Dua
Keira's POV
Aku meneguk orange juice ku seperti meneguk tequila. Hari ini aku harus bisa mengontrol diriku seperti bagaimana yang di khawatirkan Christine.
Hal yang tadinya membuatku yakin akan bisa menahan dan mengontrol diriku untuk tidak merusak image, sekarang tidak ada.
Alleira yang tadinya menjadi tamengku untuk bisa menahan diri, malah dilarang untuk datang ke sini, oleh siapa lagi kalau bukan kembaranku yang super overprotektif pada calon istrinya itu.
Sial!
"Lo gak minum, Kei? Gue kira model kayak lo udah biasa minum-minum?" Tanya Wendy, salah satu teman grup Cheerleadersku.
Dari sekian banyak anggota, yang datang ke club, hanya 4 orang termasuk diriku. Wendy, Caroline, Quinne.
"Gak, gue gak nyentuh minuman begituan." Jawabku, BOHONG! batinku memaki. Ya iya lah, kalau bukan demi Image, udah aku tegak 1 botol penuh vodka, membiarkan tubuhku teler melayang dibawanya.
"Keren! Gue kira model-model, kehidupannya pada glamour, penuh dengan alkohol, klub malam, one night stand, obat. Tapi gue salut sama lo." Ujar Quinne dengan nada penuh pujian.
Namun di sisi lain, seperti ada panah tidak terlihat yang menikamku persis bersamaan dengan kata-kata yang terlontar dari bibir Quinne. Kecuali kata obat-obatan tentu saja. Aku tidak akan pernah menyentuh barang haram itu sampai kapanpun. Aku masih menyayangi diriku dan nyawaku serta keluargaku.
Aku menyunggingkan senyum kaku kepada mereka yang berdecak kagum.
"Turun gak?" Tanya Wendy, Caroline tanpa menjawab, langsung berdiri seakan dia sudah menunggu saat-saat untuk turun ke dance Floor dari tadi, Quinne mengangguk setelah berpikir sebentar, lalu mereka menatapku.
Rata-rata pengunjung klub ini, adalah orang lokal yang kemungkinan akan mengenaliku. Kalau saja aku berada di klub langgananku yang kebanyakan adalah turis atau pejabat tinggi, mungkin aku sudah menggila di tengah Dance Floor sekarang. Dan sekali lagi, Image lah yang menahanku. Lalu aku menggeleng.
"Ya udah, kita turun dulu, lo hati-hati, ya?" Ujar Wendy ketika Caroline dan Quinne pergi begitu aku menggeleng.
Setelah mereka pergi, tubuhku langsung kurebahkan di sofa lemas. Rasanya lebih lelah dari berakting.
Bibir dan tenggorokanku sudah gatal ingin meneguk Tequilla meskipun hanya segelas.
Ku perhatikan teman-temanku yang sudah hanyut di tengah lautan manusia, mereka sudah tidak lagi terlihat. Lalu aku melihat meja bar yang terletak di sisi paling kiri, tempat yang lumayan sepi. Lalu ku lirik topi baseball yang ku kenakan tadi.
Aku menggigit bibirku mempertimbangkan.
"Jangan, Kei. Lo harus jaga image lo. Tahan diri lo, bayangin orange juice di depan lo sebagai Tequilla. Bayangkan!" Aku bermonolog dengan pelan meyakinkan diriku. Lalu aku mengambil gelas orange Juice ku, menatapnya lapar, meneguknya langsung habis. Namun dahagaku masih menetap.
"Ahhhh... shit! Gak bisa, gue butuh alkohol!"
Aku berdiri dan mengenakan topi baseball ku, berjalan ke meja bar yang paling sepi, lalu menurunkan topiku hingga aku yakin kalau bartender itu tidak akan bisa mengenaliku.
"Tequilla satu." Pesanku.
Aku kembali mengedarkan pandanganku ke dance floor atau meja tempatku dan teman-temanku duduk. Masih belum ada tanda kalau mereka akan kembali.
Aku benar-benar terlihat sebagai buronan sekarang.
Terkadang aku menyesali kenapa aku tidak mendengar titah Kenneth untuk tidak menggeluti dunia model yang notabene tidak memberiku kebebasan ini. Namun di sisi lain aku sangat menikmati pekerjaanku yang sangat mengekspresikan diri dan jiwaku meskipun konsekuensi kebebasan yang harus ku korbankan.
Minuman pereda dahagaku disuguhkan, tanpa menunggu lama, ku teguk gelas itu dan berjanji kalau aku hanya akan minum sekali saja.
Namun sial, efek yang diberikan melebihi batas naluriku. Tanpa bisa kucegah, aku kembali memesan lagi sampai diriku tidak tahu gelas keberapa yang sudah ku teguk. Aku bahkan melupakan Imageku, dan keberadaanku atau teman-temanku.
Samar aku mendengar seseorang menyerukan namaku sebelum akhirnya kegelapan melanda kesadaranku. Ah tidak, aku sudah tidak sadar. Tapi aku bisa merasakan nyaman di sekitarku.
*
Pusing!
Itu adalah hal pertama yang melandaku ketika samar-samar aku mulai sadar dan cahaya mulai menusuk kelopak mataku.
Aku merasakan rasa yang tidak familiar pada tempat aku tidur. Aku sangat yakin kalau aku tidak sedang berada di kamarku.
"Shhhh..." desisku sambil mengurut kepala. "Auhhhh...."
Ku coba mengerjap berkali-kali untuk membiasakan cahaya masuk kedalam mataku, dan setelah berhasil, aku menghela nafasku panjang.
Gagal deh...
Umpatku begitu menyadari kalau aku sedang berada di kamar hotel.
Demi apapun, aku sama sekali tidak mengingat kejadian semalam dan dengan siapa aku berakhir. Dan sekarang, yang kutakuti adalah akan adanya berita di media yang pastinya akan mempengaruhi karirku akibat kelalaianku kemarin.
Ku edarkan pandanganku ke seluruh penjuru kamar dan mendapati gaun malamku di lantai beserta dalamanku. Aku kembali meringis.
Sejauh ini, aku pasti akan sadar kalau melakukan ONS. Tapi kali ini? Oh ya Tuhan!
Aku mengambil tas yang ada di nakas, dan mengambil ponselku.
Aku bergidik ngeri melihat 5 Missed call(s) dari Hayley.
Apa beritaku sudah menyebar pagi ini? Ahh... shit! Bagus, Kei. Selamat! Lo udah menghancurkan karir lo sendiri!
Aku terlonjak begitu ponselku berbunyi dan nama Hayley kembali muncul disana.
Aku menelan ludah kemudian mengangkat telepon itu ragu.
"H-Halo...?"
"Oh Thank God! Akhirnya kamu angkat juga!!" Suara Hayley terdengar panik.
Jantungku bergemuruh takut.
"Kamu dimana sekarang?!" Tanyanya, suaranya terdengar menakutkan untukku.
"Tenang, Hay. Apapun yang terjadi, aku rasa aku bisa menjelaskannya." Ucapku tidak yakin.
"Kamu sebaiknya bisa menjelaskannya, Keira. Dimana kamu sekarang?!" Tanyanya lagi.
"Dengar, aku benar-benar mabuk kemarin, jadi artikel apapun yang di tulis mereka, jangan kamu percaya meski mungkin itu adalah nyata." Ujarku berbelit.
"Apa maksudmu?" Tanya Hayley bingung.
"Kamu meneleponku karena kasus perusakan Imageku akibat aku mabuk dan berakhir di ranjang dengan orang yang bahkan tidak aku tahu, kan?" Tanyaku polos dengan yakin.
"K-kamu... Apa?!" Tanya Hayley Kaget. "Oh astaga... Keira! Apa yang kamu lakukan? Oh tidak , astaga! Bukan itu yang ingin kubahas tapi aku akan membahas hal itu setelahnya. Mungkin hal itu juga yang memicu hal ini terjadi." Ujar Hayley seperti bicara sendiri.
Aku mengernyit bingung. Kalau bukan karena masalah ini, lalu kenapa Hayley panik sekali?
"Lalu kenapa kamu meneleponku dengan panik?" Tanyaku akhirnya.
Hayley menghela nafasnya panjang, "T-Zone Furniture... mereka memutuskan kontrakmu secara sepihak." Ujarnya lemas.
Mataku membesar, "APA????!"
*
Aku duduk di kantor agensiku, lengkap dengan mini dress yang semalam ku kenakan, stiletto heels dan make up acak-acakanku.
Aku langsung menuju ke sini, begitu panggilan Hayley berakhir. Aku tidak peduli lagi pada wajahku, lipstik yang sudah berantakan, rambut yang untungnya masih sedikit cetar, dan muka bantal tentu saja.
Aku siap mendengar ceramah Hayley saat aku menginjakkan kaki di agensi, tapi ternyata tidak Hayley lakukan. Hayley malah menyeretku langsung ke ruangan rapat dimana kepala agensi sudah duduk melihat secarik surat yang aku jamin merupakan surat pemutusan kontrakku.
"Kenapa bisa begini?" Tanyaku berhati-hati. Jelas sekali aku berada di zona abu-abu dimana aku sama sekali tidak tahu menahu apapun yang terjadi.
"Tadi pagi, sekertaris mereka menelepon dan mereka mengatakan penyesalan mendalam mengenai berita ini. Mereka mengirim surat ini via Fax." Terang Mr.Gillian, Kepala Agensi.
"Atas alasan apa? Bukannya aku sudah menjadi model terbaik untuk mereka? Aku bahkan menolak segala tawaran yang menginginkanku hanya untuk menjadi model ekslusif mereka kan?" Tanyaku bingung.
Mr.Gillian terdiam dan masih terus terfokus pada kertas di hadapannya.
"Bisakah kalian mengatakan sesuatu?!" Tanyaku mulai tidak sabar.
Apa yang kulalui sejak kemarin hingga hari ini, bukan sesuatu yang bisa aku lupakan hanya dengan semalam. Kenyataan kalau aku terlalu mabuk untuk mengingat kejadian kemarin yang membuatku berakhir di hotel, lalu pemberhentian kontrakku tanpa alasan, dan hangover yang menyerangku.
"Mereka mengatakan kalau ini permintaan CEO baru mereka." Jawab Hayley akhirnya.
"CEO baru mereka?" Ulangku tidak mengerti.
"Ya, CEO baru T-Zone Furniture, sudah datang. Hari ini, pagi ini, dan dia..."
"Dan dia langsung mengganti posisiku sebagai model utama mereka?!" Tanyaku mulai emosi.
Hayley mengangguk ragu.
"Lalu dia pikir, dia siapa?! Hanya karena baru menduduki posisi CEO, lalu dengan seenaknya mengubah seluruh kantor bahkan modelnya?" Tanyaku berang. Hariku sedang tidak baik hari ini.
"Kamu mau kemana?" Tanya Hayley kaget begitu aku berdiri dari tempatku.
"Menemui tua bangka itu dan bicara empat mata dengannya. Aku tidak bisa menerima pemberhentian mendadak ini tanpa alasan!" Seruku langsung berbalik. Namun Hayley segera menahan lenganku.
"Jangan memperkeruh keadaan, keira!" Tegas Hayley. "Biarkan Mr.Gillian yang menanganinya." Hayley beralih menatap Mr.Gillian yang sudah kelihatan depresi menatap kami.
Lalu Hayley kembali menatapku pasrah, "Kurapihkan Make up mu, lalu ku antar kamu kesana." Ucapnya akhirnya setelah melihat kalau Mr.Gillian sama sekali tidak akan bisa memikirkan jalan keluar terbaik untuk masalah ini.
Aku mengangguk dan segera berjalan menuju ke ruangan make up, melihat bayangan diriku yang mengerikan. Maskara, lipstik, eyeliner, semuanya berantakan!
Aku tidak tahu bagaimana tadi aku dengan tidak peduli, bisa keluar dari hotel dengan penampilan seperti ini.
"Kamu masih punya hutang cerita, kenapa kamu berakhir di hotel? Dan siapa laki-laki itu?" Tanya Hayley datar, terdengar lelah mengurusi masalahku. Aku juga lelah.
"Tidak tahu, aku mabuk berat semalam." Jawabku jujur, menyesal tentu saja.
Hayley menghela nafas pasrah, "Aku tidak akan heran kalau suatu saat karirmu yang cemerlang itu akan hancur kalau kamu terus menerus cuek dengan imagemu seperti ini." Ujar Hayley jujur dan pasrah.
Aku menunduk, menyesal tentu saja. Mendengar apa yang dikatakan Hayley adalah benar.
Mungkin ini adalah tandanya aku harus hengkang dari dunia model, seperti apa yang Kenneth dan keluargaku inginkan.
"Tapi selama aku masih ada, aku akan berusaha sebisa mungkin untuk menjaga hal itu tidak terjadi. Tapi setidaknya, bantulah aku sedikit. Jangan terus membuat masalah, Keira!!" Aku mendongak dan melihat seulas senyum di wajah Hayley. "Jangan pasang wajah sedih seperti itu. Ingat, kamu akan berperang dengan tua bangka itu sebentar lagi." Hayley mengingatkanku, aku tertawa kecil mendengar Hayley yang ikutan menyebut penerus laknat itu tua bangka.
"Thanks, Hayley. Thanks for everything." Ucapku tulus.
"Sama-sama, sayang. Sama-sama." Ucapnya sama tulusnya.
*
Bisa ku rasakan kedatanganku disini sedikit tidak diperhitungkan oleh pihak mereka.
Masih dengan menggunakan minidressku dan stiletto, aku melangkah ke meja sekertaris yang tepat berada di depan pintu CEO baru itu.
Sekertaris muda yang baru kutahu bernama Jesseline itu terkejut melihat kedatanganku.
"M-Miss Keira..." bisiknya kaget. "Ada ap-"
"Saya ingin bertemu dengan tua bangka itu, sekarang!" Ujarku tidak peduli dengan tatapan bingung para pegawai dan juga Jesseline di hadapanku.
"Apa maksud anda CEO kami? Maaf tapi CEO kami sedang sibuk dan tidak bisa menerima-"
Kring
Aku dan Jesse melihat kearah telepon yang barusan berbunyi itu bersama-sama. Telepon yang aku yakin dari si tua bangka di dalam.
"Y-yes, Sir?" Jawab Jesse sambil sesekali melirikku. "T-tidak ada masalah, hanya saja Miss Keira, model yang anda putuskan kontraknya datang kemari dan... oh, baiklah."
Jesse menghela nafas dan meletakkan gagang telepon ke tempatnya lalu menatapku.
"Beliau mempersilahkan anda masuk." Jesseline mempersilahkanku masuk sambil menunjuk pintu di dekatnya.
Tanpa mengucapkan terima kasih, aku segera berjalan melewati tubuh kecil gadis itu dan membuka pintu di belakangnya dengan kasar.
Aku melangkah dengan yakin, lalu berdiri tepat di depan meja kerja yang sedikit berantakan. Seperti di film-film klasik, Bos besar tua bangka itu duduk membelakangiku.
Dan aku yakin sebentar lagi tua bangka itu akan memutarkan kursi kebesarannya, menyeringai dengan tatapan mesum, lalu mengangkat kakinya tinggi-tinggi ke atas meja.
Film banget! Gerutuku.
"Ada masalah apa anda kepada saya sampai anda memutuskan kontrak kerja saya secara sepihak seperti ini?" Tanyaku tanpa menyapa, tanpa menunggu apa yang akan tua bangka itu katakan.
Aku terlalu malas untuk beramah tanah kali ini.
"Apa anda tidak tahu kalau kontrak kerja saya masih berlaku selama satu bulan? Dan lagi, beberapa hari yang lalu, CEO terdahulu anda sudah memperkenalkan saya sebagai Brand ambassador untuk musim selanjutnya. Lalu apa yang sedang anda lakukan dengan menghentikan kontrak kerja saya?!"
Tua bangka itu masih diam. Ingin rasanya aku melepas stiletto ku, menancapkan ujungnya ke puncak kepala tua bangka itu.
"Kalau anda tidak mau memberitahukan saya alasan yang logis, saya bisa membawa masalah ini ke pengadilan. Mungkin anda lebih berkenan bertemu dan berbicara dengan saya di pengadilan nanti? Kalau memang itu mau anda maka-"
Kata-kataku tergantung begitu melihat pergerakkan kursi itu yang bergerak memutar.
Seperti slow motion. Dan seperti bayanganku barusan.
Laki-laki, ya, seorang laki-laki berputar bersama kursinya. Bukan seorang tua bangka seperti yang ku katakan sejak di kantor agensi. Wajah mudanya menyeringai menatapku yang membeku melihat wajah itu.
Wajah laki-laki yang tentu saja minta ujung stilettoku untuk menancap disana.
"Selamar siang, Keira Alexandria McKenzie." Sapanya terdengar dingin.
Aku berjalan mundur selangkah akibat terkejut.
"N-Nicholas Tyler?"
***
Tbc
(SLOW UPDATE GUYS!!!)
*kecuali kalau 1000 vote, author akan update chap selanjutnya dengan cepat..*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro