Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

43 ߷ What's with the Number XII?



"Zer, lo tuh kenapa, sih?"

Zero menghela napas. Kalimat pertanyaan itu sudah ia dengar lebih dari lima kali dari mulut Kevin sejak sepuluh menit yang lalu. Ia yang tengah menyalin catatan di papan tulis jadi tidak bisa fokus karena sang sahabat terus saja merecokinya.

"Bisa diem nggak lo?"

"Enggak." Kevin menggeleng. "Nggak bisa diem gue sebelum lo jelasin, kenapa lo ngomong kayak gitu ke Zhenira."

Tak!

Zero meletakkan bolpoinnya ke atas meja sebelum membalikkan badan sepenuhnya ke arah Kevin. "Gini ya, Vin. Gue bilang kayak gitu karena gue cuma mau Zhenira sadar, kalo kita nggak bisa terus-terusan menghadapi hal kayak gini. Dunia mimpi, Negeri Silvanna, atau apalah itu. Gue cuma mau dia aman, kitanya juga aman. Hidup damai tanpa ada masalah berkepanjangan kayak kemarin sampai pindah dunia segala. Masalahnya, yang kita hadapi ini sesuatu yang gaib seperti sihir. Sesuatu yang rasanya mustahil, tapi ternyata benar-benar terjadi." Zero menyudahi perkataannya dan kembali mencatat materi di papan tulis tanpa memedulikan Kevin yang dibuat terdiam olehnya.

Namun harus Kevin akui, kalau ia ada di posisi Zero, ia mungkin akan melakukan hal yang sama untuk melindungi Kesya. Apalagi kita juga belum tahu, tentang apa-apa saja yang akan kita hadapi setelahnya.

"Oke, gue paham kok. Keputusan lo yang nggak mau terlibat lagi itu bagus, tapi perkataan lo tadi bikin salah paham, Bro. Lo seolah bilang kalo semua hal yang terjadi kemarin itu salahnya si Zhenira. Padahal bukan itu maksud lo, 'kan?"

"Gue yakin kalo Zhenira bakalan susah maafin lo habis ini. Apalagi si Oscars kelihatannya juga marah banget tadi."

Kali ini, Zero yang dibuat terdiam akan perkataan Kevin. Ya, memang. Harus ia akui kalau ia sedikit keterlaluan tadi. Ia seolah menuduh Zhenira yang menjadi penyebab dibalik setiap peristiwa aneh yang mereka alami beberapa waktu lalu.

"Mendingan lo cepet minta maaf sebelum Zhenira mutusin lo sebagai pacar dan cari cowok baru yang bisa ngertiin dia."

"Si anj-"

🌌🌌🌌

"Lin! Gimana dong, ini? Duh! Gue jadi nggak enak hati sama tuh anak." Kesya menyuarakan kegelisahannya selepas dari kantin dalam perjalanan menuju kelas mereka.

Linda menggeleng, pertanda ia pun juga tidak tahu harus bagaimana. Ia jadi kasihan dengan sahabatnya yang satu. Bukan maksud ia ataupun mereka tidak ingin turut pergi, tapi ia hanya khawatir kalau mereka tidak bisa kembali lagi. Terakhir kali, dipulangkan secara tiba-tiba oleh Zaaron saat bulan purnama kedua belas saja mereka sudah dibuat cukup terkejut. Sekarang Zhenira malah ingin kembali ke sana dan menghadiri acara kelulusan dari Stealth Academy yang ke-12.

"Tunggu, Key."

Kesya spontan menghentikan langkahnya dengan kedua alis terangkat. Ia menatap Linda yang tiba-tiba terdiam dengan raut wajah berpikir.

"Tidakkah semua ini berhubungan?"

"Berhubungan gimana, Lin?"

"Kita pulang saat bulan purnama kedua belas. Tadi Zhenira bilang kalau dia sama Zero diundang ke acara pesta kelulusan Stealth Academy yang ke-12."

Netra Kesya spontan membulat sempurna. Ia menatap Linda dengan ekspresi terkejutnya. "Lo bener, Lin! Ini semua pasti berhubungan! Tapi ... ada apa dengan angka 12?"

🌌🌌🌌

"Jadi gimana?"

Zhenira menghela napas. Gadis yang memakai atasan kaos oblong bergambar doraemon itu menatap sang sepupu dengan tidak yakin.

"Ya satu-satunya cara, kita harus buka kotak itu lagi." Zhenira menunjuk kotak biru berona silver itu dengan dagunya. Kotak tersebut ada di atas meja ruang tamu rumah Zhenira dalam keadaan yang masih terkunci rapat. Sementara kunci kotaknya berada di tangan Oscars sekarang.

"Yakin nih, mau ke sana hari ini? Nggak nungguin pas hari ultah lo aja?"

Tatapan datar Zhenira berikan pada sepupu menyebalkannya. "Kenapa sih lo yakin banget kalo acaranya pas hari ulang tahun gue?"

Oscars menggaruk pipinya canggung. "Yahh, firasat aja sih."

Zhenira mendengkus. "Udah, deh. Lo tuh nggak usah kebanyakan berteori. Percaya aja sama gue. Pasti yang dimaksud tuh hari ini. Tanggal 31 ke tanggal 1, awal bulan."

Kini giliran Oscars yang memberikan tatapan datarnya pada Zhenira. "Kok lo jadi oon gini sih, Zhe? Di suratnya itu udah jelas tertera, saat bulan dan matahari bertemu untuk pergantian tahun. Pergantian tahun, bukan bulan. Ya kita nunggu pas akhir Desember, lah. Pas ulang tahun lo."

"Lahh, buset. Itu kan masih sebulan lagi, Oscars. Terus ngapain nih undangan datangnya sekarang?"

"Ya mana gue tau, anjir. Emangnya gue cenayang? Tanya aja sama rumput yang bergoyang."

Zhenira mendengkus. Berdebat dengan sepupunya ini memang tidak akan ada ujungnya jika tidak ada salah satu dari mereka yang mengalah. "Terus sekarang gimana?"

"Ya simpan aja dulu kotaknya. Kita tunggu akhir Desember. Sebulan itu cepat, nggak akan terasa." Oscars memberikan saran terbaiknya. Karena menurut sepupu Zhenira tersebut, hanya itu satu-satunya petunjuk yang cukup masuk akal. Desember akhir saat sore hari menjelang malam. Saat itulah ia dan Zhenira akan pergi ke sana.

"Ya udah. Kali ini gue percaya sama lo-"

"Jadi selama ini lo nggak percaya sama gue?" sela Oscars dengan cepat.

Plak!

Zhenira yang geram langsung mendaratkan pukulan kecil pada bahu Oscars. "Dengerin dulu, bego! Maksudnya tuh, gue setuju sama teori lo kali ini. Hari terakhir pada bulan Desember, saat pergantian tahun menuju Januari. Saat bulan dan matahari bertemu, itu saat sore menjelang malam, 'kan? Tepat saat hari ulang tahun gue."

Oscars mengangguk-angguk seraya menjentikkan jarinya. "Iya, betul! Itu maksud gue. Jadi selama nunggu waktu itu, lo simpan rapat-rapat itu kotak mimpi sama surat undangannya. Jangan sampe ketahuan siapapun termasuk orang tua lo."

"Iya, gue paham. Gue bakal simpan kotak ini di tempat yang nggak bakal mudah terjangkau oleh siapapun."

🌌🌌🌌

Di waktu yang bersamaan, tapi di tempat yang berbeda. Ketujuh remaja yang terdiri dari ; Marcell, Linda, Kevin, Kesya, Maxime, Trax, dan Shadow itu tengah berkumpul di rumah Trax untuk mendiskusikan masalah yang kembali melibatkan salah satu sahabat mereka, Zhenira.

Dengan pakaian santai dan berbagai camilan di atas meja, mereka bertujuh sepakat untuk mendiskusikan masalah tersebut sampai menemukan titik terangnya. Karena jujur saja, di sisi lain mereka pun takut tidak bisa kembali pulang ke bumi jika pergi ke sana lagi. Apalagi Stealth Academy adalah tempat yang masih asing bagi mereka, meskipun sama-sama berada di wilayah Negeri Silvanna. Dari namanya saja, mereka sudah bisa menebak kalau itu adalah tempatnya para siluman bersekolah.

Siapa yang tidak merinding coba?

Bayangkan kalau kalian akan bertemu dengan berbagai macam siluman hebat di sana. Sementara mereka hanya manusia biasa yang tidak mempunyai kekuatan apapun. Jadi mereka harus sangat waspada dan berhati-hati. Jangan sampai identitas mereka diketahui oleh orang sana.

"Guys, jadi gimana? Kita nggak mungkin biarin Oscars sama Zhenira pergi ke sana sendirian, 'kan?" Trax, Ketua D'Most Saga itu bertanya dan berhasil memecah keheningan diantara mereka.

"Iya, tapi gue juga takut, Trax. Gue takut nggak bisa pulang." Linda menyuarakan kegelisahannya. "Lo tau sendiri berapa lama kita ada di istana utama Silvanna kemaren."

"Cuma tiga hari kalo di bumi, Lin."

Sahutan Maxime itu langsung mendapat lirikan tajam dari Linda. Suasana mellow tadi langsung berubah jadi mencekam. Kesya yang paham akan situasi langsung mendaratkan salah satu majalah yang ada di depannya ke kepala Maxime.

Plak!

"Bisa diem dulu nggak lo?" desis Kesya yang ikutan geram.

"Sakit, Key!" Maxime merengut dengan bibir yang sudah maju beberapa senti. "Kenapa selalu gue yang kena, sih?"

"Ya karena lo yang sering bikin onar," cibir Kevin.

"Enak aja! Si Marcell, tuh!"

"Lahh? Kenapa gue jadi dibawa-bawa?"

"Udah-udah, nggak usah debat. Jadi ini gimana? Gue nggak bisa biarin Oscars dan Zhenira pergi ke sana sendiri." Trax kembali menengahi. Sang pemilik rumah itu sepertinya sudah tidak tahan dengan perdebatan yang terjadi. "Semuanya terserah sama kalian, tapi yang jelas, gue bakal ikut ke sana." Keputusan Trax sudah bulat. Ia bukannya takut karena tidak bisa pulang kembali ke bumi. Ia lebih takut kalau akan kehilangan kedua sahabatnya tersebut.

"Trax? Lo yakin?" Linda kembali bertanya dengan hati-hati. "Gimana sama Mama lo?"

"Lin, gue justru yakin kalo Mama gue bakal setuju sama keputusan gue ini." Trax tentu sangat yakin kalau sang mama yang saat ini juga tengah berjuang melawan penyakitnya di rumah sakit itu akan setuju dengan keputusan yang ia ambil. Sang mama selalu berbicara soal 'carilah teman yang membuatmu selalu merasa ingin melindungi mereka dalam kondisi apapun', dan Oscars juga Zhenira adalah orangnya.

"Kali ini gue setuju sama Trax." Shadow angkat bicara. "Gue sendiri masih ngerasa bersalah sama Zhenira karena masalah Tamara tempo hari. Zhenira tuh anaknya baik. Meskipun gue nggak terlalu deket sama dia, tapi gue ngehargai dia sebagai sahabat gue." Pemuda yang biasanya irit bicara itu kini turut mengemukakan pendapatnya.

"Lo pada nggak usah maksain diri." Oscars muncul dari arah pintu utama yang terbuka dengan pakaian kasualnya. "Biar gue sama Zhenira yang selesain ini sendiri," lanjut sepupu Zhenira tersebut.

Mereka semua tampak terkejut karena kedatangan anak tunggal dari Revallino Reyhan yang terkesan tiba-tiba ke rumah besar Trax, Sang Ketua D'Most Saga itu.

Maxime yang paham akan situasi pun segera menjelaskan. "Gue yang nyuruh Oscars ke sini," jelasnya. Pemuda itu mengangkat ponselnya yang menampilkan roomchat dirinya dan Oscars. "Gue nggak enak kalo nyembunyiin diskusi ini dari dia. Jadi mending kita blak-blakan aja."

Oscars mengangguk, menyetujui perkataan Maxime yang juga turut mewakilkan isi pikirannya. Ia bahkan cukup terkejut saat mengetahui para sahabatnya sampai mengadakan diskusi terkait problem Negeri Silvanna yang lagi-lagi menyeret Zhenira ke dalamnya.

"Gue udah bicarain soal ini sama Zhenira. Dia pun nggak mau maksa kalian buat ikut masuk ke Negeri Silvanna lagi. Makanya kita berdua bakal pergi sendiri," jelas Oscars sambil mendudukkan dirinya di samping Maxime dan Shadow. Karena hanya itulah satu-satunya space yang masih kosong.

"Tapi kan-"

Oscars menggeleng sebelum Trax sempat menyela. "Enggak, Trax. Lo pada fokus aja sama sekolah. Jangan lupa, kita semua udah kelas 12. Urusan Negeri Silvanna dan Stealth Academy biar jadi urusan gue sama Zhenira." Oscars beralih menatap Kevin yang duduk di samping Kesya, tepat di depannya. "Bilangin juga sama sahabat lo, Vin. Gue nggak butuh rasa simpati dia buat sepupu gue. Zhenira nggak suka dikasihani."

Deg!

Kevin sedikit tertegun. Bagaimana Oscars bisa tahu? Apakah mungkin kalau Oscars mendengar percakapannya dengan Zero tadi di kelas? Kalau iya, berarti ini gawat! Bisa-bisa Zhenira akan semakin salah paham. Ia harus bicara dengan Zero sepulang dari rumah Trax nanti.

Ya, harus!

Linda, Kesya, Maxime, Shadow, Trax, dan Marcell tidak berani berkomentar terhadap perkataan Oscars yang satu itu. Karena mereka sendiri pun tidak tahu apa alasan Zero tidak mau mendampingi Zhenira kembali ke Negeri Silvanna untuk menghadiri pesta kelulusan angkatan mereka yang ke-12. Padahal pemuda itu juga diundang karena dia salah satu pangeran inti dari Keluarga Silvanna.

"Oke, ntar gue sampein ke anaknya."

"Bagus."



Duhh! Zeroooo😭
Kenapa lo malah bikin masalah di saat kayak gini, sih?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro