Delapanbelas
Nicholas's POV
Aku tertawa geli melihat Keira yang seperti cacing kepanasan di atas sofa ruang kamar tidurku.
Mom benar-benar tidak akan berhenti sebelum keinginannya paling tidak terpenuhi salah satunya, yaitu agar Keira tinggal di Apartemenku
Sedangkan keinginan memiliki cucu dan melihatku segera menikah, aku rasa akan sulit terkabul.
Kecuali kalau Keira memang bersedia mengandung benihku. Setelah menikah denganku, tentu saja!
Aku laki-laki yang memegang prinsip untuk tidak melakukan hal itu sebelum menyandang status resmi sebagai suami istri. Berlainan dengan pengertian remaja kebanyakan.
Aku senang memiliki pengertian berbeda dari mereka meskipun resikonya, aku harus menahan olok-olok dari teman-temanku, dan juga, menahan nafsuku bulat-bulat setiap dihadapkan pada kejadian seperti saat Keira mabuk.
Aku tidak munafik, tapi memang aku sangat ingin menyentuh Keira. Kalau saja tidak ada prinsip yang kupegang, dan juga Terima kasih atas ajaran Nanny, hingga membuatku jadi sangat menghargai seorang wanita, aku berhasil mengontrol nafsuku meskipun akhirnya aku harus berdiri lama di bawah shower untuk menyalurkan nafsuku.
Kembali lagi ke Keira yang sedang duduk dengan tidak nyaman dihadapanku.
Mom memastikan agar Keira tidak kembali ke apartemennya dengan cara terus menerus membuntuti kami sejak siang tadi. Mom juga ngotot untuk makan malam di apartemenku, dan baru mau pulang ketika melihat Keira yang setengah hati berjalan masuk ke kamarku.
Mom meminta agar kami segera bertatap muka dan berbicara 4 mata dengan serius.
Mengenai hal apa?
Tidak jauh dari topik Pernikahan yang fiktif akan segera dilaksanakan.
Alhasil kami berdua benar-benar hanya saling tatap sampai Keira tidak tahan dan bergerak resah di bangkunya.
"Berhenti menatap gue seperti itu, atau vas bunga ini akan melayang ke kepala lo?!" Ancamnya setelah tidak tahan dengan rasa resahnya.
"Apa salahnya dengan aku yang menatap tunanganku sendiri?"
"Pura-pura!" desisnya yang terlihat lucu.
"Kamu tahu kalau kamu sudah masuk kedalam situasi yang rumit, kan?" Tanyaku sambil menyunggingkan senyum. "Mom tidak akan berhenti sampai keinginannya terpenuhi."
"Dan berkat siapa gue harus terlibat dalam situasi ini?" Tanyanya.
"Dan siapa yang dengan polosnya menyetujui ide Mommy kemarin dengan mengatakan kalau ini adalah ide yang bagus ?" Tanyaku tidak mau kalah.
Aku melihat bibir Keira terlihat terbuka dan kembali mengatup seakan mau memprotes, tapi tidak jadi.
"Ah, sudah ah! Gue mau mandi. Awas kalau berani mengintip!!" Dia berdiri dari posisi duduknya, lalu berjalan kearah koper yang dibawa oleh Asisten Daddy tadi. "Dosa apa sampai gue harus tinggal sama orang macam ini, Ya Tuhan?" Gumamnya sambil membongkar isi kopernya.
Aku sempat melirik sebentar dan mataku terpaku pada pakaian dalam berwarna Merah yang mencuat keluar dari sisi Kopernya.
Otak lancangku seakan membayangkan dada indah dan kencang milik Keira, terbalut dalam Bra berenda berwarna Merah menantang itu dan aku akan menyentuhnya perlahan, atau bahkan merobeknya dengan kasar.
Memikirkan hal itu saja sudah membuat Junior di bawahku menegang. Terkutuklah otak lancangku! Belum juga satu hari kami tinggal bersama, aku sudah harus dihadapkan pada cobaan yang sulit.
Aku segera melempar pandanganku kemanapun, selain pada isi kopernya.
Setitik rasa marah mencuat di dalam diriku membayangkan kalau Asisten Daddylah yang menyusun seluruh pakaian Keira kedalam koper, termasuk pakaian dalam itu. Apa Asisten Daddy mengambil dan menyimpan beberapa helai pakaian dalam Keira?!
Sepertinya besok aku harus menyambangi laki-laki tua itu dan mengintrogasinya!
"Nic, gue minta handuk."
Aku yang memang sedang setengah bengong dan merencanakan rencana untuk mengintrogasi Asisten Daddy tadi, sedikit terkejut dan menoleh ke sumber suara.
Bukan wajah Keira yang kulihat, melainkan pinggul kebawah Keira yang kini berada tepat di depan mataku.
Sejak kapan dia berdiri di hadapanku?! Meskipun kaki jenjangnya tertutup oleh Skinny Jeans, tapi entah kenapa aku malah membayangkan kalau Skinny Jeans itu transparant sekarang.
Ini gawat, ini gawat!
"Nic? Woi kadal buluk!!!" Serunya sambil menoyor kepalaku yang terus menerus menatap pinggulnya.
Aku terkejut dan langsung mengadahkan kepalaku menatapnya.
"Gue tanyain, kenapa diem aja? Mikir jorok lo ya? Muka lo merah kayak tomat busuk." Serunya sambil berkacak pinggang.
"Hah? Gue? Mikir jorok? Ih sorry. Mending gue bayangin Miyabi dari pada lo!" Belaku spontan. Tidak rela kalau harga diriku diinjak oleh Keira.
"Oh ya udah kalau gitu, panggil aja Miyabi suruh gantiin gue jadi tunangan palsu lo!" Sewotnya.
Ah... apa yang kulakukan? Kenapa aku malah membuat Keira marah begini?
"Gue maunya lo." Gumamku.
Wajah Keira memerah sekarang, tidak tahu karena emosi atau karena malu.
Tapi kenapa juga jawaban itu bisa keluar dari bibirku?
"Berisik lo, Kadal!!" Serunya sambil melempar sesuatu kearahku, menutupi sebagian wajahku.
Harum...
Aku meraih 'sesuatu' yang masih bersarang di kepalaku dan melotot melihat apa yang ada di tanganku sekarang.
Bra merah menantang yang berhasil membangunkan juniorku hanya dengan membayangkan Keira memakainya.
Jangan katakan kalau Keira berencama memakai Bra ini malam ini? Oh Aku tidak kuat!!!
"Mesum lo!!!!" Seru Keira segera menyambar Bra yang masih ditanganku dan masih kutatapi dalam-dalam dan segera berlari masuk kedalam kamar mandi.
Begitu Keira menghilang ke dalam kamar mandi, barulah aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Aku mengelus dadaku dan menggelengkan kepalaku. Debaran jantung yang sangat, sangat-sangat cepat. Apa pernah aku merasakan hal seperti ini?
Oh Tuhan, apa yang akan terjadi setelah hari ini?
Apa aku mampu mengendalikan diriku dengan tinggal bersama Keira tanpa menyentuh dirinya sama sekali?
Ampuni diriku, ya Tuhan. Aku Berdosa.
*
Keira's POV
Aku bersandar pada pintu toilet dan mengelus dadaku yang seakan seperti selesai berlari marathon.
Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba aku berpikiran bisa saja menerkam Nicholas saat itu juga?
Ide agar kami tinggal 1 atap sangatlah buruk. SANGAT-SANGAT BURUK!!!
Berapa lama aku akan bisa bertahan dalam situasi ini tanpa dengan sukarela menyerahkan tubuh dan rahimku untuk memenuhi permintaan Mrs.Tyler?
Apa lebih baik aku menerima tawaran Mrs.Tyler untuk menikah saja dengan Nicholas?
Tidak!
Nicholas tanpa diragukan, berada dalam daftar 'Bunuh-kalau-bertemu' Kak Kenneth.
Aku tidak mungkin mengambil resiko menjanda dalam usia muda, kan?
Tidak tidak tidak! Pikirkan jalan keluar lain!
Aku harus bisa bertahan dan jangan sampai menyerahkan diri dan tubuhku untuk Nicholas secara sukarela.
Cukup sekali Nicholas melecehkanku dan tidak akan terjadi lagi!
Tapi... Argh! Kenapa bagian bawahku terasa basah hanya dengan menatap mata Nicholas?
Ini benar-benar gila!!!
*
Aku baru saja melangkah keluar dari kamar mandi bersamaan dengan Nicholas yang baru melangkah masuk.
Bukan terkejut karena dia masuk dan menatapku yang sudah mengenakan dress tidurku. Tapi aku terkejut karena Nicholas juga baru selesai mandi dan tidak mengenakan pakaian apapun selain handuk yang melilit, melindungi apapun yang berada di bagian pinggul kebawahnya.
Kami berdua sama-sama terdiam dan saling menatap sampai Nicholas berdeham dan kami sama-sama memalingkan mata kami.
"Ehmmm..." dehamnya. "G-gue abis mandi di depan." Ujarnya tanpa kutanya.
"Oh."
Nicholas yang sepertinya tahu kalau aku tidak akan mengatakan apapun lagi, lalu berjalan melewatiku, masih dengan tubuh setengah telanjang. Wangi tubuhnya sungguh membuatku tidak bisa berpikir jernih. Aku merasa kalau aku bisa saja terkena serangan jantung sekarang melihat jantungku yang kembali berdebar sangat kencang.
"Kei."
"Hah?" Jawabku spontan tanpa menoleh kebelakang.
"Mom membawa Nanny pergi sama dia." Ujar Nicholas sedikit tidak jelas. Tidak tahu apa yang dilakukan Nicholas di belakang sana.
"B-bagus dong? Kamar Nanny kosong kan? Lo bisa tidur disana. Atau gue yang akan tidur disana." Koreksiku cepat.
"Mom mengunci dan menggembok pintu kamar Nanny. Seluruh kunci cadangan juga dibawa oleh Mommy, kurasa."
"Hah?!" Seruku kaget lalu tanpa sengaja menoleh kebelakang dan... oh astaga, ukiran sempurna dari dewa yunani! Kejantanannya sangat besar, panjang, dan keras, mengacung dengan gagah di bawah sana.
Apa kejantanan itu yang mengambil keperawananku? Oh aku memaafkannya! Bahkan hati jalangku ingin merasakan kejantanan itu lagi di dalam diriku.
You sound like a bitch, Kei! Seru malaikat di kepalaku.
"EH BEGO!!" Seru Nicholas yang langsung menutupi kejantanannya dengan handuk yang masih berada di tangannya. Ternyata Nicholas sedang berganti baju tadi.
Aku spontan segera kembali membelakangi Nicholas. "Sorry, sorry. Gue gak tahu lo lagi ganti baju, sorry!" Ucapku tidak sepenuhnya menyesal karena sekarang, bayangan kejantanan Nicholas yang baru pertama kali kulihat terus melekat di kepalaku.
Apa Kejantanan Nicholas sekeras yang terlihat? Oh astaga... hentikan pemikiran kotormu, Keira!!!
Aku merasakan bagian bawahku lembab melebihi tadi. Oh selamatkan aku, Tuhan.
"Woi!" Sebuah handuk sedikit basah nyampir ke kepalaku. "Gue udah selesai ganti baju. Udah boleh nengok."
Kenapa lo harus pakai baju? Pikirku lantang dan menyayangkan.
Aku mengambil handuk di kepalaku dan berbalik, mencoba memasang wajah kesal yang kuharap berhasil.
"Kita akan tetap tidur satu kamar. Kecuali lo mau tidur di sofa ruang tamu, gue gak melarang." Ujarnya tenang.
Apa Nicholas tidak merasa canggung? Apa dia sudah terbiasa memperlihatkan kejantanannya yang sexy like hell itu kepada siapapun? Kenapa aku merasa kecewa?
Nicholas kemudian berjalan dan berbaring di salah satu sisi kasur dan membelakangiku. "Terserah lo mau tidur dimana. Gur cuman mau kasih tau lo, kemungkinan Mommy akan kesini pagi-pagi ngeliat kita akur di tempat tidur itu sangat besar." Ujarnya.
Aku melotot.
"Tidur di samping lo?" Tanyaku.
"Iya." Jawabnya tanpa berbalik. Masih memunggungiku. "Kalau lo mau di sofa juga gak masalah."
Aku mendengus. Laki-laki macam apa yang tega menyuruhku tidur disofa?
Sudahlah, berdebat lebih lama tidak akan membuahkan hasil. Nicholas tidak akan mau pindah ke sofa, dan aku juga tidak mau tidur di sofa.
Jadilah aku membuang handuk yang tadi Nicholas lempar kepadaku ke arah lantai, lalu menghampiri kasur Nicholas dan duduk di sisi sebaliknya.
Ini hanya sementara, ini hanya sementara. Aku meyakinkan diriku lalu berbaring di sisi Nicholas. Sedikit menjauh dan mendekati pinggiran kasur hingga aku nyaris terjatuh. Tapi saat ini, tidur ataupun berdekatan dengan Nicholas, sama sekali bukan ide yang baik.
Aku saja bahkan tidak merasa kalau malam ini aku bisa tidur nyenyak.
*
Nicholas's POV
Aku mengerjapkan mataku. Satu hal yang paling tidak kusuka, yaitu terbangun dari tidurku disaat aku benar-benar lelah.
Lelah berpikir, lelah menahan nafsuku, dan lelah menghitung domba agar aku tidak terus memikirkan buah dada Keira yang berada di balik dress tidur minimnya yang sedikit transparant.
Aku bahkan bisa melihat Bra Keira dari balik dress itu. Hanya dengan melihat penampilannya saat baru masuk kekamar kemarin, juniorku dapat langsung berdiri meskipun aku baru selesai mengurusnya di kamar mandi.
Terkutuk lah junior perjaka!
Kutolehkan wajahku menatap sisi kasur sebelahku yang biasanya kosonh, namun sekarang ada Keira yang tampak terlelap, meringkuk seperti bayi dalam rahim. Lenganku, entah sejak kapan menjadi bantalan untuknya, namun aku tidak merasa risih sama sekali. Aku bahkan setengah memeluknya sekarang. Dan jarak kami sangat dekat. Terlalu dekat bahkan aku bisa melihat dada Keira menyembul keluar dari pakaian dalamnya.
Juniorku yang secara alamiah akan bangun setiap pagi, sekarang terasa akan meledak mendapat pemandangan ini.
Oh, andaikan Keira istriku, aku tidak akan segan-segan menyerangnya dari pagi sampai malam selama tujuh hari tujuh malam.
Prinsip sialan!
Andai saja Keira tidak membenciku, dan dengan alasan berpura-pura menjadi tunanganku, sepertinya kita bisa memulai segalanya dengan lebih baik. Tapi aku tahu kalau itu akan sangat sulit mengingat posisi kami yang sama-sama menarik perhatian seluruh mata sebagai CEO muda, dan juga Model serta artis terkenal.
Tapi harus kuakui, kalau kami memang serasi untuk di sandingkan. Dan kami seakan memiliki ketertarikan seperti magnet yang sulit kami akui.
Baru saja tanganku terangkat ingin membelai wajah cantik Keira, Ponsel Keira berdering dengan nyaring.
Aku segera berpura-pura memejamkan mataku dan menurunkan tanganku.
Ku rasakan ada pergerakan pada Keira, dan kurasakan Keira yang dengan terburu-buru terbangun dari bantalan lenganku. Sedikit terkesiap kurasa. Namun dia segera meraih ponselnya yang tidak berhenti berdering.
"Halo?" Jawabnya dengan suara serak.
"A-apa?!" Pekiknya membuatku sedikit terkejut.
"Gue segera pulang, Kak." Ujarnya yang langsung bergerak gelisah dan menyibak selimutku.
Kak? Kenneth? Kenneth meneleponnya? Apa yang terjadi?
Rasa khawatirku membuatku membelalakan mataku, lalu aku segera bangun dari posisiku.
"Apa yang terjadi?" Tanyaku.
Keira tampak sedikit terkejut mendengarku, namun dia masih melanjutkan mencari sesuatu di dalam koper miliknya.
"Adik gue sakit lagi. Kak Kenneth suruh gue pulang untuk membujuk Adik gue supaya mau makan obatnya. Lo tahu lah, girl to girl talk, semua perempuan memerlukan itu." Ujarnya, lalu berdiri setelah mendapatkan apa yang dia cari yang terjata pakaian ganti.
"Gue temenin?" Tawarku, entah penawaran dari otak bagian mana.
Dia berbalik dan tersenyum tajam menatapku. Sedikit merendahkan menurutku.
"Gue yakin Perusahaan lebih membutuhkan lo saat ini. Gue gak sanggup bertanggung jawab kalau lo ikut sama gue, dan Perusahaan lo kehilangan CEOnya yang mungkin akan cacat atau mati terbunuh sama kak Kenneth." Ucapnya.
"Gue gak takut sama Kenneth." Ucapku mantap.
"Please, Nic. Gue lagi gak mau berdebat sama lo. Yang gue tahu, lo gak akan pulang selamat kalau kak Kenneth sampai melihat lo." Gertaknya yang sama sekali tidak membuatku gentar.
"Great, lo gak perlu berdebat lagi karena gue akan tetap ikut. Apapun resikonya!" Tegasku yang sudah bangkit dari kasur tidurku dan berjalan ke lemari untuk mengambil pakaian ganti.
"Lo tahu kalau lo gak perlu melakukan hal ini, kan? Lo cuman tunangan pura-pura gue. Selebihnya, lo hanya bos gue." Ujarnya sambil menyipit menatapku. Melihatku yang tidak takut terhadap ancamannya itu membuatnya menghela nafas panjang, "Gue sudah memperingati lo." Ucapnya Lalu meninggalkanku masuk kedalam kamar mandi.
Aku tersenyum penuh kemenangan meskipun tidak sepenuhnya mendapat ijin ikut dari Keira.
Tapi entah kenapa aku hanya ingin memperbaiki hubunganku dengan keluarga Keira dan berharap kalau aku hanya perlu menghadapi gunung es di hati Keira setelahnya. Aku sedikit berharap kalau hubungan ini adalah nyata.
Dan lagi, perasaan dari mana yang membuatku ingin berada di sisi Keira disaat Keira panik seperti ini.
Perasaan tolol milikku yang sudah dikontrol penuh oleh Keira.
***
Tbc
SNEAK PEEK!!!!!
Nicholas akan bertemu lagi dengan Kenneth untuk pertama kalinya setelah 6 tahun! Apa yang akan terjadi di antara mereka?
Dan tunggu....
Perempuan itu kenapa...?
Penasaran? Tunggu kelanjutan cerita di episode selanjutnya!!!
Author loves you!
Share story ini ke teman-teman kalian yuk ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro