seluruh pertanyaan Mike dengan satu jawaban, "Mike istirahat dulu di kamar tidur Daddy, ya? Setelah itu baru Daddy bantuin kerjain PR kamu."

Hatiku menghangat, entah dengan alasan apa saat mendengar Mike memanggilku Mommy.

Mike mengangguk dan turun dari pangkuan Nicholas sambil memelukku, "Mike bobo siang dulu ya, Mommy." Pamitnya membuatku tersenyum, ia lalu beralih pada Nicholas dan mengatakan hal yang sama sebelum berjalan menuju ruangan yang berada di belakang meja kerja Nicholas yang memang tersedia kasur kecil agar Nicholas bisa beristirahat kalau lelah. Tidak jarang, aku juga sering tidur disana, bahkan bercinta dengan Nicholas dulu.

Oh pikiran mesumku!!!

Begitu Mike menghilang dari pandangan, Nicholas tersenyum menatapku dan menggumamkan sesuatu yang memang sedang menghuni pikiranku, "Kita bicarakan dengan Angeline terlebih dahulu." Putusnya sambil memanggil Angeline melalui interkom.

Angeline masuk tidak lama kemudian, sedangkan aku dan Nicholas sudah duduk berdampingan disofa, tersenyum menatapnya.

"Duduk." Aku mempersilahkan Angline untuk duduk di hadapan kami.

Aku dan Nicholas tersenyum, saling pandang, seakan sama-sama menertawakan kebodohan masing-masing yang mendadak bisu.

"A-Apa Mike melakukan sesuatu?" Tanya Angeline ragu.

Aku dan Nicholas menggeleng spontan, "Tidak, Angeline." Jawabku menegaskan. "Hanya saja..." aku menggantungkan ucapanku dan melirik kearah Nicholas sebelum kembali melanjutkan ucapanku, "Saya ingin mengangkat Mike menjadi anak kami."

"Hah?"

"Bukan mengadopsi." Ralatku, "ada perbedaan."

Nicholas kemudian menceritakan tentang kesedihan Mike, dan juga masa depan Mike yang akan terus tumbuh, dan kebutuhan-kebutuhan Mike, serta pendidikan Mike.

"Bukan maksud saya ingin mengambil alih Mike yang sudah kamu rawat sampai sebesar ini, atau meremehkan kemampuan kamu. Tapi, akan lebih baik kalau Mike tumbuh dengan sosok orang tua disampingnya. Dan saya juga tidak keberatan untuk membiayai keperluan dan kebutuhan Mike. Saya dan Keira sudah menganggap Mike seperti anak kami sendiri, menyayanginya seperti anak kami." Nicholas mengakhiri pidatonya, membiarkan Angeline terdiam di tempatnya.

"Kami bukan ingin merebutnya, Angeline. Tapi..."

"Saya mengerti." Potong Angeline, wajahnya menyunggingkan senyum, "saya juga selalu berpikir kalau Mike membutuhkan sosok orang tua yang tidak bisa saya berikan selama ini."

Aku menahan nafasku sedikit, menunggu kelanjutan ucapan Angeline.

"Mike anak yang pintar, cepat atau lambat dia pasti akan menanyakan hal mengenai kedua orang tuanya yang saya sendiri tidak tahu siapa dan kemana." Angeline kembali tersenyum, "Mike juga sangat menyayangi kalian, saya menyadari hal itu. Tapi, Anda tidak keberatan, kan kalau Mike sesekali bermalam ditempat saya?"

Aku menahan nafasku lagi, bukan dengan alasan yang sama, melainkan karena antusias, "Kamu menyetujui usul kami?" Tanyaku tidak percaya.

"Ini yang terbaik untuk masa depan Mike, kurasa." Jawabnya sambil tertawa kecil.

"Terima kasih!" Aku berdiri dan memeluk Angeline. "Dan kamu tidak perlu khawatir, kamu bisa membawa Mike pulang, atau kamu bisa ke Mansion kapanpun untuk mengajak Mike bermain. Kami tidak akan memonopolinya." Aku tertawa, "biar bagaimanapun, kamu sudah kami anggap sebagai keluarga kami sendiri."

"Terima kasih, Mrs.Tyler." Jawabnya cepat.

"Terima kasih, Angeline." Ujar Nicholas kali ini.

"Sama-sama, Pak." Ia tersenyum sungkan. "Kalau tidak ada lagi, saya ingin kembali melanjutkan pekerjaan saya." Pintanya yang diluluskan oleh Nicholas.

Aku segera meraih tas tanganku dan mengeluarkan ponselku, mencari daftar nama sebelum kemudian menekan tombol panggilan.

"Kamu telepon siapa?" Tanya Nicholas yang tidak kujawab karena panggilanku sudah diangkat oleh si penerima.

"Kakkkkkk, nanti kalau lo kerumah, beliin gue sprei kasur gambar baymax ya! Baymaxnya yang lagi peace gitu kak, lebih lucu! Sama beliin robot-robotan yang bisa breakdance, kak! Terus gue nitip pecel lele yang di jual di restoran Indonesia deket Apartemen Mommy, ya? Minta sambelnya diulek baru! Sambelnya 6 aja, gak usah banyak-banyak."

"WOY LO ADEK KAMPRET! Itu yang ngehamilin lo siapa? Kenapa gue yang disuruh nyari?!" Protesnya begitu aku selesai memintanya mencari pesananku.

"Nicholas sama gue mau main sama anak kita! Lo kan sekalian, Kak! Pelit banget sih. Lagian lo tuh harusnya seneng, lo orang pertama yang mencuat di kepala gue tadi." Jawabku santai.

Nicholas bahkan sudah menganga mendengar ucapanku. Tapi benar sih, ini semua murni karena aku berpikir kak Kenneth akan sekalian kerumahku, apa salahnya memintanya mencari pesananku?

"Anak? Lo udah lahiran?!" Tanya kak Kenneth, pertanyaan bodoh menurutku.

"Amit-amit gue udah lahiran, Kak! Mulut lo bau banget!" Gerutuku. "Kita mau main sama Mike. Sekalian itu sprei sama mainan buat Mike. Dia akan tinggal sama kita mulai sekarang."

Kak Kenneth tertawa, "Terus gue yang harus cari, nih? Gak bisa suruh laki lo aja?" Tanya kak Kenneth masih menawar.

"Nicholas sibuk, kaki gue pegel. Gue mau minta pijit sama dia." Jawabku polos, yang kusebut malah mengernyit melihatku. "Pokoknya cariin ya, Kak! Baymax harus yang lagi 'Peace' di jari kanan, terus dia berdiri di ujung pojok kiri, sambil tangan kirinya ngegendong Hiro."

"Lah? Kok tambah banyak? Tadi kan 'Peace' doang?" Protes kak Kenneth.

"Beliin aja sih, Kak! Protes mulu sih!" Gerutuku.

"Kalau sampainya tengah malem, gak masalah, kan?" Tanyanya.

"Ih! Itu spreinya mau dipake! Jangan sampai malem!!!" Protesku sambil melotot dan menghentak-hentakkan kakiku.

"Ya kamu nyuruh ga kira-kira, mau cari dimana itu semua???"

"Ditoko lah. Masa di rumah?" Jawabku polos.

Aku bisa mendengar kak Kenneth menggeram pelan, "Kalau lagi gak hamil, gue pites lo!" Gerutunya.

Aku menjulurkan lidahku meski kak Kenneth tidak bisa melihatnya.

Nicholas tertawa geli melihatku sambil geleng-geleng kepala.

Saat panggilan sudah diputuskan, Nicholas segera menggeser duduknya menjadi ke tepi dan menepuk sisinya, "Sini, aku pijitin kakinya."

Tanpa diminta dua kali, aku segera duduk dan menjulurkan kakiku ke pangkuannya yang langsung dipijat dengan lembut.

Aku tertawa geli sambil mengingat hal yang pernah dibisiki oleh Mommyku saat aku belum tertidur, dan saat Daddy sedang ke toilet beberapa waktu yang lalu, saat aku masih tidur dengan Mommy.

"Selagi hamil, puas-puasin deh tuh minta ini itu. Meskipun itu yang gak masuk akal sekalipun. Kamu bakal menemukan kelucuan sendiri kalau permintaan gak masuk akal kamu itu ada di depan mata."

Dan aku tidak sabar melihat sprei Baymax yang akan dibawa kak Kenneth nanti.

Tapi kenapa seluruh ngidam anehku tidak pernah melibatkan suamiku sama sekali, ya? Aneh.

***

Tbc

Maap gaje ✌

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro