Chapter 3 - Aku Menerimamu
"Kau jadi ke sana, Na Byul-ah?" Ponsel tersebut dibiarkan berdiri dan menyala, sengaja mengaktifkan mode speaker.
"Seperti yang kubilang kemarin kan, Ji In?" Sekelebat bayang menunjukkan Ji In yang mengenakan kemeja putih di depan cermin. "Aku sudah putuskan untuk ke sana, untuk audisi."
"Begitu, ya?" Rok sepan hitam selesai ia kenakan, memasukkan ujung kemeja yang akan dibaluti jas kelabu.
"Memangnya kenapa, Ji In?" Dengkusan kecil Na Byul tak mengizinkan Ji In angkat suara. "Jangan bilang kau berubah pikiran?"
Ji In tak menjawab selain menyabet ponsel beserta sepasang sepatu selop. Di depan pinyu, ia mengenakannya dengan susah payah sambil menempelkan ponsel ke telinga.
"Aku akan jelaskan semua."
****
"Terima kasih susah beli produk di sini!" Pintu otomatis terbuka bila orang hendak keluar-masuk minimarket. Na Byul dengan jaket putih yang kebesaran berjongkok di sisi pintu minimarket, melahap roti isi keju hingga pipinya menggembung. Sesekali netranya ikuti orang berlalu-lalang, juga menyapa orang yang ia kenal. Seekor kucing pun Na Byul sapa dan ajak makan bersama.
"Kau selalu nongkrong di sini, ya." Suara lembut nan dingin terdengar familier di telinga Na Byul. Usai suapi kucing liar dengan sejumput roti, ia menoleh amat pelongo. Bagaimana tidak? Sosok di hadapannya adalah seorang wanita berambut sebahu yang hendak berkantor.
Kedua pipi Na Byul kembali menggembung, tak lama ledaklah tawa keras. "Ji In-ah, kau mau audisi atau cari kerja?"
"Kau sendiri yang gak kasih tau mesti pakai baju kayak gimana." Ji In membalasnya dengan sanggahan. "Lagipula, ada alasan lain kenapa aku berpakaian seperti ini."
"Oh ya?" Gadis berambut pirang ikal itu segera bangkit regangkan otot tangan. "Apa itu? Aku ingin tau."
"Memang tak heran kamu gampang kepoan, Na Byul." Mereka pergi dengan setelan yang sangat bertolak belakang, begitulah mereka memandangnya.
"Ji In-ah," Na Byul menunggu sahutan dari Ji In seraya melahap roti isi berikutnya, "mengenai ajakanku kemarin----"
"Kita coba audisi setelah jalani wawancara dengan dia,"potong Ji In memasang tatapan serius. "Tapi aku ingin riset mengenai pasar hiburan untuk bidang idol dan podcast."
"Podcast?" Alis tipis Na Byul terangkat membentuk lipatan mendatar di kening. "Kau ditawari jadi penyiar podcast? Sama siapa? Ayolah, Ji In-ah!" Saking antusiasnya Na Byul tarik-tarik lengan jas yang susah payah Ji In setrika.
"Sabar napa!" Ia tarik lengannya dengan kasar, mendesis gusar begitu temukan lipatan kusut akibat tangan nakal Na Byul. "Sampai begadang aku setrika jas ini karena jarang dipakai."
"Kamu beruntung banget ditawari gitu sama seseorang." Secara tak langsung Na Byul mengabaikan ocehan Ji In. "Aku jadi penasaran sama yang tawari kamu pekerjaan di bidang hiburan."
"Sebenarnya aku kurang tertarik dengan bidang itu." Ji In langsung menyangkal dengan lirikan malas, berlalu lemparkan tatapan formal. "Lagian, kenapa kamu ingin jadi idol? Kan kamu tau sendiri jadi idol tuh lamaaa banget masa traineenya. Tau-tau kamu stres karena lama banget mendekam di gedung agensi kan berabe."
"Kau gak ingat cita-citaku semasa SMA, ya?" Dibalas dengan bersungut-sungut.
"Maaf, aku pelupa akut," jawab Ji In terkekeh sumbang.
"Dasar!" Melihat Na Byul buang muka buat Ji In merasa bersalah sekaligus gemas. Rambut ikal panjang dia bergoyang amat menggoda. "Tapi...." Dia menunduk terbitkan senyum paling menenangkan bagi Ji In. "Apa kau tau? Tidak, apa kau ingat, Ji In-ah? Kau bilang padaku semasa aku merasa kurang percaya diri atas cita-citaku. 'Kau sudah korbankan ratusan jam untuk latihan dan sekarang kau menyerah gitu aja karena omongan mereka?' Kau mengatakan hal itu dengan menggebu-gebu.
"Mengingat kau ungkit tentang waktu memotivasiku untuk terus latihan," sambungnya menoleh ke arah Ji In, "seperti halnya aku korbankan 10.000 jam untuk menekuni satu impian: aku ingin menjadi idol."
"Baiklah, aku mengerti. Tapi kita kelewatan gedung tempat aku wawancara." Entah sejak kapan Ji In menarik tudung jaket Na Byul, dia berkata demikian dengan kecepatan setara rapper.
****
"Jadi kau mau bekerja di sini, Nona?" Na Byul celingak-celinguk melongo Ji In dan pria di depannya.
"Iya, Pak. Setelah saya pikirkan, mungkin tidak ada salahnya saya bekerja sebagai penyiar podcast," jawab Ji In membungkuk sopan.
"Baiklah, kita akan wawancara setelah saya mengetahui tujuan gadis berpakaian seperti ulzzang ini." Pria paruh baya itu melirik Na Byul yang mematung dengan mulut menganga. "Apa yang membuatmu ke sini?"
Saat itu pula Na Byul tersadar, mengangguk antusian seperti raut wajahnya. "Apa aku masih bisa audisi?"
"Apa?" Spontan Ji In menoleh pelototi gadis di sampingnya. "Audisi? Jadi trainee idol?"
"Maaf saya belum kasih tau soal audisi untuk menjadi idol di agensi saya." Sontak Ji In berpaling pada pria itu, masih mempatenkan matanya yang bulat sempurna. Dia tertawa gumam, lantas berhenti dengan embusan napas panjang bau rokok.
"Tujuan utama saya bangun agensi adalah memberikan peluang bagi siapa saja yang mau jadi idol," katanya balik membelakangi mereka berdua. "Aku akan jelaskan sambil pergi ke ruangan saya."
Mereka mula-mula saling pandang keheranan, saling dorong-dorong minta duluan di belakang pria itu. Pada akhirnya, Ji In yang mengalah. Lift yang mereka tempati memuat 15 orang, diberikan pemandangan yang sejukkan mata.
"Setelah memeriksa strategi pasar hiburan, belakangan ini podcast sangat terkenal. Orang yang diam di rumah pun dapat cuan dari sekadar bahas satu topik," lanjutnya berjalan menelusuri lorong berdinding kaca. Terlihat di bawah sana adalah pasar dari agensi yang belum mereka kenal.
"Jadi, tak ada salahnya promosi album idol di podcast yang berada di bawah kendali agensi saya." Mereka bertiga sampai di sebuah pintu yang berada paling ujung bila Ji In berbalik.
"Jadi bagaimana, Ji In?" Mereka sama-sama melirik. "Kamu masih mau bekerja sebagai penyiar podcast?"
"Saya dengan lapang hati mau menerima profesi tersebut, Tuan," jawab Ji In sekilas mengerling Na Byul yang masih terperangah dengan isi gedung ini. Entah kenapa tubuhnya berdesir dingin kala perhatian Ji In tertuju pada Na Byul. "Tapi, boleh saya tanya satu hal?"
Pria yang ia duga CEO dari agensi bernama Visiable----Ji In sempat baca kartu nama dalam perjalanan pulang----baru saja buka pintu, sedikit pamerkan isi ruangan yang menurutnya amat futuristik. "Iya, tanya saja sesuka hatimu, Nona."
"Sebenarnya----" Tenggorokan Ji In mengering di waktu yang kurang tepat. Ia berdeham singkat, stabilkan pernapasan. "Sebenarnya saya terlintas ingin ikut audisi untuk menjadi idol bersama Na Byul bila beda agensi, tapi saya kurang tau apakah Tuan tetap bersedia mengizinkan ikut audisi dan wawancara penyiar podcast."
"Kalau saya izinkan, saya takut kamu tak punya waktu untuk istirahat----waktu main saja tak ada kalau saya perkirakan. Tapi...." Dari wajahnya saja yang banyak peluh dingin, Ji In sudah menduga dia bakal mumet. Matanya mengerling was-was, memacu kecepatan jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Sekitar ujung jarinya pun dingin.
"... kalau kamu punya alasan menarik untuk mengikuti dua pekerjaan sekaligus, saya akan pertimbangkan lagi." []
Aduh, gimana ini? Apakah Ji In diterima dengan dua profesi tersebut?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro