56 ߷ Rescue Mission
•
•
•
"Zhenira sialan!"
Zero tersenyum miring, ketemu.
Dengan langkah perlahan, ia mengikuti ke mana kiranya wanita paruh baya tersebut pergi, sepertinya ia jadi orang yang cukup penting di sini.
Kalo Tamara ada di sini, udah pasti Zhenira juga, kan? Lo di mana, Ra? Kasih tau gue.
"Hormat kami, Baginda!"
Zero mendongakkan kepalanya saat mendengar seruan tersebut, karena terus sibuk dengan pikirannya sendiri, ia sampai tidak sadar kalau sudah berada di sini.
"Ada apa gerangan Baginda memanggil kami semua ke aula?" tanya seorang pria paruh baya dengan jenggot panjang yang duduk di salah satu kursi, sepertinya dia salah satu orang yang dihormati di kerajaan ini.
Hm, aula istana ya.
Zero melihat sekelilingnya yang terasa begitu tegang. Bagaimana tidak, sang raja di sana tampak menunjukkan aura yang sangat tidak bersahabat. Ia pun sampai kehilangan jejak Tamara. Namun bukan itu yang terpenting sekarang, ia harus segera menemukan Zhenira. Gadisnya itu pasti berada di antara orang-orang ini, tapi ... bagaimana cara dia menemukannya?
"Pertanyaan yang bagus, saya memanggil kalian semua ke sini karena saya mendapat laporan dari salah satu dayang kalau ada di antara kalian yang membuat Putri Cina kesayangan saya menangis."
"Putri Cina menangis?"
"Tidakkah menurutmu Baginda terlalu berlebihan?"
"Apa kau bodoh? Putri Cina itu salah satu istri kesayangan Baginda, jelas saja dia begitu berlebihan seperti sekarang."
Zero mengerutkan keningnya, bisik-bisik mulai terdengar sekarang.
Siapa Putri Cina? Tunggu-tunggu, keknya gue tau nama itu. Apa mungkin ... Raja di depan sana itu adalah Raja Majapahit terakhir? Karena seingat gue, yang punya istri bernama Putri Cina ya cuma dia.
Zero kembali menyimak apa yang akan terjadi selanjutnya, ia hanya ingin memastikan dugaannya benar atau tidak.
Sang Raja terlihat berdiri dari duduknya dan dengan suara baritonnya memanggil Sang Putri dengan lantang. Seorang gadis cantik dengan pakaian berbahan kain sutra berwarna biru laut tampak muncul di balik kelambu. Langkahnya begitu anggun, tapi tatapan matanya sedikit sayu dengan hidung mancung yang memerah. Zero sejenak dibuat terpesona oleh kecantikannya.
Sang Putri menunduk dan memberi salam pada Sang Raja di depan sana. "Hormat hamba, Baginda. Maaf saya terlambat."
"Tidak apa, Putri. Silakan duduk di tempatmu."
Sang Putri terlihat mengangguk dan hendak mendudukkan dirinya di samping seorang wanita paruh baya. Zero tidak bisa melihatnya dengan jelas karena tertutup oleh kelambu. Namun, Zero masih mendengar dengan jelas Putri Cina memberi salam pada wanita tersebut. Jarak Zero dengan tempat para wanita kerajaan itu tidak terlalu jauh. Ia masih bisa mendengarnya meski samar-samar.
"Hormat hamba kepada Ibu Suri," ujarnya sembari menunduk.
Bruk!
"Enyah dari hadapanku!"
Semua orang yang ada di dalam aula sontak terkejut, saat dengan tidak berperasaannya Ibu Suri mendorong Putri Cina hingga jatuh terduduk. Kejadiannya begitu cepat, tapi Zero bisa melihat dengan jelas kalau wanita paruh baya yang sempat diikutinya beberapa saat yang lalu itu adalah Tamara, dan dia menjadi seorang Ibu Suri di sini.
Tamara sungguh muak sekarang. Niatnya untuk mencari Zhenira selalu digagalkan oleh orang-orang ini. Ia bahkan tidak peduli lagi dengan semua tatapan yang mengarah padanya. "Lo itu nggak usah sok cantik, deh! Harusnya gue yang jadi Permaisuri, bukan lo!"
Putri Cina aka Zhenira yang masih terduduk itu menoleh ke arah Bhre Kertabhumi yang sepertinya sama terkejutnya sekarang. Ia berdiri dan menatap dengan tajam orang di depannya ini. Zhenira tidak peduli meskipun jabatannya adalah seorang Ibu Suri. Ia dendam dengan Ibu Suri saat kejadian dengan Linda tempo waktu yang lalu. Pas sekali ternyata Tamara masuk ke dalam tubuh nenek lampir ini, jadi ia tidak perlu repot-repot lagi sekarang.
"Maaf, apa maksud Ibu?" tanya Zhenira dengan suara yang dibuat sesopan mungkin. Mau bagaimanapun, ia tidak ingin menjelekkan nama Putri Cina karena tingkah dirinya yang bar-bar. Putri Cina dikenal anggun dan sopan dalam bertingkah laku, tidak seperti dirinya.
"Lo nggak bakalan ngerti, bitch!"
Tamara dengan berani malah meludah di depan Zhenira saat itu. Tamara masih belum tahu kalau orang yang dicarinya sedari tadi sedang berdiri tepat di depannya saat ini sebagai seorang Putri Cina.
Sang Raja mengepalkan kedua tangannya dengan erat.
Sungguh tidak sopan! Bagaimana bisa gadis itu bertingkah demikian di kerajaanku?!
Dengan langkah tegap, Bhre Kertabhumi berjalan ke arah keduanya dan dengan cepat melayangkan tamparan pada Sang Ibu Suri.
Plak!
"Kau seorang Ibu Suri, bersikaplah dengan sopan! Semuanya keluar sekarang juga kecuali Ibu Suri dan Putri Cina!"
Sang Raja sangat murka sekarang dan dengan tergesa-gesa, mereka yang merasa tidak berkepentingan bergegas pergi dari aula istana yang mulai memanas itu. Bhre Kertabhumi menatap Ibu Suri dengan tajam, tapi sekarang orang di depannya ini bukan ibunya. Namun seorang gadis jahat yang menempati tubuh ibunya.
"Aku tidak tahu apa masalahmu sehingga kau begitu membencinya, tapi yang pasti aku tidak akan membiarkanmu berbuat seenaknya di istanaku!"
Zero terkejut di tempatnya, ia saat ini tengah bersembunyi di balik dinding. Tatapannya tidak lepas dari ketiga orang yang tengah berdebat di depan sana.
Jadi, Putri Cina itu Zhenira? Astaga, bagaimana bisa dia tidak menyadarinya.
Bukan hanya Zero, Tamara pun demikian. Ia tidak menyangka kalau gadis cantik di depannya ini adalah Zhenira dan kenapa pula sang raja bisa tahu? Tamara benar-benar dibuat bingung sekarang. Smirk itu kembali tercipta di bibirnya.
Seenggaknya, gue udah nemuin lo Zhenira.
Prok, prok, prok!
"Ohh, licik juga ya lo! Lo dengan enaknya jadi Putri dan gue cuma jadi Ibu Suri?! Maksud lo apa, hah?!" Tamara benar-benar akan menghajar Zhenira sekarang jika tidak terhalang oleh lengan kokoh sang raja di tengah-tengah mereka.
Zhenira berdecih, gadis itu menatap Tamara dengan senyum remeh. "Bukannya emang gitu, ya? Orang jahat kan cocoknya emang sama orang jahat. Nggak mungkin dong lo masuk ke tubuh orang baik sementara kelakuan lo kek setan."
Karena kesal, Tamara melepas kalung di lehernya dan melemparkannya dengan kuat ke arah Zhenira.
"Akh, damn it!" Zhenira mengumpat begitu ujung kalung yang tajam itu mengenai bahunya sehingga menimbulkan luka gores yang cukup panjang. Netranya menatap Tamara dengan tatapan membunuh. "Gue bunuh lo, anj!" Zhenira yang emosi langsung mendorong tubuh Bhre Kertabhumi ke samping dan melompat ke arah Tamara.
Tamara yang tidak siap jelas saja terjatuh. Zhenira menjambak dan menampar pipi Tamara dengan brutal. Tamara yang tidak mau kalah, juga membalas semua serangan Zhenira dengan brutal. Memukul, menonjok, bahkan menendang.
Zero ditempatnya tersenyum bangga melihat Zhenira yang kuat dan berani melawan ketika tertindas. Gadisnya itu berkali-kali lipat terlihat memukau di matanya, apalagi dengan berada di tubuh Putri Cina yang memang begitu cantik.
Namun, bukan itu yang terpenting sekarang. Ia harus berpikir bagaimana cara untuk mengakhiri ini. Mereka harus kembali ke dunia nyata karena tubuh asli Zhenira tidak bisa menunggu lama. Ia harus segera mendapatkan penawar racunnya.
Begitupun juga dengan Bhre Kertabhumi. Apakah di dunia mereka pergaulannya memang seperti ini? Setidaknya itulah yang ia pikirkan. Ia tidak berani ikut campur dengan urusan keduanya. Karena ia tahu seharusnya ia tidak pernah ikut campur, namun ia tidak bisa jika tidak membantu apapun.
"Mati lo, bangsat!"
Jleb!
Zero membulatkan kedua matanya terkejut saat Tamara menusukkan sebuah belati pada perut Zhenira yang berada di atasnya. Tamara langsung menyingkirkan tubuh Zhenira dari atas tubuhnya.
Zhenira terbatuk, darah langsung keluar dari mulutnya.
"Zhenira!"
Tidak, ia tidak bisa terus bersembunyi seperti ini. Dengan cepat Zero langsung berlari dan meraih tubuh Zhenira yang hampir tumbang sebelum Bhre Kertabhumi sempat melakukannya. "Panglima, apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Bhre Kertabhumi yang terkejut.
"Diam! Aku bukan panglima di kerajaanmu!" sentak Zero, emosinya naik melihat orang-orang ini. Terutama Tamara di sebelah sana yang justru sibuk sendiri dengan darah yang menodai pakaiannya.
"Ze-zero?"
Zero menoleh ke arah gadisnya yang barusan memanggil namanya. "Iya Zhe, gue Zero. Gue dateng ke sini buat jemput lo, bertahan ya, gue mohon."
Zhenira tersenyum lemah, sedikit terkekeh. "Lo ja-jadi si-apa, deh?" Zhenira bertanya dengan susah payah, darah di mulut dan rasa sakit di perut menghalanginya untuk berbicara dengan jelas. Zero cemas, keringat dingin terus mengucur dari dahi cowok itu. Ia masih memangku Zhenira sembari menutup perut gadisnya dengan kain, agar darah tidak terus keluar.
"Udah, jangan dipaksain. Tahan sebentar ya, gue pasti bakal bawa lo kembali ke dunia nyata. Gue masih butuh lo, Zhe."
Zhenira kembali tersenyum, lantas menggelengkan kepalanya pelan. "Akh, gu-gue u-udah nggak bi-bisa."
"Apa maksud-"
Zero membulatkan kedua matanya saat Zhenira menutup matanya. Ia menepuk-nepuk pipi gadisnya berusaha membuatnya sadar.
"Zhe bangun, Zhe gue mohon."
"ZHENIRA!"
Tamara di seberang sana tertawa lepas melihat drama yang berakhir tragis di depannya. Bhre Kertabhumi berdiri kaku melihat tubuh istri keduanya sangat pucat dengan darah yang mengalir di mana-mana. Netranya menggelap, dengan cepat ia melesatkan pedangnya ke arah Sang Ibu Suri aka Tamara yang masih tertawa itu.
Jleb!
Tamara langsung terjatuh dengan darah yang keluar dari dadanya.
•
•
•
Duh, please! Zhenira bikin panik aja, deh! Semoga dia baik-baik aja, sih. Ya, semoga.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro