Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

45 ߷ The Final Story



Bagi Zhenira, memiliki keistimewaan seperti ini bukanlah keinginannya. Ia hanya ingin hidup normal seperti teman-temannya. Bukan hidup penuh was-was karena terror Negeri Silvanna dan segala tetek-bengeknya itu.

Karena jujur saja, semua terasa seperti mimpi. Sampai saat ini, ia bahkan masih tidak percaya kalau sejatinya ia adalah seorang putri dari Negeri Silvanna. Suatu negeri dengan banyaknya hal-hal ajaib di dalamnya.

"Zhe, jadi gimana keputusan lo?"

Zhenira menoleh ke arah sang sepupu yang masih setia menunggunya memberikan jawaban terkait keputusan terakhirnya untuk pergi ke Stealth Academy.

"Gue bakal tetap pergi, Oscars. Lo nggak harus ikut gue ke sana. Gue bisa sendiri, kok."

Oscars berdecak tak suka. Perkataan Zhenira barusan sangat menyinggungnya. Gadis itu seolah berpikir kalau ia pasti juga tidak ingin ikut pergi seperti sahabat-sahabat mereka yang lain. Padahal justru sebaliknya, ia yang tidak bisa membiarkan Zhenira pergi sendiri ke sana. Apalagi ia masih mengingat janji masa kecilnya, kalau ia akan terus melindungi Zhenira dari segala macam bahaya yang mengincar gadis itu.

"Zhe, lo tau sendiri gimana gue. Nggak mungkinlah gue biarin lo ngadepin ini sendirian."

Sudut bibir Zhenira terangkat. Gadis itu terkekeh sebelum berhambur ke pelukan sepupu tersayang. "Thank you karena selalu ada buat gue, Oscars."

"Sama-sama, Zhe. Gue juga sayang lo."

Plak!

"Geli, anj! Sayang-sayang, pala lo peyang?!"

Oscars mendelik tak terima. "Sakit, Zhe! Tega bener lu, anjir."

Bibir Zhenira mengerucut, berikut dengan tangan yang sudah meraih bantal sofa di dekatnya dan didekap dalam pelukan. "Ya lagian lo bikin naik darah aja. Lo tuh nggak cocok kalo ngomong sayang-sayangan kek tadi. Geli tau, nggak?"

Oscars mendengkus. Bersikap manis dengan Zhenira memang sedikit sulit. Apalagi jika sepupunya itu tengah dalam mode senggol-bacok seperti sekarang. "Gue cuma bicara fakta. Lagian ya, lo tuh ngapain sih masih ngarepin si Zero buat ikutan? Tuh anak kan udah bilang nggak mau ikut terlibat lagi."

Ya, Zhenira tadi memang sempat menghubungi Zero dan kembali membujuk kekasihnya itu agar mau ikut dengannya ke pesta kelulusan Stealth Academy. Akan tetapi sia-sia saja, Zero tetap kekeuh pada keputusannya. Hal itulah yang akhirnya membuat Zhenira berpikiran kalau lebih baik ia pergi sendiri dan tidak melibatkan siapapun dalam persoalan ini, termasuk Oscars.

"Gue cuma mencoba keberuntungan. Terlebih, Zero kan juga diundang ke pesta itu. Apa kata mereka kalo tau gue berangkat sendiri sementara Pangeran Dawson tidak hadir?"

"Itu mah urusan belakangan, Zhe. Yang penting lo udah hadir di sana. Masalah Zero ya biarin aja. Biar jadi urusan dia sendiri." Oscars mengungkapkan pendapatnya. "Semisal ditanyain, ya tinggal bilang aja kalo Pangeran Dawson tidak bisa hadir."

"Lo bener juga, sih." Zhenira mengangguk. "Toh, masih lama ini. Masih sebulan lagi."

"Justru karena masih sebulan lagi, Zhe. Lo harus mempersiapkan diri mulai sekarang."

Zhenira mendesah pasrah. Di satu sisi, ia sebenarnya sudah tidak ingin terlibat lagi dengan negeri itu. Akan tetapi di sisi lain, ia juga tidak lupa kalau dari sanalah ia berasal. Maka sudah menjadi keharusan baginya untuk hadir saat diundang.

"Sampe sekarang aja gue masih nggak nyangka kalo gue adalah bagian dari mereka," ujar Zhenira dengan netra tertuju pada jendela di belakang Oscars. Sepertinya rintik-rintik hujan mulai turun di luar.

Kedua saudara sepupu itu berada di ruang tengah mansion milik Om Reyhan, Papanya Oscars. Setelah terbangun dari mimpi anehnya saat bertemu Raina itu, Zhenira langsung memacu kendaraan roda duanya ke Reyhan's Mansion untuk menemui sang sepupu.

"Terus gimana sama Raja jadi-jadian itu? Katanya dia lagi sakit."

"Justru itu yang lagi gue pikirin sekarang. Raina bilang belum ada kabar sama sekali dari istana, tapi menurut rumor yang beredar, Zaaron emang lagi sakit."

"Karena lo?"

"Apa?"

"Dia sakit karena lo pergi, 'kan?"

Zhenira dibuat terdiam beberapa saat. Tak lagi menjawab ketika tebakan sang sepupu tepat sasaran. "Gue belum bisa mastiin itu," lirihnya. "Di mana-mana kayaknya gue selalu nyusahin orang lain, ya?"

"Hush! Apaan sih, Zhe?! Nggak usah ngomong gitu napa. Nggak boleh nyalahin diri sendiri." Oscars mendelik sembari berkacak pinggang. Sepupunya ini terkadang memang suka sekali menyalahkan diri sendiri atas semua hal yang terjadi.

"Ya habisnya-"

"Udah, mendingan sekarang gue anterin lo pulang. Gila aja lo pergi ke sini malem-malem sendirian naik motor. Untung Om Darren sama Papa gue lagi lembur di kantor. Kalo enggak, bisa-bisa gue yang kena kalo mereka tau lo keluar sendirian malem-malem."

Oscars dengan segala ocehannya itu membuat Zhenira jadi merengut sebal. Padahal kan ia ke sini karena memang ada hal penting yang harus disampaikan, tapi sepupunya ini malah menceramahinya.

"Iya-iya, bawel amat. Cepet anterin gue pulang."

"Siap, Tuan Putri!"

🌌🌌🌌

Silvanna's Country.

"Yang Mulia masih belum sadar juga?" Nenek Moa, salah satu petinggi istana itu bertanya pada tangan kanan sang raja.

Elmo, laki-laki muda itu menunduk hormat pada Nenek Moa sebelum menggeleng dan menjawab. "Belum, Nenek Moa. Namun kondisi beliau sudah membaik sejauh ini. Tinggal menghitung waktu sampai beliau sadar kembali."

"Hah ..." Nenek Moa menghela napas. "Aku tidak tahu kalau pengaruh Putri Zhenira akan begitu besar bagi anak ini," tuturnya sembari mengusap dengan sayang dahi sang raja yang masih terbaring di atas ranjang. "Mungkin aku akan memanggil Putri Zhenira ke dunia ini lagi agar Zaaron bisa cepat pulih."

"Sebaiknya jangan lakukan itu, Nenek Moa." Raina atau Aina, salah satu orang kepercayaan Zaaron itu berujar dari arah pintu kamar. Aina baru saja datang setelah mengisi perutnya di dapur karena sedari pagi ia belum makan. "Nona Zhenira pasti tidak akan suka jika kita melakukannya secara paksa."

"Siapa yang mengatakan kalau aku memanggilnya secara paksa?" Nenek Moa menggeleng tak setuju akan argumen Aina. "Aku akan mengundangnya secara terhormat lewat mereka."

Aina dan Elmo mengikuti arah telunjuk Nenek Moa yang mengarah pada jendela kamar sang raja. Terlihat di bawah sana ada rombongan kereta dengan bendera berlambang dua ekor naga bersayap di sisi-sisi keretanya.

"Stealth Academy."

Aina sepertinya mengerti apa maksud dari perkataan Nenek Moa. Stealth Academy. Untuk yang kesekian kalinya di tahun ini, sekolah untuk para siluman itu mengadakan pesta kelulusan mereka. Semua orang pasti akan hadir untuk merayakan acara kelulusan tersebut, dan Nenek Moa pasti berniat mengundang Nona Zhenira juga.

"Dugaanmu memang benar." Nenek Moa kembali berujar tanpa menghilangkan nada serius dalam suaranya. "Aku akan memanfaatkan keadaan ini untuk memancing Putri Zhenira kemari."

Tatapan Nenek Moa berubah menjadi sedikit lebih menyeramkan menurut pandangan Aina. Karena siapapun tahu, keinginan Nenek Moa haruslah terpenuhi. Entah menggunakan cara baik-baik atau cara licik.

🌌🌌🌌

Zaaron's Subconscious.

"Bodoh! Kau benar-benar bodoh!"

Sosok laki-laki bertelanjang dada dengan dua sayap hitam besar dipunggungnya yang duduk di kursi kebesarannya itu menatap penuh amarah pada seorang lelaki berjubah hitam di depannya. Netra merah laki-laki bersayap itu dipenuhi dengan amarah yang membara, dan siap menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya.

Perkenalkan, dia adalah Lucifer. Sang raja iblis yang selama ini mendiami tubuh Zaaron untuk mencari reinkarnasi pasangan jiwanya dari masa ke masa.

"Kenapa kau malah membiarkan para guardian ikut campur dan merusak semua rencanaku, Wahai Manusia?"

Zaaron tak bergeming dari tempatnya. Tidak juga menjawab pertanyaan dari sang raja iblis di depannya. Ia tetap menatap lurus ke arah depan dengan tatapan mata tak terbaca.

"Kau tahu sendiri kan kalau Zhenira adalah pasangan jiwaku? Dia milikku."

Kalimat penuh penekanan dari Lucifer itu membuat kedua tangan Zaaronico mengepal tanpa sadar. Zhenira memang reinkarnasi pasangan jiwa dari iblis di depannya, dan ia benci mengakui kalau ia sudah kalah, bahkan sebelum berperang.

"Aku sudah tahu." Zaaron memilih mengalah. Berdebat dengan Lucifer tidak akan ada habisnya karena iblis itu tidak pernah mau mengalah. "Kau hanya perlu memberiku waktu sedikit lagi."

"Sampai kapan?"

"Berapa lama lagi?"

Zaaron tak mampu menjawab. Karena ia pun tidak tahu secara pasti, kapan ia bisa membawa kabur Zhenira dan mengeluarkan iblis ini dari dalam tubuhnya. Ia tidak rela kalau harus menyerahkan Zhenira pada Lucifer. Selama ini, ia selalu mencoba berbagai cara untuk mengeluarkan Lucifer dari dalam tubuhnya. Melakukannya secara diam-diam dan secara terang-terangan pun sudah ia lakukan.

Namun, Lucifer begitu kuat.

Berpisah dengan sang pasangan jiwa selama ribuan tahun membuat sang raja iblis tersebut sangat menantikan kedatangan Zhenira saat tahu kalau gadis itu adalah reinkarnasi dari pasangan jiwanya.

"Aku belum bisa memastikannya. Zhenira adalah gadis yang cerdas, dia tidak mudah dikelabuhi."

Alasan.

Lucifer sangat tahu kalau Raja Silvanna di depannya ini hanya beralasan. Sedari awal, Zaaronico tidak pernah memihak padanya. Ia sudah tidak terkejut lagi akan hal itu.

"Aku tunggu sampai malam pergantian tahun. Tepat saat pesta kelulusan angkatan ke-12 Stealth Academy diadakan. Saat itu, Zhenira akan kemari, bukan?"

Mendengar kalimat tersebut, Zaaron spontan langsung melebarkan kedua bola matanya. Menatap Lucifer dengan ekspresi tak percaya yang terpampang jelas di depan sana. Membuat sudut bibir sang raja iblis terangkat ke atas.

"Waktumu hanya sampai hari itu tiba. Kalau kau tidak berhasil membawa Zhenira padaku, maka kau akan tahu sendiri akibatnya, Manusia."





߷ THE END ߷

Ancaman Lucifer menjadi akhir dari kisah petualangan Zhenira dan kawan-kawan di buku ini.

Karena endingnya gantung, jadi kalian pasti udah tahu kalo bakalan ada kelanjutannya, kan?

So, ditunggu aja, ya!

Sampai jumpa di kisah petualangan Zhenira selanjutnya♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro