Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

00 ߷ Mysterious Box



Berikan ini padanya.

Kelopak mata yang semula tertutup itu langsung terbuka lebar saat sebuah bisikan asing menyapa indra pendengarannya. Dipandanginya seluruh ruangan yang berwarna serba putih itu dengan sorot mata penuh kegelisahan.

"Itu tadi, bisikan siapa?"

Geraldz menyipitkan matanya saat sesuatu yang berkilauan di sudut ruangan menyapa indra penglihatannya. Dengan langkah tegas, kakinya melangkah ke arah sesuatu yang berkilauan tersebut.

Dirinya seketika dibuat terbelalak saat netranya mendapati sebuah kotak seukuran telapak tangannya dengan ukiran-ukiran daun dan ranting yang mengelilinginya. Kotak tersebut berwarna biru dengan sedikit rona silver di sekelilingnya. Ditengahnya terdapat ukiran ranting yang berbentuk hati dengan kristal di salah satu sisinya. Jangan lupakan sebuah gembok emas kecil yang melindungi isi di dalamnya.

"Indah."

Itulah satu kata yang terlintas di otak Geraldz saat melihat kotak tersebut. Pemimpin The Guardian itu benar-benar dibuat terpesona oleh penampilan fisik yang disuguhkan kotak tersebut.

"Kau sedang apa?"

Pertanyaan itu membuat Geraldz menoleh dan mendapati Ilpyonz tengah berdiri di dekat pilar sembari menatapnya dengan penasaran. Guardian keenam itu menghampiri sang pemimpin yang tampak masih belum bergeming dari tempatnya.

"Ada orang yang meninggalkan kotak ini di sini. Mungkin kau tahu siapa orang yang menaruh ini?"

Pengakuan Geraldz membuat Ilpyonz mengernyit. Ditatapnya kotak yang terletak anggun di meja sudut ruangan itu. Geraldz bisa melihat kalau Ilpyonz pun terpesona oleh tampilan kotak tersebut.

"Aku tidak tahu," jawab Ilpyonz seadanya. "Aku sedari tadi sedang mengawasi sudut bagian Tenggara dunia," lanjutnya.

Geraldz mengusap-usap dagunya seraya memejamkan matanya. "Tadi aku mendengar bisikan yang terasa sangat halus ketika aku tertidur di kursi kebanggaanku. Bisikan itu mengatakan 'Berikan itu padanya'. Entah apa dan siapa maksudnya, aku sama sekali tidak mengerti."

"Mungkin yang dimaksud kotak ini," sela Neutraz yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Geraldz hingga membuat sang empunya sedikit terkejut. Pemuda tampan berambut ungu itu menampilkan cengirannya saat mendapati Geraldz mendelik padanya. "Apa? Aku hanya mengatakan kemungkinannya saja."

"Bisa jadi yang dikatakan Neutraz itu benar. Kenapa tidak kau periksa saja kotak itu?" timpal Ilpyonz.

Ketiganya berdiri mengelilingi kotak tersebut. Tidak ada yang bersuara, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga beberapa detik setelahnya, ketiga Guardian tersebut dibuat terperangah saat ukiran ranting di kotak tersebut bergerak dan membentuk beberapa huruf aneh yang entah apa artinya.

"Apa artinya?" tanya Neutraz.

Ya, hanya seperkian detik sebelum ranting-ranting itu kembali ke bentuk semula. Geraldz, satu-satunya Guardian yang bisa membaca tulisan tersebut dibuat terdiam. Ia menatap Ilpyonz dan Neutraz dengan serius.

"Kumpulkan semua Guardian di ruang rapat sekarang juga."

🌌🌌🌌

"Ada apa ini, Ger? Aku sedang asik bermain dengan anak tetangga sebelah, tapi kau malah memanggilku dan Aronaz kembali."

Ungkapan Ravgaz itu membuat Geraldz langsung menatapnya dengan tajam. Ia tidak tahu kenapa Aronaz dan Ravgaz terlihat menikmati tugas yang diberikannya untuk mengawasi Zhenira secara langsung di bumi.

"Benar, kau mengganggu kesenangan kami," timpal sosok Guardian pemilik rambut berwarna dark blue, Aronaz.

"Jadi kalian menikmatinya, eh?" sahut Allucaz dengan nada sinisnya.

Di antara mereka, memang hanya Allucaz yang tidak suka dengan Zhenira dan keistimewaannya mengendalikan mimpi itu. Karena sedari awal, dia sudah menganggap Zhenira adalah batu penghalang yang akan menjadi masalah bagi kedamaian kedua dunia.

"Tentu saja," jawab Aronaz.

"Di bumi sangat menyenangkan," timpal Ravgaz menambahkan. Keduanya terkekeh bersama hingga membuat keenam Guardian lainnya menatap mereka dengan heran.

"Mencurigakan," gumam Devdaz.

Geraldz memutar bola matanya malas. "Sudahlah, aku memanggil kalian ke sini untuk membahas hal yang serius!" serunya yang mulai merasa jengkel dengan para rekannya.

"Hm, jadi apa itu?" tanya Uoranz yang sedari tadi hanya diam memerhatikan. Guardian kedua itu tampak sangat santai dengan kedua tangan yang terlipat di belakang kepala.

Geraldz menghela napasnya sebentar. Ia mengangkat tinggi-tinggi kotak biru yang sedari tadi menjadi beban pikirannya. Para Guardian tampak sangat terkejut dan terpesona saat melihat kotak tersebut. Ilpyonz dan Neutraz hanya tersenyum ketika menyadari reaksi rekannya tidak jauh berbeda dengan mereka tadi.

"Aku mendapati kotak ini sudah ada di sudut ruangan. Apa di antara kalian ada yang tahu, siapa yang meletakkan kotak ini di sana?" ujar Geraldz setelahnya. Netranya menatap satu per satu reaksi dari para rekannya.

"Tidak."

"Aku tidak tahu."

"Entahlah."

"Mungkin orang iseng."

Keempat jawaban beruntun itu membuat pemuda berambut silver tersebut menghela napasnya lagi. Dipandanginya kotak tersebut dengan tatapan serius dan penuh selidik.

"Ranting-ranting yang bergerak tadi membentuk sebuah nama," gumam Geraldz. Ketujuh Guardian tersebut menatap sang pemimpin dengan serius, menunggu kelanjutan kalimat yang akan dikatakan Geraldz.

"Zhenira."

Deg!

Aronaz dan Ravgaz seketika saling bertatapan. Ilpyonz membulatkan kedua bola matanya. Allucaz dan Neutraz sontak berdiri dari kursinya. Sementara Uoranz dan Devdaz hanya terdiam di tempat duduknya.

"Apa maksudmu, kotak ini miliknya?" tanya Devdaz yang tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya.

Neutraz menggeleng, ia menyahut. "Sebelum menemukan kotak itu, Geraldz bilang ada yang membisikkan sesuatu padanya. Benar 'kan, Ger?" ujarnya sembari menatap pada sang pemimpin.

Anggukan singkat Geraldz membuat para Guardian semakin bertanya-tanya.

"Berikan ini padanya. Kalimat itulah yang aku dengar, dan ranting-ranting yang ada di bagian tutup kotak itu tadi bergerak. Lalu membentuk beberapa huruf yang jika diterjemahkan, artinya adalah Zhenira."

"Ya, aku dan Neutraz tadi melihat sendiri saat ranting-ranting itu bergerak," imbuh Ilpyonz.

"Jadi, kita harus memberikan kotak itu pada Zhenira?" tanya Uoranz kemudian.

Hening.

Kedelapan Guardian tersebut saling tatap dalam diam. Hingga bermenit-menit setelahnya, suara Geraldz berhasil memecah keheningan di ruang rapat tersebut.

"Aku yang akan memberikannya langsung pada Zhenira."

🌌🌌🌌

"KESYAAA! BERHENTI NGGAK?!"

Teriakan tersebut membuat semua siswa-siswi yang berada di sekitar koridor kelas dua belas menghentikan kegiatannya untuk melihat ke sumber suara.

Zhenira Silvanna Evans dan Amanda Kesyara. Keduanya sibuk berlarian dan saling kejar-kejaran di sekitar koridor. Zhenira dengan ekspresi kesalnya dan Kesya dengan senyuman jahilnya.

"NGGAK! GUE BAKAL KASIH TAU ZERO! HAHAHA!"

Kesya tertawa kencang, sejenak menolehkan kepalanya dan memeletkan lidahnya untuk mengejek Zhenira. Lalu kembali berlari dengan kencang untuk menghindari Zhenira dan menemui teman-temannya yang sudah pergi ke kantin lebih dulu.

"KESYAAA!"

Kesya terbahak-bahak tanpa mengurangi kecepatan berlarinya. Sementara Zhenira di belakangnya semakin mempercepat langkah kakinya ketika dirasa semakin tertinggal dari Kesya.

Keduanya terus berlarian di sepanjang koridor sampai ke area kantin. Zhenira langsung memelankan langkah kakinya dan menoleh ke segala arah, mencari keberadaan sahabatnya. Dilihatnya Kesya sudah duduk di sudut kantin, tepat di tengah-tengah Linda dan Kevin. Zhenira pun langsung melangkahkan kakinya ke sana.

Zero yang memang sudah merasakan kehadiran gadisnya hanya tersenyum kecil saat Zhenira berjalan ke arahnya dengan bibir yang dimajukan beberapa senti. Netra gadis itu mendelik tajam ke arah Kesya yang masih mengejeknya seraya memeletkan lidahnya.

"Awas lo!" desis Zhenira.

Netranya mengarah pada teman-temannya yang asik dengan kegiatannya sendiri. Oscars yang sibuk dengan ponselnya, Trax dan Maxime yang tengah makan, Marcell dan Linda yang tengah saling suap-suapan, Kevin yang tengah menatap Kesya, dan Zero yang tengah memerhatikan dirinya.

"Eh, Shadow mana?" Spontan Zhenira bertanya saat tak melihat salah satu member D'Most Saga itu di antara mereka. Terlebih tidak biasanya Shadow memisahkan diri dari teman-temannya.

"Dia masih di kelas, remidi MTK," jawab Maxime sesaat setelah menelan potongan terakhir dari cilok yang dimakannya.

Zhenira mengerutkan keningnya. "Tumbenan banget, bukannya dia termasuk pintar?"

"Udah, nggak usah dipikirin. Mending lo sekarang makan. Tuh, udah gue pesenin bakso."

Perkataan dan usapan Zero pada keningnya membuat Zhenira kian membatu dengan wajah bersemu. Ditariknya kedua sudut bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman. Lantas mengangguk dan mulai mengambil mangkok berisi bakso yang sudah dipesankan Zero untuknya.

"Makan yang banyak, badan lo kurus gitu." Zero terkekeh saat melihat respon Zhenira yang tidak terima dengan perkataannya. Pipi gadis itu menggembung kesal sekarang.

"Gue penasaran."

Suara Kesya mengalihkan perhatian semua teman-temannya dari kegiatan masing-masing. Mereka menatap Kesya dengan sebelah alis terangkat, meminta penjelasan.

"Zero sama Zhenira 'kan selama ini cuma ketemu di dunia mimpi. Sekarang lo berdua udah ketemu di dunia nyata. Apa kalian masih sering ketemu di dunia mimpi?" tanya Kesya.

Zero dan Zhenira menggeleng kompak.

"Kami sepakat untuk mengurangi aktivitas kami di dunia mimpi. Setelah kejadian waktu itu, tentunya kami harus waspada. Terutama Zhenira," jawab Zero. Pemuda itu menatap penuh pada sosok gadisnya yang terdiam.

"Hm, lo bener. Sesuatu yang berlebihan memang tidak baik," sahut Marcell.

Trax yang duduk di samping Marcell mengangguk setuju. "Ya, apapun itu. Yang penting lo sekarang baik-baik aja, Ra." Trax tersenyum ke arah Zhenira. Gadis itu hanya memberikan senyuman tipisnya pada sang ketua D'Most Saga tersebut.

"Btw, kita 'kan udah kelas dua belas nih. Bentar lagi si Marcell juga udah turun jabatan. Jadi, gimana kalo kita liburan bareng?"

Zhenira tersenyum lebar. "Boleh, tuh!" serunya dengan semangat. "Kita liburan di villa keluarga Oscars aja! Gimana?!"

"Uhuk!"

Oscars tersedak.

Pemuda itu meneguk minumannya dengan cepat hingga tandas tak tersisa, lalu menatap sepupunya yang masih menatapnya dengan cengiran andalannya. "Kok jadi di villa keluarga gue?!" serunya tak terima.

"Oke, biar gue chat Om Reyhan dulu." Zhenira dengan senyuman lebarnya mengabaikan sepupunya itu, dan cepat-cepat merogoh ponselnya untuk menghubungi omnya tersebut.

"Woy, Ra! Gue belum bilang iya!" Oscars berdiri dari duduknya hendak mengambil paksa ponsel Zhenira, tapi teman-temannya memegangi tangannya dan menghalangi pergerakannya.

"Udah ngapa, biarin si Zhenira. Pelit amat lu!"

"Tau nih, si Oscars!"

"Ck!" Oscars berdecak dan kembali mendudukkan dirinya di kursi dengan kasar. Netranya mendelik ke arah Zhenira yang menyeringai padanya.

"Halo Om Rey, lagi sibuk nggak?"

Semuanya memerhatikan Zhenira dalam diam. Menunggu dengan harap-harap cemas soal villa yang akan menjadi tempat liburan mereka.

"Aku sama temen-temen ada rencana mau liburan gitu, villa Om di daerah puncak kira-kira kosong nggak minggu depan?"

Zhenira nampak tersenyum kecil, lalu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Jadi boleh dipake, 'kan?" tanyanya sekali lagi.

"Wahh! Makasih banyak, Om! Sayang Om Reyhan banyak-banyak, mwah!"

Zhenira menutup panggilannya dengan Om Reyhan, lalu menatap teman-temannya dengan sangat antusias. "Villanya boleh kita pake!" serunya riang.

"ASIK LIBURAN!"

"AKHIRNYA!"

Para remaja itu bersorak senang. Masing-masing dari mereka tidak sabar akan kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan selama liburan nanti. Kebetulan sekali minggu depan memang sudah memasuki liburan tengah semester. Jadi mereka sebisa mungkin ingin memanfaatkan itu untuk liburan bersama.

"Ya udah, kalo gitu ntar kita bahas lagi soal rencana liburannya. Udah mau bel masuk nih, sebaiknya habiskan makanan kalian dan segera masuk kelas."

Perkataan Marcell diangguki dengan serempak oleh teman-temannya. Mereka langsung saja menghabiskan makanan mereka sebelum memutuskan untuk kembali ke kelas masing-masing dikarenakan jam istirahat sebentar lagi berakhir.

🌌🌌🌌

"Kapan kau akan memberi kotak itu pada Zhenira?"

"Secepatnya Neutraz, mungkin nanti malam."

Kedua Guardian berbeda surai itu menatap penuh minat pada kotak biru yang dipegang oleh salah satunya.

"Aku penasaran dengan isinya," ujar Neutraz yang tidak bisa menyembunyikan kekagumannya akan tampilan fisik dari kotak tersebut.

"Akupun begitu, kita tidak tahu siapa yang meletakkan kotak ini di sini. Lagipula, kenapa harus Zhenira? Ini benar-benar aneh menurutku."

Neutraz menatap penuh minat pada pemandangan alam di depannya. "Yah, semoga saja bukan hal yang buruk." Pemuda tampan bersurai ungu itu melemparkan tatapannya pada sang ketua yang tampak sedang berpikir keras. "Jangan terlalu dikhawatirkan," nasihatnya kemudian.

"Hah, bagaimana aku tidak khawatir? Kita tidak tahu siapa pemilik kotak ini, dan kenapa kita harus memberikannya pada Zhenira. Aku hanya takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."

Neutraz menatap Geraldz yang terlihat kesal sekarang. Sebenarnya ia pun juga berpikir demikian. Secara, asal usul kotak itu sama sekali tidak jelas, dan juga soal bisikan asing itu.

Benar-benar misterius.

"Berdoa saja dan percayakan semuanya pada Sang Pencipta."

Perkataan Guardian terakhir itu membuat Geraldz menaikkan sudut bibirnya ke atas. Ia mengangguk singkat dan mulai berdiri dari duduknya. "Lanjutkan tugasmu, aku ingin meletakkan kotak ini di dalam," ujarnya.

Neutraz mengangguk. Pemuda bersurai ungu itu kembali mengalihkan pandangannya ke pemandangan alam yang tersuguh indah di depannya. Diam-diam mengagumi ciptaan-Nya.



Gimana sama part awalnya?
Kotaknya itu sama kayak yang di cover, jadi nggak perlu bayangin lagi bentuknya kayak gimana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro