23 ߷ Finally Arrived
•
•
•
Malam memang identik dengan kegelapan. Sama seperti kebencian yang kian mengakar dalam lamunan. Namun kini, itu tak lagi jadi tujuan. Karena ada hal yang lebih penting dari sebuah kebencian.
"Zaaron! Ayo katanya mau nemenin ke pasar malam!"
Pekikan seorang gadis yang sangat dikenalnya membuat sang empunya nama tersadar dari lamunan. Kepalanya ia tolehkan ke sumber suara, seketika itu juga senyumnya mengembang.
"Mau ke pasar malam atau mau menarik perhatian laki-laki hidung belang? Pakaianmu terlalu terang!"
Komentar pedas dari sang pemuda membuat gadis itu spontan menunduk, menatap pakaian yang dipakainya. Sebuah gaun panjang berwarna merah menyala yang sangat membentuk lekuk tubuhnya. Cengiran lebar ditunjukkan oleh sang gadis setelahnya.
"Hehe, salah kostum ya?"
Pemuda yang dipanggil Zaaron itu mendengkus. Karena lagi-lagi ia harus melihat tingkah absurd dari kekasihnya ini. Setiap hari ada saja tingkah anehnya. Namun hebatnya, ia tidak pernah bosan akan hal itu.
"Cepat ganti baju sana! Bisa-bisanya kau memakai gaun seperti itu saat hendak keluar istana."
Sang gadis kembali menampilkan cengiran lebarnya sebelum mengangguk, mengiyakan perintah sang pemuda tersebut. Diangkatnya sedikit gaun panjang itu dengan tinggi-tinggi. Lalu kembali berjalan ke arah kamarnya untuk mengganti pakaian.
Sementara pemuda yang masih berdiri di salah satu lorong istana itu hanya menatap punggung gadis yang berhasil mencuri hatinya dengan teduh.
"Aku mencintaimu, Zhe."
🌌🌌🌌
"YANG MULIA!"
Jdak!
Brug!
Geraman rendah pertanda akan kemarahan itu keluar dari bibir sang raja. Zaaron mengusap keningnya yang baru saja membentur meja. Padahal ia sedang memimpikan masa lalunya dengan Zhenira, tapi Elmo merusak semuanya.
"Cepat katakan apa maumu!"
Nada kekesalan dari sang raja berhasil membuat Elmo yang masih berdiri di depan pintu jadi bergidik ngeri. Buru-buru ia mengatakan maksud kedatangannya agar sang raja tidak semakin marah padanya. "Begini Yang Mulia, di depan ada sekumpulan remaja. Mereka mencari Nona Zhenira dan Tuan Oscars."
Zaaron mengerutkan keningnya. Laki-laki pemilik netra sebiru kristal itu langsung berdiri dan berjalan cepat ke arah Elmo. "Apa kau bilang?" tanyanya lagi, mencoba memastikan kalau pendengarannya masih berfungsi dengan baik.
"Ada sekumpulan remaja yang mencari Nona Zhenira dan sepupunya itu."
Dengan perasaan yang mulai tidak tenang, Zaaron langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Diikuti Elmo yang mengekor di belakangnya. Kedua laki-laki itu berjalan dengan posisi badan tegap dan pandangan fokus ke depan. Jubah hitam keduanya berkibar-kibar seiring langkah kaki mereka.
Hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit untuk sampai ke depan istana. Tepatnya di depan gerbang yang saat ini terbuka lebar. Menampilkan jajaran remaja yang penampilannya sama seperti Zhenira dan Oscars saat pertama kali sampai di Negeri Silvanna. Zaaron sudah bisa menebak kalau mereka bukan berasal dari dunianya. Melainkan dari dunia tempat Zhenira diasingkan.
Didekatinya para remaja yang berjumlah delapan orang itu tanpa mengubah ekspresi datarnya. Tangan yang tadinya berada di sisi-sisi tubuhnya, kini mulai bersedekap. Zaaron menatap satu per satu remaja di depannya dengan mata birunya. Satu di antara mereka membuatnya berdecak seketika.
"Kau, Farzero. Ikut aku," titahnya.
Tak tanggung-tanggung, Zaaron langsung mengeluarkan rantai sihir dari balik jubahnya yang langsung mengikat tubuh Zero. Hal itu membuat semua orang yang ada di sana terbelalak. Terlebih Zero yang memang belum siap dengan serangan dadakan itu berakhir tidak bisa menggerakkan tubuhnya saat ini.
"Woy! Lo apain sahabat gue, anj?!"
Trax yang baru sadar akan situasi langsung berteriak dan bersiap mendekat ke arah keduanya sebelum seorang pemuda berjubah hitam menghalanginya dengan lengan kanannya yang sudah terlentang di depannya.
Dia Elmo.
"Tenanglah, Yang Mulia hanya ingin berbicara dengan teman Anda."
"Ck!"
Trax pun memilih mengalah dan membiarkan sosok yang dipanggil Yang Mulia itu membawa Zero ke suatu tempat. Entah apa yang akan mereka bicarakan, semoga saja tidak ada hal buruk yang terjadi.
"Sebelum itu, bolehkah kami masuk dan mendapatkan tempat untuk beristirahat? Kami sudah berjalan selama satu setengah hari untuk sampai ke sini."
Kalimat yang dikatakan oleh Marcellino Bintara itu membuat Elmo mengangguk. Tanpa menunda lagi, tangan kanan Zaaron itu menggiring ketujuh remaja itu ke gedung istana bagian Barat.
Tempat para kamar tamu berada.
Biasanya gedung itu digunakan ketika ada acara besar yang mengharuskan seluruh tamu kehormatan dari berbagai negeri menginap di istana. Gedung istana bagian Barat itu sebelumnya adalah tempat pelatihan para selir raja. Namun entah sejak tahun ke berapa, kini sudah direnovasi dan alih fungsi menjadi tempat menginap para tamu-tamu raja.
Elmo membawa ketujuh remaja itu ke sana. Menunjukkan satu per satu kamar yang bisa mereka tempati untuk beristirahat. Lalu kembali ke gedung utama istana setelahnya. Karena ada hal lain yang harus diurus.
🌌🌌🌌
"Lo mau ngomong apa?"
Zaaron dapat mendengar nada tak suka yang terlontar dari pertanyaan laki-laki di depannya.
Farzero Alando Dawson.
Laki-laki yang membuat Zhenira berpaling darinya. Laki-laki yang entah benar terlibat dalam kudeta pada waktu itu atau tidak. Laki-laki dari Keluarga Dawson yang sangat dibencinya.
"Kau beruntung memiliki Zhenira, tapi aku tidak akan menyerah begitu saja. Sudah cukup aku memendam rasa sakit dan kehilangan ini selama bertahun-tahun lamanya. Aku akan kembali berjuang untuk mendapatkannya dan membuatnya kembali jatuh ke pelukanku."
Tanpa dikomando, kedua tangan Zero mengepal di sisi-sisi tubuhnya. Pemuda bermarga Dawson itu memang tidak mengerti dengan maksud perkataan laki-laki di depannya, tapi ia menangkap satu hal.
Laki-laki itu ingin merebut Zhenira darinya.
"Coba saja kalau bisa." Senyum remeh terbit di bibir pemuda yang memiliki manik sekelam malam itu. Dari tatapan matanya saja, Zero dapat mengetahui kalau laki-laki di depannya ini merasa tertantang dengan perkataannya barusan. "Asal lo tau aja, Zhenira bukan tipe cewek yang bakal jatuh ke pelukan seseorang dengan begitu mudahnya. Karena gue, Farzero Alando Dawson akan menjadi perisainya."
Usai mengatakan kalimat penuh penekanan itu, Zero langsung melenggang pergi dari hadapan Zaaron. Ia sudah tidak memedulikan apapun lagi selain Zhenira saat ini. Pikirannya benar-benar dipenuhi oleh Zhenira seorang. Maka dari itu ia akan mencari gadis itu malam ini juga.
🌌🌌🌌
Drap! Drap! Drap!
Suara langkah kaki yang tengah berlari berhasil memecah keheningan di lorong istana malam itu. Masih dengan Zero yang saat ini tengah mencari keberadaan Zhenira di seluruh sudut istana. Bertanya pada setiap penghuni istana yang ditemuinya di sepanjang jalan.
Akhirnya, di sinilah Zero sekarang.
Gedung tempat tinggal para anggota keluarga dan pejabat-pejabat istana.
Dengan sedikit berlari, Zero menelusuri setiap kamar di kanan dan kirinya. Juga bertanya di mana letak kamar Zhenira pada setiap prajurit yang berjaga di pintu kamar-kamar itu.
Hingga sampai di kamar keempat puluh, barulah Zero berhenti. Ditatapnya pintu besar di depannya lekat-lekat. Ia sudah memastikan kalau kali ini, ia tidak akan salah kamar. Ia sudah bertanya pada prajurit tadi, dan mereka mengatakan kalau ini benar kamar Zhenira.
Ceklek!
Kriett ...
Suara deritan yang ditimbulkan oleh gesekan pintu dan lantai itu membuat Zero meringis. Buru-buru ia masuk dan menutup kembali pintu yang ukurannya 2x lipat dari ukuran tubuhnya tersebut.
Zero mengedarkan pandangannya ke segala arah, kemudian netranya terpaku pada ranjang besar yang dikelilingi oleh kelambu putih di tengah-tengah ruangan. Dapat Zero lihat sosok seorang gadis yang seminggu terakhir benar-benar berhasil memporak-porandakan hati dan pikirannya.
Zhenira tertidur dengan pulasnya. Gadis itu pun sama sekali tak menyadari kedatangannya. Bahkan ketika ia sudah mendudukkan diri di sampingnya dan memberikan usapan lembut pada rambut panjang gadisnya.
"Akhirnya gue nemuin lo juga, Zhe. Lo emang suka banget bikin orang khawatir, ya?"
Zero terkekeh.
Dipandanginya wajah cantik yang tampak begitu nyenyak dalam tidurnya itu. Ia tidak tahu Zhenira memimpikan apa kali ini. Namun dari ekspresi yang ditunjukkan gadis itu saja, ia sudah tahu kalau Zhenira sedang bermimpi indah sekarang.
"Selamat malam, tidur yang nyenyak my pretty girl."
Cup!
Satu kecupan sayang mendarat mulus di kening Zhenira. Zero tersenyum tipis setelahnya. Kemudian mulai beranjak menuju satu-satunya sofa panjang yang berada di kamar tersebut dan membaringkan tubuh lelahnya di sana.
Tidak lama kemudian, netra sekelam malam itu menutup, dan sang pemilik sudah jatuh tertidur dengan cepatnya.
🌌🌌🌌
Srek! Srek! Srek!
Suara-suara aneh itu membuat Zhenira yang masih dalam keadaan setengah sadar jadi terusik. Gadis itu enggan sekali membuka matanya saat ini. Ia sudah berencana akan terus tidur sepanjang hari, tidak melakukan apapun kecuali makan dan buang air.
Dug! Dug! Dug!
Ctak!
Namun sepertinya, si pembuat suara-suara aneh itu memang berniat membangunkannya dan mengacaukan rencana tidur seharian yang sudah direncanakannya matang-matang sejak semalam.
"Bangun, Putri Tidur. Mau tidur sampai kapan, hm?"
Suara ini!
Kelopak mata yang semula tertutup itu langsung terbuka lebar. Menampakkan manik cokelat madunya yang langsung terbelalak kala mendapati sang kekasih hati ada di depannya kini.
"ZERO?!"
"Iya. Ini gue, Zhe."
Brug!
Zero langsung menahan tubuh Zhenira dan berat tubuhnya sendiri yang hampir terjungkal karena pelukan tiba-tiba dari gadis itu.
Tidak membutuhkan waktu lama hingga suara isakan terdengar dari bibir mungil Zhenira. "Aaaa, kangen tau. Kok lo lama banget, sih?!" pekik Zhenira di sela-sela tangisannya. Gadis bermarga Evans itu benar-benar bersyukur karena dipertemukan dengan kekasihnya ini. Sudah seminggu lebih ia menahan rindu dan berharap kalau Zero akan datang menyusulnya.
Ternyata benar.
Pemuda itu datang untuk menyusulnya dan membawanya kembali ke dunia mereka.
"Nggak gampang buat gue sama yang lain untuk sampai ke sini, Zhe. Apalagi kunci kotak itu sempat hilang, jadi kita nyari kuncinya dulu. Lalu pas sampai di sini, kita masih harus nyari tempat tinggal sementara dan nyamar jadi penduduk sana buat nyari info tentang keberadaan lo sama Oscars."
Penjelasan singkat Zero membuat Zhenira benar-benar terharu. Ia merasa begitu dipedulikan. Namun ia baru menyadari ada yang janggal dari kalimat penjelasan Zero tadi.
"Tunggu, maksud lo 'kita' apa?"
"Ya temen-temen kita, sahabat-sahabat kita juga ikut ke sini."
"APA?!" Zhenira menatap Zero tak percaya. Bagaimana mungkin semua teman-temannya berada di sini juga?!
"Begitulah kenyataannya. Mereka khawatir banget sama lo," ujar Zero setelahnya. Pemuda itu menutup matanya dan menghela napas sebentar. "Gue tau ini terdengar aneh, tapi faktanya emang gitu. Kevin, Marcell, Trax, Shadow, Maxime, Linda, dan Kesya ada di sini."
Zhenira menutup mulutnya yang terbuka tanpa sadar. Ia benar-benar terkejut sekarang.
"Berarti waktu kotak itu dibuka, ada mereka juga dong?"
Zero mengangguk.
Wah, makin aneh aja nih dunia.
"Terus, mereka ada di mana sekarang?"
"Entahlah, gue nggak tau. Semalem gue langsung nyari lo dan ninggalin mereka."
Jawaban Zero yang kelewat santai membuat Zhenira terperangah. Ia juga baru sadar kalau pemuda itu masih menggunakan pakaian yang entah sudah berapa lama tidak diganti. Karena tampak sangat kotor dan kumal.
"Jangan bilang lo pada ke sini jalan kaki."
"Emang iya."
Oke, Zhenira benar-benar dibuat jantungan berkali-kali di pagi hari yang indah ini. Buru-buru ia menarik napasnya dan mengembuskannya perlahan-lahan. Begitu seterusnya hingga 15 detik setelahnya.
Usai memastikan kalau kebutuhan oksigennya telah terpenuhi, Zhenira kembali memfokuskan pandangannya pada Zero yang masih berdiri dan menyandar pada tiang ranjangnya.
"Lo harus mandi."
•
•
•
Zero harus mandi, kalo nggak mandi ntar Zhenira nggak mau deket-deket Zero loh (´∀`)♡
Aku mah gapapa, kalo emang Zheniranya gamau. Jadi mending Zero sama Author aja ya, Zer.
(●´∀`●)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro