Duapuluh Lima
Keira's POV
Runyam sudah Runyam!
Kenapa semua ini bisa serumit ini? Bukankah kemarin aku baru saja meminta laki-laki sialan nan seksi ini untuk membatalkan pertunangan bohongan ini? Tapi kenapa takdir kehidupan seakan mempermainkan aku dengan mengumumkan hal bodoh ini ke seluruh dunia?! Ditambah dengan bonus kebohongan kalau aku sedang hamil?
Yang benar saja! Melakukan hal itu saja belum! Bagaimana kecebong Nicholas bisa membuahiku?! Kecuali kalau lama hidup kecebong itu bisa bertahan hingga 7 tahun lamanya, mustahil!
Ingin sekali aku menjitak kepala Nicholas karena sudah berhasil membuat awal hari ulang tahunku penuh kejutan yang tidak menggembirakan ini.
"Tenang aja, gak akan terjadi apapun kok." Ujarnya setenang mungkin disaat aku sudah duduk dengan gelisah di kursi penumpang, seakan sedang menderita ambein tingkat akut.
"Jangan-jangan, ini semua rencana lo, kan?! Ayo ngaku!!" Tuntutku sambil mengacungkan jari telunjukku kearahnya.
"Rencana apa sih, Keira sayang? Kalau emang gue se picik itu, gue gak akan menyebarkan berita kacangan kayak gini. Kenapa gak sekalian gue nyerang lo di hari pertama lo tinggal di apartemen gue, dan membuat berita ini jadi kenyataan, bukan hanya gosip!" Tegasnya lugas yang membuatku tidak bisa memprotes kata-katanya.
Nicholas menarik senyum puas ketika aku tidak lagi membalas ucapannya, tidak mau kuakui, kalau senyumnya cukup menular kepadaku.
"Keira. Ada satu hal, well... actually dua hal yang gue tutupin. Tapi kemarin gue sudah membuka salah satunya." Ujarnya sambil menggaruk tengkuknya kaku. "Gue gak yakin gimana cara sampaiin hal ini ke lo. Dan gue gak yakin apa lo akan percaya."
Deg
Jantungku berdebar antusias seakan menanti setiap kata yang terucap dengan tulus dari bibir Nicholas. Meskipun matanya tidak menatapku, tapi aku seakan yakin kalau dia sedang memancarkan ketulusan itu disana kalau saja matanya bisa menatap mataku, bukan jalanan.
"Tujuh tahun yang lalu..."
Fuck you (fuck you)
Fuck you very, very much
'Cause we hate what you do
And we hate your whole crew
So, please don't stay in touch...
Nicholas tidak melanjutkan ucapannya, dan aku juga terbengong menatapnya yang tidak kunjung berbicara karena Lily Allen mengintrupsinya.
Oh bukan! Ini suara ponselku!
Aku mengerjap dan segera meraih ponselku yang menampilkan nama Kak Kenneth di layar.
Kalau saja situasiku tidak sedang dalam masalah besar seperti ini, mungkin melihat nama kak Kenneth tidak akan menjadi se Horror ini. Tapi sekarang, aku seakan ragu menjawab panggilan telepon kak Kenneth.
Sambil menelan ludah dan melirik kearah Nicholas yang terlihat mulai kesal karena ucapannya terpotong oleh Lily Allen, aku menjawab panggilan telepon itu sambil berdoa kalau telingaku tidak akan budeg setelah menjawab panggilan ini.
"KEIRA F*CKING STUPID MCKENZIE!!! Where the hell are you right now?! What have you done?! What did you do?! Gimana bisa lo tunangan dibelakang kita semua, dan terlebih lagi HAMIL tanpa kita ketahui?! Dan lo hamil anak si kucrut itu?! HAH?! ARE YOU OUT OF YOUR MIND?!"
Maki Kak Kenneth sebelum aku sempat menjawab panggilannya, dan detik itu juga, aku tahu, aku bukan lagi dalam masalah besar, melainkan siaga satu darurat bencana.
"Calm down, Kak. Gue bisa jelasin. Sebentar lagi gue sampai." Jawabku yang menjadi takut untuk pulang kerumah.
"Oh... you better have a GOOD explanation for this, young lady." Sindirnya yang membuatku menggigit bibir.
Memangnya apa yang bisa ku jelaskan nanti? Itu saja belum kepikiran olehku.
"Kak, ehm... Kelly... gimana dia?" Tanyaku sambil sesekali melirik Nicholas yang juga sedang mencuri pandang kepadaku.
"Gak tahu, sejak dengar berita lo dan si kucrut, Kelly tidak berkomentar apapun, dan hanya berdiam diri di kamar." Terangnya, membuatku merasa sangat bersalah sekarang. "Apa masalah ini ada hubungannya sama kemurungan Kelly?" Tembak kak Kenneth langsung.
"Hah?" Apa kak Kenneth bisa merasakan rasa bersalahku ini?
Aku menggigit bibir. Entah apa yang harus ku katakan, yang pasti, Nicholas tidak akan hidup lagi kalau aku menceritakan kebenarannya pada kak Kenneth.
Kenapa juga aku harus peduli pada Nicholas?!
"Keira, jawab pertanyaan gue! Gue udah coba mengabaikan perasaan gak enak yang gue rasain tanpa alasan ini cukup lama. Ini pasti perasaan lo, kan?!" Desak kak Kenneth.
Untuk pertama kalinya, aku sangat menyesalkan kontak batin yang aku dan kak Kenneth miliki.
"H-halo...? Apa kak? Aku gak denger. Haloo... haloo... kak kenneth? Bzzz bzzz kak? Haloo? Kak... bzz bzzz.... click." Ku akhiri panggilan dari kak Kenneth dengan cara ter absurd yang dapat terpikir olehku.
"Pfft..."
Aku mengernyit dan menoleh kearah Nicholas yang sedang membekap mulutnya, menahan tawa yang sepertinya nyaris meledak, kalau dilihat dari wajah memerahnya.
"Lo ngetawain gue?!" Tanyaku sarkastik.
"Apa?" Tanyanya, menyunggingkan senyum. "Gue ngetawain lebah tadi. Ada yang lewat, suaranya lucu banget. Bzz bzz bzz..." ia tergelak dalam tawa ketika aku memajukan bibirku memprotes ucapannya.
"Oh my god! You are my little cute bee, Keira." Serunya sambil mencubit pipiku.
Wajahku bersemu merah. Apa barusan Nicholas mengatakan kata 'My' ? Nicholas menyatakan kepemilikannya padaku? Apa aku salah dengar?
Sadarlah, Keira! Nicholas hanya sedang mengejekmu, bukan benar-benar bermaksud menggodamu!!! Runtuk Hatiku.
Sebenarnya aku ingin menanyakan lanjutan ucapannya yang tadi sebelum ucapannya terputus oleh telepon kak Kenneth, tapi, melihatnya yang tertawa lepas seperti ini, seakan memberitahuku untuk jangan menanyakan pertanyaan itu kalau aku tidak mau tawanya ini menghilang dengan cepat.
*
Kami seakan masuk keruang sidang yang terasa sangat dingin hingga menusuk ke tulang saat melangkahkan kaki kedalam ruang keluarga, dimana Mommy dan Daddy duduk berhadapan dengan Mr. Dan Mrs. Tyler.
Aku tidak melihat Kelly dimanapun, dan aku hanya melihat kak Kenneth yang sudah menyambut kedatangan kami dengan wajah ditekuk dan sangar miliknya di depan pintu.
Daddy, memiliki ekspresi sangar yang sama ketika melihat Nicholas masuk kedalam bersamaku, sedangkan Mommy menunjukan wajah bingung miliknya.
Mr. Dan Mrs.Tyler? Jangan ditanya! Wajahnya sumringah, apa lagi begitu melihatku datang.
"Keira, My Sweety!!!!" Mrs.Tyler berdiri dan langsung memelukku erat, jangan lupakan embel-embel sweety nya yang membuatku merinding.
"H-hai... M-Mrs. Tyler." Sapaku pelan. Mataku tak lepas dari kedua orang tuaku yang masih menatapku.
"Keira, kenapa panggil Mommy begitu lagi? Biasa juga kamu manggil Mommy, kan?" Mrs.Tyler memperingati, seakan tidak sadar dengan hawa membunuh yang sudah terpancar dari tatapan Daddy.
"B-begini..." aku baru hendak menjelaskan, Mrs.Tyler kembali menyelaku.
"Apa ini bawaan bayimu?!" Tanyanya yang membuatku spontan berkata 'hah?' "Oh, kamu sudah merasa lebih baik? Di awal kehamilan, memang tidak jarang kalau memiliki ngidam yang aneh-aneh, termasuk ingin berjauhan dengan Daddynya. Dan kalau kamu merasa tidak enak badan juga, itu hal yang wajar. Perbanyak istirahat saja, dan jangan bekerja terlalu lelah. Mom akan meminta Nicholas untuk meringankan pekerjaanmu, yang terpenting adalah, jaga cucu Mommy yang sedang tumbuh di...." Mrs.Tyler terus mengoceh sambil mengelus perut rataku berkali-kali.
Aku yang masih belum sarapan, ditambah mendengar berita ini, dan lagi dicecar berbagai pertanyaan dan pernyataan dan terus bergantian menatap mata-mata tajam yang ada diruangan ini membuatku pusing mendadak.
Aku belum sempat limbung ke lantai, sudah ada yang menahan tubuhku di belakang, aku mencium aroma yang ku kenal itu sebagai Nicholas.
Kelima orang di ruangan itu mendadak panik begitu melihatku nyaris pingsan, dan terlihat begitu lemah di dekapan Nicholas. Bahkan Nicholas juga terlihat khawatir.
"Ya Tuhan, Keira!!" Pekik Mrs.Tyler yang meraih tanganku. "Kamu gak apa-apa, nak? Kita ke dokter ya?"
Aku menggeleng.
"Kamu gak apa-apa, sayang?" Tanya Mommy yang sudah berada di dekatku. Panik. Itu yang bisa kubaca dari wajahnya.
Aku tersenyum dan menggeleng, berusaha melepaskan pegangan Nicholas yang menahan tubuhku.
"You okay?" Bisiknya pelan.
"Gue laper." Balasku tak kalah pelan hingga membuatnya hendak tertawa, namun tidak jadi, mengingat tatapan tajam Kak Kenneth dan Daddy masih ditujukan padanya.
"Kamu yakin gak mau ke dokter, sayang? Nanti kandungan kamu..."
"Mereka gak akan kenapa-kenapa, Mom!" Ujar Nicholas tegas. Aku menoleh dan melotot menatapnya.
Mereka? Baru saja Nicholas mengatakan mereka?! Memangnya aku beneran hamil? Wah gila! Boongnya makin banyak ini. Dosa... dosa....
"Kalau memang mereka baik-baik saja, Mom tidak akan memaksa." Ujar Mrs.Tyler tidak membantah. Kemudian dia menarikku untuk duduk disofa, tepatnya di sampingnya.
"Jadi, Mr.McKenzie, mumpung anak-anak kita sudah disini, seperti yang saya katakan tadi. Saya dan suami saya kemari, ingin melamar putri anda untuk kami nikahkan dengan putra semata wayang kami yang sudah menghamili putri anda. Kami akan bertanggung jawab dengan sepenuh hati kami. Terlebih, dengan status mereka yang sudah bertunangan sebulan lebih belakangan ini." Terang Mrs.Tyler yang membuatku ingin bunuh diri sekarang juga.
"Menurut saya, mereka sudah cukup lama saling mengenal, udah berapa lama, sayang?" Tanya Mrs. Tyler kepadaku.
"Ehmm... satu bul.."
"Tujuh tahun!" Sela Nicholas yang membuat seluruh pasang mata menatap kearahnya.
"Mom baru tahu kalau kalian sudah pacaran selama itu? Kalau begitu menikah saja langsung. Bagaimana, pak Peter?" Tanya Mrs.Tyler menatap kedua orangtuaku.
Mommy menatapku penuh selidik, Daddy terlihay kebingungan, dan kak Kenneth seakan sedang berusaha menanyakan sesuatu melalui tatapan matanya itu.
"Maaf, Mrs.Tyler. sepertinya kami harus berdiskusi lebih lanjut dulu mengenai hal ini dengan putri kami, karena kami... baru mendengar berita pertunangan dan kehamilan Keira, pagi ini." Terang Daddy sambil menatapku seakan aku adalah pengkhianat bangsa yang harus segera di introgasi dan di musnahkan.
"Benarkah?!" Tanya Mrs.Tyler tidak percaya, lalu beralih menatap Nicholas tajam. "Kamu tidak meminta ijin untuk bertunangan dengan anak orang?! Dan langsung menghamilinya begitu saja?! Laki-laki macam apa kamu ini?!"
Nicholas sama bingungnya denganku, aku sendiri sedikit mensyukuri kebingungan Nicholas yang dengan pemaksaan, melibatkanku dalam kebohongan ini.
"Maafkan putra kami yang kurang ajar ini, Pak. Tapi kami akan bertanggung jawab atas masa depan putri bapak. Bapak tidak perlu khawatir." Ujar Mrs.Tyler.
Melihat Mrs.Tyler dan kedua orangtuaku seperti ini, entah kenapa malah mengingatkanku dengan oma-omaku di Indonesia yang tidak pernah lelah berargumen kalau bertemu.
"Mom, Dad, lebih baik kalian kembali, dan biar aku yang menyelesaikan ini." Usir Nicholas yang langsung mendapat tatapan tajam dari Mommynya. Daddynya hanya bisa geleng-geleng kepala. "Keira butuh istirahat." Tambahnya.
Seakan itu adalah kata-kata pamungkas, Mrs.Tyler tidak jadi memprotes dan menatapku yang dengan sigap berpura-pura lelah.
"Baiklah, Mommy dan Daddy akan pulang. Lebih baik kamu juga pulang membawa kabar baik bersama Keira, kalau tidak mau Melihat Mommy terbujur kaku di peti mati akibat serangan jantung!!" Ancam Mrs.Nicholas sebelum menghela nafas dan menatap kearah Mr.Tyler dan menyampaikan agar aku jaga kesehatan dan kandunganku, kemudian berpamitan pada kedua orang tuaku dan pergi.
Kali ini aku dan Nicholas yang duduk di hadapan Mommy, Daddy, dan Kak Kenneth yang meminta penjelasan dari kami.
"Jadi... sudah berapa bulan kandungan kamu?" Tanya Daddy membuka suara.
"Sejak kapan kalian mulai hubungan tidak sehat seperti itu?" Sambung Mommy.
"Atas keberanian apa, lo berani menyentuh Adik gue?!" Tambah kak Kenneth.
"Mom, Dad, kak... Keira..." aku terdiam sebentar, melirik Nicholas, meminta persetujuan, lalu melanjutkan ucapanku. "Keira gak hamil. Dan pertunangan itu, hanya pura-pura."
"Hah?!" Ketiga orang itu serempak memelototkan matanya menatapku.
"Ini semua salah saya, Mr.McKenzie, Mrs.McKenzie." ujar Nicholas. "Saya belum siap untuk menikah, dan saya memperkenalkan Keira yang bersedia membantu saya agar Mommy saya bisa berhenti menjodohkan saya dengan orang yang tidak saya kenal dan tidak saya mau." Sambung Nicholas.
"Saya mengaku salah dengan melibatkan Keira, tapi saya berani bersumpah kalau saya tidak bermaksud mempermainkan Keira, dan belum menyentuh Keira sama sekali."
Aku menoleh, terkejut dan juga marah. Apa sumpah semudah itu diucapkan oleh Nicholas? Apa tujuh tahun yang lalu, dianggap tidak terjadi apa-apa antara aku dan dirinya?!
"Saya akan bertanggung jawab atas apapun yang akan terjadi pada Keira perihal berita ini, termasuk menikahinya." Aku melotot. Sandiwara halaman berapa lagi ini? Sepertinya aku kelewatan bagian sandiwara ini karena kebanyakan bengong. Kenapa tadinya mau jujur-jujuran sama keluarga, malah jadi tambah bohong begini? "Itupun kalau anda menyetujuinya." Sambung Nicholas.
"Kenapa kamu harus terfikir kebohongan seperti ini dan melibatkan putri saya?" Tanya Daddy. Bagus Dad, hajar terus, babat sampai habis!! Sorak Hatiku.
"Karena hanya Keira, orang yang tepat untuk membantu saya pada saat itu. Saya tidak mengira kalau kebohongan kami akan menjadi serumit ini." Ucap Nicholas lagi. "Bukan saya bermaksud melanjutkan kebohongan ini di hadapan orang tua saya demi keegoisan saya sendiri, tapi... seperti yang mungkin Kalian bisa dengar tadi, Mommy memiliki riwayat penyakit jantung. Saya tidak mau kalau Mommy sampai kenapa-kenapa karena tahu tentang kebohongan yang saya buat."
"Lalu, apa rencana kamu sekarang? Terus berbohong? Cepat atau lambat, kebohongan kalian akan segera ketahuan, terlebih Keira tidak benar-benar hamil!" Cerca Mommy.
"Jujur, saya tidak menyangka kalau Mommy akan sangat menyayangi Keira dan mengharapkan kemajuan hubungan kami berlanjut secepat itu." Ucap Nicholas pelan. "Saya akan memikirkan cara lain yang paling tidak, tidak akan membuat Mommy terkejut, tapi saya mohon kerja sama Kalian untuk menutupi kebohongan kami sedikit lebih lama lagi." Pintanya memohon, lalu menatapku, membuatku terkejut.
"Enak aja lo! Lo kira masa depan adik gue mainan?! Dengan adanya berita begini, itu sama aja sudah mencemarkan nama baik dia!!!!" Kak Kenneth emosi, nada suaranya meninggi.
"Gue akan tanggung jawab!!!" Ujar Nicholas tegas. "Gue akan dengan senang hati kalau Keira bersedia untuk gue nikahi, jadi setidaknya gue gak perlu bohong lagi sama Mommy gue! Tapi gue sadar kalau gue gak bisa memaksa Keira!"
Hatiku berdetak dengan cepat. Nicholas benar-benar mau menikahiku? Atau ini hanya akal-akalannya saja agar dia tidak perlu susah-susah mencari cara untuk menyudahi permainan kami?
"Pete... Gue kayak lagi dejavu. Kenapa Anak gue harus terlibat hubungan kontrak juga sih?" Ujar Mommy sambil bersandar di Dada Daddy.
Aku melihat Nicholas mengernyit, menatapku, tapi aku langsung menunduk.
"Keira, bagaimana menurut kamu?" Tanya Daddy kepadaku.
Aku menggigit bibirku, tidak tahu apa yang harus kujawab, dan aku tiba-tiba teringat akan Kelly yang berada di kamarnya.
"Aku ke kamar Kelly dulu, Mom, Dad!" Ujarku lalu berdiri dan berjalan, meninggalakn Nicholas.
Kelly pasti marah denganku. Dia pasti kecewa. Dan aku tahu kalau aku yang membuatnya merasakan hal itu lagi.
Tok tok tok...
"Kelly... ini Kakak, buka pintunya,ya?"
Tidak ada jawaban.
"Kelly, kakak tahu kamu marah sama Kakak, kakak mau jelasin ke kamu semuanya, buka ya?"
Masih tidak ada jawaban, tapi aku bisa mendengar derap langkah Kelly yang berjalan mendekat dan pintu terbuka, aku tersenyum menatapnya yang tidak tersenyum sama sekali menatapku.
"Boleh kakak masuk?" Tanyaku. Kelly tidak menjawab, tapi hanya memiringkan tubuhnya, menciptakan cela untuk aku masuk kedalam.
Aku tersenyum simpul dan berjalan masuk melalui tubuh kecilnya dan duduk di bangku meja riasnya. Dia hanya berdiri membelakangiku dan lebih memilih melihat pemandangan yang ada di luar kaca jendela kamarnya.
"Maafin Kakak." Hanya itu yang bis kuucapkan. Dan Kelly tidak bereaksi apapun. "Kakak tahu kamu kecewa atas berita itu, tapi kasih kakak waktu. Kakak akan mengembalikan Nicholas untuk kamu."
Aku bisa melihat tubuh Kelly sedikit menegang, lalu akhirnya dia berbalik dan menatapku. Matanya berkaca-kaca, dan sarat akan kekecewaan disana.
"Kakak janji sama kamu." Sambungku. Tenggorokanku sedikit tercekat dan mataku terasa panas saat berjanji pada Kelly seperti ini, tapi memang sudah seharusnya begini, kan?
Karena akulah yang merebut Nicholas dari Kelly pertama kali.
"T-Tapi kandungan kakak?" Tanyanya.
Aku menggeleng, percuma juga aku menjelaskan panjang lebar saat ini kalau aku tidak hamil.
"Tapi Nicholas sudah tidak mencintaiku, Kak." Ujarnya terdengar sedih.
"Kakak akan memintanya untuk mencintaimu, Kelly." Yakinku yang malah membuat hatiku seakan teriris. "Dia pasti masih mencintaimu, ini hanya masalah keadaan. Kakak yakin..." aku tidak mau meyakini hal itu...
"Tapi kakak..." Tanyanya ragu, "Kakak tidak mencintai Nicholas?"
Deg.
"Sedikitpun kakak tidak memiliki perasaan untuk Nicholas?" Ulangnya.
Apa jawaban yang harus ku katakan? Aku memang tidak memiliki perasaan padanya, kan? Tapi kenapa berat rasanya mengatakan tidak sekarang? Kenapa rasanya sakit sekali?
"Kak...?" Panggilnya lagi.
"G-gak, Kel. Kakak gak memiliki perasaan sedikitpun sama Nicholas." Jawabku.
Aku bisa melihat Kelly sudah kembali tersenyum, meski tidak senormal biasanya. Tapi kenapa rasanya sesak sekali nafasku? Aku harus menghirup udara diluar. Mataku terasa panas sekarang. Apa yang sebenarnya terjadi padaku?
"K-kakak keluar dulu ya, Kel. Kamu juga jangan di kamar terus."
Kelly tersenyum dan mengangguk.
Aku memaksakan senyumku dan berjalan kearah pintu kamar Kelly. Aku sempat berhenti sebentar, dan menarik nafas sebentar berbalik, menatap Kelly yang sudah kembali memunggungiku.
"Kakak minta maaf sudah merebut apa yang menjadi milikmu, Kelly. Kakak berjanji akan segera mengembalikan apa yang menjadi hakmu." Ucapku, lalu aku membuka pintu dan berjalan keluar. Menutup pintu tanpa mendapat balasan dari Kelly.
Aku menarik nafas dan mengeluarkan sedikit kasar, sesak rasanya.
"Ehem..."
Aku terlonjak begitu mendengar dehaman yang berasal dari sebelahku, dan rasa sakit itu kembali.
Nicholas berdiri, bersandar di samping pintu Kelly, tanpa melihat kearahku. Apa Nicholas mendengar apa yang kukatakan tadi?
"Kita perlu bicara." Ujarnya terdengar dingin, lalu berjalan lebih dahulu, meninggalkanku yang masih berdiri kaku.
Nicholas terus berjalan, berjalan keluar apartemen, kedua orang tuaku, dan kak kenneth hanya terdiam melihat kami melewati mereka, dan menaiki Lift dalam diam. Sampai Nicholas berhenti di taman Apartemen yang bebas dari kepungan wartawan yang masih setia menunggu di pintu depan Apartemen ini.
Untuk hari minggu, taman ini tergolong sepi karena hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang, mungkin dikarenakan terik matahari siang ini.
Nicholas terus berjalan, sampai ke bangku taman dan dirinya duduk disana. Aku sempat ragu, tapi akhirnya aku duduk di sebelahnya dengan jarak yang cukup besar.
Kami diam cukup lama, dan hanya ada suara burung yang berkicau mengisi kekosongan kami, sampai Nicholas bersuara.
"Gimana Kelly?" Tanyanya.
Bukan pertanyaan yang kuharapkan. Tapi aku berusaha sebiasa mungkin menjawab pertanyaannya. "Baik."
"Gue udah bilang ke keluarga lo." Kata Nicholas. "Mereka setuju membantu gue menyimpan rahasia ini sementara, kalau lo setuju."
Aku masih terdiam.
"Dengan syarat gue harus menikahi lo kalau sampai kebohongan ini merugikan lo, dan keluarga lo. Karena nama baik keluarga dipertaruhkan disini."
Aku menegang, tanganku terkepal di atas pangkuanku.
"Lo gak harus menerima persyaratan itu." Suaraku serak. "Gue akan bicara sama Daddy nanti."
"Kenapa?" Tanyanya datar. "Apa karena apa yang barusan lo bilang ke Kelly?"
Ternyata Nicholas mendengar ucapanku. Aku menunduk dan menghena nafas. Rasa sesak itu kembali menohok dadaku.
"Lo tahu satu hal?" Tanyanya, aku tidak menoleh, atau lebih tepatnya tidak berani menoleh, menatap matanya.
"Cinta, bukan suatu hal yang bisa lo paksakan. Lo gak bisa memaksa gur untuk mencintai Kelly, sebagaimana gue gak bisa memaksa lo untuk mencintai gue."
Deg.
Secepat kilat aku menoleh menatap Nicholas yang menatap lurus kedepan, dan baru menoleh menatapku ketika aku menatapnya.
Tidak ada senyuman yang biasa dia berikan padaku, hanya ada senyum singkat yang berganti dengan garis lurus di bibirnya.
Dia merogoh sesuatu dari kantungnya, dan aku menatap sebuah kotak beludru panjang yang digenggamnya di hadapanku.
Aku sempat terbengong sebentar sebelum menerima kotak beludru itu, dan menatap Nicholas.
Seakan mengerti keterbingunganku, Nicholas tersenyum sekilas sebelum melanjutkan ucapannya, "Happy Birthday, Keira. Maaf, hari ulang tahun lo dimulai dengan berita tidak menyenangkan seperti ini. Gue berencana memberikan hadiah ini in a romantic way, not like this. Tapi apapun yang gue lakuin, sepertinya tidak akan berarti apapun buat lo."
Aku terdiam, jujur saja, mataku sudah terasa panas, dan aku sudah akan menangis. Perkataan Nicholas yang terakhir, sangat menusukku.
Apa benar apapun yang dia lakukan, tidak berarti apapun untukku?
Aku membuka pelan kotak beludru itu dan menemukan sebuah kalung dengan bandul fleur de lis yang indah.
"Gue egois dengan meminta Kelly menemani gue untuk beli kado ini buat lo. Tapi itu karena gue gak tahu apa yang lo suka. Kelly bilang lo suka bunga Lily, dan gue langsung jatuh cinta sama fleur de lis itu." Terang Nicholas tanpa kuminta, "Mengingatkan gue sama lo." Tambahnya.
Tanpa kusadari, airmataku mengalir begitu saja. Semakin sakit mendengar ucapan Nicholas.
Nicholas menarikku, dan aku membiarkannya memelukku.
"Apa bersama dengan gue, semenderita ini?" Tanyanya setengah berbisik. Membuat airmataku semakin mengalir, namun tidak bisa menjawab pertanyaannya.
Apa benar aku menderita karena bersama Nicholas? Atau aku menderita setelah memikirkan akan segera berpisah dengan Nicholas?
Aku tidak tahu... semua terlalu rumit.
Aku bisa merasakan pelukan Nicholas semakin mengerat, seakan Nicholas tidak mau melepasku lagi.
Aku bisa mendengar hela nafas beratnya, serta bisikannya yang sangat kecil, namun bisa tertangkap ditelingaku, entah Nicholas sadar atau tidak. Namun bisikkannya membuatku semakin ingin menangis.
"Apa menunjukan perasaan cinta gue ke lo harus sesulit ini?"
***
Tbc
Please, tinggalkan jejak kalian. Meski Author gak bales 1 1, tapi Author sangat terhibur dengan Comment kalian yang dapat memberi semangat untuk Author terus menghibur kalian dengan tulisan Author.
Terima kasih untuk para pembaca setia kesayangan Author ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro