Delapan
Keira's POV
Semua orang pasti akan mengatakan aku bodoh sudah menyetujui untuk membantu Nicholas menjadi tunangan palsunya.
Tapi percayalah, aku tidak memiliki pilihan lain selain membiarkan Mrs.Tyler jantungan akibat kebohongan kami, atau yang lebih parah, dinikahkan paksa dengan orang yang paling ku benci.
Setelah mengatakan kalau aku terikat kontrak kerja yang mengharuskanku untuk tetap single dan sedikit membujuk Mr. dan Mrs.Tyler, mereka setuju untuk tidak memaksa kami menikah dalam waktu dekat dan merahasiakan hubungan kami dari publik dan menerima pertunangan pura-pura kami dengan senang hati.
Sedangkan Nicholas, benar-benar memenuhi ucapannya. Dia mengirimi kantor agencyku dengan kontrak kerja baru yang sangat membuat Mr. Gillian mengembangkan senyumnya, sedangkan Hayley menatapku seakan meminta penjelasan. Karena dirinya dan Kinny tahu seberapa aku sangat bersikeras untuk tidak lagi terlibat atau bekerja untuk Nicholas semenjak pemberhentian sepihak itu.
Dan disinilah kami. Aku, Hayley dan Kinny melakukan konferensi meja persegi di dalam Apartemenku, malam setelah kejadian yang seperti mimpi buruk itu untuk memberitahu mereka rahasia yang aku dan Nicholas sepakati.
"Aku benar-benar gak tau apa yang bisa aku katakan padamu saat ini. Ini semua terlalu gila dan beresiko bagiku." Komentar Hayley.
"Jahat banget lo gak cerita-cerita! Gue nyaris mati penasaran mikirin kalau lo beneran pacaran sama Nicholas atau gak." Kinny menambahkan. "Memang lo gak takut jatuh cinta sama Nicholas?"
"Jatuh cinta sama Nicholas? Gue???" Ulangku tidak percaya kalau Kinny akan menanyakan hal itu padaku. Kinny mengangguk. "Gue rasa itu adalah kemungkinan terakhir dan terkecil dari daftar tujuan hidup gue selama ini. Atau bahkan gak ada di dalam daftar." Ucapku yakin. Ya iyalah! Masa iya gue jatuh cinta sama cowok perusak masa depan gue? Jijay...
"Hati-hati sama omongan, Kei. Bisa kualat nanti." Tegur Hayley.
"Gak, Hay. Gue gak akan mungkin jatuh cinta sama cowok sialan kayak Nicholas. Meskipun dia cowok terakhir di muka bumi, gue gak yakin mau memilih dia meskipun mukanya yaaaaa... lumayan lah, standart." Ucapku yang membuat Hayley geleng-geleng.
"Lo bilang dia udah punya pacar? Memangnya pacarnya gak akan cemburu kalau tahu 'pacarnya' itu udah punya 'tunangan' meskipun pura-pura?" Tanya Kinny berhati-hati.
"Kita hanya bertunangan di depan orang tuanya. Selebihnya, kami hanya saling kenal saja. Itu sudah kami sepakati. Tidak ada romantis-romantisan, atau hal yang tidak wajar selama kami tidak sedang berakting sebagai tunangan di depan orang tua Nicholas." Terangku.
Kami memang mensepakati untuk tidak saling berhubungan selain didepan orang tuanya. Dia bebas pergi berkencan dengan pacarnya, dan aku juga bebas berpergian tanpa persetujuannya. Diluar akting kami sebagai tunangan, kami hanya orang sebatas kenal, atasan dan bawahan, dan sebagai orang yang memiliki almamater sekolah yang sama.
"gue masih gak nyangka lo bisa mengambil keputusan gila itu. Kalau sampai hubungan lo kebongkar ke Media, atau yang parah, hubungan palsu lo ketahuan, image dan karir lo bisa hancur." Ujar Kinny sambil geleng-geleng.
"Betul apa kata Christine, Kei. Nicholas mungkin juga akan terkena imbas dari pemberitaan media, tapi kamu yang pasti akan sangat dipojokkan. Kamu bisa dikira mengambil keuntungan dari keluarga dan perusahaan Nicholas." Sambung hayley.
"Tapi kenyataan bukan seperti itu, Hay. Kami hanya saling membantu. Ini adalah win-win solution yang kami sepakati." Belaku
"Tapi yang akan diketahui media kalau semua terbongkar akan berbeda, Kei." Ujar Hayley Cepat.
"Oleh karena itu, aku membutuhkan kalian untuk menjaga rahasia ini. Karena selain aku, Nicholas dan kedua orangtuanya, hanya kalian lah orang yang aku beritahu. Semakin sedikit yang tahu, akan semakin sedikit resiko kebohongan ini akan terbongkar, kan?" Tanyaku mencoba meyakinkan.
Hayley dan Kinny sama-sama terdiam dan dengan terpaksa menyetujui ideku yang mau membantu Nicholas.
*
Nicholas's POV
Keira membenciku? Sudah bukan rahasia lagi. Aku tahu aku meminta tolongnya untuk menjadi tunangan pura-puraku adalah hal yang egois.
Tapi aku memikirkan ide konyol ini agar Mommy dan Daddy berhenti memaksaku untuk menikah, apalagi dengan Keira yang pastinya akan dengan senang hati membunuhku di malam pertama kami nanti.
Awalnya aku sedikit ragu, karena aku baru saja menjalin hubungan dengan Kaylie, pacarku.
Mungkin bagi yang penasaran, aku mengenal Kaylie dari aplikasi Online yang berperan sebagai tempat mencari jodoh.
Ini semua karena hasutan temanku yang memintaku untuk menginstall aplikasi itu. Akhirnya aku hanya bertujuan iseng sambil memasukan asal seluruh informasiku. Disaat aku sampai pada titik 'cukup', aku bertemu Kaylie.
Menurut informasi disana, usia Kaylie baru menginjak 17 tahun, sedangkan informasi asal yang kumasukan, mengatakan kalau aku berumur 20 tahun. 3 tahun lebih muda dari usiaku yang sebenarnya.
Aku merasa sedikit kecocokan dengan sikap Kaylie meski kami tidak pernah bertatap muka. Simple saja alasannya, karena aku takut dia terkejut melihatku yang 'lebih tua' dari yang dia tahu, dan yang lebih parah, aku takut kalau Kaylie tetnyata adalah nenek tua yang juga iseng mencari jodoh dengan memasukkan data yang asal sepertiku.
Kemungkinan terakhir itu selalu menakutiku setiap Kaylie mengajakku bertemu.
Maka, dengan alasan kalau aku sedang 'kuliah' di New York, kami tidak dapat bertemu.
Hal yang sedikit membuatku terkejut, Kaylie mengutarakan perasaannya padaku setelah sebulan kami berchatting di dunia maya tanpa bertatap muka.
Aku yang ragu, awalnya memberi alasan kalau ini masih terlalu cepat, tapi Kaylie bersikeras kalau kita bisa menjalaninya perlahan.
Dan..... TADAAAAAAA.... jadilah aku pacar Kaylie.
Disaat aku menerima perasaan Kaylie, disaat itu juga aku bertemu Keira di Klub yang dikelola perusahaan keluargaku yang akan segera ku ambil alih.
Sudah lama aku tidak melihat wanita itu semenjak.... semenjak kejadian SMA yang tidak bisa kulupakan bahkan sampai sekarang.
Aku tidak mengerti kenapa keira sangat membenciku sekarang, tapi aku sadar kalau aku memang layak dibenci karena dia masuk kelubang hitam itu juga karena aku. Oleh karena itu, Aku membiarkan Keira menyalahkanku.
Banyak hal yang tidak berubah darinya meskipun sudah hampir 6 tahun aku tidak melihatnya.
Wajahnya yang cantik, tubuhnya yang menarik, sifat keras kepalanya yang tidak pernah mau mendengar pendapat orang lain dan juga sifat peri tak terlihatnya yang berada jauh di dalam hati kecilnya yang tidak segan menolong meskipun mengorbankan dirinya sendiri.
Hanya saja, dirinya menjadi lebih liar saat ini. Terlebih saat melihatnya di klub waktu itu. Temanku yang ikut bersamaku, yang juga merupakan bartender di klub privateku yang lain, mengatakan kalau dia sering melihat Keira di Klub malam tempatnya bekerja dan mengatakan kalau Keira adalah pelanggan tetap disana.
Dia juga yang menghubungiku saat Keira mabuk di Bar dan aku yang menjemputnya pulang ke apartemenku.
Satu hal yang membuatku cukup terkejut dan cukup tercengang adalah.... kebiasaannya saat sedang mabuk.
*
Ting
Aku menoleh menatap ponselku yang barusan berdenting menandakan pesan masuk.
Mengira kalau pesan itu hanyalah spam dari operator seperti biasanya, aku mengabaikan pesan itu.
Kaylie sedang sibuk belajar untuk ujian sekolahnya, jadi aku tidak bermaksud untuk mengganggu waktu belajarnya dengan membalas pesan itu kalau memang dia yang mengirimiku pesan barusan.
"Mr.Tyler, apa ada lagi yang bisa saya kerjakan?"
Aku menoleh menatap sekertarisku, Angeline yang sudah berdiri dihadapanku.
"Tidak ada, kamu boleh pulang sekarang. Sudah terlalu larut. Terima kasih untuk pekerjaanmu hari ini." Ucapku sambil tersenyum singkat, lalu kembali memfokuskan diriku kepada layar komputerku.
"Anda masih belum mau pulang, Mr?" Tanyanya.
"Masih ada pekerjaan yang harus saya kerjakan. Tidak masalah, lebih baik kamu pulang sekarang. Bahaya kalau perempuan sepertimu pulang terlalu larut." Ujarku tanpa mengalihkan pandanganku dari layar komputer.
"Baiklah kalau begitu, saya permisi. Selamat malam, Mr.Tyler." pamitnya sambil berlalu keluar dari ruangan kerjaku.
Begitu Angeline keluar, aku segera menghempaskan punggungku dan memijat puncak hidungku yang terasa pegal akibat terlalu lama menatap layar komputer.
Menjadi seorang CEO perusahaan besar, tidaklah mudah. Aku salut dengan Daddy yang bisa mengelola dengan baik seluruh perusahaannya tanpa lupa memberikan perhatian pada keluarganya.
Lihat saja aku? Waktu untukku sendiri saja cukup sulit kudapatkan. Bagaimana kalau aku sudah berkeluarga nanti?
Drrt... drrt...
Mommy is Calling
Aku menghela nafas sejenak, lalu menggeser tombol hijau di layar ponselku.
"Ya, Mom?" Aku menegakkan tubuhku sambil memijat pelipisku.
"Kamu belum pulang lagi, Son?" Tanya Mommy terdengar sedikit khawatir.
"Sebentar lagi. Masih ada yang..."
"Sampai kapan kamu mau terus lembur sih? Pekerjaan kan bisa dilanjutkan besok. Kalau kamu memang tidak mau istirahat, temui Keira. Jangan sampai Keira meninggalkan kamu karena kamu terlalu sibuk bekerja." Potong Mommy menggebu tanpa memberiku kesempatan berbicara.
"Tapi, Mom... ini sudah malam, Keira juga sudah tidur." Kilahku.
"Apa kamu sudah menghubunginya?" Tanya Mommy. Aku terdiam. Apa aku harus berbohong lagi? "Demi Tuhan, Nicholas!!! Kamu bukan anak ingusan lagi yang perlu diajarin caranya pacaran. Telepon Keira, ajak dia makan malam!" Omel Mommy yang langsung menutup panggilan tanpa mendengar penjelasanku.
Entah mengapa, aku bisa merasakan kesamaan antara Mommy dan Keira. Mungkin karena itu Mom sangat mengnyukai Keira dan langsung mau menikahkan kami yang bahkan tidak berpacaran ini.
Aku melihat logo pesan yang tadi sempat kuabaikan, begitu aku klik, isi pesan itu cukup membuat ujunh bibirku tertarik keatas dan kepalaku menggeleng.
Sepertinya memang Tuhan dan Mommy bekerja sama agar aku dan Keira bertemu malam ini.
Segera aku mematikan layar komputerku dan mengambil jas kerja serta beberapa dokumen yang mau kupelajari nanti dirumah.
Sebelum aku meninggalkan kursi kebanggaanku, aku segera membalas pesan singkat itu sambil tersenyum tanpa kusadari lalu menekan tanda kirim.
From : Hugo
Keira disini.
Ini gelas ke 5 dia.
To : Hugo
Be right There. Jaga Keira ya.
Sent.
*
"Ini gelas keberapa?" Tanyaku setengah berteriak di meja bar, menemukan Keira yang sudah tidak sadarkan diri menidurkan kepalanya di meja bar.
"Tidak kuhitung. Aku melayani tamu di meja sana tadi. Tapi aku mengambil 9 pesanannya." Jawab Hugo, Bartender yang juga temanku. Aku hanya bisa geleng-geleng.
Apa wanita ini sama sekali tidak mementingkan imagenya?
"Aku akan membawa dia lagi, Hugo. Terima kasih sudah menjaga dia." Ucapku sambil memapah Keira.
"Sebenarnya gue bingung. Keira pacar lo?" Tanya Hugo penasaran.
Dari awal dia selalu bertanya perihal hubunganku dengan Keira ketika aku memintanya untuk melapor setiap kali dia melihat Keira di klub. Aku tidak bisa membiarkan Keira ke klub sendirian semenjak mengetahui kebiasaan buruknya kalau sedang mabuk.
"Tunangan gue." Ucapku sambil tersenyum dan mengedipkan sebelah mataku begitu melihat Hugo tersenyum lebar seakan mengerti.
Aku memapah Keira menuju ke mobilku dan memasukkan dirinya di kursi penumpang. Begitu posisi Keira sudah benar, aku segera masuk ke sisi pengemudi dan tanganku terhenti begitu menyadari kalau aku belum memasang sabuk pengaman pada Keira.
Aku kemudian mencondongkan tubuhku meraih sabuk pengaman Keira dan memasangkannya sambil tersenyum.
Aku teringat pernah memasangkan sabuk pengaman padanya dan meninggalkan noda bekas lipstik di kemejaku yang membuatku menarik banyak perhatian karyawanku. Dan juga jadi bahan olok-olok Mommy yang datang ke kantorku.
Aku bisa mengatakan kalau itu adalah hari termemalukan yang pernah kulalui selain ngompol di celana saat kecil dulu.
Tapi hal itu malah membuatku tertawa mengingat Keira pasti sengaja membiarkan noda lipstik itu di kemejaku.
Kulajukan mobilku menuju ke Apartemenku. Mungkin malam ini aku harus bermalam di rumah Mommy untuk menghindari tamparan sambungan keesokan hari saat Keira sadar kalau dia kembali terbangun di kamarku.
Aku memapah Keira menaiki Apartemenku. Nanny, pengasuhku sedari kecil, cukup kaget melihatku membawa pulang wanita bar-bar yang sama. Jelas saja, Tidak ada seorangpun yang pernah menamparku, dan Keira berhasil memecahkan rekor itu.
Tanpa bicara, aku langsung memapah Keira menuju ke kamarku sebelum kebiasaan anehnya mulai lagi.
Dan benar saja, baru aku menutup pintu kamarku, Keira sudah melepas rangkulanku, dan berjalan sempoyongan sendiri sambil membuka seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya.
"Panas..... panas...." gumamnya sambil terus membuka bajunya dan tidur sembarangan di kasurku.
Beginilah kebiasaan Keira kalau sudah mabuk.
Aku hanya bisa geleng-geleng sambil memunguti pakaiannya yang tergeletak di lantai untuk kuserahkan pada Nanny untuk dicuci lagi.
Aku duduk di samping tubuh telanjangnya yang membangkitkan nafsu kelaki-lakianku itu. Menatapnya sambil tersenyum.
"Lo gak bisa mempertahankan diri banget, kei." Gumamku sambil menyibakkan rambut yang menutupi wajah cantiknya.
Ini tentu bukan pertama kalinya aku melihat dirinya yang telanjang. Jadi aku sudah terbiasa meski terkadang nafsu ingin menerkam menyiksaku. Tapi aku tertahan oleh prinsipku untuk tidak melakukan hal itu sebelum menikah nanti yang malah membuatku menjadi bahan tertawaan Hugo dan lainnya ketika sedang bertemu.
Ya, sampai sekarang aku masih perjaka.
Meski Keira menuduhku menidurinya berkali-kali, tapi aku berani bersumpah aku tidak pernah berbuat macam-macam padanya seperti apa yang dia tuduhkan.
Kenapa aku tidak mengatakan hal ini pada Keira? Simple saja karena Keira tidak mau mendengar penjelasanku dan lagi, aku memang patut disalahkan untuk apa yang terjadi pada Keira di masa lalu.
Kalau saatnya sudah tepat, aku berjanji untuk mengatakan kebenarannya. Dan untuk sementara, aku hanya bisa melindungi dirinya dari bahaya yang mengancamnya ketika mabuk.
Ku raih lengan Keira dan membopongnya untuk tidur di posisi yang benar lalu menyelimuti tubuh polosnya.
Aku tersenyum melihat seberapa sangarnya wajah cantik ini saat matanya terbuka dan bibirnya tidak berhenti memakiku.
Ku kecup keningnya mengikuti instingku lalu berjalan keluar kamar membawa pakaian Keira.
Besok, Keira pasti akan mendatangi kantorku dan aku harus menyiapkan pipiku untuk mendapatkan layangan tangan lagi dari tangan mulusnya.
Tanpa sadar aku tersenyum dan mengusap pipiku yang ditamparnya waktu itu.
"Tunangan Macan." Gumamku.
***
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro