Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 11 - Aku Akan Debut Sebagai Idol

"Selamat pagi, Tuan Lee!" Serempak barisan cewek-cewek berpakaian training langsung membungkuk hormat.

"Selamat pagi." Sesaat Ji In merasa bersyukur, atasannya tidak segalak kepala kepolisian. Bertatapkan tajam tanpa meninggalkan senyum tipis. "Tanpa berlama-lama lagi, saya ucapkan terima kasih kepada kalian yang lolos menjadi trainee idol. Kalian bekerja sangat keras demi menggapai impian sebagai idol, tentu dengan lagu-lagu yang mencerminkan inilah-kami."

Mereka masih berdiri sedekapkan tangan di belakang. Beberapa sudah banjir keringat karena habiskan waktu dengan dance lagu Itzy bertajuk Wannabe, termasuk Ji In.

"Maka dari itu," sambungnya berdeham sebentar, "sekarang ini juga saya putuskan untuk gencarkan jadwal promosi kalian sebagai idol."

Cermin pantulkan wajah semringah dari pejuang menuju idol, termasuk Ji In yang terperangah. Mereka saling memekik dan berpelukan, begitupun Na Byul yang rela menangis dalam pelukan Ji In. Hanya Ji In yang diam dan memandang diri sendiri pada cermin seluas dinding.

Apa aku ... bisa lakukan pekerjaan ini? Sebuah teguran untuk diri sendiri yang buruk dalam segi apapun, seolah tujuh dosa mengerikan yang suka berkumandang ke sana kemari ada pada Ji In sendiri. Ji In enggan tunjukkan sifat yang selama ini mengakar hingga orang-orang beri julukan Jinn, salah satu makhluk yang sifatnya sebelas duabelas dengan iblis.

"Kita akan terus berjuang, Na Byul-ah...." Ji In menunduk, makin tenggelamkan wajah Na Byul di pundak selaku sandaran bertumpah air mata.

"Nama grup kalian adalah Wishes, yang berarti permintaan," kata Tuan Lee hangatkan suasana. "Permintaan mereka adalah permintaan kita. Berikan apa yang mereka inginkan dari kemampuan kalian selaku idol. Tim akan segera lakukan rapat terkait promosi grup dan lagu debut kalian. Bahkan dengan tekad kalian sampai nekat ikut jalani trainee dan kerja keras dalam bersikap profesional, saya jadi bersemangat untuk terus tebarkan keindahan grup Wishes! Grup pertama yang lahir di agensi saya! Grup yang membuat hati saya bergejolak mendengar suara dan melihat dance-nya sampai ingin berjuang buat kalian terkenal dengan segenap jiwa dan raga!"

Pria paruh baya itu membungkuk hormat. "Mohon kerja samanya, grup Wishes! Buat mereka bertekuk lutut lewat cara unik kalian dalam perlakukan penonton!"

Kepala Ji In dipenuhi dua kata yang disalin ratusan kali. Penuh. Sumpek. Timbulkan sakit kepala. Namun tubuhnya berdesir dingin tiap mencari tahu arti dari cara unik yang beliau sebutkan.

Cara unik....
Dua kata sederhana yang susah dicari jawabannya.

Namun, dengan cara apa?

"Yuk, semua!" Gadis berambut ikal seleher berbalik sambil acungkan tangan yang terkepal. "Kita berjuang untuk bahagiakan orang lain dan diri kita!"

Ya.... Hanya Ji In yang balas semangatnya dalam hati.

****

1 bulan kemudian....

Sorak-porak memenuhi seisi ruangan meski tak semeriah grup KPOP terkenal. Lima gadis dengan setelan anak muda sehabis sekolah berdiri dihujani potongan kertas kelap-kelip. Posenya pun beragam dan mencerminkan cara anak muda yang berselfie ria. Dan saat itu pula kamera mengarah pada mereka, memotret mereka yang berwajah ceria.

Namun, satu perempuan dengan jaket merah tanpa di-resleting tetap layangkan tatapan waspada meski bibir berselimutkan liptint merah jambu mengukir senyum paling manis. Penonton yang bersorak memang tak seberapa dan ia tak peduli.

Grup FiveV dan si target tak ada di kursi artis.

Peliknya.... Sambil berhambur ikuti mereka ke balik panggung juga melambai ke arah penonton, otaknya tak berhenti berspekulasi perihal mereka. Sejak grup Wishes lahir dan berjuang keras demi habiskan album debut, FiveV dan Freely tak muncul di acara TV. Bahkan sampai sekarang, kabar FiveV menjadi bintang tamu di podcast miliknya pun hanya sebatas kabar burung.

"Gak nyangka banget!" pekik gadis berkaus kuning itu, masuk terlebih dahulu ke ruang privasi grup Wishes. "Meski capek tampil sana-sini, semangatku tetap membara!"

"Na Byul keren banget gak cepat lelah," kata gadis berambut ikal seleher meraih sebotol air mineral dingin. "Tapi dari perjuangan ini, kita berharap mencapai target."

"Berharap album kita terjual habis?" Perempuan berseragam layaknya siswa duduk bersandar di sofa empuk. "Semoga terkabul. Setidaknya kita udah tampil di berbagai acara TV dan promosi. Benar begitu, Ji In-ssi?"

Yang disebut namanya segera tersadar, menyaksikan keempat puan dengan tatapan beragam----kebanyakan memandang heran akan keterkejutan Ji In. "Tentu. Saya yakin perjuangan kita membuahkan hasil."

"Setelah ini, ada agenda lagi?" tanya Na Byul menaruh dagu di pundak Ji In yang sigap mengambil ponsel dari uluran tangan gadis berdasi merah.

"Saya rasa tidak ada," jawab Ji In fokus periksa daftar acara di aplikasi nota. "Penampilan kita di sini adalah agenda terakhir untuk hari ini."

"Tapi kamu ada, kan?" Atensi Ji In teralihkan sepenuhnya pada sosok berambut ikal itu. "Maksudku, kamu pegang podcast sejak jadi trainee. Jadi kupikir agenda kamu lebih padat dibanding kami."

"Nah, apa tak lelah?" Na Byul menimpali. "Aku sendiri sampai merinding mikirin kegiatan kamu yang hampir gak ada waktu istirahat."

Ji In tersenyum samar, tebarkan sorot mata meneduhkan bagi hati mereka. "Selagi saya punya motivasi kuat untuk sukseskan diri dan grup Wishes, kenapa tidak? Time is money, girls."

Lain pula batin Ji In menjawab: Aku takkan lelah selama target belum aku kalahkan. Podcastnya memiliki peran besar dalam pencarian informasi, macam kasus Sayaka. Ia bernapas lega kala lihat empat anggotanya saling lempar canda dan tawa.

Ponselnya bergetar, lekas ia terima panggilan masuk tadi usai izin keluar. Lorong sepi ini datangkan gema yang lagi besar bila langkah sepatu kets menghantam bumi.

"Halo, Tuan Lee?" Ji In terus lirik lorong yang yakin tak ada orang seperti staff atau artis lain yang selesai tampil. "Apa ada laporan tentang FiveV yang hadir jadi bintang tamu di podcast saya?"

Terdengar dia tertawa. "Ingatanmu cukup kuat ya, padahal sudah sebulan lebih tidak ada kabar dari pihak sana. Saya juga tak dapat kabar mengenai konfirmasi FiveV sebagai bintang tamu pada podcastmu, Ji In-ah."

Aku tidak mungkin kasih tau keberadaan Woo Ji-ya.... Namun, ia malah balas dengan gumaman. "Apa karena episode pertama podcast saya, ya?"

"Ah, bisa jadi!" Ji In mendelik. Gigi bergemeletuk wakilkan makna kepalan tangan. Langkah pun terhenti di perempatan lorong.

"Bisa jadi? Apa maksud Tuan?" tanya Ji In menyipit tajam.

"Kulihat episode pertamamu hilang di pencarian," jawabnya bersamaan bunyi ketukan papan ketik. "Ya.... Benar. Episode pertamanya hilang lepas saya cari untuk kali sekian. Dugaan saya, episodenya kena banned oleh pihak yang pernah berurusan dengan Sayaka."

Sesuai dugaan aku dengan Yong Moon sunbaenim.... Ibu jari menjadi korban yang digigit demi turunkan emosinya. "Kenapa mereka me-report videonya? Itu baru permulaan. Dan saya tidak bahas sesuatu yang menyinggung pihak mereka."

"Saya juga kurang tau, Ji In-ah. Mereka mungkin terlalu seriusi kasus Sayaka. Tadi pesan dari beberapa pembuat acara yang menyeret Sayaka sebagai bintang tamu baru sampai dan jawabannya sama seperti yang kita alami: episodenya terhapus. Bahkan saya perhatikan, hampir tidak ada acara TV yang membawa sosok Sayaka di sana selain penampilannya di atas panggung."

"Kenapa bisa segitunya? Sebesar itukah pengaruh Sayaka terhadap kasus dengan agensi tersebut?"

"Ya, karena Sayaka satu-satunya orang yang pernah bergabung di agensi tempat grup Freely dan FiveV lahir. Tapi saya ingin tau lebih banyak soal agensi itu dari Sayaka."

Kerutan muncul di kening Ji In. Pikirnya, kenapa cara beliau cari tahu pasal agensi tersebut seperti ingin menangkap buronan? "Jadi ... di podcast saya selanjutnya, itu adalah episode pertama? Bukan episode kedua?"

"Begitulah.... Kita tak bisa berbuat apa-apa. Kalau dipublikasikan ulang, malah kena report lagi."

Tapi aku bisa jadikan rekaman podcast sebagai bukti kejahatan Sun Lee dan pihak agensi yang menaungi mereka atau.... Senyum sinis merekah di bibir Ji In. "Apa saya bisa bertemu tatap muka, Tuan? Ada yang ingin saya bahas lebih dalam mengenai pembicataan kita hari ini."

"Tentu, kebetulan saya mau beri kamu agenda baru." Muka Ji In tak berekspresi marah, tapi dalam hati ia mengumpat: Sialan.

****

"Jadi, kamu ingin bicara apa?" Sosok pria paruh baya baru saja selesai sesap kopi. Ji In duduk di kursi kantor, bersikap selayaknya pegawai kantor.

"Mengenai kasus hilangnya episode di podcast saya," kata Ji In memulai topik dengan keluarnya kotak kecil dari saku jaket, ditaruh di hadapan Tuan Lee, "benda ini menyimpan percakapan saya dan Sayaka selama acara berlangsung. Saya bisa menyerahkannya pada anda dengan bayaran berupa informasi tentang alasan anda dendam dengan agensi tersebut."

Dia tidak berkata apa-apa selain memandang kotak kecil di mejanya, mengambil dan meneliti benda yang Ji In 'tawarkan'. "Agensi ... yang mendebutkan Freely dan FiveV? Tapi kenapa kau sampai segitunya mendapatkan informasi yang saya juga tidak tau manfaatnya apa buat kamu?"

Namun, Ji In malah mendesah panjang. "Memang tak ada cara alternatif selain bongkar sedikit fakta."

"F-fakta?" Muka pria itu mengeras. "Fakta apa maksudmu?"

"Saya akan beritahu fakta yang saya maksud setelah anda sepakat ingin beberkan seluruh informasi tentang agensi X serta kenapa anda dendam sekali padanya. Atau jika belum puas, saya bisa menyerahkan diri untuk bantu anda mau bagaimanapun cara yang anda inginkan demi tumbangkan lawan." Ji In tersenyum tipis, bersandar sambil menautkan jemari dengan siku mendarat di lengan kursi. "Anggap saja sedang negoisasi."

Seketika dia terdiam, peluang emas bagi Ji In dalam mencapai klimaks.

"Bagaimana, Tuan Lee?" tanya Ji In mencoba memanasi. "Saya baik hati loh, mau bantu anda supaya agensi yang menaungi Freely hancur mengenaskan sampai nekat jadi idol dan penyiar podcast di agensi anda demi bisa berbicara empat mata begini. Tawaran saya juga terbilang menggiurkan, kan?"

"Aku tidak mengerti maksudmu." Akhirnya Tuan Lee buka suara. Tatapan tajamnya ibarat setitik sihir yang dapat bekukan pergerakan Ji In. "Bahkan sekarang otakku mencari tau identitasmu yang janggal itu. Tapi kupikir...."

Benda yang Ji In taruh dia jauhkan. Alangkah terkejutnya ia, tapi tak terlintas pikiran berekspresi kejut.

"Aku akan beberkan informasi yang kau mau dengan syarat tunaikan keinginanku." []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro