42 ߷ Graduation Party Invitation Letter
•
•
•
Sejauh apapun kita pergi, pasti rumah selalu menjadi tempat kita untuk pulang. Itulah yang tengah dirasakan Zhenira sekarang. Ia terbangun di kamarnya dengan kotak biru berona silver di tangannya. Kotak itu tertutup rapat dengan gembok emas sebagai pelindung, beserta kunci emas yang menggantung di sana.
Zhenira menatap jendela kamar, di mana sinar matahari masuk melalui sela-sela ventilasi kamarnya. Senyuman manis penuh kelegaan terbit di bibir gadis bernama lengkap Zhenira Silvanna Evans tersebut. Zhenira beranjak bangun dari atas ranjang dan hendak meletakkan kotak mimpi itu di atas nakas.
Namun sesuatu yang ia temukan di atas nakas berhasil menarik perhatiannya. Sebuah surat, dengan kertas berwarna cokelat pudar di dalamnya. Terlebih lagi, ada stempel bergambar dua ekor naga bersayap yang sangat ia kenal.
Stempel resmi milik Stealth Academy.
"Oh My God ... tidak lagi."
🌌🌌🌌
SMA Negeri Majalengka.
Tempat menuntut ilmu yang sudah seperti rumah kedua bagi para remaja yang tengah mencari jati diri mereka. Sama seperti Kesya dan Linda yang baru saja tiba di depan gerbang sekolah mereka ini.
Kedua gadis yang biasanya selalu terlihat ceria itu, kini tampak muram. Siapa lagi penyebabnya kalau bukan sahabat mereka si Zhenira.
Zhenira belum juga terbangun dari alam bawah sadarnya, sementara dua guardian yang merupakan murid baru di kelas mereka itu juga menghilang tanpa jejak. Bahkan para guru dan teman-teman mereka yang lain pun tidak ingat kalau ada murid baru bernama Ravgaz dan Aronaz.
Hanya mereka saja yang mengingatnya.
"Woy! Kesya! Linda!"
Seruan itu berhasil menarik perhatian Kesya dan Linda. Keduanya menoleh ke sumber suara, dan mendapati ketujuh pemuda yang merupakan sahabat mereka itu di pintu gerbang sekolah.
"Masih pagi udah ngelamun aja lo berdua," komentar Maxime sembari mendekatkan motornya ke posisi dua gadis tersebut. "Ntar kesambet, gue mampusin, tau rasa!"
Kesya mendelik. "Amit-amit! Hati-hati lo kalo ngomong, Max. Ucapan adalah doa," balas Kesya dengan sewotnya.
"Ya lagian, masih pagi udah ngelamun aja. Tumbenan lo berdua nggak bawa kendaraan? Lagi jatuh miskin?"
Tangan Kesya sudah terangkat, hendak mendaratkan pukulan pada Maxime jika saja tangannya tidak ditahan oleh Linda. "Sabar, Key! Sabar!"
"Ck! Jaga omongan lo, ya! Gue lagi nggak mood buat ladenin bacotan unfaedah lo!"
Maxime yang awalnya memang berniat bercanda, jadi tidak enak karena Kesya benar-benar tersinggung dengan ucapannya. Pemuda yang bernama asli Esfandiar Haidar Arash itu menggaruk belakang kepalanya dengan kikuk. Lalu menoleh ke belakang, ke arah keenam teman-temannya yang tampak sok sibuk dengan ponsel mereka.
Dasar bestie laknat!
"Maaf, Key. Gue kan cuma bercanda."
Kesya mendengkus. "Tiada maaf bagimu," sinisnya.
Linda menghela napas, lantas mengkode Maxime dan lainnya agar menjalankan motornya ke arah parkiran. Mengingat mereka masih berada di depan gerbang sekolah. Bukan tidak mungkin kalau keberadaan mereka nanti akan menghalangi jalannya siswa lain yang ingin masuk ke dalam sekolah.
"Mendingan lo pada cepetan ke parkiran. Bel masuk sebentar lagi bunyi."
Bagai sebuah perintah, ketujuh remaja laki-laki itu akhirnya kembali menyalakan mesin motor mereka dan memarkirkan kendaraan mereka di tempat parkir. Sementara Linda dan Kesya memilih untuk langsung pergi ke kelas mereka karena ada ulangan harian Fisika pagi ini.
🌌🌌🌌
Sementara itu, di waktu yang bersamaan, Zhenira tengah melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ini hari pertamanya kembali ke sekolah, dan ia tidak ingin terlambat. Lagipula, ia harus segera bertemu dengan teman-temannya karena ada hal penting yang harus ia beritahukan pada mereka.
Hal penting terkait surat yang ia temukan di atas nakas. Surat yang berisi undangan pesta kelulusan untuk angkatan ke-12 dari Stealth Academy. Surat yang ditujukan untuknya, dan Pangeran Zero dari Keluarga Dawson.
"Ck, sial! Kenapa harus macet segala, sih?!"
Gadis dengan bandana putih polos di kepalanya itu memukul stang motornya karena kesal. Ia tidak peduli dengan berbagai tatapan orang yang juga sama-sama terjebak macet sepertinya. Jalanan pagi memang selalu macet, itulah kenapa ia selalu berangkat lebih awal. Tetapi kali ini, ia jadi terlambat karena drama pagi hari yang dibuat oleh kedua orang tuanya.
Ya wajar sih, karena Zhenira baru saja terbangun dari mimpi panjangnya.
Tin! Tin! Tin!
Suara klakson mulai terdengar di mana-mana. Membuat mood Zhenira yang tadinya buruk, semakin memburuk. Gadis dengan nametag Zhenira S. E. yang terletak di atas saku seragamnya itu terus saja merengut. Sesekali gadis itu juga akan melirik pada jam tangan silver yang dikenakannya di tangan kiri.
Hingga setelah hampir lima belas menit lamanya terjebak macet, kini Zhenira sudah bisa melajukan motornya dengan kecepatan normal lagi. Tidak lagi ia pedulikan umpatan orang-orang karena kecepatan motor yang terus ia naikkan. Karena yang terpenting sekarang, ia harus segera sampai ke sekolahnya.
SMA Negeri Majalengka.
Sudah terpampang jelas di depan mata beberapa meter jauhnya. Zhenira menarik sudut bibirnya sebelum berjalan memutar lewat gerbang belakang sekolah. Ia sudah terlambat, jadi tidak mungkin kalau ia lewat gerbang depan. Bisa-bisa ia terkena point dan SP saat itu juga.
Jadi lebih baik cari aman sajalah.
Tidak banyak orang yang melewati gerbang belakang sekolah selain penduduk kampung belakang. Itulah kenapa Zhenira bisa leluasa masuk tanpa harus sembunyi-sembunyi. Para OSIS juga jarang berpatroli di sekitaran sini. Zhenira sudah memastikannya dari Risa. Ia sempat menghubungi Wakil Ketua OSIS itu tadi sebelum berangkat, apakah akan ada razia hari ini atau tidak.
Namun sepertinya, keberuntungan memang tengah berpihak padanya. Karena ia bisa leluasa masuk ke dalam sekolah melewati gerbang belakang tanpa diketahui oleh siapapun. Segera saja ia meletakkan motornya di sana dan menutup kembali gerbang tersebut. Kemudian bergegas ke kelasnya meski harus penuh perjuangan karena bisa saja ia ketahuan oleh salah satu guru.
Ketika papan nama kelasnya sudah terlihat, barulah Zhenira bisa merasa lega sekarang. Terlebih ekspresi terkejut Linda dan Kesya saat melihatnya di dekat pintu kelas cukup menghibur untuknya. Ia mengkode kedua sahabatnya itu agar mengalihkan perhatian sang guru yang tengah mengajar di depan sana agar ia bisa menyusup masuk.
Linda dan Kesya yang paham akan kode Zhenira, segera saja melancarkan aksinya.
"Bu! Bisakah Anda menjelaskan teori dasar dari soal nomor tiga? Kami kesulitan menjawab soal tersebut." Kesya mengangkat tangannya dan berujar. Membuat semua mata penghuni kelas mengarah pada gadis yang sengaja mencepol rambutnya tersebut.
"Tentu saja, Kesya. Ibu sudah menunggu pertanyaan kalian sedari tadi. Karena Ibu memang sengaja memberikan soal yang sedikit rumit agar kalian mau berpikir dan bertanya apabila kesulitan dalam menjawab."
Kesya dan Linda saling pandang, sebelum tersenyum lebar penuh arti. Kedua gadis itu mengangguk dan kembali fokus menatap ke depan, hingga sesekali melirik ke arah Zhenira yang masuk dengan berjalan mindik-mindik.
Barulah ketika sudah sampai di tempat duduknya di samping Kesya, Zhenira bisa bernapas lega. Gadis itu menyengir lebar, memperlihatkan gigi putihnya sebelum mendapat tepukan keras dari Kesya pada punggungnya. "Lo dari mana aja sih, Maemunah?! Kenapa baru sadar dan udah masuk sekolah aja?!" seru Kesya dengan suara tertahan.
Zhenira tersenyum. "Panjang ceritanya, Key. Nanti aja gue ceritain. Karena ada hal yang lebih penting yang harus kalian tahu."
Linda dan Kesya jelas dibuat penasaran akan perkataan Zhenira. Hal penting seperti apa yang ingin Zhenira katakan? Apakah menyangkut dunia mimpi lagi?
🌌🌌🌌
"Guys! Ini terserah kalian mau percaya atau enggak, tapi Stealth Academy ngundang gue sama Zero ke acara kelulusan mereka yang ke-12." Zhenira meletakkan surat undangan resmi berbahasa Inggris dari Stealth Academy itu di tengah-tengah mereka.
Maxime meraih surat itu terlebih dahulu, membacanya dengan serius dan cepat. Hingga ...
"Yaelah! Gue mah kagak ngerti ini artinya apaan. Gue kan nggak bisa Bahasa Inggris. Bacaain napa, Trax."
... Maxime melempar surat itu pada sang ketua yang langsung ditangkap oleh Trax dengan delikan mautnya. "Hati-hati, bego! Surat langka, nih."
"Zhe, tapi kita nggak akan kembali ke sana, 'kan?" Kevin bertanya dengan hati-hati.
Zhenira tersenyum dan menggeleng. "Bukan kita, tapi cuma gue sama Zero."
"Enggak, Zhe. Kali ini gue nggak ikut."
Semua tatapan mata spontan mengarah pada pemuda tampan dengan kacamata beningnya tersebut. Termasuk Oscars yang langsung meluruskan posisi duduknya.
"Gue nggak mau terlibat lagi."
Zhenira dibuat bungkam oleh perkataan yang dilontarkan Zero. Apakah maksudnya, Zero sudah tidak ingin terlibat lagi dalam semua hal yang terjadi di hidupnya? Apakah maksud perkataan Zero, kalau semua hal yang terjadi beberapa waktu terakhir adalah karenanya? Ia bahkan tidak tahu kalau semua peristiwa itu akan terjadi pada dirinya. Ia juga tidak tahu apa yang akan terjadi besok atau lusa.
"Oke, gapapa. Gue bisa ke sana sendiri." Zhenira memberikan senyum palsunya. Senyum yang mengandung banyak arti di dalamnya.
"Gaada ya, Zhe. Lo pergi sama gue atau nggak sama sekali." Oscars, sepupu Zhenira itu berujar dengan lirikan tajamnya yang ditujukan untuk Zero. "Ternyata selama ini gue salah karena udah ngasih kepercayaan sama lo, Zer."
Setelahnya, Oscars memilih beranjak berdiri dan menarik Zhenira agak ikut pergi dari area kantin yang sedari tadi menjadi tempat diskusi mereka. Oscars tidak menyangka kalau Zero akan berkata demikian. Harusnya dari awal, ia tidak langsung mempercayakan soal sepupunya begitu saja pada Sang Ketua Jurnalistik tersebut.
Usai dirasa jauh dari area kantin serta jangkauan teman-temannya. Oscars melirik ke arah Zhenira yang tampak muram. "Udahh, nggak usah lo tangisin cowok begitu. Cowok di dunia ini bukan cuma Zero doang."
Tidak ada respon. Zhenira masih diam dengan langkah yang terus menyusuri koridor bersama Oscars di sampingnya. Kedua saudara sepupu itu memiliki suasana hati yang berbeda saat ini. Oscars dengan kekesalannya terhadap Zero, dan Zhenira dengan perasaannya yang campur aduk.
"Ohh ya, Zhe. Kapan acara kelulusan itu diadakan?" Oscars bertanya guna memecah keheningan, sekaligus mencoba mengalihkan pikiran Zhenira.
Zhenira membuka kertas berwarna cokelat lusuh yang sedari tadi dipegangnya dan mencari tanggal pelaksanaan acara. "Kok gaada tanggalnya, ya?"
"Yang bener aja lo. Masa iya gaada tanggalnya?"
"Serius gue." Zhenira menyerahkan surat resmi dari Stealth Academy itu pada Oscars. "Tuh, coba cek sendiri."
Oscars menerima surat itu dan membacanya dengan cepat. Ia memang tidak menemukan adanya tanggal, bulan, atau bahkan tahun kapan diadakannya acara kelulusan tersebut. Akan tetapi, ia menemukan satu kalimat bermakna kiasan yang mungkin saja kalau itu adalah waktu pelaksanaan acaranya.
"When the moon and sun meet for the turn of the year. Apa maksudnya?"
"Saat bulan dan matahari bertemu untuk pergantian tahun?"
Zhenira dan Oscars saling pandang, mencoba mencerna maksud dari kalimat tersebut.
"Zhe, mungkinkah maksudnya hari itu?"
Kening Zhenira mengernyit dalam. "Hari itu? Hari apa?"
"Hari kelahiran lo."
"Ngawur! Emangnya pas gue lahir, bulan sama matahari lagi ketemuan?" ujar Zhenira dengan sewotnya.
"Ya kan siapa tau aja, Zhe. Surat itu kan lo yang nemuin, lo juga yang diundang. Ya bisa aja kan kalo acaranya pas hari kelahiran lo. Waktu itu kan lo lahirnya sore-sore menjelang malam. Waktu itu kan matahari lagi tenggelam dan digantiin sama bulan."
"Duh! Nggak tau, dah. Kita pikirin nanti aja."
"Yeu, gue bilangin juga."
"Iya-iya, bawel amat lo."
"Dih!"
•
•
•
Hingga part ini berakhir dengan percekcokan kedua sepupu tersebut :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro