Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 9 - Aku Harus Cari Banyak Bukti

Secangkir cokelat telah dingin tak disentuh sang pemesan, yang asyik cari puluhan tulisan di internet. Tak jarang kuku memendek akibat gigitan yang tak seberapa. Mata dengan kacamata bingkai bulat seakan diterpa cahaya biru, lirik sembarang sudut monitor teramat halus.

"Sayaka ... Sayaka...." Mata Ji In tertuju pada monitor dan buku catatan. Jam pun ia perhatikan sesering mungkin, memanfaatkan waktu untuk----minimal----tahu secuil informasi sangat rahasia. Satu artikel muncul, Ji In hempaskan tubuh ke dalam pelukan kursi kafe.

"Informasi tentang Sayaka benar-benar tertutup." Dirinya menyempat seruput minuman cokelat rendah gula, berharap pikiran Ji In tak kusut lagi. "Seperti ada yang ditutupi oleh pihak sana."

Tak mungkin juga aku minta bantuan Yong Moon sunbaenim. Ji In spontan mengerjap, beringsut tegak cari batang hidung atasannya. Tersadar pula ia ditawari minum di kafe saat sibuk analisa kecurangan suara dalam acara idol itu. Namun, dia hilang. Ji In celingak-celinguk pun dia tak tampak.

"Oke." Ia hirup oksigen dalam-dalam, mengusir rasa terkekang dalam hati dan pikiran atas pengawasan Yong Moon. "Kita cari informasi pribadi tentang Sayaka----"

"Sibuk betul, Ji In-ah." Ji In hampir menjerit menyamai cicitan tikus kalau saja jarinya tak terjepit laptop yang tertutup rapat. Namun, buku buku catatannya jatuh hamburkan kertas-kertas kuning dengan foto artis. Yong Moon pula yang pungut walau Ji In berusaha dapatkan lembaran itu semampu yang ia bisa.

"Podcast 'See You, Jinn'?" Dahi Yong Moon berkerut, memandang Ji In penuh tanya. "Kamu kerja jadi penyiar podcast?"

"I-iya...." Ji In menunduk gemetaran. Tak larat lagi ia bercakap panjang lebar, tapi situasi sekarang butuh yang namanya penjelasan.

"Kenapa kau tak beritahu aku?" Ia sempat tersentak sedikit. Sudah pasti dugaannya tepat sasaran. Diam-diam ambil kesempatan melihat perangainya saja malah berakhir penuh sesal. Dia duduk di depan Ji In dengan tatapan tajam. "Asal kau tau. Orang multitasking macam kamu itu jarang dan rata-rata adalah pemicu angka bunuh diri meningkat. Itulah sebabnya kepala kepolisian melarang kita----reserse polisi----melakukan pekerjaan lain. Tapi tak kusangka, kau justru melanggar larangan itu.

"Apa yang ada di kepalamu itu, Ji In-ah?" Kini, rasa takut di kalbu ini lenyap ditelan bumi. Perlahan tarik napas dan hempaskan keraguannya, ia mendongak layangkan tatapan serius.

"Ada alasan khusus mengapa saya mau menerima pekerjaan penyiar podcast di tengah saya masih kerja di bawah kendali sunbaenim," kata Ji In mengasah ketajaman tatapannya. "Bahkan saya tidak menyesal telah mengambil profesi tersebut."

"Aku suka tatapanmu itu." Wanita berambut dikucir ekor kuda itu tersenyum miring. "Bisa kau beritahu alasan khususmu itu? Supaya aku bisa percaya dengan sisi profesionalis sebagai sosok multitasking."

"Hal yang membuat saya takkan mundur dari profesi penyiar podcast adalah informasi artis-artis tertentu yang berhubungan dengan target kita sebelumnya." Tanpa mesti mengamati laptop, ia balikkan layar ke hadapan Yong Moon. "Beruntung saya tak matikan laptopnya, sebab sekarang saya mencari informasi salah satu artis yang pernah jalani karir bersama target."

Memakan waktu cukup lama untuk kesempatan Yong Moon membaca artikel hasil pencarian Ji In. "Aku sangat yakin kamu ahlinya dalam mengumpulkan banyak informasi. Tapi aku ulangi pertanyaanku: Apa alasan khususmu dalam profesi penyiar podcast?"

Tatapan Ji In mulai melunak, balik merunduk sambil menggenggam cangkir miliknya. "Untuk menebus kesalahan saya semasa jalankan misi gagal itu, sunbaenim."

"Misi menangkap salah satu idol itu, ya." Begitu pula Yong Moon dengan senyum ramah yang selalu Ji In temukan. "Baiklah, aku izinkan kamu menjadi sosok multitasking dengam dua syarat."

Ji In langsung duduk tegak, sengaja matanya membulat antusias.

"Pertama, jangan paksakan diri karena nanti beliau akan curiga padamu," ujarnya mulai menegakkan jari kedua. "Kedua....

"Jangan sampai identitasmu terbongkar, sekalipun orangnya adalah teman terdekatmu."

****

Lagu Namae wo Yobuyo milik Super Beaver mengalun kala Ji In keluar. Kotak yang diikat menggunakan kain motif langit malam berada di genggamannya. Begitu Ji In tanya dari siapa, staff yang berpartisipasi di podcastnya enggan menjawab. Lantas kotak tersebut ditaruh di meja kopi yang telah disambut dua kaleng kola.

"Oke, tinggal beberapa detik lagi." Wanita itu bersandar di sofa sambil mengusap layar tabletnya. Ia tampil nyaman oleh kardigan hitam yang bertentangan dengan warna rok rempel panjang. Lagu pun selesai, pertanda acara 'See You, Jinn' baru saja dimulai.

"Annyeong, yorobun." Ji In sambut penonton di aplikasi now. dengan senyum termanis. "Sebelumnya, terima kasih sudah mau menonton podcast terbaru ini, di mana Jinn akan mempertemukan seseorang yang sangat dinantikan oleh kalian, sekaligus berbincang singkat dengan bintang tamu yang buat kita berteori sepuasnya.

"Tadi siang aku lihat balasan instagram atas story munculnya podcast ini," sejenak Ji In melihat benda pipih itu, "banyak sekali yang tak sabar dengan isi podcastnya. Atau ... sekarang juga kamu yang nonton podcast 'See You, Jinn' sudah gregetan? Kita sudah bersama bintang tamu pertama: Sayaka!"

"Annyeong, yorobun!" Sosok wanita berambut ikal semampai itu melambai ke arah kamera, menyapa penonton dan Ji In lewat senyum yang menampakkan gigi rapi. "Annyeong, Ji In!"

"Annyeong, Sayaka-ssi." Ji In membungkuk sebagai bentuk penghormatan. "Tak kusangka kamu bisa berbicara bahasa Korea, padahal kamu orang Jepang. Betul?"

"Iya," jawabnya tertawa renyah. Ji In sampai iri akan keanggunan Sayaka kala tergelak.

"Gimana kabarnya? Katanya sekarang lagi promosi album solo, ya?"

"Iya, album solo." Sayaka mengangguk berulang kali.

"Kalau boleh tau, ini album solo ke berapa? Soalnya aku cuma dengar lagu Love You dari temanku, tapi aku akui lagunya Sayaka candu sekali." Dengan cepat ia memberi isyarat tepukan di bantal Sayaka agar diam sebentar sambil lihat kamera. "Kalian juga bisa kirim pertanyaanmu, nanti pertanyaan paling menarik bakal aku sampaikan pada Sayaka."

"Sekarang ... album solo ke-3," jawabnya masih tersenyum manis. "Saya bersyukur mereka masih menyukai saya, terutama Ji In yang melayangkan pujian hangat tadi."

"Banyak banget mereka di luar sana mau mendukungmu, meski waktu itu kamu pernah menjadi bagian dari girlband paling hits di kalangan sekarang." Diam-diam sorot mata Ji In bertukar dingin. "Kita semua ingin tahu kenapa kamu memutuskan untuk keluar dari grup tersebut? Sebab, banyak fans-fans di luar sana yang protes atas keputusanmu. Supaya mereka mau mengerti akan alasanmu."

"Soal itu...." Ucapannya terhenti. Segelas kola dari kaleng dalam genggaman Sayaka mulai gemetaran. Matanya seakan hendak keluar meski hanya air mata yang basahi pipi. "Saya hanya merasa tak betah tinggal bersama mereka. Mau saya berusaha tampil semaksimal mungkin di atas panggung, kalau bersama mereka, saya langsung diibaratkan partikel debu."

"Jahatnya mereka...." Namun dalam hati, Ji In terus menduga-duga akan informasi paling akurat dari sang korban langsung.

"Kalau ditanya apakah saya menyesal atau tidak, saya mantap tak menyesali keputusan saya sendiri." Dia menunduk tertawa hambar. "Jadi saya memutuskan untuk hengkang dari grup itu, Ji In-ah."

"Bersabarlah, Sayaka-ssi." Ia hanya mengusap pundak Sayaka dan merangkul di sisinya sebagai bentuk resiko atas kegiatan mencari poin-poin penting untuk selidiki kejahatan sang target. "Kamu sudah pilih keputusan yang tepat. Ah, perlu kusediakan tisu?"

"Tentu...." Entah berapa menit telah berlalu, tapi lagu Chuck dari Mamamoo menandakan akan kembali setelah menonton iklan. Mereka berdua ada waktu sekitar 10 menit untuk rehat. Bedanya, kamera tetap mengarah pada mereka dan tak ada suara percakapan.

"Sayaka-ssi." Sehelai tisu ia sodorkan, ditukar dengan segelas kola yang masih penuh. "Sebelumnya, saya mohon maaf kalau pertanyaannya menyinggung anda."

"Tak apa." Sayaka mulai melirik Ji In dengan mata merah habis menyeka air mata menggunakan tisu. Senyumnya terukir samar. "Setidaknya, lewat podcast ini, hati saya jadi lebih tenang setelah luapkan uneg-uneg pasal mereka."

"Saya senang mendengarnya." Ji In mengangguk pelan.

"Tapi saya takut podcastmu direport oleh pihak sana," sambung Sayaka mengerling kesal. "Pernah suatu hari saya hadiri acara yang isinya sama seperti ini, saya luapkan perasaan saya semasa masih menjadi member grup itu. Begitu saya nonton besoknya, rupanya episode tersebut hilang. Saya menduga mereka me-report video itu."

"Pihak sana...." Mata Ji In menyipit dingin. "Lalu girlgrup yang anda gabungi. Mereka seperti bekerja sama untuk menjatuhi anda. Kalau boleh tebak, apa nama girlgrupnya Freely?"

Sayaka langsung membeliak, masih mengelap pipi yang basah akan cairan asin tadi. "Dari mana kamu tau?"

"Saya sempat cari tau segalanya tentang anda, Sayaka-ssi. Semua itu semata-mata hanya untuk bahan pertanyaan di podcast saya," jawabnya setengah berdalih.

"Iya, saya mantan anggota Freely." Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jari memucat. "Sepanjang hari, saya selalu terintimidasi oleh mereka...." Ji In sempat melihat percikan dendam kesumat hadir di balik pekatnya hitam sepasang bola mata.

"Salah satunya adalah Sun Lee." []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro