Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

41 ߷ A Story from the Past



Zaaron terdiam dengan tatapan yang tak lepas dari seorang gadis yang tengah tertawa-tawa setelah menjahili salah satu prajurit tersebut. Gadis dengan surai hitam dan manik secoklat madu itu adalah Zhenira.

Dalam diam, sebenarnya ia cukup mengagumi gadis yang merupakan adik kandung dari Zhaviero tersebut. Sifatnya yang ceria dan sedikit berbeda dari gadis bangsawan kebanyakan memang menarik. Akan tetapi, apakah mungkin kalau ia dan Zhenira menjalin kasih?

Zhenira punya daya pikatnya sendiri, dan Zaaron mengakui itu.

"Kak Zaaron!"

Zaaron tersentak dan mendapati gadis yang sedari tadi ia perhatikan sudah berdiri di depannya dengan cengiran lebarnya.

"Hai! Kakak lagi ngapain di sini?"

Zaaron tersenyum sembari mendaratkan satu usakan lembut pada puncak kepala gadis manis di depannya. "Memperhatikanmu. Boleh, 'kan?"

Dapat Zaaron lihat bahwa netra Zhenira membulat sempurna dengan pipi yang sedikit merona. Meskipun cukup terkejut dengan reaksi Zhenira, tapi ia bisa sedikit memakluminya. Zhenira tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki manapun selain keluarga gadis itu sendiri.

"Tapi aku sedang tidak melakukan apapun. Apa yang Kakak perhatikan?" Setelah mengontrol ekspresinya, Zhenira bertanya dengan cepat. Ia harus sedikit mendongak untuk berbicara dengan Zaaron karena perbedaan tinggi mereka.

"Menjahili prajurit? Kau sedang melakukan itu tadi."

Mendengar jawaban yang tidak disangka-sangka itu spontan membuat Zhenira melepaskan tawanya. Gadis itu tertawa senang kala teringat lagi kejahilan yang sudah ia lakukan. "Aku sedang bosan, dan kebetulan prajurit tadi merupakan sasaran empuk untuk kejahilanku di sore ini."

Pengakuan Zhenira yang kelewat percaya diri itu membuat sudut bibir Zaaron terangkat. "Benarkah? Lalu bagaimana denganku? Bisakah kau juga melakukan itu padaku? Menarik tudung yang tengah kupakai." Zaaron menunjuk tudung hitam yang menyembunyikan sebagian wajahnya.

"A-aaa, aku tidak bisa." Zhenira berkata pelan.

Satu alis Zaaron terangkat. Apa maksud dari perkataan Zhenira?

"Aku tidak bisa melakukannya jika itu adalah Kakak."

"Kenapa?" Zaaron tidak bisa jika tidak penasaran. Jadi kalimat tanya itu spontan keluar begitu saja dari mulutnya.

"Karena-"

"ZHENIRAAA!"

Perkataan Zhenira terpotong begitu saja saat seruan yang memanggil namanya itu terdengar. Kedua sejoli itu pun langsung menoleh ke sumber suara dan mendapati Zhaviero yang berlari mendekat dari arah Barat.

"ZHE!"

"Ada apa sih, Kak?" Zhenira menatap sang kakak yang tampak masih mengatur napasnya dengan kening mengerut dalam. "Ada apa manggil Zhenira? Sampai lari-larian seperti itu."

"Kah-kalian, itu ... anu, Zaaron."

Zaaron memberikan tatapan datarnya pada sang sahabat. Zhaviero memegang kedua lututnya, masih berusaha menormalkan pernapasan. Berlari dari gerbang depan istana sampai ke tempat Zhenira dan Zaaron berbincang ternyata cukup melelahkan juga.

"Kalian berdua dipanggil ke aula istana."

"Hah?"

Zhenira dan Zaaronico saling pandang sebelum menuntut penjelasan pada Zhaviero kemudian. Menyadari arti dari tatapan keduanya, laki-laki yang merupakan kakak kandung dari Zhenira itu kembali berujar.

"Bukan hanya kalian, tapi kita semua. Semua Putri dan Pangeran Silvanna."

🌌🌌🌌

Aula istana utama di Negeri Silvanna itu tampak hening seolah tak berpenghuni. Padahal ada raja, ratu, dan keenam putri juga pangeran di sana. Keenam orang itu bertanya-tanya, untuk urusan apa sehingga raja dan ratu memanggil mereka ke aula? Mereka bertanya-tanya, tapi tidak ada yang berani bertanya.

Suasana di dalam aula terasa mencekam, terlebih saat melihat tatapan serius dari sang raja. Hanya Zaaron yang terlihat santai, karena yang tengah ia hadapi sekarang adalah kedua orang tuanya sendiri. Ia hanya penasaran, ada apa gerangan hingga ayah dan ibunya memanggil semua Putri dan Pangeran Silvanna ke aula istana?

"Adakah salah satu dari kalian yang tahu, kenapa kalian semua dipanggil ke sini?" tanya sang ratu, ibunda dari Zaaronico Silvanna Valdo.

Zhenira mengangkat tangan, membuat tatapan semua orang terarah padanya. "Saya ingin pergi ke kamar kecil, Yang Mulia. Bolehkah? Saya sudah tidak tahan."

Kalimat polos yang keluar dari bibir mungil Putri Zhenira itu membuat Zelino dan Zhaviero tak kuasa menahan tawanya. Zelina yang merupakan salah satu putri dari Keluarga Merlion juga dibuat menutupi wajahnya karena merasa malu akan perkataan Putri Zhenira yang cenderung sangat blak-blakan. Jangan lupakan Zaaron yang sudah tersenyum geli dan Zero yang tetap mempertahankan ekspresi datarnya.

"Silakan, Putri Zhenira. Segera kembali ke sini setelahnya, ya." Sang ratu berujar dengan senyuman lembutnya.

Bagi Ibunda Zaaron itu, Zhenira sudah ia anggap seperti putrinya sendiri. Apalagi gadis itu adalah yang paling bungsu. Jadi ia sangat memaklumi setiap sifat kekanakan dalam diri sang putri yang memang belum beranjak dewasa tersebut. Zhenira baru saja berusia 15 tahun bulan kemarin. Berjarak tiga tahun dengan Zaaron, Zelino, dan Zhaviero yang berusia 18 tahun. Sementara Zero dan Zelina memang lahir di tahun yang sama dengan Zhenira, tapi mereka berdua lebih tua beberapa bulan.

"Terima kasih, Yang Mulia! Saya permisi dulu!"

Usai berpamitan, Zhenira langsung berlari dengan cepat keluar aula. Meninggalkan sang ratu yang terkekeh geli dan sang raja yang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Baiklah, aku tidak ingin membuang waktu." Suara sang raja kembali berhasil menarik perhatian para putri dan pangeran. "Kalian berenam akan kukirim ke Sorcery Academy dan Stealth Academy untuk belajar mengontrol kekuatan kalian."

"Stealth Academy dan Sorcery Academy?"

Sang raja mengangguk. "Kami para orang tua sudah mendiskusikan hal ini. Kalian akan berada di sana selama 6 bulan. Tiga bulan pertama di Sorcery Academy, dan tiga bulan berikutnya di Stealth Academy."

"Baiklah. Kami akan pergi."

Keputusan sepihak dari Zaaronico itu membuat laki-laki tersebut mendapatkan banyak tatapan protes dari sepupu-sepupunya. Terutama Zelino dan Zhaviero. Ia sangat tahu apa kekhawatiran mereka.

"Tapi selama di sana, kami tidak ingin mendapatkan perlakuan khusus. Kami ingin diperlakukan sama rata seperti para bangsawan lainnya."

"Tentu saja. Jika itu mau kalian. Baiklah, kalian akan berangkat dalam lima hari lagi."

"Apakah tidak apa-apa?" Kalimat tanya penuh kehati-hatian itu membuat tatapan semua orang menoleh ke sumber suara. Putri Zhenira berdiri di ambang pintu aula dengan menautkan jari-jarinya dengan gugup. "Saya belum tahu apa kekuatan sihir yang saya punya. Apakah tidak apa-apa?"

Semua orang di ruangan itu terdiam. Hanya sang ratu yang menatap gadis dengan gaun biru polos itu dengan lembut penuh kasih sayang. "Justru itu, sayang. Zhenira dikirim ke sana kan untuk belajar. Untuk mencari tahu kekuatan sihir apa yang Zhenira punya, begitu. Jadi tidak perlu khawatir, ya?"

Putri Zhenira yang masih tidak yakin, mencoba untuk menatap sang kakak yang berdiri di tengah aula dengan keempat putri dan pangeran lainnya. Tatapan kedua kakak-beradik itu bersirobok. Zhaviero yang paham akan kekhawatiran sang adik, spontan memberikan satu kepalan tangan dengan senyuman lebarnya.

"Kamu pasti bisa!" seru Zhaviero dengan suara tertahan.

Seulas senyum seketika terbit di bibir Zhenira Silvanna Evans, dan semua interaksinya dengan sang kakak tak luput dari tatapan manik sebiru kristal milik Zaaronico dan sekelam malam milik Farzero.

"Baiklah, Zhenira ikut!"

Dikirimnya keenam putri dan pangeran itu hanyalah awal dari sebuah rencana besar. Rencana yang akan memecah belah keluarga inti Silvanna karena pengkhianatan.

🌌🌌🌌

Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat saat ini. Kedua orang tuaku tergeletak bersimbah darah di dalam kamar mereka. Dengan banyak luka tusukan di beberapa bagian tubuh keduanya. Akan tetapi, yang membuatku lebih tidak percaya lagi adalah ...

... kekasihku yang menjadi pelakunya.

"Zaaron, kau-"

Tidak ada tatapan cinta, tidak ada tatapan selembut sutra yang biasa aku terima, tapi tatapan tajam penuh amarah.

Aku menatap pedang di tangan kanannya yang penuh dengan darah. Berikut juga kemeja putihnya yang terdapat noda merah.

Aku menunggu. Menunggu dia menjelaskan semuanya padaku. Tetapi kenapa Zaaron tetap bungkam? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang aku lewatkan? Seseorang tolong jelaskan situasi ini padaku!

"Aku hanya menghukum mereka yang telah berbuat salah. Nyawa harus dibayar dengan nyawa."

Jujur saja, aku masih tidak mengerti. Aku tidak mengerti dengan kalimat ambigu yang Zaaron katakan. Nyawa siapa? Nyawa kedua orang tuaku? Apa yang telah mereka lakukan?

"Zhe! Zhenira! Kita harus keluar dari istana ini, Zhe!"

Aku menatap penuh kebingungan pada sosok Pangeran Zero yang tiba-tiba saja datang dan menarikku agar ikut dengannya. Aku menatap laki-laki yang masih berdiri di tengah-tengah ruangan dengan penuh permohonan. Aku butuh penjelasan. Kenapa Zaaron hanya bungkam? Kenapa dia tidak memberiku penjelasan? Apa? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dia diam saja dengan tatapan mata yang mulai menyendu?

"Tidak." Aku bergumam dengan netra yang mulai berkaca-kaca. "Aku tidak bisa pergi begitu saja sebelum mendapatkan penjelasan tentang apa yang terjadi. Kenapa kau membunuh kedua orang tuaku, hah?! Katakan, Zaaron!"

Pangeran Zero menahan tubuhku sebelum benar-benar menarikku keluar dari kamar kedua orang tuaku. Aku sudah meronta dan berteriak dengan keras, tetapi dia tidak mau mendengarkan. Zaaron juga tidak melakukan apa-apa selain menatap kepergian kami dalam diam.

Aku baru saja pulang dari Stealth Academy, lalu kenapa semuanya jadi seperti ini?

Tidak hanya kematian orang tuaku, tapi berita yang cukup mengejutkan ternyata sedang terjadi di istana ini. Kudeta besar-besaran yang dilakukan untuk menjatuhkan raja dan ratu-orang tua Zaaron-dari kepemimpinan mereka. Kudeta itu dilakukan oleh ketiga keluarga inti Silvanna, yakni ; Merlion, Dawson, dan Evans.

Setidaknya itulah cerita yang aku dengar dari Pangeran Dawson setelah dia berhasil membawaku ke tempat yang aman. Karena istana saat ini bukanlah tempat yang aman bagi kami. Zaaron marah dan menuduh orang tua kami yang telah membunuh orang tuanya. Aku tidak tahu bagaimana kejadian yang sebenarnya, tapi aku yakin kalau mereka tidak mungkin sampai membunuh raja dan ratu. Kalaupun iya, maka itu sangat keterlaluan!

Akan tetapi, aku juga tidak terima dengan kematian kedua orang tuaku. Aku yakin kalau ayah dan ibuku adalah orang baik, mereka tidak akan mungkin melakukan hal keji seperti itu.

🌌🌌🌌

Back to the Black Zone ...

Zhenira tidak ingin percaya dengan semua peristiwa masa lalu yang baru saja ditunjukkan padanya. Ia menatap ke arah sosok jiwa sang ibu yang masih ada di sana dengan senyum lembutnya. Ia tak kuasa menahan rasa sesak dalam dada, dan akhirnya menangis terisak di depan orang yang telah melahirkannya.

Zhenira masih tidak percaya, tapi semua ingatan yang memaksa masuk dalam pikiran membuat ia dihantam bertubi-tubi kenangan pahit masa lalu yang pada akhirnya membawa ia ke dunia nyata di bumi untuk pengasingan.

Zhenira memang berasal dari Negeri Silvanna. Negeri dengan para orang-orang aneh yang dulunya adalah rumah terindah, tapi ternyata menyimpan banyak sekali kenangan pahit di dalamnya.

"I-ibu, maafkan Zhenira karena terlambat datang untuk menyelamatkan kalian." Zhenira berujar lirih, dengan dada yang terasa sangat sesak. Ia tidak sanggup mengatakan betapa ia sangat menyesal. Ia merasa tidak berguna sebagai seorang anak.

"Sayang, don't cry. Ini bukan kesalahan kamu."

Usapan lembut bisa Zhenira rasakan dari tangan hangat sang ibu di pipinya. Betapa ia sangat merindukan sentuhan ini. Sentuhan yang selalu menenangkannya dikala ia sedang sedih dan gundah karena suatu persoalan.

"Semua ini sudah takdir, Zhenira. Sang Pencipta punya kuasa atas segalanya. Jadi, jangan pernah menyerah atas hidup yang tengah kamu jalani sekarang."

Netra kecokelatan Zhenira menatap teduh pada sosok wanita di depannya.

"Sekarang semua terserah padamu. Kembali ke Negeri Silvanna sebagai seorang putri, atau kembali ke tempat pengasingan kamu di bumi."

"Aku akan kembali ke bumi." Zhenira berkata mantap tanpa harus berpikir lama. Ia sangat yakin dengan keputusannya dengan kembali ke bumi.

Ibunda Zhenira itu tersenyum. Jiwanya perlahan memudar menjadi percikan cahaya. "Pilihan yang bagus. Ibu tahu kalau orang-orang di sana sangat menyayangi Putri Ibu ini. Tutup mata kamu sayang, dan terbangunlah dari mimpimu sekarang."

Zhenira tidak sempat menjawab saat tiba-tiba matanya tertutup secara paksa, dan ia bisa merasakan dirinya tertarik dengan sangat kuat.



Rumit. Permasalahan diantara keluarga inti Silvanna itu sangat rumit. Aku aja yang nulis ikutan dibuat pusing sama permasalahan keluarga mereka. Apalagi kalian😅

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro