15 ߷ Get in the Box
•
•
•
Di suatu ruangan bernuansa hitam putih, terlihat beberapa remaja yang merupakan sahabat-sahabat Zhenira tengah berkumpul di sana. Suasana di ruangan itu cukup mencekam dengan kegelisahan yang turut menyertai para orang-orangnya.
Zero sudah menjelaskan permasalahannya pada sahabat-sahabatnya. Bahkan ia juga memanggil kedua guardian itu melalui nomor ponsel yang dicarikan Kesya dan Linda untuknya.
Saat ini mereka tengah berpikir keras untuk membawa Zhenira dan Oscars kembali. Tidak mudah, mengingat mereka belum tahu apa yang akan mereka hadapi setelah ini.
Aronaz dan Ravgaz sedang dalam perjalanan sekarang. Zero dapat mendengar nada kepanikan dari Ravgaz saat ia meneleponnya dan memberitahukan perihal permasalahan yang terjadi.
"Jadi kotak itu udah ada di tengah-tengah Zhenira dan Oscars saat itu?" tanya Trax sembari menunjuk pada kotak biru yang berada di tangan Zero.
Zero menganggukkan kepalanya seraya menyenderkan punggungnya pada sandaran sofa yang berada di belakangnya. Pemuda itu tampak lelah dengan seragam yang sudah kusut di sana-sini. Belum lagi rambutnya yang acak-acakan. Sangat tidak mencerminkan seorang Farzero Alando Dawson yang biasanya.
Diangkatnya kotak biru berona silver itu tinggi-tinggi hingga sejajar dengan wajahnya. Kotak itu masih terkunci dengan rapat. Entah bagaimana cara untuk membukanya. Kuncinya pun tak ada.
"Halo!"
Sapaan itu membuat semua orang yang ada di dalam ruangan menoleh ke sumber suara. Aronaz dan Ravgaz yang merupakan dua dari delapan guardian itu telah sampai. Zero langsung berdiri dengan cepat dan mempersilakan keduanya untuk duduk di sofa yang tadi ditempatinya.
Putra sulung Keluarga Dawson itu berdiri di sudut, menatap satu per satu para sahabatnya dengan serius. Tiga sofa panjang yang saling berhadapan itu telah penuh sekarang. Trax, Maxime, dan Shadow di sofa paling kanan. Ravgaz, Kevin, Marcell, dan Aronaz di sofa tengah. Sementara Linda dan Kesya di sofa paling kiri.
"Oke, gue nggak tau sama sekali apa yang terjadi di sini, tapi gue yakin ini semua berhubungan dengan kotak ini." Zero mengangkat kotak biru di tangannya tinggi-tinggi, membuat semua tatapan langsung mengarah pada kotak yang ada di telapak tangan pemuda itu.
"Kotak itu memang untuk Zhenira, tapi kita sama sekali tidak tahu siapa yang memberikan kotak itu."
"Maksudnya?" tanya Maxime.
"Kotak itu tiba-tiba muncul di ruangan Geraldz. Ilpyonz dan Neutraz yang waktu itu berada di sana melihat kalau ranting-ranting yang berada di bagian atas kotak itu bergerak dan membentuk sebuah nama. Yang jika diartikan, itu adalah Zhenira."
Kesya terperangah. Gadis itu langsung berdiri, mengambil kotak biru yang ada di tangan Zero dan mengamatinya dengan antusias. "Ranting-ranting kaku ini bisa bergerak?" tanyanya memastikan. Ia rasanya masih tak percaya jika itu memang benar terjadi.
"Ya, ranting-ranting itu bergerak."
"Wow," takjub Kevin.
Tidak hanya Kevin, Marcell dan Shadow pun sampai terperangah setelah mendengar penjelasan dari Ravgaz. Zero sendiri sampai tak bisa berkata-kata saking terkejutnya. Ia tidak menyangka kalau kotak itu memang ditujukan untuk Zhenira. Entah siapa dan orang seperti apa yang memberikannya.
"Tadi aku dan Aronaz sudah menghubungi Geraldz di perbatasan. Katanya jiwa Zhenira dan Oscars ada di dalam kotak itu," papar Ravgaz dengan lugas. Guardian keempat itu tidak menyadari kalau perkataannya membuat para remaja yang ada di sana begitu terkejut. Bahkan Maxime sampai membuka mulutnya tanpa sadar.
"Are you kidding?!" pekik Keysa.
"Tidak, ini serius. Geraldz sempat melihat kalau Oscars dan Zhenira membuka kotak itu. Sesaat setelahnya, kedua teman kalian itu tiba-tiba jatuh pingsan."
Zero memijit pelipisnya yang mulai berdenyut-denyut. Rasanya ia jadi tak bisa berpikir dengan jernih saat ini. Otaknya dipenuhi dengan Zhenira dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada kekasihnya.
"Adakah cara yang bisa kita lakukan untuk menyusul Oscars dan Zhenira?" tanya Zero kemudian.
Hening.
Aronaz dan Ravgaz saling tatap beberapa saat sebelum memusatkan pandangan pada Zero.
"Ada satu cara."
"Kau harus menemukan kuncinya."
Kedua guardian itu berujar bersamaan. Menyampaikan satu-satunya cara yang bisa mereka lakukan jika ingin menyusul Zhenira dan Oscars.
Kotak itulah satu-satunya jalan.
🌌🌌🌌
"Kuncinya udah ketemu belum?"
Linda menggeleng. Kekasih dari Marcellino Bintara itu menghela napasnya, tampak begitu lelah. Ia dan Kesya sudah mencari kunci kotak itu di setiap sudut kamar Zhenira. Namun sampai sekarang, mereka belum berhasil menemukannya.
Sementara para anak cowok, mencoba mencari di sekeliling rumah Keluarga Evans. Untungnya mereka sudah mendapatkan izin dari Om Darren dan Tante Dhian.
Ya, setelah perkataan Aronaz dan Ravgaz beberapa jam yang lalu, mereka segera bergegas ke rumah Keluarga Evans dan langsung mengatakan maksud kedatangan mereka pada kedua orang tua Zhenira.
Jadilah saat ini mereka mencari kunci dari kotak biru berona silver itu di seluruh penjuru rumah. Tidak mudah, mengingat ukurannya yang begitu kecil. Namun kata Aronaz, kunci itu berwarna emas.
"Gue belum nemuin kuncinya, lo gimana?" tanya balik Linda pada Keysa. Namun jawaban Kesya sama saja, sahabatnya itu juga belum menemukan kunci emas itu.
"Ck! Ngilang di mana, sih?! Kan katanya kotak itu sempat dibuka sama Zhenira, pasti kuncinya masih ada di sekitar sini dong!"
Linda mendengkus. "Ya mana gue tau! Udah ah, ayo cari lagi. Ntar makin nggak ketemu-ketemu kalo kitanya ngoceh terus."
Kesya memajukan bibirnya beberapa senti. Merasa sedikit tersinggung dengan perkataan Linda. Namun tidak ada waktu untuk protes dan berdebat! Mereka harus segera menemukan kuncinya atau Zhenira dan Oscars tidak bisa kembali!
Setelahnya, Linda dan Kesya pun melanjutkan pencarian.
Lain halnya dengan para anak cowok.
Kevin dan Zero tengah mencari di sekitar ruang tamu dan ruang tengah. Sementara Marcell dan Maxime mencari di sekitar dapur dan kamar tamu. Lalu Shadow dan Trax mencari di halaman belakang dan sekitar kolam. Mana tahu kuncinya kecemplung di sana, 'kan?
"Yaelah, emang tuh kunci bisa renang?"
Shadow yang mendengar gumaman Trax, menatap ketuanya itu dengan mata memicing. Merasa sedikit heran dengan isi otak sang ketua sampai bergumam seperti itu.
Mana ada kunci bisa renang.
🌌🌌🌌
"KETEMU!"
Kesya berteriak heboh sembari berlari menuruni tangga dan membawa benda kecil berwarna emas yang bernama kunci. Setelah sekian menit mereka mencari, kunci itu ditemukan juga akhirnya.
"Ketemu di mana, Key?!" tanya Maxime yang tak bisa menyembunyikan rasa senangnya kala pencarian mereka akhirnya membuahkan hasil.
"Ada di atas ranjang, di lipatan selimut yang nggak karuan itu."
Linda mendengkus saat mendengar perkataan Kesya yang blak-blakan dan tanpa filter itu. Ia jadi kasihan dengan selimut Zhenira yang ternistakan. Pasti selimut itu sedang menangis sekarang.
Plak!
"Mikir apa sih, gue?!"
Krik ... krik ...
Linda menampilkan cengiran lebarnya kala semua tatapan para sahabatnya mengarah padanya dengan penuh keheranan. Jangan tanya, ia memang suka berdebat dengan batinnya. Maka dari itu ia menepuk pipinya sendiri untuk menyadarkannya.
"Ya udah, mending kita langsung buka kotaknya sekarang. Jangan menunda-nunda lagi."
Mereka semua menyetujui saran dari Marcell. Karenanya Zero langsung memimpin jalan ke ruang tamu Keluarga Evans dan meletakkan kotak biru yang sedari tadi dibawanya ke atas meja. Sahabat-sahabatnya langsung berinisiatif duduk mengelilingi meja. Kesya pun segera menyerahkan kunci emas itu pada Zero.
Setelah bertatapan dengan satu per satu dari sahabatnya, Zero langsung memasukkan kunci emas itu ke lubang gembok kotak tersebut. Memutarnya dengan perlahan dan membukanya dengan penuh kehati-hatian.
Deg!
Para remaja di ruangan itu benar-benar dibuat terperangah saat melihat isi dari kotak biru berona silver tersebut.
Benar, isinya adalah miniatur kerajaan. Miniatur yang begitu mewah dan detail pembuatannya.
Sangat mencengangkan.
"Miniatur kerajaan?" beo Maxime.
"Bagus bangett," komentar Kesya.
"Lo bener, Key!" sahut Kevin.
Mereka benar-benar dibuat terpesona oleh tampilan fisiknya. Ornamen-ornamennya yang unik itu sangat memanjakan mata. Jangan lupakan ranting-rantingnya dan kristal di salah satu sisinya.
Namun mereka tidak bisa menikmati pesona dari kotak itu lebih lama, karena mereka bisa merasakan kalau diri mereka tertarik ke dalamnya.
🌌🌌🌌
Brug!
Prak!
Gedubrak!
Suara-suara yang cukup memekakkan telinga itu berasal dari delapan remaja yang jatuh dari portal secara bersamaan. Trax yang jatuh duluan tertindih oleh badan Kevin dan Kesya.
"Woy! Sakit, nih!"
Kesya meringis dan langsung berdiri sambil menarik tangan Kevin dengan cepat. Karena badan Kevin yang lebih berat dari Kesya, membuat gadis itu jadi oleng dan akhirnya terjatuh lagi dengan cukup keras.
"Anj-"
"Heh! Bahasa lo, Key!" tegur Linda sembari mendelik tajam pada sahabatnya itu. Ia pun juga bergegas membantu Kesya berdiri, tak lupa ikut membantu Kevin dan Trax juga. Sementara sahabatnya yang lain sudah berdiri tegak dengan tatapan fokus ke suatu titik.
Linda mengikuti arah tatapan sahabat-sahabatnya dan mendapati sebuah gerbang besar yang sangat tinggi menjulang beberapa meter di depan mereka. Mulutnya terbuka tanpa sadar, terlalu takjub dan terperangah akan pemandangan di depannya.
"Gerbang? Kota atau istana?" gumam Marcell.
"Entahlah. Haruskah kita ke sana?" tanya Linda.
"Kenapa enggak? Kita udah nyampe di sini, bukannya kita harus nyari Zhenira dan Oscars?" sahut Trax kemudian.
"Lo bener. Tujuan kita ke sini untuk menemukan mereka," ujar Zero. Ia menatap satu per satu wajah sahabatnya, lantas menganggukkan kepalanya dan mulai memimpin jalan. Ekspresi pemuda itu begitu serius saat ini, membuat Kevin yang menatap ekspresi sahabatnya itu menghela napas.
Apa dia nggak terlalu serius?
🌌🌌🌌
Kedelapan remaja itu sudah memasuki gerbang saat ini, ternyata yang ada di baliknya adalah sebuah pemukiman kota. Kota yang sangat besar dan ramai dengan rumah-rumah bergaya kuno di dalamnya.
Mereka yang masih memakai seragam sekolah benar-benar salah kostum. Tak ayal beberapa warga di sana bertanya dari mana mereka berasal. Tentunya mereka tak bisa mengatakan dengan gamblang begitu saja. Mereka bilang kalau mereka hanya pengembara dari negeri nan jauh, dan tengah membutuhkan tempat tinggal juga pekerjaan untuk sementara waktu.
Beruntungnya ada orang kaya baik yang mau membantu mereka. Sepasang suami-istri pemilik penginapan yang cukup besar. Mereka menawarkan tempat tinggal sekaligus pekerjaan menjadi pelayan di penginapan mereka. Kebanyakan para pejabat dan petinggi negeri biasanya menggunakan penginapan di pusat kota itu sebagai tempat singgah. Kebetulan juga mereka sedang kekurangan pekerja dibagian pelayanan kamar dan dapur.
Jadilah kedelapan remaja itu tinggal di sana untuk sementara waktu. Mengganti seragam sekolah SMA Negeri Majalengka dengan pakaian biasa yang disiapkan oleh sang pemilik penginapan.
Zero, Kevin, dan Marcell bekerja di bagian pelayanan lamar di lantai satu. Sementara Trax, Shadow, dan Maxime di lantai dua. Kemudian Kesya dan Linda bekerja di bagian dapur. Ikut membantu para koki memasak.
Begitulah yang terjadi.
Mereka melakukan pekerjaan itu sembari mencari-cari informasi soal keberadaan Oscars dan Zhenira yang belum diketahui. Mereka tidak akan menyerah sebelum menemukan kedua sahabat mereka itu dan membawanya kembali ke dunia mereka.
"Gue nggak tau apa ini akan berguna atau nggak, tapi gue denger desas-desus kalo ada dua orang asing yang dibawa ke istana oleh salah satu orang kepercayaan Raja di sini. Bisa jadi kalo dua orang itu Oscars dan Zhenira, 'kan?" ujar Marcell ketika mereka berkumpul di saat jam istirahat mereka.
Kedelapan remaja yang duduk melingkar itu saling berpandangan, lalu menganggukkan kepala dengan serempak.
"Nanti malam, kita mulai penyelidikan."
•
•
•
Huaaa, akhirnya kelar juga aku nulis ಥ⌣ಥ Dari kemarin loh padahal nulisnya, capek banget gara-gara schedule aku agak padet. But, akhirnya bisa selesai juga, hehe.
(●'∀`●)
Nah, semoga suka sama part ini, ya! Jangan lupa vomentnya!
See you next part (≧∇≦)/
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro