Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Duapuluh Tujuh

Hai!!

Author mau coba ganti gaya bahasa, berhubung ada beberapa yang protes. Minta pendapat ya, mendingan gaya bahasa semi-formal begini, atau yang begajulan 😂

Peace!

Selamat membaca!

***

Keira's POV

Mataku terbuka lebar secara tiba-tiba, terasa pusing, apalagi saat sinar matahari pagi yang langsung menyinari mataku.

Mimpi macam apa tadi malam?! Apa aku sudah hilang akal sehat sampai bermimpi bersetubuh dengan laki-laki itu? Sepertinya aku harus memeriksakan diriku ke psikiater secepatnya.

Tapi dimana aku?

Seingatku, kemarin aku memang memutuskan untuk ke klub, untuk menghilangkan rasa stressku, lalu aku bertemu dengan Bruce dan aku minum hingga kesadaranku menipis, aku mabuk.

Aku sempat mengingat beberapa bayangan Nicholas, tapi aku tidak begitu ingat, apa yang ku katakan. Kepalaku pusing sekali akibat terlalu banyak alkohol yang masuk kedalam tubuhku semalam.

Tapi kemarin, aku bermimpi, bermimpi sesuatu yang terasa nyata, namun mustahil terjadi. Nicholas tidak mungkin...

Holyshit! Aku nyaris berteriak saat aku memutar tubuhku dan melihat laki-laki itu tertidur pulas di sebelahku. Bukan, bukan karena dia tidur disebelahku, melainkan aku bisa melihat kalau dia sedang topless. Dan aku baru menyadari kalau ini bukan kamar Apartemen Nicholas, maupun kamar hotelku.

Aku beralih melihat tubuhku yang terbalut selimut, dan mendadak keringat dingin membasahi keningku.

I-ini bukan mimpi?

Aku menggigit bibir bawahku, merasa bodoh mengira ini semua mimpi.

Kemarin malam, aku benar-benar sudah melakukannya dengan Nicholas?! Bukan mimpi?!

Aku memejamkan mataku, mencoba mengingatnya kembali. Sentuhannya, erangannya, kecupannya, dan seberapa lembut dia memperlakukanku, seakan aku adalah vas yang mudah pecah. Dan juga kejantanannya yang selalu menghantui otakku selama ini, sekeras dan senikmat yang kubayangkan, bahkan lebih.

Oops! Sepagi ini aku sudah berpikiran mesum seperti ini. Wajahku mendadak memerah, terasa sangat panas.

Bukankah sebaiknya aku memikirkan bagaimana menghadapi Nicholas saat dia bangun nanti? Bukankah aku sama saja terlihat seperti jalang? Sebentar berkata ingin menyerahkan Nicholas pada Kelly, dan sebentar malah menjilat ludahku sendiri.

Oh tidak, ini adalah kesalahan terakhir, dan aku tidak akan melakukannya lagi. Demi Kelly! Ya, demi Kelly.

Oh shit! Kejantanannya menghantuiku lagi.

Sedikit mengintip kedalam selimut, bukan dosa besar, kan? Lagipula, Nicholas masih tertidur pulas.

Demi otak mesumku, untuk terakhir aku ingin melihat kejantanan Nicholas lagi, sedikittttt saja.

Aku baru membuka sedikit selimut yang membalut tubuh kami, tiba-tiba dering telepon mengagetkanku yang langsung berpura-pura kembali tertidur.

Kenapa juga aku harus pura-pura tidur lagi? Gagal deh ngintipnya!

Aku merasakan pergerakan di sebelahku, yang aku yakin Nicholas sudah terbangun akibat dering ponsel sialan itu!

"Halo?"

Bahkan suara seraknya saja terdengar seksi.

"Ah... ya, aku akan segera kesana." Ujarnya lalu aku mendengar suara, sepertinya Nicholas meletakkan ponselnya lagi di meja kecil.

Cepatlah pergi, cepatlah pergi. Usirku dalam hati.

Tidak ada pergerakan dari sebelahku, tapi entah kenapa aku merasa yakin kalau Nicholas tengah menatapku. Aku bisa merasakannya.

Tiba-tiba sebuah kecupan singkat mendarat di keningku, disusul oleh pergerakkan yang cukup kuat, dan sepertinya Nicholas sudah bangkit berdiri.

Aku membuka sedikit mataku, mengintip dan yang kulihat adalah bokong seksi miliknya yang bergerak dan menghilang kedalam kamar mandi.

Aku segera mengambil nafas yang dalam, entah sejak kapan aku menahan nafasku.

Kenapa Nicholas mengecup keningku? Membuat jantungku harus berolahraga pagi saja!

Aku merenung diatas kasur, belum mau bangkit, hingga aku mendengar pintu kamar mandi kembali terbuka, dan aku kembali pura-pura tidur.

Aku masih tidak tahu bagaimana harus menghadapi Nicholas.

Aku bisa mendengar dengusan Nicholas di dekatku, lalu aku merasakan belaian lembut tangan Nicholas di kepalaku.

"Aku harus pergi dulu. Aku tahu, percuma mengatakan ini pada orang yang sedang tertidur nyenyak, tapi... semoga kamu tidak melupakan apa yang terjadi kemarin malam. Selamat beristirahat Keira, dan terima kasih."

Dia mengecup keningku lagi, dan aku bisa mencium wangi sabun dari tubuh Nicholas.

Apa yang dikatakan Nicholas barusan, seakan menyalakan bohlam dalam kepalaku.

Oh, Nicholas Tyler, you just gave me a really good Idea! Batinku.

*

Aku memutuskan untuk kembali ke Apartemen Nicholas sore ini. Lagipula, sepertinya seluruh dunia sudah tahu tentang statusku yang merupakan tunangan Nicholas, dan sedang hamil juga.

Padahal itu semua hanya fiktif. Tidak akan ada pernikahan, dan juga anak diantara kami.

Apartemen Nicholas masih seperti saat aku meninggalkannya beberapa hari yang lalu. Tentu saja, Nanny selalu kemari setiap pagi, dan selalu pulang saat siang semenjak aku tinggal disini. Dan juga, Nicholas dan aku jarang berada di sini, jadi mungkin memang lebih baik Nanny tinggal di kediaman Mrs.Tyler, mengingat usia Nanny tidak lagi muda. Kasihan kalau Nanny disini sendirian sampai malam.

Aku meletakkan koperku di lemari pakaian Nicholas, tidak berniat menyusunnya sekarang. Dan entah apa yang menarikku, aku malah kembali ke dapur dan membuka kulkas.

Kosong, tidak ada bahan makanan selain air mineral. Padahal biasanya, Nanny akan membelikan kami bahan masakan, atau makanan instant yang bisa di hangatkan di Microwave, tapi kenapa kulkas ini kosong? Tidak biasanya.

Aku menghempaskan diriku di sofa sambil membawa air mineral dan menonton televisi. Berharap air mineral dapat meredakan rasa laparku sekarang.

Aku baru kembali dari kantor agensi sebelum ke Apartemen Nicholas.

Mr.Gillian tentu saja murka mendengar berita ini, sebagian berita menyudutkanku yang dikatakan mengambil keuntungan atas hubunganku dan Nicholas, sehingga aku bisa mendapat pekerjaan model ini. Padahal, sebelum bertemu dengan Nicholaspun, aku sudah menjadi Brand Ambassador mereka. Kenapa sekarang mereka harus mengkaitkan hubunganku dengan pekerjaanku? Ya, meskipun memang benar, aku kembali mendapat pekerjaan dan fasilitasku lagi setelah aku setuju membantu menjadi tunangan pura-pura Nicholas sekarang.

Aku mendesah dan merentangkan kakiku ke meja.

Tunangan pura-pura. Ulangku miris.

Kalau aku tahu, Nicholas adalah kekasih Kelly, aku juga tidak akan menyetujui ide gila ini.

"Kamu sudah kembali?"

Aku terkejut begitu melihat sosok Nicholas yang baru saja masuk. Terlihat lelah, namun wajahnya seakan berseri melihatku.

Oke, tenangkan dirimu, Keira. Kamu bisa melakukannya!

"Apa aku punya pilihan lain sekarang?" Tanyaku lagi berusaha tenang.

Nicholas menyunggingkan senyumnya, lalu berjalan mendekatiku yang masih duduk di sofa sambil menatap televisi, tapi perhatianku bukan pada televisi, melainkan celana Nicholas.

"Kemarin malam, apa kamu baik-baik saja?" Tanyanya menatapku lembut.

Wajahku sudah terasa panas, tapi aku segera memotong ucapannya, "Ah, apa kamu menemukanku di klub lagi? maaf kalau aku mengatakan hal-hal aneh padamu, aku kemarin terlalu mabuk, kau tahu kan, orang mabuk tidak bisa mengontrol apapun yang dikatakan." Ucapku. Aku bisa melihat Nicholas mengernyit, sorot matanya menatapku aneh.

"Maksudmu?"

"Kemarin aku mabuk, aku tidak mengingat apapun, tapi... ya, aku baik-baik saja." Bohongku.

"Seriously?" Tanyanya tidak percaya. Aku mengangguk. "You don't remember a thing from last night? I mean, for real?!"

Aku mengangguk, namun aku menggigit bibir bagian dalamku, agar aku tidak tertawa akibat melihat wajah kecewa yang terlihat jelas di wajah Nicholas.

Aku tidak bisa mempermalukan diriku sendiri, mengingat kemarin aku yang melempar tubuhku sendiri pada Nicholas seperti jalang.

Biarlah Nicholas menganggap kalau aku yang melempar tubuhku itu, akibat aku mabuk. Dan aku tidak mengingatnya lagi, tidak mau mengingatnya lagi.

"For real?" Tanyanya lagi dan aku hanya mengangguk.

Setidaknya Nicholas tidak akan menjadikan 'aku yang berubah menjadi jalang' sebagai senjatanya untuk mengancam dan mempermalukanku nanti.

Meski aku tahu, Nicholas tidak akan melakukannya. Kalau memang dia mau melakukan hal sepicik itu, Nicholas pasti sudah melakukannya sejak 7 tahun yang lalu.

Tapi harus kuakui, kemarin adalah pengalaman bercintaku yang paling membuatku menginginkannya lagi dan lagi sekarang.

"Baiklah." Ucapnya pelan, lalu bangkit berdiri, berjalan kearah kamarnya, meninggalkanku.

Kenapa dia harus sekecewa itu hanya karena aku tidak mengingat perihal semalam? Padahal aku sangat mengingat setiap sentuhan jarinya di kulitku.

Wajahku kembali merona memikirkan hal itu. Segera aku mengusir pikiran mesum itu dan menyusul Nicholas ke kamarnya.

Saat aku buka pintu, Nicholas baru saja menanggalkan kemejanya, memamerkan otot-otot roti sobek miliknya yang minta kusobek dan kumakan.

Butuh beberapa detik aku berdiam menatapnya, sampai Nicholas berdeham, menyadarkanku. Wajahnya masih terlihat kesal.

"Kenapa?"

"Ehm.. itu... aku lapar. Apa kita bisa keluar makan?" Tanyaku ragu.

"Aku lelah, masak saja apapun yang ada dikulkas." Suruhnya sambil melanjutkan menanggalkan celananya.

Oh, aku sangat ingin melihat kelanjutannya, tapi Nicholas sudah menghilang kedalam kamar mandi.

"Aku juga berharap ada sesuatu selain air putih yang bisa kumasak dan kumakan agar aku tidak kelaparan, percayalah." Seruku di depan kamar mandi.

"Kalau begitu panaskan saja makanan Instant yang ada di lemari." Seru Nicholas dari dalam.

"Percayalah Nicholas, aku tidak akan meminta kepadamu untuk makan diluar, kalau saja dirumah ini ada sesuatu yang bisa kumakan." Kataku kesal. Apa Nicholas tidak peduli sama sekali padaku? Padahal kemarin dan tadi pagi dia terlihat lembut.

"Panggil delivery!" Serunya lagi.

"Nicholas, ayolahhh... temani aku. Aku lapar." Paksaku. Kenapa juga aku harus memohon padanya? Tapi aku benar-benar malas pergi sendiri dan mendengar kasak kusuk dari bibir orang-orang diluar sana yang menilaiku pedas.

"Pergi saja sendiri, aku lelah!" Serunya lagi. Kenapa dengan laki-laki ini? Gerutuku.

"Aku sedang hamil, Nicholas." Ujarku, melayangkan senjata yang tidak pamungkas menurutku.

"Kamu tidak hamil, Keira." Seru Nicholas, aku yakin Nicholas sedang tertawa di dalam sana.

"Setidaknya semua orang, termasuk Mrs.Tyler berpikir aku sedang hamil, jadi ayo lah... demi anakmu yang fiktif ini. Temani aku makan!" Paksaku.

Pintu kamar mandi terbuka, dan angin yang meniup wangi sabun Nicholas menerpa wajahku. Nicholas berdiri tegap, topless, hanya Handuk yang membalut pinggul kebawahnya.

Lagi-lagi fokusku kembali ke bawah sana.

"Bukannya tadi kamu sedang menintaku? Kenapa sekarang malah memaksa?" Tanyanya, ada senyum tersungging di wajahnya.

Ia lalu berjalan melewatiku yang masih menahan nafas, menuju ke lemari berjalan miliknya, dan menutup pintu itu.

"Aku tidak memaksa, anak fiktifmu yang memaksa." Ujarku.

Tidak ada jawaban dari Nicholas, dan tidak berapa lama, pintu lemari berjalannya terbuka, Nicholas sudah memakai kaus putih polos dengan celana jeans, berdiri sambil menatapku dengan sebelah alisnya yang terangkat.

"Menjadikan itu sebagai senjata? Kau pikir itu akan mempan untukku?" Tantangnya.

Ayolah! Kenapa harus jual mahal? Lagipula bukannya dia sudah berganti baju dengan baju santai? Dia tidak pernah mengenakan Jeans kalau memang berencana untuk bermalas-malasan disini.

"Baiklah." Aku pura-pura menyerah, lalu meraih ponsel disakuku.

"Kamu telepon siapa?" Tanyanya yang tidak kujawab.

Satu detik, dua detik, dan...

"Halo Mom. Aku lapar, dan Nicholas tidak mau mengajakku makan. Padahal anaknya yang ingin makan, tapi dia..."

Secepat kilat Nicholas menyambar ponselku, hingga aku terkekeh.

"Halo Mom, jangan dengerin dia, dia... halo... mom? Mom?" Dengan tampang bodohnya, dia melihat layar ponselku yang berwarna hitam, lalu beralih menatapku. Aku memeletkan lidahku, aku berhasil mengerjainya lagi.

"Katanya tidak mempan?" Godaku.

Nicholas menggeram, "Keira!!!" Ia lalu beranjak setengah berlari mengejarku yang sudah lebih dulu melarikan diri mengelilingi kamar tidur kami. "Jangan kabur!!!" Serunya, tapi aku bisa melihat ia tertawa, sama sepertiku yang sedang tertawa sambil terus berlari menjauhi Nicholas.

Kami seakan tidak memiliki beban, atau masalah saat ini.

Aku berlari dan loncat keatas kasur dan melempari Nicholas dengan bantal, tawa kami mengisi ruangan ini. Rasanya bebas sekali. Seperti saat aku tidak tahu apa itu masalah, seperti dulu. Tidak ada beban, aku diam-diam berharap kalau kebersamaan kami yang seperti ini akan bertahan hingga selamanya.

Ketika bantal di atas kasur sudah habis, Nicholas lalu meloncat dan memelukku yang belum sempat kabur, namun kami berdua terpeleset dan menyebabkan kami terhempas di kasur empuk kami yang sudah tidak beraturan ini.

"You dare to play me?" Tanyanya sambil menyunggingkan senyum.

"Kenapa gak berani?" Tanyaku pura-pura tidak mengerti.

"Minta maaf!" Suruhnya, aku hanya menjulurkan lidahku. "Kesempatan terakhir." Peringatnya. Aku masih juga tidak mau mengatakan kata maaf, karena menurutku, Nicholas yang seperti ini sangat lucu, dan langka untuk dilihat.

Nicholas yang biasa adalah orang yang seenaknya sendiri, menyebalkan, kaku, dan sangat dihormati oleh seluruh bawahannya. Tapi Nicholas di hadapanku saat ini, adalah Nicholas yang lembut, menyenangkan, dan membuat jantungku berdegup kencang, membuatku lupa untuk bernafas.

Karena tidak kunjung mendapat permintaan maaf dariku, Nicholas melakukan jurusnya, mengelitikiku tanpa ampun. Aku tertawa dan berusaha menghalangi laju tangan Nicholas yang terus menggelitiki perutku, aku bahkan sudah seperti cacing kepanasan yang menggeliat di bawahnya.

"Ampunn.... hahaha... Nicholas... lepasss!!!" Pintaku. Berhasil, Nicholas menghentikan kelitikannya dan menatapku yang sudah kehabisan nafas akibat kebanyakan tertawa.

"Minta maaf!" Perintahnya lagi.

"No!" Tegasku, lalu Nicholas kembali menggelitikiku sampai aku bisa merasakan airmata keluar dari sudut mataku akibat kebanyakan tertawa. "Iya... ampun Nicholas, maaf... aku minta Maaf sama kamu... hahaha lepas!"

Begitu mendengar permintaan maafku, Nicholas langsung berhenti menggelitikiku, menatapku lagi.

"Beneran menyesal?" Tanyanya.

Aku merasa lucu melihat ekspresinya yang seperti anak kecil. Sangat tidak rela kehilangan ekspresi itu.

Aku menggeleng, mengejeknya lagi. Dan Nicholas sudah akan bersiap menggelitikiku lagi, sebelum aku berteriak, "Iya!! Aku nyesal, aku nyesal! Berenti kelitikin aku, atau aku bisa mati ketawa disini."

"Gak ada yang bisa mati hanya dengan kebanyakan ketawa, Keira." Ujar Nicholas, mencubit hidungku, gemas.

Ada, aku! Kalau kamu terus yang gelitikin begini, bisa mati ketawa dan kehabisan nafas karena terlalu dekat sama kamu! Protes batinku tidak tersampaikan.

Kami sama-sama tersenyum dan Nicholas menatapku. Matanya kembali sayu menatapku, sedih.

"Kamu benar-benar gak ingat apa yang terjadi semalam?" Tanyanya lagi.

Bagaimana ini? Aku mau jujur, tapi egoku menarikku. Aku menggigit bibirku. Bimbang.

Tangan Nicholas mengelus bibir bawahku yang kugigit, matanya menatap bibirku yang masih dielus oleh jarinya.

Perlahan, aku merasakan Nicholas mendekat, mengikis jarak wajah kami. Dan aku secara naluriah memejamkan mataku, menantikan apa yang akan terjadi. Menantikan bibir lembut Nicholas yang akan menyentuh bibirku. Mengecupnya, pelan, lembut, dalam, dan mengadiksi...

Kruyuuuukkkkk

"Pfftt..." aku membuka mataku dan melihat Nicholas sudah menjauh dan menahan tawanya, menutup mulutnya dengan tangannya.

Suara apa tadi? Jangan bilang...

"Ayo, kita makan. Bayi fiktif kita udah protes di dalem perut kamu." Sindirnya.

Shit! Malu-maluin! Turunin pamor! Wajahku memerah. Ini sepertinya lebih memalukan ketimbang jujur kalau aku mengingat segalanya tentang kemarin malam.

Oh tidak-tidak! Hal itu lebih memalukan!!! Malaikat diriku membela.

"Yuk!" Aku melihat tangan Nicholas yang terulur kepadaku, mengajakku untuk berdiri.

Dengan ragu, aku meraih tangan itu. Tangan yang langsung menggenggam tanganku dengan erat, seakan tidak akan melepaskanku lagi.

Apa aku boleh egois?

Mengharap kalau kebahagiaan ini akan bertahan selamanya?

Mengharapkan Nicholas untuk terus berada di sisiku, dan terus menggenggam tanganku seperti ini?

Mengorbankan perasaan adikku?

Apa aku tega?

***

Tbc

Bagaimana?

Kalian lebih suka penggunaan semi formal (aku kamu) ?

Atau begajulan ala Via (Gue lo)?

Tinggalkan jejak kalian ya! :)

Share story ini ke teman-teman kalian, biar mereka juga ikut menikmatinya ^^

Semoga kalian suka bab ini. Heheheh

Me love you para Readers!! :*:*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro