20 ߷ Unexpected Arrival
•
•
•
Setelah berlari sepanjang perjalanan dari penginapan, di sinilah Zelina berada sekarang. Di depan gerbang tinggi yang akan membawanya ke dalam istana utama untuk menemui Zaaron di sana. Ia sudah merubah wujudnya menjadi manusia kembali.
Penampilannya yang sangat mencolok dengan rambut putih dan pakaian yang juga berwarna putih itu membuat perhatian semua orang yang berada di sekitar sana tertuju padanya. Terutama para prajurit yang menjaga di depan gerbang. Mereka menatap gadis bernetra merah delima itu dengan kagum dan penuh rasa penasaran.
Apa yang dilakukan seorang gadis cantik di sini?
Mungkin itulah yang orang-orang pikirkan tentangnya saat ini.
Dengan langkah anggun, Zelina langsung saja mendekati para prajurit yang masih setia berdiri di sisi-sisi gerbang istana itu. Menatap dengan ramah dan mencoba memberikan kesan sebaik mungkin.
"Permisi ... kalian mungkin lupa denganku, tapi aku adalah putri dari Keluarga Merlion yang baru saja lulus dari Stealth Academy. Aku ingin bertemu dengan Zaaron."
Perkataan Zelina yang penuh percaya diri itu membuat keempat prajurit di sana sedikit terperanjat. Mereka tidak menyangka kalau Putri Zelina yang dulu masih imut dan lucu, sekarang sudah menjelma menjadi gadis cantik yang sangat anggun. Tentu saja mereka ingat, karena mereka sudah mengabdikan diri dan menjadi prajurit sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Mengingat kebaikan para raja dan ratu terdahulu membuat mereka para rakyat biasa menjadi sangat berterima kasih atas kebaikannya.
"Wahh! Anda sudah besar ya, Nona. Padahal dulu Nona masih sepinggang saya," celetuk salah satu prajurit yang memiliki garis luka di hidungnya.
Zelina tertawa canggung. "Haha, ya begitulah. Aku tumbuh dengan baik pastinya, jadilah seperti sekarang."
"Baiklah, kalau begitu silakan masuk Nona. Yang Mulia ada di ruang kerjanya saat ini," ujar prajurit lainnya sembari membukakan gerbang istana.
Zelina bersorak dalam hati. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan sang pujaan hati yang terus menari-nari di kepalanya selama beberapa tahun ini. Ia benar-benar merindukan sosok Zaaron. Pasti setelah bertahun-tahun lamanya, pemuda itu sudah tumbuh menjadi sosok yang sangat tampan dan dewasa. Ia bisa membayangkan betapa hebatnya sosok itu sekarang.
Setelah memasuki istana, Zelina tidak sempat mengagumi beberapa interior dan ornamen baru yang dilewatinya di sepanjang jalan. Karena di pikiran gadis itu hanya satu, bertemu Zaaronico Silvanna Valdo secepatnya.
Drap drap drap
Gaun putihnya ia angkat tinggi-tinggi untuk mempermudah kecepatan berlarinya. Ia tidak takut jatuh dengan sepatu berhak tinggi yang dipakainya saat ini. Karena di Stealth Academy, para gadis bangsawan sepertinya sudah diajarkan bagaimana menjaga keseimbangan ketika berjalan ataupun berlari dengan menggunakan sepatu yang tidak biasa mereka pakai.
Melewati banyaknya lorong dan bertanya pada beberapa prajurit juga pelayan yang lewat, sampailah ia di ruang kerja sang raja. Pintu hitam dengan ornamen-ornamen senjata di depannya itu sudah terpampang jelas. Itu adalah ruang kerja raja-raja Negeri Silvanna terdahulu, dan sekarang ruangan tersebut jadi milik Zaaron.
Diketuknya pintu besar itu dengan sedikit keras, berharap segera mendapatkan balasan atau perintah 'masuk' dari seseorang yang berada di dalamnya. Namun setelah sekian detik menunggu, tidak ada jawaban dari dalam sana. Kening Zelina mulai berkerut heran.
Tok tok tok
Diketuknya lagi pintu tersebut. Kembali menunggu selama beberapa detik setelahnya, tapi sama saja. Masih tidak ada jawaban dari dalam sana. Raut cemas mulai ditunjukkan Zelina sekarang. Tanpa menunggu lagi, gadis itu langsung saja mendorong dan membuka pintu besar tersebut. Mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan yang sudah banyak berubah, dan menghentikan pandangan pada satu sosok yang tengah terbaring di sofa sembari memejamkan mata.
Zelina menghela napas lega.
Didekatinya sosok itu yang tampak begitu kelelahan dengan kantung mata yang sedikit menggelap. Ia berjongkok dan mensejajarkan wajahnya dengan sosok yang diyakini adalah Zaaron. Ia tidak dapat menjelaskan bagaimana kagumnya ia saat melihat sosok tampan yang berada di depannya saat ini. Rahangnya yang tegas, bulu mata yang lentik, alis yang tebal, hidung mancung, dan bibir merah yang begitu menggoda. Zelina tidak menyangka kalau Zaaron akan sesempurna ini. Bahkan ini melebihi ekspektasinya selama ini.
Dengan tangan sedikit gemetar, ia mencoba menyentuh rambut hitam yang tampak begitu menarik perhatiannya sedari tadi.
Halus.
Zelina menahan pekikan senangnya dengan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Rambut Zaaron terasa begitu halus di tangannya. Sepertinya pemuda itu mendapatkan perawatan yang sangat baik dari para pelayan istana. Tidak heran mengingat dia adalah raja yang sangat dihormati di negeri ini.
"Lepaskan tangan kotormu dari rambutku."
Suara penuh penekanan itu membuat Zelina terperanjat dan spontan menoleh ke sumber suara. Tatapan tajam dari bola mata sebiru kristal itu langsung menghunusnya.
Zaaron terbangun.
Pemuda itu langsung menunjukkan sikap defensifnya dengan mengacungkan pedangnya pada leher gadis bersurai putih di depannya. Zelina yang begitu terkejut, hanya bisa terdiam dengan mata melotot. Buru-buru ia berdiri sebelum ujung pedang itu mengenai lehernya.
"Zaaron! Ini aku, Zelina!"
"Ck, pergi dari ruanganku sebelum aku berbuat kasar padamu!"
Netra semerah buah delima itu terbelalak tak percaya. "Aku Zelina Silvanna Merlion! Apa kau tidak mengingatku?!" pekik Zelina yang masih mencoba menjelaskan siapa dirinya pada pemuda itu.
"Aku tau siapa dirimu, tapi aku tidak mengharapkan kedatanganmu."
Deg
Zelina membuka mulutnya tanpa sadar. Ia menggelengkan kepalanya dan menatap Zaaron tak percaya. Sikap defensif yang ditunjukkan Zaaron benar-benar membuat hatinya sakit. "Apa maksudmu dengan tidak mengharapkan kedatanganku? Bukankah kita dekat?" lirih Zelina dengan pancaran mata yang sudah menyendu.
Decakan kesal terdengar setelahnya.
Zaaronico Silvanna Valdo menatap gadis bersurai putih di depannya dengan pandangan remeh. "Kau adalah anggota Keluarga Merlion, 'kan? Asal kau tau saja, aku membenci semua anggota keluarga itu." Seringai puas tercetak di wajah tampan sang pemuda. Tanpa memedulikan gadis yang diketahuinya sebagai adik dari Zelino Silvanna Merlion itu, Zaaron langsung saja melenggang pergi dari ruang kerjanya. Meninggalkan Zelina yang sudah terduduk di tempat sembari terisak pelan.
Pertemuan yang diharapkannya akan berakhir indah, justru malah sebaliknya.
🌌🌌🌌
"Siapa yang membiarkan gadis itu memasuki ruanganku?"
Pertanyaan yang begitu mengintimidasi dari sang raja itu membuat beberapa prajurit tersebut gemetar. Satupun dari mereka tidak ada yang berani membuka suara. Bahkan sekadar mendongak untuk menatap bola mata sebiru kristal yang tengah berkilat-kilat itu.
Lama tidak ada jawaban yang keluar dari mulut prajuritnya membuat Zaaron jadi kesal sendiri. "Dia masih ada di ruanganku. Seret dia kemari dan usir dari istana ini," titahnya mutlak.
"Ba-baik, Yang Mulia. Kami minta maaf sebelumnya, tolong ampuni kami."
Beberapa di antara prajurit itu langsung membungkuk di depan raja mereka, memohon maaf dengan sangat agar sang raja tidak marah dan menghukum mereka.
"Cepat lakukan perintahku atau aku tidak akan mengampuni kalian!"
Dengan perasaan panik luar biasa, para prajurit yang terdiri dari enam orang itu langsung berlari masuk ke dalam istana, menuju ke ruangan sang raja untuk membawa keluar Putri Zelina dari dalam sana. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa jika sang raja sudah berkehendak. Karena marahnya sang raja adalah malapetaka bagi mereka.
🌌🌌🌌
"Lepaskan aku! Apa yang kalian lakukan, hah?! Kalian bisa mendapat hukuman yang berat karena memperlakukanku seperti ini!"
Bisa ditebak, suara itu berasal dari Zelina yang tidak terima jika dirinya dibawa keluar secara paksa oleh para prajurit suruhan Zaaron. Ia tidak terima dengan semua ini. Kenapa Zaaron jadi sangat membencinya seperti itu? Padahal ia yakin, kalau Zaaron tahu ia tidak ada di tempat ketika kudeta itu berlangsung. Ia sedang menjalani masa study di Stealth Academy waktu itu.
Lantas kenapa?
Ia tidak bersalah.
Kenapa laki-laki itu membencinya?
Apa hanya karena dia anggota Keluarga Merlion?
Rasanya tidak mungkin.
"Maaf, Nona. Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena ini perintah dari Yang Mulia."
Zelina semakin geram dengan jawaban dari pemimpin prajurit yang menyeretnya itu. Tangannya sibuk meronta-ronta, meminta dilepaskan. Ia tidak bisa mengeluarkan sihirnya jika kedua tangannya dicekal erat seperti ini. Benar-benar menjengkelkan! Aku tidak terima diperlakukan seperti ini! Netra merah delima itu berkilat marah, mulutnya sibuk menyumpah serapahi para prajurit yang masih senantiasa menyeretnya.
Hingga sampailah mereka di gerbang istana.
Di sana ada Zaaron yang menatap Zelina tanpa ekspresi. Tatapannya begitu dingin dan sangat tidak bersahabat. Membuat Zelina semakin marah dibuatnya. "Apa maksudmu menyuruh para prajurit ini membawaku, hah?!" tanyanya.
"Bukankah sudah jelas? Tentu saja untuk mengusirmu."
Jawaban Zaaron yang kelewat santai membuat Zelina menatap pemuda itu tak percaya. Ia tidak menyangka kalau sosok di depannya ini adalah Zaaron yang dulu sangat baik dan perhatian padanya.
"Kenapa?" Kedua tangan Zelina mengepal erat. "Kenapa kau melakukan ini padaku, Zaaron?! Aku tidak pernah terlibat dalam kudeta itu!" sentaknya dengan air mata yang sudah mengalir dengan deras dari netranya. Zelina merasakan dadanya mulai sesak saat ini. Perlakuan Zaaron benar-benar menyakiti hatinya.
Kenapa?
Padahal ia mencintai pemuda itu.
"Hiks, hiks. Aku tidak bersalah, aku tidak terlibat." Zelina mulai meracau tidak jelas. Sesekali tangannya mengusap dengan kasar air matanya yang terus meleleh.
Sementara Zaaron, sang tersangka yang membuat Zelina menangis hanya menatap gadis itu tanpa ekspresi. Sama sekali tidak ada rasa iba dalam tatapannya. Suasana di halaman istana itu sangat hening sekarang, hanya suara isakan kecil Zelina yang mendominasi.
Semua orang yang melihat pemandangan menyedihkan itu hanya menatap sang putri dengan iba. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Putri Zelina. Karena jika mereka ikut campur, bisa jadi kepala mereka akan langsung terlepas dari tubuh mereka saat itu juga.
"Hei! Ada apa ini?!"
Suara seorang perempuan berhasil menginterupsi kegiatan semua orang yang berada di sana. Termasuk Zaaron dan Zelina sendiri.
Pintu gerbang utama yang tadinya tertutup, kini sudah terbuka lebar dengan Zhenira yang berdiri di tengah-tengahnya. Di belakang gadis itu ada Oscars, Elmo, Raina, juga siluman burung elang raksasa yang menatap mereka dengan raut wajah bertanya-tanya.
Zhenira dengan gaun birunya berjalan masuk dengan tergesa-gesa, bahkan bisa dikategorikan dengan berlari. Gadis itu langsung berdiri di depan Zelina dan mengusap jejak air mata di pipi sang putri. Tatapannya langsung menghunus tajam ke arah Zaaron yang masih belum bergerak dari tempatnya.
"Pasti kau yang membuat gadis ini menangis, 'kan?! Astaga, Zaaron! Tidak bisakah kau lembut sedikit pada perempuan?!" omel Zhenira. Mulut kecil gadis itu sudah berkomat-kamit menyumpah serapahi laki-laki yang berdiri beberapa meter di depannya itu tanpa jeda.
Bahkan Zhenira tak memberikan kesempatan pada Zaaron untuk menjelaskan.
"Dengarkan aku dulu-"
"Halah! Sekali kasar, ya kasar! Awas kalau sampai gadis ini jadi trauma karena kelakuanmu, aku benar-benar akan memukulmu!"
"Zhe-"
"Diam! Gue nggak ngomong sama lo, Oscars!"
Oscars menghela napasnya. Sepupu dari Zhenira itu memijit pelipisnya yang mulai terasa berdenyut karena tingkah sepupunya tersebut. Zhenira kalau sudah mengomel bisa lupa tempat. Gadis itu tidak akan berhenti mengomel sebelum semua kosa kata, sumpah serapah, dan makiannya keluar semua dari mulutnya. Ck, kalau mau ngomel lihat tempat juga dong, Zhe! Oscars benar-benar tak habis pikir dengan sepupunya itu.
Sret
Zhenira terperanjat saat sebuah tangan sudah melingkar di pinggangnya dan menyeretnya menjauh dari gadis bersurai putih yang berusaha dibelanya itu.
Pelakunya adalah Zaaron.
"Apa, sih?! Main tarik-tarik aja," sungut Zhenira.
"Diam dulu, bisa?"
Perkataan Zaaron membuat Zhenira langsung terdiam seketika. Hanya tiga kata yang keluar dari mulut laki-laki itu. Namun itu bisa membungkamnya dengan cepat. Zhenira tak tahu apakah Zaaron menggunakan sihir untuk melakukan itu atau tidak. Akan tetapi, ia merasa harus diam dan menutup mulutnya sekarang.
"Yang pertama, aku tidak berbuat kasar padanya. Aku bahkan tidak menyentuhnya. Yang kedua, aku tidak menginginkan keberadaannya di istana ini. Sudah jelas?"
"Apa?! Tapi kenapa?!" pekik Zhenira.
Ia menatap Zaaron dan gadis cantik bersurai putih itu bergantian. "Bukannya dia pacarmu?"
Zaaron tersedak ludahnya sendiri saat mendengar pertanyaan melenceng dari gadis bermanik coklat madu di depannya ini. "Kau gila? Dia bukan pacarku!"
"Lalu apa?"
Zaaron berdecak. "Sudahlah. Dijelaskan pun, kau tidak akan mengerti." Laki-laki yang masih memakai jubah kebesarannya itu melenggang pergi dari sana tanpa memberikan penjelasan yang Zhenira inginkan.
Tentu saja sikap seenaknya dari sang Raja Silvanna itu membuat Zhenira menjadi geram. Dengan kecepatan yang entah didapat dari mana, Zhenira langsung berlari menyusul langkah lebar Zaaron dan memukul kepala belakang laki-laki itu dengan tenaganya yang tidak seberapa.
Plak
Semua orang yang menonton pemandangan itu terbelalak tak percaya. Bahkan Oscars sudah tidak bisa menahan dirinya, laki-laki itu tertawa terbahak-bahak di tempatnya. Pemandangan yang dilihatnya barusan benar-benar membuat perutnya geli bukan main.
Sementara Zhenira, gadis itu malah menampilkan cengiran lebarnya saat tatapan tajam Zaaron menghunus padanya.
"Duh, reflek sumpah!"
•
•
•
Aduh, Zhenira ಥ⌣ಥ
Ada aja tingkah lo, sumpah.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro