Duapuluh Enam
Nicholas's POV
Kenapa mencintai Keira harus serumit ini? Apa tidak bisa hanya dengan aku menyatakan cintaku, dia menerimanya, kami menikah dan hidup bahagia? Apa sesulit itu?
Aku tidak mengerti kenapa Keira begitu keras kepala ingin menyerahkan aku pada adiknya. Aku tahu, kalau aku memang bersalah telah menyebabkan kesedihan Kelly. Tapi perasaan tidak bisa dipaksakan, bukan?
Aku mencintai Keira.
Ya, AKU MENCINTAI KEIRA!
Tapi Keira seakan buta akan hal itu. Yang aku inginkan, bukanlah Kelly, melainkan Keira! Apa aku harus mengatakan itu? Apa Keira akan percaya, sedangkan apapun yang kulakukan untuknya tidak berarti apapun? Dia tetap saja membenciku dan ingin segera mengakhiri pertunangan palsu ini.
Apa yang harus kulakukan??
Ingin rasanya terjun dari lantai 33 apartemenku. Tapi aku sadar kalau itu bukan menyelesaikan masalah, melainkan menambah masalah.
Aku melirik kearah pintu Apartemenku yang tidak kunjung terbuka, apa Keira memutuskan untuk tidak kembali lagi kesini? Keira serius dengan ucapannya?
Arrrrgh apa yang harus gue lakuin?! Aku menjambak rambutku sendiri, Frustasi. Tentu saja frustasi! Bayangkan, cinta kalian ditolak, lalu malah dipaksa pacaran sama adiknya.
Aku sih lebih memilih jadi suami Keira, ketimbang jadi Adik ipar Keira. Big No!!!
Aku melirik jam yang sudah menunjukan pukul 10 malam, tapi Keira tidak juga kembali kesini.
Selepas membiarkan Keira menangis di taman, Keira memintaku untuk mengantarnya ke kantor Agensi untuk menyelesaikan skandal ini, dan dia tidak memintaku untuk menunggu. Aku sudah menghubunginya, berpuluh-puluh kali malahan, tapi tidak satu kalipun panggilanku dijawabnya.
Aku tahu Keira membenciku, tapi aku tidak tahu kalau Keira sebenci ini padaku. Sangat menyedihkan.
Ting!
Aku langsung bereaksi begitu mendengar bunyi pesan yang masuk kedalam ponselku.
Bahkan mendengar satu nada itu saja, sudah berhasil membuatku berdebar dan berharap seperti ini. Poor you, Nicholas!
Aku seakan ingin melempar ponselku dari balkon ketika melihat nama Hugo yang tercetak disana, bukan Keira. Untuk apa aku bereaksi berlebihan untuk pesan Hugo? Aku merinding memikirkan reka ulang kejadian barusan.
Eh? Hugo?!
Aku membuka pesan masuk dari Hugo, tidak biasanya Hugo menghubungiku, kecuali...
From : Hugo
Boss, saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan saya tidak bermaksud lancang menanyakan ini pada anda, tapi, apa anda sedang bertengkar dengan Ms.Keira?
Aku mengernyit. Kenapa juga lelaki botak ini tertarik dengan urusan pribadiku dan Keira?
To : Hugo
Tidak!
Ku kirim pesan singkat yang terlalu singkat itu pada Hugo. Wajar saja kalau seluruh umat manusia sudah tahu perihal diriku dan Keira, ini semua berkat Mommy. Semua menjadi tidak sama. Entah aku harus berterima kasih, atau malah menyesali semua ini.
Ting!
Ku lirik kembali ponselku, dan membuka pesan balasan dari Hugo.
From : Hugo
Anda yakin? Apa terjadi sesuatu dengan pertunangan kalian, atau kandungan Ms.Keira?
Aku hendak meledak dalam tawa membaca pesan balasan Hugo. Kandungan? Hamil saja tidak! Tapi ada apa sebenarnya? Kenapa mendadak Hugo jadi seperti ibu-ibu penggosip seperti ini?
To : Hugo
Sebenarnya, apa yang mau kau bicarakan?
Aku menunggu balasan dari Hugo dengan sedikit, -well... sangat- tidak sabar. Dan begitu ponselku berdenting lagi, aku langsung membuka pesan itu.
From : Hugo
Saya melihat Ms.Keira di meja bar. Sedang minum-minum tapi tidak sendirian. Dia bersama seorang lelaki. Dan sepertinya Ms.Keira sudah terlihat mabuk.
Darahku melepuh membaca pesan itu berkali-kali.
Bukan, bukan masalah Keira sedang di bar, melainkan dia bersama seorang LELAKI?! MABUK?!
Segera ku telepon Hugo dengan emosi memuncak yang langsung di jawab pada deringan pertama. Namun suasana disana terlalu berisik hingga mau tidak mau, aku harus ikut berteriak.
"Dimana dia?!" Tanyaku menahan emosi.
"Well, mungkin ada tidak tahu kalau hari ini saya sedang libur. Dan salah satu teman saya sedang mengadakan pesta lajang, saat saya hendak ke toilet..."
"FOR GOD SAKE!! GUE GAK BUTUH PENJELASAN LO! DIMANA KEIRA SEKARANG, DAN APA YANG SEDANG DIA LAKUKAN? SIAPA LELAKI ITU?" Ucapku tidak lagi dapat menahan amarah.
"Imperial Night Club." Ujar Hugo.
Aku mematikan sambungan telepon dan segera menyambar kunci mobil dan jaketku. Aku terus menerus mencoba menelepon Keira, tapi malah masuk ke Voice Mail. Mungkin Keira sengaja mematikan ponselnya.
Oh Tuhan, jangan biarkan apapun terjadi pada Keira, dan aku bersumpah akan membunuh laki-laki itu kalau sampai berani menyentuh Keira.
*
Aku tiba di Imperial secepat mobil sport dengan kecepatan 200km/jam bisa membawaku. Aku sedikit menggerutu kesal saat masuk kedalam, dimana keadaan Klub yang penuh dengan asap rokok, wanita panggilan yang bergelayut manja dan mendekatiku, menggodaku, dan laki-laki hidung belang lainnya.
Kenapa Keira tidak ke Klub malam milikku yang biasa? Kenapa dia harus pergi ke klub sampah seperti ini?! Apa dia benar-benar ingin menyingkirkan diri dariku?
Dengan usaha keras, aku menerobos puluhan tubuh wanita panggilan yang secara sukarela mereka lemparkan padaku, tapi fokusku hanya pada satu perempuan yang tertawa kepada satu orang Pria yang terus menuang cairan bening kedalam gelas milik Keira.
Brengsek!
Pakaian Keira, sangat tidak layak ia pakai di klub sampah seperti ini. Pakaiannya sangat mengekspos tubuhnya, terutama dadanya itu. Dan aku menyadari tatapan laki-laki hidung belang di sini semua tertuju pada Keira, seakan Keira adalah domba yang siap di santap.
Hal itu malah membuat darahku mendidih.
Aku menarik lengan Keira saat Keira sudah ingin kembali menegak cairan putih itu dan menatapnya tajam.
Keira tidak tampak terkejut melihat kedatanganku, ia malah tersenyum kemudian tertawa, lalu menepuk-nepuk pipiku.
"Eh... Tunangan gue dateng..." ujarnya, Mabuk! Aku bisa mencium bau alkohol yang pekat dari mulutnya.
"Lo mabuk, Kei!" Geramku sedikit tertahan.
"Gak kok... Hik... Gue gak mabuk, sayang... Hik..." Nenek rabun aja tahu kalau perempuan ini sudah mabuk berat! "Bruce... Bruce... Kenalin nih, Tunangan gue." Keira menarik-narik lenganku.
Aku menegang mendengar nama itu keluar dari bibir Keira.
Aku menoleh dan menatap wajah Bruce yang masih duduk dan tersenyum kepadaku. Tapi tidak denganku yang menatapnya datar.
Dari beratus bahkan berjuta laki-laki di dunia, kenapa harus Bruce yang ada disini bersama Keira?
"I know, Kei. Bahkan seluruh dunia juga udah tahu." Ujarnya sambil menatapku, penuh dengan kelicikan.
"Kita pulang!" Aku melepas jaketku dan menutup tubuh Keira, lalu menarik lengannya.
"Wait!! Gue masih mau ngobrol sama Bruce..." Keira menarik lengannya. Bahkan mabuk saja, dia masih keras kepala!
"Pulang aja, Kei. Kita ngobrol lagi kapan-kapan." Suruh Bruce sambil menatap Keira kemudian beralih menatapku. "Lagipula, gue udah menemukan apa yang gue cari dari tadi." Ucapnya menatapku sambil menyunggingkan senyumnya.
Aku tidak mengerti, tapi aku tidak ingin memikirkan hal itu sekarang, selain membawa Keira keluar dari klub ini, sebelum Kebiasaan Keira ia lakukan di tengah-tengah tatapan mata singa kelaparan klub ini.
"Bye Bruce..." Keira melambai sambil memberikan ciuman melalui telapak tangannya. Aku segera menarik Keira menjauh, merangkulnya posesif, menggiringnya menuju ke mobilku.
Saat aku baru saja menghempaskan tubuhku di kursi pengemudi, Keira sudah menerjangku.
Keira menciumku, membuatku terkejut setengah mati. Aku sangat bisa merasakan alkohol dari lidahnya yang menerobos mulutku.
"Panas..." bisik Keira setelah melepaakan ciumannya di bibirku, beralih ke leherku yang mendadak membuat mobilku terasa panas dan aku kekurangan oksigen.
"Kei, lo mabuk, kei!" Aku mencoba mendorong Keira, tapi dia tiba-tiba menggigit leherku.
"I'm not." Jawabnya. "Gue sadar 100%" Keira masih menciumi leherku, membuat sesuatu di bawah sana menjadi kesempitan di balik celana bahanku.
Tiba-tiba Keira bergerak mundur dan menghempaskan jaketku, memperlihatkan dadanya yang terekspos dari balik gaun malamnya.
"What are you doing?" Tanyaku bingung begitu melihat Keira seakan sedang mencari sesuatu dari bajunya.
"Panas..."
Aku terbelalak begitu Keira menemukan apa yang ia cari, yang ternyata adalah resleting gaun malamnya, dan menggerakan resleting itu menurun.
Aku menahan tangannya dan menatap Keira tajam, aku menelan ludahku dengan susah payah sebelum berkata dengan sangat dalam, "What are you doing?! What do you want to do?!" Tanyaku.
"I want you, Nicholas. I want you, right here, Right now..." jawabnya, menatapku dengan mata memelas.
Apa maksudnya? Well, aku mengerti maksudnya, tapi aku tidak mau melakukan hal itu! Keira mabuk, Demi Tuhan!
Keira hendak menciumku lagi, tapi kali ini aku bisa menahannya.
Keira menyunggingkan senyumnya dan menunduk, "Tentu saja..." gumamnya, lalu melepaskan cekalan tanganku yang menahan lengannya tadi dan duduk bersandar. "Maaf, gue gak tahu diri. Tapi gue benar-benar membutuhkan pelampiasan. Dan lo, bukan orang yang harusnya gue cari karena Kelly pasti akan kecewa sama gue lagi."
Bicara apa Keira? Aku sendiri tidak mengerti dengan perubahan Mood nya yang tiba-tiba ini. Orang mabuk memang susah dimengerti.
Aku terbelalak begitu Keira membuka pintu mobilku, aku langsung menahan lengannya lagi.
"Lo mau kemana?!" Tanyaku kaget.
"Mencari orang yang bisa gue ajak main." Jawabnya datar.
"Gak boleh!!!" Tegasku begitu mengetahui kemana arah pembicaraan Keira.
Keira menarik kembali pintu yang ia buka, lalu menepis cekalan tanganku. Matanya terlihat mengkilap, sepertinya ia menangis.
"GAK BOLEH, GAK BOLEH, GAK BOLEH! GUE GAK BOLEH JATUH CINTA SAMA LO, GUE GAK BOLEH EGOIS, GUE GAK BOLEH STRESS, DAN GUE GAK BOLEH MELAMPIASKAN RASA FRUSTASI GUE! Gue cuman tunangan pura-pura lo! Adik gue cinta sama lo! Dan gue gak memiliki kebebasan untuk memilih jalan hidup gue sendiri! Gue harus terjebak dalam permainan gila ini, dengan harus mengorbankan perasaan Adik gue dan perasaan gue! Gue stress! Gue stress nic!!! Gue cuman mau lampiaskan semua ini, bersenang-senang di dalam sana! Lo ngerti gak sih seberapa tertekan dan hampir gila gue?! Lo gak akan ngerti rasanya jatuh cinta sama orang yang sama dengan adik lo sendiri! Terjebak dalam permainan gila yang gue sendiri gak ngerti kenapa gue harus menyetujui ini semua dan melibatkan perasaan gue sendiri!"
Aku terbelalak begitu melihat Keira lost control dan menumpahkan seluruh uneg-unegnya. Dan yang membuatku terkejut adalah pernyataannya.
"Lo... jatuh cinta sama gue?"
"Gue benci hidup gue yang sekarang! Gue kepengen bebas lagi seperti sebelum gue menyetujui permainan gila ini, sebelum jantung gue berdebar setiap gue deket sama lo! Sebelum gue mematahkan hati kelly dengan paksa! Gue mau sehari aja bebas, ngelakuin hal yang gue suka, mabuk, dan one night stand sama stranger, melupakan seluruh masalah gue!!! Lo gak akan ngerti..." Keira menangis, sedangkan aku terkejut mendengar semuanya dari mulut Keira.
"Lo beneran mau one night stand?" Tanyaku, entah pertanyaan dari otak sebelah mana.
Keira masih sesengukan, tidak menjawab.
Aku mencondongkan tubuhku, meraih sabuk pengaman Keira, dan memakaikannya.
"Lo ngapain?" Tanyanya serak.
"Mengabulkan permintaan lo." Jawabku datar. Aku beralih menatap Keira dan tersenyum. "Gue mengerti perasaan lo."
Keira terdiam, tidak lagi mengatakan apapun selama perjalanan kami. Dan ketika kulirik, Keira sudah terlelap di bangku penumpang.
Aku tidak tahu kalau Keira sangat terbebani dengan semua ini, tentang perasaannya yang katanya mencintaiku, tentang perasaan Kelly yang juga mau dia jaga.
Mobilku masuk kedalam parkiran salah satu Hotel bintang 5 ternama di LA. Dan saat mobil terparkir sempurna, Keira masih terlelap.
Aku perhatikan wajahnya yang lelah, terutama matanya yang sembab setelah menangis seharian ini.
Aku telah memberikan kesan yang buruk dihari ulang tahunnya dengan memberinya airmata. Apa aku memang pantas mendampingi Keira dan membuatnya bahagia? Sedangkan yang bisa kulakukan selama ini hanya membuatnya menangis.
Aku meraih jaket yang tadi di lempar Keira, dan kembali menutup tubuhnya. Lalu aku keluar dan menggendong Keira secara Bridal kedalam hotel.
Setelah melakukan Check in kamar, aku segera membopong Keira yang masih terlelap dan menidurkannya di kasur King size yang masih tertata rapih.
Aku menarik selimut dan menutup tubuhnya sebatas dada. Menatap wajah lelah Keira, dan hanya bisa tersenyum. Mengingat bagaimana secara tidak langsung, Keira mengatakan kalau dia telah jatuh cinta padaku.
Kalau memang perasaanku dan Keira sama, yang harus aku lakukan sekarang adalah mempertahankannya, memperjuangkannya, dan meyakinkannya kalau kami bisa bersama. Bukan dengan status tunangan palsu lagi, melainkan sebuah status nyata.
Tidak ada yang pernah tahu, kapan cinta itu datang menyapa, bukan?
Melihat wajah lelah Keira yang terlelap, sepertinya aku tidak perlu sampai melanggar prinsipku untuk menyentuh Keira sebelum waktunya. Ada sedikit rasa kecewa, tapi ini memang sudah prinsipku, bukan?
"You don't have to be scared anymore, Keira. I'll be right here, memikul beban itu bersama kamu. Kita perjuangin ini semua bersama." Bisikku sambil tersenyum, lalu mengecup kening Keira lembut.
Baru aku berdiri dan hendak berjalan menjauh dari kasur, tanganku sudah ditahan, oleh siapa lagi kalau bukan Keira? Tidak mungkin Hantu, kan?
Aku berbalik dan melihat Keira yang sudah menatapku dengan tatapan menggelap. Menatapku seperti singa yang sedang menatap daging segar. Kelaparan.
"Where are you going?" Tanyanya serak. Dirinya bangkit dari posisi tidurnya, menyibakkam selimut tebal, dan berdiri di hadapanku, masih menggenggam tanganku. Matanya menatapku lekat.
"Toilet?" Jawabku ragu. Bahkan ludahku terasa serat sekarang, terlebih saat dada Keira menempel di dada bidangku.
"You... didn't forget, did you?" Tanyanya terdengar seksi, tangannya membelai bibirku, pelan, lalu berganti dengan bibirnya yang mengecup bibirku.
Aku mengeram. Self controlku sudah di ambang batas. Lagipula, aku memang sudah berjanji.
Daripafa membiarkan Keira melakukannya dengan laki-laki lain, lebih baik begini, kan? Meski aku terpaksa harus melanggar prinsipku. Lagipula, melanggar prinsipku untuk Keira, aku tidak terlalu merasa keberatan. Biarkan aku memberi hadiah ulang tahun terindah untuknya, sebelum hari ini berakhir. Keperjakaanku.
Segera ku tahan leher Keira dan menciumi Keira lembut. Lembut dan perlahan menjadi penuh dengan nafsu.
Kudorong tubuh Keira hingga aku menindihnya di kasur, mataku yang sudah penuh dengan kabut gairah seperti dirinya saling bertemu.
"Kamu yakin?" Tanyaku. "Aku gak mau kamu terbangun besok dan melupakan malam ini karena kamu mabuk." Ucapku.
"Aku gak mabuk." Tegasnya, lalu menarik leherku untuk kembali mengecup bibirnya.
Tangan terampil Keira segera melucuti pakaianku satu persatu hingga meninggalkan boxer yang membungkus adik kecilku yang sudah sangat menegang, terlebih ketika melihat Keira yang menelanjangi dirinya sendiri.
Entah sudah berapa kali aku melihat Keira menelanjangi dirinya, tapi kali ini berbeda. Kalau Keira memintaku untuk mundur, itu sudah sangat terlambat karena aku sudah tidak bisa menahan lagi diriku yang sudah kepalang basah melanggar prinsipku untuk tidak menyentuhnya.
"Uhhh... ehmmm..." desah Keira ketika aku memainkan puncak payudaranya dengan lidahku, menghisap dan menyusu seperti bayi kecil yang lapar.
Desahan seksinya sukses membuatku semakin menegang, dan aku sedikit meringis merasakan rasa sempit dibawah sana.
Seakan mengetahui penderitaanku, Keira melepas satu-satunya pelindungku dan menyentuhnya dengan tangan halus dan hangat miliknya.
"Ehmmm..." erangku tertahan.
Entah sudah berapa lama kami saling menyentuh, hingga akhirnya Keira membimbingku untuk memasuki liang miliknya.
Dan aku berani bersumpah kalau ini adalah hal dan hari terindah yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.
Bahkan aku tidak bisa menjamin, apa aku masih bisa menahan diriku lagi kalau melihat Keira telanjang suatu hari nanti.
Ini terlalu nikmat, dan sangat nikmat, terlebih saat aku melakukannya dengan orang yang kucintai.
Desahan Keira terus membuatku semakin bersemangat, hingga akhirnya kami mencapai pelepasan kami, dan Keira tertidur tidak lama kemudian di dalam pelukanku.
Sedangkan adik kecilku, kembali menegang seakan meminta kembali kenikmatan yang mengadiksi itu. Tapi aku tidak tega membangunkan Keira, jadi aku memutuskan untuk mengurus adik kecilku sendiri di toilet.
Poor you, Nicholas. Batinku, aku tertawa kecil.
***
Tbc
Adegan di loncat ya! Ga boleh protes, dilarang mesum!
Ciao!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro