Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

36 ߷ Lunch Preparation



Acara berburu itu berlangsung hingga siang hari. Dari banyaknya kelompok yang dibagi, hanya sebagian kelompok saja yang berhasil mendapatkan hasil binatang buruan. Sebagiannya lagi pulang dengan tangan kosong. Namun itu bukanlah masalah, karena hasil buruan yang didapatkan sudah lebih dari cukup.

Setelah para laki-laki berburu, kini tugas para perempuan untuk meramu. Rusa dan kelinci hasil buruan dipotong dan dibersihkan, barulah dimasak menjadi berbagai hidangan. Putri Zelina yang mengkomandoi keseluruhan kegiatan itu tampak berwibawa. Beruntungnya sang putri bungsu dari Keluarga Merlion itu tidak tahu kalau Zhenira tadi ikut dalam perburuan. Karena jika sampai sang putri bersurai putih panjang itu tahu, maka sudah dipastikan akan terjadi perang dunia lagi.

Akan tetapi, namanya juga gosip. Para penggosip tentunya sudah menyebarkan hal itu hingga sampai ke telinga sang putri. Zelina marah, netra delimanya tampak memerah. Pun dengan dada bergemuruh dan muak yang dirasakannya pada Putri Zhenira dari Keluarga Evans tersebut.

Langkah kaki lebar dan tegas Putri Zelina berjalan menuju ke arah tenda Putri Zhenira. Amarahnya bisa terlihat jelas dari ekspresi wajah cantik sang putri. Bahkan para pelayan yang berpapasan dengannya pun tidak berani menatap atau sekadar melirik ke arah Putri Zelina. Gaun peach yang dikenakan tampak berkibar-kibar seiring cepatnya langkah kaki sang putri.

Pun begitu sampai di tenda Zhenira, Putri Zelina tidak tahan untuk tidak menyudutkan gadis itu di salah satu dahan pohon dengan kekuatannya.

Brak!

"Kau! Apa kau tidak punya malu, hah?! Ikut berburu bersama para lelaki? Cih! Yang benar saja."

Zhenira meringis saat punggungnya membentur dahan pohon di belakangnya. Ia memberanikan diri untuk menatap tepat pada netra semerah delima milik Putri Zelina yang tampak berkobar karena amarah itu.

"Bahkan sejak dulu, tidak ada sejarahnya seorang perempuan ikut dalam kegiatan berburu pada acara tahunan Kerajaan Silvanna! Siapa kau yang malah dengan beraninya turut serta dan melanggar batasan-batasan itu?!" Putri Zelina mencengkeram pipi gadis di depannya dengan kuat. Jangan lupakan tatapan tajam dari kedua netra merahnya.

Zhenira yang tidak terima disudutkan, langsung mendorong Putri Zelina menjauh dan melepaskan cengkeraman sang putri dari pipinya. "Saya tidak membutuhkan pendapat Anda soal tindakan yang saya lakukan, Tuan Putri. Lagipula, Zaaron tidak mempermasalahkannya."

Tatapan Putri Zelina menajam. Berani sekali gadis ini, pikirnya. "Zaaron memang tidak mempermasalahkannya, tapi aku yang mempermasalahkannya."

"Putri Zelina, Putri Zhenira ... Nenek Moa memanggil Anda berdua," ujar Raina dengan nada datarnya seperti biasa. Entah dari mana datangnya salah satu orang kepercayaan sang raja selain Elmo itu.

"Ck! Kali ini aku akan membiarkanmu, tapi kalau kau berulah lagi, aku tidak akan tinggal diam!" ancam Putri Zelina sebelum melenggang pergi meninggalkan Zhenira dan Raina sendirian di sana.

Usai kepergian Putri Zelina, barulah Zhenira bisa bernapas lega. "Hahh ... terima kasih, Raina. Kau telah menyelamatkanku dari amarah Putri Zelina." Zhenira memijit tulang hidungnya sebelum mengulas senyum tipis.

Rain menggeleng, masih dengan wajah datarnya, perempuan itu berujar sopan. "Saya hanya mencoba peruntungan. Karena bisa saja Putri Zelina tidak mau mendengarkan perkataan saya tadi, dan lebih memilih untuk terus melanjutkan perdebatannya dengan Anda. Lagipula, Nenek Moa memang memanggil Anda berdua karena jamuan makan siang telah siap."

Zhenira ber-oh ria dan mengangguk setelahnya. "Kalau begitu, ayo kita bergabung dengan lainnya di tempat jamuan makan siang. Aku pun juga sudah lapar dan tidak sabar menikmati hidangan dari hasil buruan."

🌌🌌🌌

Daun pisang dijejer memanjang sebagai alas. Hidangan dari hasil berburu disajikan tanpa kuah di atasnya. Tidak ketinggalan nasi dan roti yang menjadi pelengkap. Semua orang bersuka cita dalam jamuan makan siang sederhana itu. Anggur-anggur dan susu disajikan sama rata. Buah-buahan juga disajikan sebagai pemanis lidah.

Ada Maxime dan Kevin yang tampak paling bersemangat. Kedua pemuda itu bahkan memilih duduk di dekat panci-panci hidangan. Alasannya supaya bisa dengan mudah menambah porsi makanan apabila dirasa kurang. Tidak jauh dari posisi keduanya, ada Trax dan Marcell yang tampak duduk tenang sembari berbincang ringan. Masing-masing ketua itu tengah membahas pengalaman berburu mereka tadi. Kemudian ada Shadow dan Oscars yang sedang membantu membagikan gelas-gelas berisi anggur kepada para prajurit. Sesekali, Oscars akan menegak anggur itu sendiri yang berakhir mendapat delikan tajam dari Zhenira yang berdiri tidak jauh darinya.

"Gue aduin ke Om Reyhan, mampus lo."

Ancaman Zhenira itu hanya dibalas kerlingan mengejek dari Oscars. "Aduin aja. Orang di rumah gue juga sering minum wine berdua sama Papa."

Zhenira berdecih, lantas melengos pergi dan mengabaikan sepupunya tersebut. Ia masih ada beberapa tugas yang harus dikerjakan bersama Linda dan Kesya. Seperti membuat teh dan menyiapkan lebih banyak daun pisang serta air bersih untuk cuci tangan. Tidak perlu pusing mencari air bersih, karena di dekat perkemahan mereka ada sungai kecil yang airnya sangat bersih. Jaraknya sekitar 15 meter dari bumi perkemahan.

Dekat sekali, bukan?

"Zhe! Bantuin gue bawa ini bentar, dong."

Seruan Kesya membuat Zhenira menoleh, dan melihat sang sahabat tampak kesusahan membawa beberapa lembar daun pisang berukuran besar. Ia pun segera mengambil alih sebagian daun tersebut dan membawanya. Untung saja ia tidak memakai gaun saat ini. Jika iya, sudah dipastikan kalau ia akan sangat kesusahan bergerak bebas.

"Mau diletakin di mana ini, Key?" tanya Zhenira.

"Di sana, di dekat meja anggur. Cuma itu tempat yang kosong," tutur Kesya sembari menunjuk pada satu titik menggunakan dagunya.

"Ohh, ya udah ayo."

Zhenira memimpin jalan, diikuti oleh Kesya di belakangnya. Jangan tanya di mana Linda, gadis itu sedang membantu Raina dan beberapa pelayan lainnya untuk menghidangkan makanan di atas daun pisang. Sementara Putri Zelina dan pelayan pribadinya hanya menjadi penonton di ujung sana. Tepat di samping Nenek Moa yang baru saja tiba setelah memanggil Zaaron dan Kakek Loa.

"Zelina, kenapa kau tidak ikut membantu mereka?" tanya Nenek Moa dengan satu alis terangkat.

"Ayolah, Nenek. Mereka tidak membutuhkan bantuanku. Lihat saja, mereka bisa melakukannya dengan baik tanpa bantuanku." Putri Zelina menjawab dengan sangat santai. "Lagipula aku ketuanya, dan seorang ketua tidak perlu turun tangan saat ada anak buahnya yang bisa melakukan semua pekerjaan."

Perkataan Putri Zelina membuat Nenek Moa menghela napas. Begitupun dengan Kakek Loa yang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, dan Zaaron yang memutar bola matanya malas.

"Bilang saja kalau kau malas," komentar sang raja dengan tangan bersedekap. Zaaron berujar dengan netra yang tak lepas dari sosok Zhenira yang tampak tertawa senang bersama Kesya. Entah apa yang tengah kedua gadis itu bicarakan. "Kau memang sangat berbeda jauh dengan Zhenira."

Zelina berdecih. "Jangan pernah banding-bandingkan aku dengan gadis murahan itu."

"Tutup mulutmu, Zelina. Sekali lagi aku dengar kau menjelek-jelekkan Zhenira, aku tidak akan tinggal diam." Zaaron mengepalkan tangannya, napas laki-laki itu pun mulai memburu. Ia menatap Zelina yang berdiri di samping Nenek Moa dengan tajam. Ia tidak terima gadis yang dicintainya dicap murahan oleh gadis lain.

"Yang Mulia, sudah cukup." Kakek Loa menepuk-nepuk bahu laki-laki yang sudah ia anggap cucu sendiri itu dengan gerakan teratur. "Putri Zelina mungkin tidak bermaksud berkata seperti itu tentang Putri Zhenira."

"Biarkan saja, Kek. Dia memang sudah dibutakan oleh cintanya pada gadis itu. Padahal sudah jelas kalau Putri Zhenira lebih memilih Pangeran Dawson sebagai kekasihnya, tapi Zaaron tetap saja menginginkan gadis itu."

"Aku memang menginginkannya. Maka dari itu aku akan melakukan segala cara agar Zhenira kembali ke pelukanku," tutur laki-laki bermanik sebiru kristal itu dengan tegas. Zaaronico Silvanna Valdo tidak peduli dengan pandangan orang-orang tentangnya. Ia hanya mencintai Zhenira, apakah salah kalau ia memperjuangkan cintanya?

"Kakek dan Nenek lihat sendiri, 'kan? Dia benar-benar sudah dibutakan oleh cinta!" seru Putri Zelina yang mulai terbakar api cemburu. Ia benar-benar tidak rela kalau orang yang sedari dulu dikaguminya ternyata menaruh perasaan pada orang lain. Terlebih pada Putri Zhenira yang merupakan satu-satunya seorang putri dari Keluarga Silvanna yang ikut diasingkan karena peristiwa kudeta beberapa tahun lalu. Putri Zhenira tidak layak untuk Zaaron, itulah yang dipikirkan oleh putri bungsu dari Keluarga Merlion tersebut.

Zaaron tidak memedulikan perkataan Putri Zelina dan lebih memilih beranjak pergi untuk menemui sang gadis terkasih. Mumpung tidak ada Pangeran Dawson di dekat gadis itu, ia jelas ingin memanfaatkan kesempatan.

"Sini kubantu," ujar Zaaron sembari mengambil alih nampan berisi gelas kaca yang semula dibawa oleh Zhenira.

Meskipun sedikit terkejut oleh tindakan Zaaron, tapi Zhenira tetap mengulas senyum dan mengucapkan terima kasih pada sang raja. "Terima kasih. Aku memang membutuhkan sedikit bantuan di sini. Kesya pergi ke tempat Linda dan Raina untuk mengecek persiapan di sana. Mungkin setelah ini kita bisa mulai menikmati hidangan makan siangnya," jelas Zhenira tanpa diminta.

"Tidak apa-apa, santai saja." Zaaron mengerti kalau mempersiapkan hidangan untuk 100 orang lebih jelas akan memakan banyak waktu. Untuk itulah, ia sebelumnya sudah meminta pada sang kepala koki agar membagi dapur menjadi dua bagian. Satu dapur di bagian Barat area perkemahan, satunya lagi berada di bagian Tenggara.

"Syukurlah kalau kau mau mengerti. Aku kira kau adalah tipe Raja yang otoriter," ujar Zhenira sembari memberikan senyuman tipis pada beberapa pelayan yang berpapasan dengan mereka berdua.

"Kebanyakan orang memang suka menilai seseorang dari sampul luarnya saja, tapi aku bukanlah Raja yang seperti itu." Zaaron menjelaskan dengan tatapan yang terus fokus ke depan sembari membawa nampan berisi gelas kaca tersebut. Jika melihat Zaaron saat ini, rasa-rasanya Zhenira tengah melihat sosok laki-laki sederhana bukanlah seorang raja.

"Dan aku juga baru tahu kalau kau ternyata adalah tipe orang yang cukup banyak bicara, ya." Zhenira tertawa saat melihat sedikit rona merah yang muncul di wajah Zaaron. 

"Aku seperti ini hanya pada orang-orang tertentu, Zhe. Karena seorang raja yang memiliki banyak musuh sepertiku tidak boleh menunjukkan banyak ekspresi di tempat umum," jelas Zaaron lagi. Angin yang berembus menerbangkan jubah hitam yang dikenakan oleh laki-laki itu dengan lembut. Membuat sosok tegapnya jadi terlihat sangat berwibawa. Tidak heran jika Zaaronico menjadi sosok raja yang sangat dihormati di Negeri Silvanna saat ini.

"Ah, kau benar juga. Pasti tidak enak saat harus mengatur ekspresi wajah agar tidak ada satupun musuh yang mengetahui celah dan kelemahan kita."

Zaaron terkekeh. "Itu sudah risiko. Lagipula, sudah tanggung jawabku utnuk memastikan kalau Negeri Silvanna aman dari orang-orang yang ingin menjajah dan menghancurkan negeri ini."

Setiap kalimat yang keluar dari bibir laki-laki di sampingnya berhasil membuat Zhenira terenyuh. Ia tahu kalau yang sedang berbicara dengannya saat ini adalah Zaaron. Benar-benar seorang Zaaronico, bukan iblis yang bersemayan di dalam tubuh laki-laki itu.

"Aku paham, dan aku tahu kalau kau bisa melewati semuanya dengan baik."

"Tidak lebih baik jika tanpa kehadiranmu, Zhe."



Duhh, ahh😭
Zaaron bikin baper aja, deh🤧

Coba aku tanya, kalian tim Zero × Zhenira atau Zaaron × Zhenira, sih?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro